• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil dan Pembahasan

2. Bobot Badan Lahir per Ekor

Rataan umum bobot lahir anak babi per ekor adalah 1.40 ± 0.18 kg . Kurniawan (2006) yang meneliti hubungan bobot lahir dengan litter size lahir menyatakan bahwa bobot lahir anak babi adalah 1.30 kg/ekor. Bobot lahir anak babi dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain frekuensi induk babi beranak (parity), umur induk, bangsa induk, dan jumlah anak seperindukan pada waktu lahir (De Borsotti et al. 1982). Pengaruh perlakuan ovulasi ganda pada bobot badan lahir dapat dilihat pada Tabel 3. Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa perlakuan ovulasi ganda nyata (P<0.05) meningkatkan bobot lahir per ekor. Bobot lahir per ekor anak babi dari induk kontrol tanpa ovulasi ganda adalah 1.34 ± 0.14 kg (dengan KK=10.46%) dan pada induk yang diovulasi ganda adalah 1.46 ± 0.19 kg (dengan KK=13.12%) (Tabel 3). Bobot lahir anak yang lebih tinggi pada induk babi yang diovulasi ganda terjadi karena ovulasi ganda meningkatkan aktivitas hormon kebuntingan dan faktor pertumbuhan. Hormon-hormon tersebut akan disekresikan secara endogen selama kebuntingan dan berperan dalam diferensiasi dan perkembangan fetus selama kebuntingan yang berkaitan dengan kemampuannya beradaptasi dengan berbagai perubahan yang terjadi pada masa transisi dari kehidupan intrauterus ke ekstrauterus (Geisert

et al. 1994). Bobot lahir tidak lepas dari kapasitas dan sekresi uterus (Giesert dan Schmitt 2002), dan juga oleh gangguan pertumbuhan dan perkembangan intrauterus (Valet et al. 2002) yang setelah plasentasi sangat dipengaruhi oleh kapasitas plasenta yang memfasilitasi sirkulasi substrat dari induk untuk pemeliharaan fetus (Wilson et al. 1998).

Konsentrasi progesteron dan estradiol selama kebuntingan berkorelasi positif dengan peningkatan bobot uterus, bobot fetus dalam kandungan, dan bobot lahir anak (Manalu & Sumaryadi 1999; Mege et al. 2007). Ovulasi ganda dapat meningkatkan pertumbuhan otot awal yang ditandai dengan peningkatan ukuran serat otot (hipertropi), pertumbuhan otot kemudian berasal dari peningkatan jumlah serat otot (hiperplasia) (Giellespie dan James 1998). Sebagian besar ternak

berkembang 60–70% dari bobot lahir selama fase pertumbuhan fetus. Peningkatan terbesar dalam bobot fetus terjadi selama kebuntingan (Giellespie dan James 1998). Akibat dari pertumbuhan dan perkembangan yang sebagian besar terjadi pada periode kebuntingan menyebabkan bobot anak babi yang lahir dari induk yang diovulasi ganda lebih baik.

Konsumsi Ransum Harian Induk Babi Laktasi

Konsumsi ransum harian induk (KRHI) babi laktasi adalah jumlah ransum yang dimakan induk babi setiap hari selama masa laktasi. Konsumsi ransum diperoleh dari selisih antara jumlah ransum awal dengan jumlah sisa. Ransum yang dikonsumsi induk babi, di samping akan diubah menjadi jaringan tubuh, juga digunakan untuk produksi air susu, energi dan sebagian lagi akan dikeluarkan sebagai kotoran. Rataan umum untuk konsumsi harian ransum induk babi laktasi adalah 5.16 ± 0.70 kg, Sihombing (2006) menyatakan dalam menghitung kebutuhan ransum untuk induk laktasi adalah 2 kg untuk hidup pokok induk dan ditambah dengan 0.5 kg untuk setiap ekor anak. Dari hasil perhitungan, rataan kebutuhan ransum dihubungkan dengan rataan umum litter size lahir hidup (9.69 ± 2.39 ekor) adalah sebesar 6.85 kg per ekor induk. Apabila dibandingkan dengan hasil penelitian maka ransum yang dikonsumsi oleh induk babi laktasi masih lebih rendah 1.69 kg daripada kebutuhan yang direkomendasikan. Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa induk babi yang diovulasi ganda mengkonsumsi ransum yang lebih banyak (P<0.01) selama laktasi. Hasil pengamatan konsumsi ransum harian induk (KRHI) babi selama masa laktasi diperlihatkan pada Tabel 3. Rataan konsumsi ransum harian induk babi selama laktasi masing- masing adalah 4.87 ± 0.77 kg pada kontrol (dengan KK=15.86 %) dan 5.48 ± 0.45 kg pada induk yang diovulasi ganda (dengan KK=8.23 %).

Konsumsi ransum yang lebih tinggi pada induk babi laktasi yang diovulasi ganda terjadi karena litter size hidup lahir (10.43 ± 2.54 ekor) juga lebih tinggi dibandingkan dengan pada induk tanpa ovulasi ganda (8.95 ± 2.03 ekor). Kebutuhan ransum induk babi selama laktasi sangat bergantung pada banyaknya anak yang disusuinya (Sihombing 2006). Hasil penelitian rataan litter size lahir pada perlakuan induk babi ovulasi ganda dan tidak diovulasi ganda dihubungkan

dengan konsumsi ransum harian induk babi laktasi dalam penelitian ini masih lebih rendah daripada yang seharusnya, yaitu 7.21 kg untuk yang diovulasi ganda dan tanpa ovulasi ganda adalah 6.48 kg. Kebutuhan ransum untuk induk babi laktasi bergantung pada jumlah dan bobot badan anak yang disusuinya. Semakin tinggi litter size, konsumsi ransum induk juga semakin meningkat. Litter size juga mempengaruhi produksi susu. Semakin tinggi litter size lahir maka konsumsi ransum induk laktasi semakin banyak. Apabila konsumsi ransum induk selama laktasi tidak terpenuhi sesuai dengan jumlah anak sekelahiran, cadangan makanan dalam tubuh akan digunakan untuk memproduksi susu dan selanjutnya apabila cadangan makanan dalam tubuh berkurang maka produksi susu akan berkurang. Bobot badan anak juga mempengaruhi konsumsi ransum. Makin tinggi bobot badan anak-anak babi yang disusuinya maka konsumsi ransum induk laktasi makin tinggi (Parakkasi 1990). Bobot lahir anak babi dari induk babi kontrol adalah 1.34 ± 0.14 kg/ekor dan pada induk yang diovulasi ganda adalah 1.46 ± 0.19 kg/ekor. Dengan demikian, induk yang mempunyai anak yang bobot lahirnya lebih tinggi akan mengkonsumsi ransum lebih banyak daripada induk yang mempunyai bobot lahir rendah. Induk babi yang diovulasi ganda mempunyai anak dengan bobot badannya lebih tinggi sehingga frekuensi induk babi menyusui lebih sering daripada anak babi yang bobot badannya lebih rendah. Dengan demikian, untuk mengimbangi produksi air susu induk babi maka konsumsi ransum induk laktasi yang diovulasi ganda lebih banyak daripada induk babi tanpa ovulasi ganda yang kenyataannya mempunyai anak lebih rendah bobot badannya.

Produksi Air Susu Induk Babi

Produksi air susu induk (PASI) babi yang dimaksud adalah per menyusui, per hari, dan per laktasi yang mana PASI babi per hari dan per laktasi merupakan hasil perhitungan frekuensi induk babi menyusui per hari dikalikan dengan PASI babi per menyusui. Frekuensi induk babi menyusui (FIM) per hari diperoleh dengan cara mengamati berapa kali induk babi menyusui anaknya selama 24 jam. Produksi air susu induk (PASI) babi per menyusui diperoleh dengan menimbang bobot anak babi per kelahiran (Parakkasi 1990), anak babi ditimbang sebelum dan

segera setelah selesai menyusu dan selisih bobot penimbangan merupakan PASI babi pada saat itu. Penimbangan dilakukan dua kali, penimbangan pertama setelah anak babi dipuasakan selama 4 jam, kemudian penimbangan kedua sesudah anak babi menyusu (± 60 menit). Produksi air susu induk babi diperoleh dari hasil pengurangan penimbangan kedua dengan pertama. Pengukuran air susu induk babi per menyusui dimulai pada hari ketujuh setelah beranak untuk mengurangi

stress pada anak babi, kemudian dilanjutkan pada hari ke-14 , ke- 21 , ke-28, ke- 35, ke-42, dan hari ke-49. Produksi air susu induk babi per hari diperoleh dengan cara menghitung PASI babi per menyusui dikalikan dengan frekuensi menyusui dan produksi air susu induk babi per laktasi diperoleh dari PASI babi per hari dikalikan dengan umur prasapih atau masa laktasi, yaitu 49 hari.

Dokumen terkait