• Tidak ada hasil yang ditemukan

Performans bakalan yang dilahirkan oleh induk babi yang diovulasi ganda dengan PMSG dan hCG sebelum pengawinan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Performans bakalan yang dilahirkan oleh induk babi yang diovulasi ganda dengan PMSG dan hCG sebelum pengawinan"

Copied!
198
0
0

Teks penuh

(1)

PERFORMANS BAKALAN YANG DILAHIRKAN

OLEH INDUK BABI YANG DIOVULASI GANDA

DENGAN PMSG DAN hCG SEBELUM

PENGAWINAN

MIEN THEODORA ROSSESTHELLINDA LAPIAN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul “Performans Bakalan yang Dilahirkan oleh Induk Babi yang Diovulasi Ganda dengan PMSG dan hCG sebelum Pengawinan” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Oktober 2012

(4)
(5)

ABSTRACT

MIEN THEODORA R. LAPIAN. Performance of Growing Pig Born of Superovulated Gilts with PMSG and hCG Prior to Mating. Under direction of POLLUNG H. SIAGIAN, WASMEN MANALU and RUDY PRIYANTO

This research was conducted to study the effect of superovulation prior to mating on gilts reproduction performance. Sixty gilts were divided into two groups namely 1) gilts without superovulation (control group) and 2) gilts with superovulation (superovulated group). Once the gilts showed a standing heat symptoms, the boar was introduced into the pig pen to mate the gilts. During the study, the pregnant gilts were kept together in postal pens and two weeks before farrowing each pregnant gilt was then placed in 2.5 x 3.5 m2 individual cages equipped with feeding and drinking devices. A Completely Randomized Design (CRD) was used in the first phase of study, consisting of two treatments with 30 replicates of each. Data were analysed based on the mathematical model

procedures, Yij = μ + αi + εij. All data were then analysed using variance. The results showed that the superovulation treatments significantly (P <0.01) shortened gestation period (GP) in superovulated gilts), increased the body dimension (BD), increased the front leg high of birth (FLHB, increased the rear leg high of birth (RLHB), increased pig weight at birth (PWAB), and increased the birth weight per, increased the daily sows feed consumption (DSFC), increased the sows milk production per suckling (SMPPS), increased the daily milk production (DMP), increased the milk production per lactation (MPPL), increased the piglet gain weight (PGW), reduced the mortality, increased the weaning weight per litter (WWPL), and increased litter size at weaning (LSW). But the superovulation treatment was just significantly (P <0.05) improved sow body weight (SBW), increased the litter size born alive (LSBA), increased the the birth weight per litter, increased pig weigth at birth (PWAB), whereas the superovulation did not significantly affect (P>0.05) the litter size dead born (LSDB) and the litter size at birth ( LSAB). It is concluded that the superovulation treatment in the gilts before mating can improve sows reproductive performances through endogenous secretions of hormones of pregnancy, which is followed by the improvement of pigs weigth at birth, litter size at weaning, mortality, consumption of rations, and the sow milk production.

(6)
(7)

RINGKASAN

MIEN THEODORA R.LAPIAN. Performans Bakalan yang Dilahirkan oleh Induk Babi yang Divulasi Ganda dengan PMSG dan hCG sebelum Pengawinan. Dibimbing oleh POLLUNG H. SIAGIAN, WASMEN MANALU, dan RUDY PRIYANTO

Produksi ternak babi sangat bergantung pada keberhasilan proses reproduksi. Kemampuan reproduksi sangat ditentukan oleh keberhasilan induk untuk menghasilkan anak babi yang sehat dan kuat pada saat penyapihan sehingga periode hidup berikutnya lebih baik. Bobot anak pada saat lahir ditentukan oleh pertumbuhan prenatal (selama dalam kandungan) yang merupakan akumulasi pertumbuhan sejak zigot berkembang menjadi embrio dan fetus sampai dilahirkan. Pertumbuhan anak babi ditentukan oleh produksi air susu induk. Peningkatan produksi air susu induk sampai akhir laktasi dipengaruhi oleh pertumbuhan dan perkembangan kelenjar susu yang sangat dipengaruhi oleh peningkatan sekresi endogen hormon kebuntingan. Melalui peningkatan produksi air susu induk, pertumbuhan dan perkembangan anak babi dapat ditingkatkan, angka mortalitas ditekan, dan bobot sapihan dapat dinaikkan. Penampilan anak babi lepas sapih yang baik selanjutnya dapat mempengaruhi kualitas bakalan, dalam hal ini pertumbuhan dan kualitas karkas pada saat dipotong.

Penelitian ini dilaksanakan di Peternakan Wailan, yang berlokasi di Kelurahan Kayawu, Kecamatan Tomohon Barat, Kota Tomohon, Provinsi Sulawesi Utara mulai dari Oktober 2010 hingga Maret 2011. Jarak dari Manado ke lokasi penelitian adalah ± 25 km. Penelitian ini terdiri atas 3 (tiga) tahap, tahap satu menggunakan 60 ekor babi dara dibagi menjadi dua perlakuan, yaitu 1) babi dara tanpa ovulasi ganda dan 2) babi dara dengan ovulasi ganda. Setelah babi dara menampakkan gejala berahi, pejantan dimasukkan ke dalam kandang untuk mengawininya. Selama penelitian, babi yang telah bunting dipelihara bersama dalam kandang postal, dan dua minggu menjelang beranak ditempatkan pada kandang individu berukuran 2,5 x 3,5 m2 yang dilengkapi dengan tempat makan dan minum. Penelitian tahap I menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri atas dua perlakuan masing-masing dengan 30 ulangan, dan analisis data mengikuti prosedur model matematika sebagai berikut: Yij = µ + αi + εij. Semua

data diolah dengan menggunakan sidik ragam.

Penelitian tahap II dan III menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan pola faktorial 2 x 3 yang terdiri atas dua faktor. Faktor pertama ialah ovulasi ganda dengan hormon PMSG+ hCG yang terdiri atas dua taraf, nol (kontrol) dan disuntik dengan PMSG+HCG. Faktor kedua adalah jumlah anak sekelahiran atau litter size yang terdiri atas tiga level, yaitu litter size rendah (6-8 ekor), sedang (9-11 ekor), dan tinggi (kisaran sebesar 12-14 ekor). Masing-masing ulangan menggunakan dua ekor induk dan dari tiap induk tersebut dipilih satu ekor jantan kastrasi dan satu ekor betina sebagai sampel. Data dianalisis mengikuti prosedur model matematika sebagai berikut : Yij = µ + αi +βj + (αβ)ij +

(8)

kandang untuk dilakukan pengamatan. Ternak babi ditempatkan dalam kandang percobaan masing-masing satu ekor babi tiap satu unit kandang. Ransum yang digunakan dalam penelitian (mulai disapih sampai dipotong) terdiri atas tiga macam ransum, yaitu pada waktu anak babi dipindahkan ke kandang selama lima minggu (umur 7-12 minggu) diberikan makanan berbentuk butiran. Kemudian, pada umur 13-18 minggu, butiran dicampur dengan jagung, sesudah itu diberikan konsentrat dengan jagung sampai mencapai bobot potong.

Hasil penelitian tahap I menunjukkan bahwa perlakuan ovulasi ganda sangat nyata (P<0.01) memperpendek lama bunting (LB) (115.00 ± 2.26 hari pada kontrol dan 110.52 ± 2.23 hari pada kelompok ovulasi ganda), meningkatkan dimensi tubuh yang meliputi panjang badan saat lahir (PBAL) (21.12 ± 1.31 cm pada kontrol dan 22.81 ± 0.97 cm pada kelompok ovulasi ganda), tinggi tungkai muka (TTML) (13.35 ± 1.12 cm pada kontrol dan 14.53 ± 0.55 cm pada kelompok ovulasi ganda), dan tungkai belakang (TTBL) (15.35 ± 0.90 cm pada kontrol dan 16.39 ± 0.55 cm pada kelompok ovulasi ganda). Selain itu, ovulasi ganda secara nyata meningkatkan bobot badan lahir per ekor (BLPE) (1.34 ± 0.14 kg pada kontrol dan 1.46 ± 0.19 kg pada kelompok perlakuan), bobot lahir per

litter (BLPL) (13.64 ± 2.31 kg pada kontrol dan 16.10 ± 4.19 kg pada kelompok ovulasi ganda), konsumsi ransum harian induk (KRHI) 4.87 ± 0.77 kg pada kontrol dan 5.48 ± 0.45 kg pada kelompok ovulasi ganda), produksi air susu induk (PASI) babi per menyusui (0.32 ± 0.10 kg pada kontrol dan 0.39 ± 0.05 kg pada kelompok ovulasi ganda) , PASI babi per hari (6.23 ± 1.89 kg pada kontrol dan 7.74 ± 1.00 kg pada kelompok ovulasi ganda), PASI babi per laktasi (305.54 ± 92.40 kg pada kontrol dan 379.44 ± 11.08 kg pada kelompok ovulasi ganda), pertambahan bobot badan anak (PBBA) (9.35 ± 0.15 kg pada kontrol dan 10.81 ± 1.69 kg pada kelompok ovulasi ganda), menurunkan mortalitas (26.64 ± 18.60% pada kontrol dan 14.92 ± 10.18% pada kelompok ovulasi ganda), meningkatkan bobot sapih per litter (BSPL) (79.63 ± 20.78 kg pada kontrol dan 107.02 ± 21.85 kg pada kelompok ovulasi ganda), litter size sapih (LSS) (7.48 ± 1.97 ekor pada kontrol dan 9.29 ± 1.98 ekor pada kelompok ovulasi ganda). Akan tetapi ovulasi ganda secara nyata (P<0.05) meningkatkan bobot badan induk (BBI) (171.38 ± 9.15 kg pada kontrol dan 179.86 ± 11.49 kg pada kelompok ovulasi ganda), litter size lahir hidup (LSLH) (8.95 ± 2.03 ekor pada kontrol dan 10.43 ± 2.54 ekor pada kelompok ovulasi ganda), BLPL (13.64 ± 2.31 kg pada kontrol dan 16.10 ± 4.19 kg pada kelompok ovulasi ganda), bobot badan lahir per ekor (BLPE) (1.34 ± 0.14 kg pada kontrol dan 1.46 ± 0.19 kg pada kelompok ovulasi ganda). Sebaliknya, ovulasi ganda tidak mempengaruhi litter size lahir mati (LSLM) (1.33 ± 1.02 ekor pada kontrol dan 0.81 ± 1.57 ekor pada kelompok ovulasi ganda) dan

litter size lahir total (LSLT) (10.29 ± 2.19 ekor pada kontrol dan 11.24 ± 3.33 ekor pada kelompok ovulasi ganda).

(9)

Hasil penelitian tahap III menunjukkan bahwa anak babi yang lahir dari induk babi ovulasi ganda mencapai bobot potong pada umur 185 hari dibandingkan dengan 200 hari pada anak babi tanpa ovulasi ganda. Anak babi yang lahir dari induk babi ovulasi ganda memiliki bobot karkas (70.25 ± 2.70 kg) dan persentase karkas (74.73 ± 3.09%) dibandingkan dengan anak babi kontrol (64.18 ± 3.58 kg bobot karkas dan 68.28 ± 3.90% persentase karkas). Panjang karkas dan tebal lemak punggung tidak dipengaruhi oleh ovulasi ganda. Anak babi yang lahir dari induk babi ovulasi ganda memiliki panjang karkas 74.56 ± 4.72 cm dan tebal lemak punggung 3.07 ± 0.35 cm, sementara anak babi kontrol panjang karkasnya 74.00 ± 2.81 cm dan tebal lemak punggungnya 3.20 ± 0,35 cm. Anak babi yang lahir dari induk babi ovulasi ganda mempunyai loin eye area

(44.81 ± 3.55 cm²) dibandingkan dengan kontrol (39.97 ± 4.29 cm²). Disimpulkan bahwa ovulasi ganda dari induk babi dara sebelum kawin menghasilkan anak babi yang tumbuh lebih cepat dengan kualitas karkas yang lebih baik. Performans reproduksi induk babi melalui ovulasi ganda pada babi dara sebelum pengawinan dapat memperbaiki bobot lahir, litter size sapih, dimensi tubuh, produksi air susu induk babi, mortalitas, serta konsumsi ransum. Performans produksi anak babi dari induk melalui ovulasi ganda pada babi dara sebelum pengawinan dapat meningkatkan pertambahan bobot badan dan efisiensi penggunaan ransum, pada tingkat konsumsi ransum yang sama. Ovulasi ganda sebelum pengawinan akan mempertahankan kualitas karkas babi potong yang baik dengan waktu pencapaian bobot potong yang lebih singkat, peningkatan bobot karkas, persentase karkas, dan loin eye, area serta mempertahankan panjang karkas dan tebal lemak punggung

(10)
(11)

©Hak Cipta milik IPB. Tahun 2012

Hak cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencamtumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. Dan Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(12)
(13)

PERFORMANS BAKALAN YANG DILAHIRKAN OLEH

INDUK BABI YANG DIOVULASI

GANDA DENGAN PMSG DAN hCG

SEBELUM PENGAWINAN

MIEN THEODORA ROSSESTHELLINDA LAPIAN

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Doktor pada

Program Studi Ilmu dan Teknologi Peternakan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(14)

PENGUJI LUAR KOMISI PEMBIMBING

Penguji Luar Komisi Ujian Tertutup Doktor (10 Agustus 2012)

1. Dr. Ir. Asnath Maria Fuah, MS (Fakultas Peternakan IPB, Departemen PTP)

2. Dr. drh. Ligaya I. T. A. Tumbelaka, M.Sc (Fakultas Kedokteran Hewan-IPB)

Penguji Luar Komisi Ujian Terbuka Doktor (1 Oktober 2012)

1. Dr. Ir. Pius Ketaren (Balai Penelitian Peternakan , Bogor)

(15)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Disertasi : Performans Bakalan yang Dilahirkan oleh Induk Babi yang Diovulasi Ganda dengan PMSG dan hCG sebelum Pengawinan

Nama : Mien Theodora Rossesthellinda Lapian

NIM : D 161080051

Program Studi/Mayor : Ilmu Teknologi Peternakan

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof.Dr.Ir. Pollung H. Siagian, MS. Ketua

Prof.Dr.Ir.Wasmen Manalu Dr.Ir.Rudy Priyanto

Anggota Anggota

Mengetahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Ilmu dan Teknologi Peternakan

Prof. Dr.Ir.Muladno, M.SA. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

(16)
(17)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena anugerah dan kasihNya sehingga penulis dapat menyelesaikan disertasi ini dengan judul “Performans Bakalan yang Dilahirkan oleh Induk Babi yang Diovulasi Ganda dengan PMSG dan hCG sebelum Pengawinan” pada Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan. Penyusunan disertasi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar doktor pada Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan yang baik ini, penulis menyampaikan penghargaan terima kasih dan pada :

1. Komisi pembimbing Bapak Prof. Dr. Ir. Pollung H. Siagian, MS, Bapak Prof. Dr. Ir. Wasmen Manalu, Bapak Dr. Ir. Rudy Priyanto yang telah memberi arahan, bimbingan, saran, dan perhatian dalam penyelesaian disertasi ini.

2. Bapak Dr.Ir. Dahrul Syah MSc.Agr, Dekan Pascasarjana IPB, Ketua Program Studi Pascasarjana Ilmu Produksi dan Teknonogi Peternakan Prof. Dr.Ir.Muladno,M.SA, mantan Ketua Program Studi Dr. Ir. Rarah R.A. Maheswari, DEA, serta para dosen beserta staf administrasi di lingkungan Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan dan Sekolah Pascasarjana IPB yang selalu memberikan perhatian semangat, bantuan, dan semua masukan guna penyusunan disertasi ini.

3. Pimpinan dan pegawai Peternakan Babi PT. Wailan yang telah memberikan tempat maupun ternak untuk melakukan penelitian lapangan juga bantuan pikiran dan tenaga yang diberikan selama melakukan penelitian di kandang.

4. Teman-teman asrama Bogor Baru 2, Bogor Baru 1, Sempur Kaler, mahasiswa Pascasarjana angkatan 2008, dan semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu, atas bantuan dan kerja sama selama studi bahkan pada tahap-tahap penulisan disertasi ini.

(18)

juga kakak iparku Boy, Jhon yang selalu mendorong dan mendoakan saya sehingga tulisan ini bisa diselesaikan dengan baik.

6. Ucapan terima kasih disampaikan kepada suamiku tercinta Ferry F. Rumengan dan anak-anakku Cindy Chynthia Rumengan dan Michael Raynold Rumengan, atas kesabaran, dorongan, doa, perhatian, dan curahan kasih sayang selama ini.

Disertasi ini mungkin ada kekurangan, untuk itu penulis menyampaikan permohonan maaf.. Karya ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi berbagai pihak dalam rangka pengembangan teknologi ternak babi.

Bogor, Oktober 2012

(19)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 31 Juli 1960 di Tangkuney, Kabupaten Minahasa, Provinsi Sulawesi Utara. Penulis adalah anak pertama dari tujuh bersaudara dari pasangan Bapak Junius Christian Lapian dan Elsye Bertha Rumambi, dan telah dikaruniai dua orang anak; putri Cindy Cynthia Rumengan dan putra Michael Raynold Rumengan dari hasil pernikahan dengan suami tercinta Ferry Frederik Rumengan.

Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1972 di SDN XV Manado, pendidikan lanjutan tingkat pertama pada tahun 1974 di SMP Kristen Tabita Manado, lanjutan tingkat atas di SMA Negeri 1 Manado tahun 1979, dan pada tahun 1979 masuk perguruan tinggi Universitas Samratulangi Manado dan selesai tahun 1985. Pada tahun 1991, penulis diterima sebagai mahasiswa magister sains pada Program Studi Ilmu Ternak Fakultas Peternakan IPB Bogor. Pada tahun 2008 Penulis melanjutkan Program Doktor di Sekolah Pascasarjana IPB, Program Studi Ilmu dan Teknologi Peternakan, di Fakultas Peternakan IPB. Penulis merupakan dosen Fakultas Peternakan Universitas Samratulangi Manado.

(20)
(21)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI………

DAFTAR TABEL………

DAFTAR GAMBAR …………...………

DAFTAR LAMPIRAN………

PENDAHULUAN

xxi xxiii xxv xxvii

Latar Belakang ………... 1

Tujuan dan Manfaat Penelitian………. 4

Hipotesis Penelitian……….….… 4

Ruang Lingkup Penelitian……….... 4

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Ternak Babi…………..……… 9

Siklus Berahi Ternak Babi……….………... 9

Fisiologi Reproduksi………..………... 12

Laktasi………..………. 17

Ovulasi ganda ...………..……….. 19

Hormon Ovulasi Ganda: PMSG dan hCG……….. 20

Faktor yang Mempengaruhi Penampilan Reproduksi Ternak Babi………..………. 24

Produksi Ternak Babi………..………. 29

Kualitas Karkas Babi ……..…………..………... 31

Performans Reproduksi Induk Babi yang Diovulasi Ganda

dengan PMSG dan hCG sebelum Pengawinan

Abstrak……….. 37

Abstract………... 38

Pendahuluan……….. 39

Bahan dan Metode ………... 41

Hasil dan Pembahasan……….. 45

Simpulan………... 71

Daftar Pustaka………... 72

Performans Anak Babi Sapihan Sampai Potong yang

Dilahirkan oleh Induk Babi yang Diovulasi Ganda dengan

PMSG dan hCG sebelum Pengawinan

Abstrak………..… 77

Abstract………... 78

Pendahuluan……….. 79

Bahan dan Metode ………... 80

(22)

Simpulan………... 89

Daftar Pustaka………... 90

Kualitas Karkas Babi Potong yang Dilahirkan oleh Induk Babi

yang Diovulasi Ganda sebelum Pengawinan

Abstrak……….. 91

Abstract………. 91

Pendahuluan……….. 93

Bahan dan Metode ………... 95

Hasil dan Pembahasan……….. 99

Simpulan………... 107

Daftar Pustaka………... 108

Keadaan Umum

Manajemen Pemeliharaan Ternak Babi di PT Wailan... 111 Manajemen Pakan... 113 Ransum yang Digunakan dalam Penelitian... 113

Manajemen Penelitian………. 115

PEMBAHASAN UMUM………. 117

SIMPULAN DAN SARAN……….…. 125

DAFTAR PUSTAKA………...

DAFTAR LAMPIRAN………

(23)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Hubungan antara Tebal Lemak Punggung dan Persentase Daging yang Dihasilkan dengan Golongan Ternak Menurut

Mutunya……….. 32

2 Komposisi Bahan dan Zat Makanan dalam Ransum untuk Induk Babi dan Pejantan, Induk Bunting, dan Laktasi

(%)…………... 41 3 ru Penampilan Reproduksi Induk Babi Kontrol (TSO) dan yang

Diovulasi Ganda

(SO)..………..……… 46

4 Komposisi Bahan dan Kandungan Zat Makanan dalam Ransum untuk Anak Babi Umur 7-12 Minggu, Ransum Umur 13-18 Minggu dan Babi Penggemukan (>18

Minggu)……….. 82

5 Konsumsi Ransum Harian, Pertambahan Bobot Badan, dan Efisiensi Penggunaan Ransum pada Anak Babi yang Dilahirkan oleh Induk Tanpa dan Dengan Ovulasi Ganda sebelum Pengawinan dengan Litter Size Rendah, Sedang, dan

Tinggi………. 83

6 Umur Potong, Bobot Potong, Bobot Karkas,Persentase Karkas,Tebal Lemak Punggung, dan Loin Eye Area Babi yang Dilahirkan oleh Induk Kontrol Tanpa Ovulasi Ganda dan yang Diovulasi Ganda Sebelum Pengawinan pada Litter Size

(24)
(25)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Diagram Alir……….. 5

a Diagram Alir Penelitian Tahap I……… 5

b Diagram Alir Penelitian Tahap II………...……….. 6 c Diagram Alir Penelitian Tahap III………. 7 2 Siklus Berahi Pada Babi………... 11

3 Mekanisme Kerja Hormon Reproduksi……… 16

4 Struktur Ambing (Delaval 2008)………... 18

5 Bagan Penelitian……… 36

6 Frekuensi Menyusui Induk Babi Tanpa Ovulasi Ganda dan

dengan Ovulasi Ganda……… 58

7 Rataan Produksi Air Susu Induk Babi Per Menyusui……… 60

8 Rataan Produksi Air Susu Induk Babi Per Ekor Per Hari….. 62 9 Pertambahan Bobot Badan Anak Babi sampai Prasapih….. 64 10 Hubungan Pertambahan Bobot Badan Anak Babi dengan

Produksi Air Susu Induk Babi……….. 65

11 Pertumbuhan Babi mulai Disapih sampai Potong…………. 86

12 Lokasi Pengukuran Panjang Karkas………. 97

13 Lokasi Pengukuran Tebal Lemak Punggung……… 97

14 Lokasi Pengukuran Loin Eye Area………. 98

(26)
(27)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Analisis Keragam Lama Bunting ……….. 141

2 Analisis Keragam Bobot Badan Induk Babi Bunting…… 142 3 Analisis Keragam Litter Size Hidup Lahir ………... 143 4 Analisis Keragam Litter Size Mati Lahir.……….. 144 5 Analisis Keragam Litter Size Total Lahir……….. 145 6 Analisis Keragam Panjang Badan Lahir……… 146 7 Analisis Keragam Tinggi Tungkai Muka Lahir……... 147 8 Analisis Keragam Tinggi Tungkai Belakang Lahir……... 148 9 Analisis Keragam Bobot Lahir per Litter…………. 149 10 Analisis Keragam Bobot Lahir per Ekor………... 150 11 Analisis Keragam Konsumsi Ransum Harian Induk……. 151 12 Analisis Keragam Frekuensi Induk Babi Menyusui…….. 152 13 Analisis Keragam Produksi Air Susu Induk Babi per

Menyusui………... 153

14 Analisis Keragam Produksi Air Susu Induk Babi Induk

per Hari………. 154

15 Analisis Keragam Produksi Air Susu Induk Babi per

Laktasi……… 155

16 Analisis Keragam Pertambahan Bobot Badan Anak

Babi………... 156

17 Analisis Keragam Mortalitas Anak Babi………... 157 18 Analisis Keragam Litter Size Sapih………... 158 19 Analisis Keragam Bobot Sapih per Litter………...... 159 20 Analisis Keragam Bobot Sapih per Ekor………... 160 21 Analisis Keragam Konsumsi Ransum Harian…………... 161 22 Analisis Keragam Pertambahan Bobot Badan

Harian……… 162

23 Analisis Keragam Efisiensi Penggunaan Ransum……… 163

24 Analisis Keragam Umur Potong ………... 164

25 Analisis Keragam Bobot Potong………..…. 165

(28)

27 Analisis Keragam Persentase Karkas………... 167

28 Analisis Keragam Panjang Karkas……… 168

(29)

Latar Belakang

Peningkatan kemampuan pembangunan sub sektor peternakan yang merupakan bagian dari pembangunan di bidang pertanian sangat diperlukan dalam upaya penyediaan makanan bergizi bagi masyarakat yang pada gilirannya akan menghasilkan sumber daya manusia (SDM) berkualitas. Semua ini dapat dicapai dengan peningkatan kesadaran masyarakat akan konsumsi yang bernilai gizi seimbang dengan penyediaan pangan asal hewan (PAH) berupa ikan, daging, telur, dan susu yang aman dan sehat.

Daging, susu, dan telur merupakan bahan-bahan makanan bernilai gizi tinggi yang tidak sedikit sumbangannya dalam pemenuhan kebutuhan protein hewani tubuh. Konsumsi masyarakat Indonesia akan protein hewani sudah berada di atas standar dari jumlah kebutuhan gizi yang telah ditetapkan pemerintah. Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2011 yang dilaksanakan pada bulan Maret 2011 dan dilaporkan oleh BPS (2011) menyebutkan bahwa konsumsi protein penduduk tahun 2009 sebesar 31.15 kg/kap/tahun dan pada tahun 2010 menurun menjadi 30.60 kg/kap/tahun, namun masih di atas anjuran konsumsi protein sebesar menjadi 20 kg/kap/tahun. Komposisi konsumsi protein pada tahun 2010 berasal dari 42,18 gram protein nabati dan 15,31 g protein hewani, sementara anjuran konsumsi protein nabati sebesar 37 g/kap/hari dan protein hewani 15 g/kap/hari.

Ternak babi adalah salah satu jenis ternak yang dapat menyumbangkan sumber protein hewani. Keistimewaan dari ternak babi ialah relatif mudah dipelihara dan sebagai ternak yang tergolong prolifik (sangat cepat dalam meningkatkan populasi) serta merupakan ternak "Pemakan Segala" yang termasuk di dalamnya limbah pertanian, limbah industri, sampah, sisa-sisa restoran, dan lain sebagainya yang tidak mungkin lagi digunakan oleh jenis ternak lain. Ternak ini juga mempunyai kemampuan mengubah bahan-bahan makanan limbah tersebut menjadi daging.

(30)

ekor dengan jumlah pemotongan 3.092.420 ekor dan produksi daging babi sebanyak 225.905 ton pada tahun 2007. Dilihat dari produksi daging berbagai ternak secara nasional sebesar 2.067.332 ton pada tahun 2007, maka ternak babi mempunyai sumbangan produksi daging sebesar 10.93%. Sulawesi Utara merupakan daerah yang memproduksi daging babi keempat terbanyak setelah Bali, Sumatera Utara, dan NTT. Berdasarkan Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan (2011), total pemotongan ternak babi di Sulawesi Utara adalah 12.15% dari total pemotongan ternak babi di Indonesia.

Produksi ternak babi sangat bergantung pada keberhasilan proses reproduksi. Kemampuan reproduksi sangat ditentukan oleh keberhasilan induk untuk menghasilkan anak babi yang sehat dan kuat pada saat penyapihan sehingga periode hidup berikutnya lebih baik. Bobot anak pada saat lahir ditentukan oleh pertumbuhan prenatal (selama dalam kandungan) yang merupakan akumulasi pertumbuhan sejak zigot berkembang menjadi embrio dan fetus sampai dilahirkan. Pertumbuhan anak babi ditentukan oleh produksi air susu dari induk. Peningkatan produksi air susu induk sampai akhir laktasi dipengaruhi oleh tingkat pertumbuhan dan perkembangan kelenjar susu selama kebuntingan yang dirangsang oleh peningkatan sekresi endogen hormon kebuntingan. Melalui peningkatan produksi air susu dari induk, pertumbuhan dan perkembangan anak babi dapat ditingkatkan, angka mortalitas ditekan, dan bobot sapihan dapat dinaikkan. Penampilan anak babi lepas sapih yang baik selanjutnya dapat mempengaruhi kualitas bakalan, dalam hal ini pertumbuhan dan kualitas karkas pada saat dipotong.

Penggalangan pertumbuhan mulai dari fetus sampai jumlah anak lahir hidup dan peningkatan bobot sapihan dilakukan melalui ovulasi ganda menggunakan PMSG dan hCG. Penggunaan kedua hormon ini berfungsi untuk merangsang sekresi endogen hormon kebuntingan dalam darah induk babi yang berperan untuk meningkatkan pertumbuhan uterus, embrio, fetus, plasenta, dan kelenjar ambing (Manalu et al. 1998; Manalu dan Sumaryadi 1999; Adriani et al.

(31)

Pregnant Mare’s Serum Gonadotropin (PMSG) dan Human Chorionic Gonadotrophin (hCG) atau dikenal sebagai hormon-hormon ovulasi ganda telah terbukti dapat meningkatkan sekresi hormon-hormon kebuntingan, yang berfungsi memperbaiki sistem reproduksi ternak dan diharapkan pula dapat memperbaiki produksi ternak melalui perbaikan pertumbuhan prenatal selama kebuntingan dan produksi susu selama laktasi. Dengan demikian, penampilan reproduksi yang baik akan meningkatkan produktivitas ternak dan sebaliknya penampilan re-produksi yang buruk akan menurunkan produktivitas ternak. Penampilan produksi anak babi erat hubungannya dengan rendahnya produksi air susu induk selama laktasi.

Masalah rendahnya produksi tidak saja dipengaruhi oleh rendahnya produktivitas selama kebuntingan, dan rendahnya bobot anak lahir sampai lepas sapih, tetapi merupakan akumulasi dari rendahnya pertumbuhan dan perkembangan embrio dan fetus selama kebuntingan serta jumlah anak yang dapat bertahan hidup selama prasapih, terutama pada minggu pertama setelah lahir. Berbagai langkah dapat dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan produksi ternak babi, antara lain dengan perlakuan hormonal secara eksogen sebelum pengawinan untuk menstimulasi ekspresi endogen hormon-hormon kebuntingan, terutama progesteron dan estradiol yang selanjutnya menstimulasi perkembangan folikel dan meningkatkan ovulasi serta korpus luteum, mempertahankan kebuntingan melalui pemeliharaan lingkungan internal uterus dan plasenta, serta memperbaiki kesiapan kelenjar susu induk untuk dapat menyediakan makanan secara optimal bagi anak babi selama masa laktasi.

(32)

Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan Penelitian

1. Untuk mengkaji pengaruh ovulasi ganda pada induk babi sebelum pengawinan pada performans anak babi yang dilahirkan sampai disapih. 2. Untuk mengkaji pengaruh ovulasi ganda pada induk babi sebelum

pengawinan pada performans anak babi yang disapih sampai dipotong. 3. Untuk mengkaji pengaruh ovulasi ganda pada induk babi sebelum

pengawinan pada kualitas kaskas.

Manfaat Penelitian

1. Diharapkan dapat memberikan informasi tambahan tentang kaitan fisiologis reproduksi, khususnya pada babi selama periode kebuntingan, disapih, dan kualitas bakalan sebagai respons dari perlakuan ovulasi ganda. 2. Informasi dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memecahkan masalah

yang dihadapi peternak yang berkaitan dengan upaya perbaikan reproduksi untuk mencapai produksi yang optimal.

Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah bahwa dengan penyuntikan PMSG dan hCG pada induk babi sebelum pengawinan akan meningkatkan performans dan kualitas karkas dari bakalannya.

Ruang Lingkup Penelitian

(33)

[image:33.595.132.442.87.754.2]

Gambar 1a Diagram Alir Penelitian Tahap I.

Judul : Performans Reproduksi Induk Babi melalui Ovulasi Ganda

dengan PMSG dan hCG sebelum Pengawinan

Tujuan: Untuk mengkaji pengaruh ovulasi ganda pada induk babi sebelum pengawinan pada performans anak babi yang dilahirkan sampai disapih.

Metode : RAL dua perlakuan (Tanpa dan dengan ovulasi ganda PMSG

+hCG) menggunakan tiga ulangan

Peubah yang diamati : Lama Bunting, Bobot Badan Induk Bunting, Liter Size Lahir,

Dimensi Tubuh Anak Babi, Bobot Lahir, Konsumsi Ransum Harian Induk Laktasi, Produksi Air Susu Induk, Pertambahan Bobot Badan Anak Babi, Mortalitas, Bobot Sapih, dan

Litter Size Sapihan

Output : Menghasilkan produk berupa anak babi lahir yang akan diuji

sampai sapihan

(34)
[image:34.595.114.475.93.797.2]

Gambar 1b Diagram Alir Penelitian Tahap II.

Judul : Performans Anak Babi Sapihan Sampai Potong Melalui Ovulasi Ganda dengan

PMSG dan hCG Babi Dara Sebelum Pengawinan

Tujuan: Untuk mengkaji pengaruh ovulasi ganda pada induk babi sebelum pengawinan terhadap performans anak babi yang disapih

sampai dipotong

Metode : Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan pola faktorial 2 x 3 yang terdiri atas dua faktor. Faktor pertama ialah superovulasi dengan hormon PMSG+

hCG yang terdiri atas dua level, nol (kontrol) dan disuntik dengan PMSG+HCG. Faktor kedua adalah jumlah anak sekelahiran atau

litter size yang terdiri atas tiga level yaitu; rendah (6-8 ekor), sedang (9-11 ekor) dan tinggi (kisaran sebesar 12-14 ekor) masing-masing dengan tiga ulangan dengan menggunakan dua ekor (satu ekor jantan

kastrasi dan satu ekor betina). Data dianalisis mengikuti prosedur model matematika sebagai berikut :

Yij = µ + αi +βj + (αβ)ij+ εijk

Peubah yang diamati : Konsumsi Ransum Harian Pertambahan Bobot Badan

Harian, dan Efisienan Penggunaan Ransum

Output : Menghasilkan anak babi sapihan yang akan diuji performansnya sampai bobot potong pada penelitian tahap II

(35)
[image:35.595.113.476.77.819.2]

Gambar 1c Diagram Alir Penelitian Tahap III.

Penelitian Tahap III

Judul : Kualitas Karkas Babi Potong dari Induk yang Diovulasi Gandadengan PMSG dan

hCGSebelum Pengawinan

Tujuan: Untuk mengkaji pengaruh ovulasi ganda pada induk babi sebelum

pengawinan terhadap kualitas karkas

Peubah yang diamati : Umur Potong (UMP) (hari), Bobot Potong (BP) (kg), Bobot Karkas(BK), Persentase

Karkas (PK) (%), Panjang Karkas (PjK) (cm), Tebal Lemak Punggung (TLP) (cm) dan Loin eye area, (LEA)

cm2)

Output : Menghasilkan produk karkas hasil uji performansnya pada Tahap III

Metode : Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan pola faktorial 2 x 3 yang terdiri atas dua faktor. Faktor pertama ialah superovulasi dengan hormon PMSG+

hCG yang terdiri atas dua level, nol (kontrol) dan disuntik dengan PMSG+HCG. Faktor kedua adalah jumlah anak sekelahiran atau

litter size yang terdiri atas tiga level yaitu; rendah (6-8 ekor), sedang (9-11 ekor), dan tinggi (kisaran sebesar 12-14 ekor) masing-masing dengan tiga ulangan menggunakan dua ekor (satu

ekor jantan kastrasi dan satu ekor betina). Data dianalisis mengikuti prosedur model matematika sebagai berikut :

(36)
(37)

Deskripsi Ternak Babi

Babi merupakan salah satu komoditas yang mempunyai potensi besar untuk dikembangkan karena memiliki sifat-sifat menguntungkan, yaitu kesanggupan dalam mengubah bahan makanan secara efisien, siklus reproduksinya relatif pendek, dan bersifat prolifik yang ditunjukkan dengan banyaknya anak dalam setiap kelahiran yang berkisar antara 8 -14 ekor dengan rata-rata dua kali kelahiran per tahunnya, lebih cepat tumbuh, dan cepat dewasa (Sihombing 2006). Lebih lanjut dinyatakan bahwa pertumbuhan babi yang digemukkan untuk tujuan daging dibagi menjadi beberapa periode, yaitu periode prasapih (prestarter), lepas sapih (starter), pertumbuhan (grower), dan finisher. Babi periode finisher adalah babi setelah melewati periode pertumbuhan, yang dicirikan dengan bobot hidup 60-90 kg, sedangkan pertambahan bobot badan babi periode finisher adalah 701-815 g/hari. Soeparno (1992) menyatakan bahwa pertumbuhan dan perkembangan komponen tubuh secara kumulatif mengalami pertambahan bobot selama pertumbuhan sampai mencapai kedewasaan, jadi pertumbuhan mempengaruhi pula distribusi bobot dan komponen-komponen tubuh ternak, termasuk tulang, otot, dan lemak. Menurut Sutardi (1980), kecepatan pertumbuhan suatu ternak dipengaruhi berbagai faktor, antara lain bangsa, jenis kelamin, umur, makanan, dan kondisi lingkungan.

Siklus Berahi Ternak Babi

(38)

singkat serta akan mengambil posisi siap kawin apabila mendengar suara-suara babi jantan, baik secara langsung maupun melalui pita perekam. Menurut Walker (1972) dan Foote (1980), dengan menggunakan pejantan yang divasektomi ataupun yang tidak divasektomi dan menempatkannya pada kandang yang berdekatan dengan babi betina sangat membantu dalam menentukan berahi. Babi betina yang berahi akan cenderung mencari pejantan atau mau menerima kehadiran pejantan tersebut. Cara yang efektif untuk mendeteksi berahi ialah uji penekanan pada punggung babi betina dan menggunakan pejantan. Persentase keberhasilan deteksi berahi dengan menggunakan uji penekanan pada punggung babi pejantan adalah 100%. Persentase babi betina yang dideteksi berahi selama lebih dari satu hari dengan menggunakan uji penekanan pada punggung adalah 94% dan dengan menggunakan babi jantan adalah 83% (Gardner et al. 1990).

Lama berahi biasanya terjadi 2-3 hari dan pada periode tersebut betina memiliki penerimaan terhadap pejantan (Sihombing 2006), satu sampai empat hari (Day 1972), 50 jam atau berkisar 24-72 jam (Alexander et al. 1980), 47 jam pada babi dara dan 56 jam pada babi induk (Anderson et al. 1990). Menurut Toelihere (1993), berahi pada babi betina berlangsung dua sampai tiga hari dengan variasi antara satu sampai empat hari. Bangsa, varietas, dan gangguan hormonal dapat mempengaruhi lamanya berahi. Babi dara sering tidak memperlihatkan berahi lebih dari satu hari, sedangkan babi induk pada umumnya menunjukkan berahi selama dua hari atau lebih dan rataan periode berahi adalah 12 sampai 18 jam lebih lama daripada babi dara, dan Belstra (2003) menyatakan bahwa periode berahi pada babi dara lebih singkat dibandingkan babi induk. Menurut Goodwin (1974), periode berahi pada babi dara selama 12-36 jam. Selama waktu tersebut babi dara akan menerima pejantan dan sekitar 18-20 sel telur fertil diproduksi dalam ovarium.

(39)

fase, fase folikular atau estrogenik yang meliputi proestrus dan estrus, dan fase luteal atau progestational yang terdiri atas metestrus dan diestrus. Pada babi, rataan lama waktu periode proestrus, estrus, metestrus, dan diestrus masing-masing adalah 3, 3, 4, dan 11 hari (Toelihere 1979). Siklus berahi pada babi selengkapnya diperlihatkan pada Gambar 2.

Gambar 2 Siklus Berahi pada Babi.

Proestrus adalah fase sebelum estrus, yaitu periode ketika folikel de graaf

(40)

Metestrus atau postestrus adalah periode segera sesudah estrus dimana corpus luteum bertumbuh cepat dari sel-sel granulosa folikel yang telah pecah dibawah pengaruh LH dari adenohyphophisa (Toelihere 1979). Metestrus sebagian besar berada dibawah pengaruh hormon progesteron yang dihasilkan oleh corpus luteum. Progesteron menghambat sekresi FSH oleh adenohyphophisa sehingga menghambat pembentukan folikel de graaf yang lain dan mencegah terjadinya estrus. Selama metestrus uterus mengadakan persiapan-persiapan seperlunya untuk menerima dan memberi makan embrio.

Diestrus adalah periode terakhir dan siklus berahi terlama pada ternak-ternak mammalia (Toelihere 1979). Korpus luteum menjadi matang dan pengaruh progesteron terhadap saluran reproduksi menjadi nyata. Pada akhir periode ini, korpus luteum memperlihatkan perubahan-perubahan retrogresif dan vakuolisasi secara gradual. Endometrium dan kelenjar-kelenjar beregresi menjadi kembali ke ukuran semula. Pada periode ini juga mulai terjadi perkembangan folikel primer dan sekunder dan akhirnya kembali ke proestrus. Pada spesies yang bukan poliestrus, dapat terjadi anestrus. Anestrus yang fisiologis umumnya ditandai oleh ovarium dan saluran kelamin yang tenang dan tidak berfungsi.

Fisiologi Reproduksi

(41)

dilepaskannya Follicle Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone

(LH) (Toelihere 1979). Perlu dicatat bahwa ada satu hormon pelepas untuk FSH dan LH. Follicle Stimulating Hormone pada babi adalah suatu glikoprotein dengan bobot molekul 67.000. Hormon tersebut larut dalam air dan stabil pada pH 4-11, dan mempunyai titik isoelektrik pada pH 4,5 dengan mengandung heksosamin, heksosa, nitrogen, dan sulfur. Fungsi utama FSH adalah stimulasi pertumbuhan dan pematangan follicle de graaf di dalam ovarium dan spermatogenesis di dalam tubulus seminiferi testis. Luteinizing hormone (LH) pada babi mempunyai bobot molekul 100.000. Luteinizing hormone bekerja sama dengan FSH untuk menstimulir pematangan folikel dan pelepasan estrogen (Hafez 1980). Sesudah pematangan folikel, LH menyebabkan ovulasi dengan menggertak pemecahan dinding sel dan pelepasan ovum. Beberapa peneliti menyatakan LH adalah bersifat luteotropik.

Hormon dari pituitari anterior yang berhubungan dengan reproduksi diketahui merupakan gonadotropin (gonad-loving) (Hafez 1980). Hormon-hormon ini adalah FSH dan LH. Semua hormon pituitari anterior adalah glikoprotein dan mempunyai struktur yang rumit. Hormon tersebut belum dapat disintesis secara buatan. Prolaktin (PRL atau Luteotropic Hormone atau LTH) adalah suatu hormon protein dengan bobot molekul 22.000-35.000. Hormon ini diinaktifkan oleh pepsin, tripsin, dan zat-zat lain yang bereaksi dengan kelompok-kelompok asam amino bebas. Prolaktin merangsang laktasi pada mammalia, memelihara aktivitas fungsional korpus luteum, menstimulir pelepasan progesteron, dan merangsang tingkah laku keibuan (Toelihere 1979).

(42)

digunakan untuk membantu induksi partus dengan menstimulir kontraksi uterus. Efek let down susu disebabkan oleh kerja oksitoksin pada sel-sel mioepitel kelenjar mammae. Sel-sel tersebut mengandung elemen-elemen kontraktil dan berkontraksi bila dirangsang oleh oksitoksin dengan akibat peningkatan tekanan air susu dalam kelenjar mammae (Toelihere 1979).

Estrogen adalah hormon yang menimbulkan estrus atau berahi pada hewan betina (Hafez 1980). Estrogen adalah salah satu dari tiga kelompok hormon yang dihasilkan oleh ovarium. Kedua hormon lainnya adalah progesteron dan relaksin. Estrogen dan progesteron umumnya disebut hormon-hormon kelamin betina dan tergolong hormon steroid. Hormon estrogen mungkin disekresikan oleh teka interna dari folliclel de graaf. Jaringan ini kaya akan estrogen dan memperlihatkan aktivitas yang maksimum selama fase estrogenik dari siklus berahi (Toelihere 1979). Estrogen tidak disimpan dalam tubuh, akan tetapi disingkirkan melalui inaktivasi dan dikeluarkan melalui urine dan feses.

Progesteron disekresikan oleh sel-sel lutein korpus luteum (Hafez 1980). Di samping itu, hormon ini dihasilkan juga oleh plasenta. Progesteron juga tidak disimpan di dalam tubuh, ia dipakai secara cepat atau disekresikan dan hanya terdapat dalam konsentrasi rendah di dalam jaringan tubuh. Sesudah ovulasi, yang disebabkan oleh LH, terbentuklah korpus hemorargikum di dalam ovarium yang kemudian berkembang menjadi korpus luteum. Korpus luteum dibentuk dan dipertahankan oleh LTH atau prolaktin. Di bawah pengaruh prolaktin, sel-sel lutein menghasilkan progesteron. Korpus luteum adalah esensial sepanjang masa kebuntingan pada babi (Toelihere 1979). Fungsi progesteron sulit dipisahkan dari hormon-hormon lain, seperti estrogen. Pada umumnya dapat dikatakan bahwa estrogen terutama menyebabkan proses-proses pertumbuhan, sedangkan progesteron menstimulir diferensiasi jaringan kelenjar mammae.

(43)

kira-kira 10.000 GPU per gram bobot basah ovarium yang dipertahankan sampai partus. Hormon relaksin bekerja sama sangat erat dengan hormon estrogen pada saat induk babi partus (Hafez 1980).

Prostaglandin merupakan sekelompok lemak yang larut dalam asam yang banyak ditemui hampir di seluruh bagian tubuh (Toelihere 1979). Prostaglandin (PGF2α)diproduksi oleh uterus dan ditransportasikan oleh suatu mekanisme arus balik ke ovarium. PGFdan PGEjuga dihasilkan oleh folikel-folikel sebelum ovulasi. Prostaglandin berbeda dari hormon biasa dalam hal fungsinya sebagai hormon lokal yang sangat kuat, efektif pada atau dekat lokasi pembentukannya. Konsentrasinya dalam darah sangat rendah karena cepat dipecah di paru-paru dan hati (Hafez 1980).

Gonadotropin releasing hormone (GnRH) mempunyai daya kerja untuk merangsang sekresi follicle stimulating hormone (FSH) dan penstimulasi luteal

Luteinizing hormone (LH) serta faktor pengatur lainnya. Sekresi FSH selanjutnya menstimulus pertumbuhan dan perkembangan folikel ovarium untuk mensekresi estrogen yang kemudian akan merangsang sekresi LH yang selanjutnya akan merangsang ovulasi dan perkembangan korpus luteum dan melakukan fungsi utamanya mensekresi progesteron. Mekanisme tersebut didukung oleh sekresi LH yang menstimulasi ovulasi atau pematangan oosit, pertumbuhan folikel, pembentukan dan fungsionalisasi korpus luteum untuk mensintesis dan membebaskan progesteron. Setelah ovum tersebut terfertilisasi, perkembangan zigot, pertumbuhan dan perkembangan embrio dan fetus sangat bergantung pada dukungan korpus luteum mensekresi progesteron yang selanjutnya berperan mengawali dan menyiapkan lingkungan mikrouterus, merangsang perkembangan kelenjar uterus dan plasenta, serta mempertahankan kebuntingan (Niswender et al. 2000; Cardenas dan Pope 2002). Mekanisme kerja hormon reproduksi pada ternak domestikasi selengkapnya diperlihatkan pada Gambar 3.

(44)
[image:44.595.69.474.76.725.2]

dan dapat berubah secara dramatis melalui peristiwa seperti pengawinan dan kebuntingan.

Gambar 3 Mekanisme Kerja Hormon Reproduksi.

Pada dasarnya korpus luteum mengalami dinamika proses regresi dan kehilangan kapasitas untuk memproduksi progesteron dan mengalami involusi struktural, yaitu granulosa dan sel-sel teka folikel ditransformasi dan berkembang menjadi korpus luteum (Bao dan Garverick 1998). Hormone luteinisasi (LH) dari pituitari anterior sangat berperan penting dalam perkembangan dan fungsi normal korpus luteum pada hampir semua mamalia, meskipun hormon pertumbuhan, prolaktin, dan estradiol juga berperan penting pada sejumlah spesies. Proses ini dimulai kira-kira 1-2 hari sesudah terjadi pengawinan, selanjutnya korpus luteum memproduksi dan membebaskan progesteron yang responsif untuk mempertahankan kebuntingan.

(45)

menstimulusi sekresi prolaktin (Geisert et al. 1990). Sebaliknya jika konsepsi tidak terjadi, prostaglandin (PGF2α) disekresi oleh uterus untuk meregresi korpus luteum dan terjadi penghentian produksi progesteron dan selanjutnya akan terjadi perkembangan folikel baru (Wuttke et al. 1997; Bao dan Garverick 1998; Niswender et al. 2000). Gangguan atau kegagalan reproduksi yang bermuara pada tingginya mortalitas, lambatnya pertumbuhan dan perkembangan embrio dan fetus selama kebuntingan dapat berawal dari tidak didukung oleh pertumbuhan dan perkembangan korpus luteum atau terjadi gangguan perkembangan sel folikel yang diregulasi oleh hormon yang menstimulus FSH pada pituitari untuk memodulasi sekresi progesteron dan estradiol (Garret et al. 1998).

Laktasi

Susu adalah cairan yang dihasilkan oleh kelenjar susu dari spesies mamalia selama masa laktasi (Shandolm dan Saarela 2003), yaitu ketika kelenjar susu mensekresikan air susu. Kelenjar susu adalah suatu organ kompleks yang tersusun atas membran basal, kapiler darah, lumen, sel mioepitel, dan sel sekretoris. Sel-sel ini tergabung dalam lobula alveoli, yang merespons dan bekerja harmonis selama laktasi (Delaval 2008). Pertumbuhan dan pembelahan kelenjar susu dimulai selama masa fetus dan selesai pada waktu beranak pertama. Pada spesies ternak peliharaan, estrogen, hormon pertumbuhan, dan kortisol diperlukan untuk pertumbuhan duktus, sedangkan progesteron dan prolaktin atau senyawa seperti prolaktin diperlukan untuk perkembangan alveoli (Delaval 2008). Struktur ambing selengkapnya diperlihatkan pada Gambar 4 .

(46)
[image:46.595.116.401.84.443.2]

Gambar 4 Struktur Ambing (Delaval 2008).

Jumlah sel sekretori meningkat sangat drastis selama masa kebuntingan, akan tetapi pada beberapa spesies tertentu perkembangan ini tidak berhenti sampai di sini saja. Beberapa peneliti melaporkan bahwa proliferasi sel terjadi dua atau tiga hari setelah tikus beranak. Penelitian yang dilakukan Knight dan Parker (1982) menunjukkan bahwa, pada tikus, populasi sel sekretoris pada hari kelima setelah beranak akan meningkat dua kali lipat dibandingkan dengan pada hari terakhir kebuntingan. Jumlah DNA masih meningkat dalam bentuk logaritmik paling tidak selama lima hari masa laktasi pada tikus. Juga dilaporkan bahwa produksi air susu meningkat secara bertahap selama tujuh hari pertama laktasi.

(47)

stress saat induk menyusui dan asupan nutrisi untuk induk selama menyusui (Delaval 2008).

Proses sintesis dan sekresi susu sangat bergantung pada suplai prekursor ke sel epitel kelenjar susu, untuk dikonversi menjadi air susu dan dikeluarkan dari kelenjar. Susu dibentuk dari material yang datang secara langsung dari darah, yang kemudian menghasilkan susu dengan perubahan konsentrasi material. Perubahan ini membuktikan bahwa ada suatu proses yang unik yang terjadi dalam kelenjar susu sehingga prekursor yang sebelumnya tidak terdapat dalam darah dapat ditemukan dalam susu atau sebaliknya (Larson 1985). Pembentukan susu dan kebutuhan nutrisi untuk metabolisme keseluruhan sel sekretoris, didapat dari makanan yang dikonsumsi dan diekstrak ke dalam darah (Walstra 1999). Substrat utama yang diekstraksi dari darah oleh kelenjar susu ternak laktasi adalah glukosa, asam amino, asam lemak, dan mineral.

Ovulasi Ganda

Ovulasi ganda adalah suatu teknik untuk merangsang pembentukan sejumlah besar folikel di dalam ovarium dan mematangkannya lebih cepat daripada kemampuan alamiahnya (Toelihere 1981). Ovulasi ganda pada ternak babi dapat dirangsang dengan cara pemberian suntikan hormon gonadotropin. Termasuk ke dalam golongan hormon gonadotropin ini adalah luteinizing hormone (LH), follicle stimulating hormone (FSH), human chorionic gonadotropin (hCG), pregnant mare's serum gonadotropin (PMSG), dan

prolactin (Sherwood dan McShan 1977; Partodihardjo 1980). Hormon gonadotropin telah dikenal hampir 60 tahun yang silam, yaitu sejak ditemukan zat-zat di dalam kelenjar pituitari (hipofisis), darah, air seni, dan plasenta yang dapat mempengaruhi perkembangan alat kelamin primer (gonad). Isolasi hormon gonadotropin ini semula sangat sulit dilakukan karena jumlahnya sangat kecil, la-bil, dan polimorfik. Namun, sejak tahun 1960, beberapa ahli telah mampu mengisolasi beberapa preparat hormon ini dalam keadaan cukup murni (Partodihardjo 1980).

(48)

dalam litter size (Manalu et al. 2000). Ovulasi ganda pada domba juga dapat meningkatkan jumlah korpus luteum yang selanjutnya meningkatkan sekresi progesteron, dan berkorelasi positif dengan peningkatan bobot uterus serta pertumbuhan dan perkembangan fetus (Sakai dan Takashi 1993; Manalu et al.

1999; Manalu 1999). Ovulasi ganda pada sapi diduga dapat mengontrol terjadinya kenaikan LH pada preovulasi (Vos et al. 1994), sangat efektif untuk sinkronisasi yang memperbaiki target pengawinan dan dapat meningkatkan produksi per induk kambing (Goel dan Agrawal 1998). Ovulasi ganda pada induk babi sebelum pengawinan dapat memperbaiki produktivitas dalam hal ini merangsang pertumbuhan dan perkembangan uterus, plasenta, embrio dan fetus serta kelenjar susu (Mege et al. 2007).

Hormon Ovulasi Ganda : PMSG dan hCG

Pregnant mare’s serum gonadotropin (PMSG) ditemukan pertama kali oleh Cole dan Hart pada tahun 1930. Pregnant mare’s serum gonadotropin (PMSG) disekresi oleh mangkok-mangkok uterus kuda bunting, yaitu mulai umur kebuntingan enam minggu dan tetap ada sampai umur kebuntingan 12 minggu. Bobot molekul PMSG bervariasi dari 28.000 sampai 53.000 dan dapat dipisahkan menjadi subunit alfa dan beta PMSG yang memiliki sifat-sifat fisiologis, seperti FSH dan sedikit LH. Seperti FSH, PMSG yang disuntikkan merupakan stimulator yang potensial terhadap pertumbuhan indung telur dan meningkatkan kadar estradiol di dalam darah, dan seperti LH, PMSG juga bisa merangsang sel-sel granulosa dan ovulasi sel telur (Kaltenbach dan Dunn 1980). Fungsi PMSG dalam tubuh kuda yang sedang bunting adalah merangsang indung telur membentuk folikel-folikel baru, karena korpus luteum yang sudah terbentuk hanya berumur 40 hari. Folikel-folikel yang tumbuh tersebut ada yang matang sampai ovulasi dan ada juga bersifat atretik. Pregnant mare’s serum gonadotropin

(49)

Teknik ovulasi ganda pada umumnya hewan donor disuntik dengan preparat FSH dan PMSG atau kombinasi PMSG dengan hCG. Supriatna et al.

(1998) menyatakan bahwa PMSG yang merupakan hormon gonadotropin mempunyai daya kerja biologi yang unik dengan aktivitas berpotensi ganda FSH dan LH dalam satu molekul yang dapat merangsang pertumbuhan folikel. Selanjutnya Bindon dan Piper (1982) menyatakan bahwa PMSG mempunyai aktivitas biologis yang mirip dengan FSH dan LH. Dijelaskan lebih lanjut bahwa PMSG dapat dikatakan sebagai gonadotropin yang lengkap, yang dapat meningkatkan pertumbuhan folikel, produksi estrogen, ovulasi dan luteinisasi, serta sintesis progesteron.

Pregnant mare’s serum gonadotropin mempunyai efektivitas yang tinggi dalam menimbulkan ovulasi ganda pada hewan bila diberikan dengan dosis yang tepat secara injeksi tunggal, karena PMSG mempunyai waktu paruh biologi yang panjang. Lain halnya dengan FSH yang mempunyai waktu paruh yang pendek (sekitar lima jam), sehingga pemberiannya harus dua kali atau berulang kali selama tiga-empat hari (Armstrong et al. 1982). Menurut Menzer dan Schams (1979), PMSG mempunyai waktu paruh yang panjang yaitu mencapai 123 jam, sehingga walaupun pengaruh ovulasi ganda telah tercapai, PMSG masih dapat merangsang ovarium. Yadav et al. (1983) menyatakan bahwa residu PMSG yang beredar di peredaran darah dan masih memiliki potensi biologis akan terus merangsang aktivitas ovarium, sehingga menimbulkan negative rebound effect terhadap hipofisa yang berakibat pada penekanan sekresi LH. Menurut Armstrong et al. (1982) ovarium yang terangsang disertai tidak adanya sekresi LH akan menghasilkan folikel yang gagal berovulasi (persisten). Dampak lanjutan dengan beredarnya PMSG dalam sirkulasi darah adalah gangguan keseimbangan hormonal, gangguan ovulasi, gangguan pembuahan (fertilisasi) dan pengangkutan embrio di saluran telur.

(50)

masa ini terhadap jumlah ovulasi tidak dapat diprediksi dan tingginya variabel yang mempengaruhi pada hewan donor (Cahill et al. 1982).

Pregnant mare’s serum gonadotropin (PMSG) memiliki aktivitas biologi ganda, yaitu serupa dengan follicle stimulating hormon (FSH) dan luteinizing hormon (LH) sehingga disebut sebagai gonadotropin sempurna. Pengaruh yang ditimbulkan oleh PMSG antara lain: (1) menunjang produksi estrogen; (2) ovulasi; (3) luteinisasi; dan (4) merangsang sintesis progesteron pada ternak yang dihipofisektomi. Waktu paruh biologis PMSG adalah panjang sehingga dengan dosis tunggal melalui suntikan secara intramuskuler cukup untuk menimbulkan ovulasi berganda (Bates et al. 1991). Penggunaan PMSG dan

human corionic gonadotropin (hCG) untuk merangsang ovulasi ganda, lebih sering digunakan daripada FSH dan LH.

(51)

McShan 1977; Hafez 1993). Aktivitas luteinisasi hCG terlihat pada perpanjangan sekresi progesteron. Pemberian hCG akan memperpanjang hidup korpus luteum (Bennet dan Laymaster. 1989).

Hasil penelitian superovalasi pada domba telah dilaporkan berhasil meningkatkan konsentrasi estradiol dan progesteron dalam darah induk, peningkatan pertumbuhan jaringan uterus, embrio dan fetus (Manalu dan Sumaryadi 1999). Ovulasi ganda berhasil pula meningkatkan pertumbuhan diferensial kelenjar susu, pada waktu kebuntingan berdasarkan gambaran kandungan kolagen, DNA, RNA (Manalu et al, 1999). Selanjutnya, ovulasi ganda berhasil meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan kelenjar susu, produksi susu induk domba, dan menurunkan mortalitas, serta memperbaiki pertumbuhan prasapih dan bobot sapih anak domba (Manalu dan Sumaryadi 1998). Fase folikuler merupakan fase siklus yang singkat dimulai dari awal pembentukan folikel sampai pecahnya folikel de Graaf saat ovulasi. Fase luteal merupakan periode sekresi progesteron oleh korpus luteum yang meliputi lebih dari duapertiga siklus estrus (Hunter 1995).

Human chorionic gonadotropin (hCG) adalah hormon yang ditemukan pada urin dan serum darah wanita yang sedang hamil. Hormon ini tidak berasal dari hipofisis, melainkan disintesis dari villi-villi khorion cytotrophoblast yang

kemudian disebut “anterior pituitary-like hormone” karena aktivitas biologisnya

(52)

ke-62 setelah menstruasi terakhir, dan kadar terendah (10 i.u./mL serum darah) didapatkan pada hari ke-154, namun pada hari ke-200 meningkat lagi (20 i.u./mL serum darah) dan kadar ini tetap tidak berubah sampai kehamilan berakhir (Partodihardjo 1980). Adanya kandungan asam sialat yang lebih tinggi pada PMSG dan hCG menyebabkan waktu paruhnya lebih panjang sehingga penggunaannya lebih efektif daripada FSH dan LH (Sherwood dan McShan 1977).

Faktor yang Mempengaruhi Penampilan Reproduksi Ternak Babi

Salah satu upaya untuk meningkatkan produktivitas ternak adalah dengan jalan meningkatkan reproduktivitas ternak betina (Yoga 1988). Dikemukakan pula bahwa peningkatan reproduktivitas pada ternak babi guna mendapatkan jumlah anak sekelahiran (litter size) dan bobot lahir yang tinggi, laju pertumbuhan yang pesat, angka kematian yang rendah, dan lain sebagainya banyak diusahakan orang. Banyak peluang untuk meningkatkan kapasitas reproduksi pejantan maupun betina (Sihombing 2006).

Hafez (1993) mengemukakan lama bunting ternak diukur dari saat terjadinya konsepsi (pembuahan) sampai terjadinya kelahiran. Kelahiran adalah suatu proses fisiologis yang berhubungan dengan pengeluaran anak dan plasenta dari organisme induk pada akhir masa kebuntingan (Toelihere 1981), sedang menurut Partodihardjo (1982) kelahiran adalah suatu proses mengeluarkan anak dan plasenta melalui saluran kelahiran. Tanda-tanda babi yang akan beranak ialah babi sangat gelisah, vulva membengkak dan mengeluarkan cairan lendir, berusaha membuat tempat atau sarang untuk bakal anaknya, di dalam puting susu terdapat air susu dan urat daging di sekitar vulva mengendor (Eusebio 1980).

Proses pembentukan dan pemeliharaan kebuntingan pada sebagian besar mamalia melibatkan integrasi fungsi antara ovarium, uterus, plasenta, dan konseptus itu sendiri serta ketersediaan nutrisi maupun dukungan stimulasi hormon-hormon kebuntingan dan faktor pertumbuhan (Bazer et al. 1982; Roberts

(53)

perkembangan embrio dimulai sejak blastosis menempel pada dinding uterus. Sel-sel blastosis tersebut akan membelah dengan cepat sehingga terjadi pertambahan jumlah dan masa sel disertai dengan diferensiasi sel. Mekanisme tersebut sangat dipengaruhi oleh hormon kebuntingan dan faktor pertumbuhan. Aksi hormon tersebut terjadi secara langsung dalam mekanisme pertambahan dan diferensiasi jaringan embrio dan fetus selama kebuntingan (Owens 1991; Anthony et al.

1995).

Kapasitas uterus ternak babi mempengaruhi jumlah anak sekelahiran sesudah umur 25 hari kebuntingan (Fenton et al. 1972; Pope et al. 1990). Tingginya laju ovulasi yang dapat menghasilkan sejumlah embrio dan fetus yang tidak didukung oleh kapasitas uterus yang memadai menjadi penyebab kematian embrio dan fetus selama kebuntingan (Christenson et al. 1987; Wu et al. 1988; Sterle et al. 2003). Kapasitas uterus yang kurang memadai pada gilirannya berpengaruh pada dukungan fisiologis lingkungan internal uterus dalam mempertahankan kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan embrio dan fetus sampai lahir (Young et al. 1990; Wilson et al. 1999; Sterle et al. 2003).

Lingkungan internal uterus yang memadai bergantung pada dukungan dan perkembangan kelenjar-kelenjarnya yang mensekresi kebutuhan zat-zat makanan untuk konseptus selama kebuntingan (Bennet dan Leymaster 1989; Vallet et al.

1998; Willis et al. 2003). Ketidaksiapan lingkungan uterus terutama dalam menyiapkan nutrisi melalui sekresi kelenjarnya berdampak pada tingginya kematian, lambatnya pertumbuhan dan perkembangan embrio dan fetus (Wu et al.

1988), pada gilirannya berakibat pula pada rendahnya jumlah dan bobot anak yang lahir serta pertumbuhannya (Sterle et al. 2003).

(54)

cadangan makanan dalam ovum tidak mencukupi akan berakibat pada daya tahan dan kesehatan embrio karena semuanya sangat bergantung pada sekresi kelenjar uterus (Vallet et al. 1998; Gray et al. 2001).

Sekresi uterus sangat penting untuk kelangsungan hidup, pertumbuhan, dan perkembangan konseptus pada ternak yang mempunyai periode kebuntingan yang panjang, seperti domba, kambing, sapi, dan babi (Roberts dan Bazer 1988). Mortalitas, pertumbuhan, dan perkembangan fetus selama periode kebuntingan sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan dan kapasitas serta kemampuan plasenta menyediakan nutrisi melalui mobilisasi sirkulasi dari induk. Plasenta adalah organ yang mempunyai peran sebagai mediator pertukaran gas, nutrien, dan limbah antara induk dan sistem fetus. Fungsi utama plasenta adalah menyalurkan substrat metabolik yang sangat penting untuk mendukung pertumbuhan fetus. Oleh karena itu, pertumbuhan dan perkembangan plasenta merupakan salah satu faktor penentu bagi pertumbuhan dan perkembangan normal fetus (Reynolds dan Redmer 1995).

Pertumbuhan dan perkembangan fetus sangat menentukan penampilan anak lahir dan merupakan faktor utama penentu kelangsungan hidup, dan pertumbuhan postnatal. Pertumbuhan dan perkembangan fetus secara optimal sangat ditentukan oleh mekanisme sirkulasi nutrien baik yang dimediasi oleh protein transpor maupun melalui difusi, dan sangat bergantung pada hubungan fungsional antara permukaan dinding uterus di plasenta (Reynolds dan Redmer 1995) dalam uterus melalui perubahan mekanisme dan ekspresi gen jaringan fetus (Anthony et al. 1995; Fowden 1995).

Peningkatan progesteron yang mempengaruhi pertumbuhan embrio dan fetus, juga merangsang sekresi protein oleh uterus (Vallet et al. 1998). Banyak protein yang dibutuhkan untuk pertumbuhan normal fetus pada babi yang disekresi oleh uterus, seperti uteroferin dan retinol-binding-protein (RBP). Uteroferin berperan untuk transpor besi, sedangkan RBP berperan untuk transpor retinol. Sekresi protein tersebut mengalami perubahan selama kebuntingan dan

perubahan disini terutama berhubungan dengan perkembangan fetus. Sekresi protein melalui endometrium selama kebuntingan dikontrol oleh

(55)

Pertumbuhan dan perkembangan fetus yang baik sampai akhir kebuntingan diharapkan akan memberikan bobot lahir yang baik walaupun dengan jumlah anak sekelahiran yang lebih tinggi dan pada akhirnya menghasilkan penampilan produksi yang lebih baik pula. Masalah rendahnya produksi tidak saja dipengaruhi oleh rendahnya produktivitas selama kebuntingan dan rendahnya bobot anak lahir sampai lepas sapih, tetapi merupakan akumulasi dari rendahnya pertumbuhan dan perkembangan embrio serta fetus selama kebuntingan dan jumlah anak yang dapat bertahan hidup selama prasapih, terutama pada minggu pertama setelah lahir (Bennett dan Leymaster 1989).

Peningkatan sekresi endogen hormon-hormon kebuntingan, seperti estradiol dan progesteron selama kebuntingan dapat dilakukan dengan cara meningkatkan jumlah ovulasi (Manalu dan Sumaryadi 1998; Manalu et al. 1999), baik melalui perbaikan pakan maupun dengan penggunaan hormon, seperti FSH dan LH atau melalui tiruannya, seperti PMSG dan hCG serta kombinasi hormon gonadotropin lainnya.

Menurut Eusebio (1980), litter size lahir adalah jumlah anak yang lahir per induk per kelahiran. Seekor induk babi dapat menghasilkan 8-12 ekor anak babi setelah periode kebuntingan selama 112-120 hari. Seekor induk babi dapat menghasilkan anak babi sampai 12-14 ekor anak dalam sekelahiran. Litter size ini dapat digunakan sebagai indikator kemampuan reproduksi ternak babi karena anak yang banyak setiap kelahiran adalah esensial untuk produksi babi (Sihombing 2006). Lebih lanjut dikemukakan bahwa kelahiran anak yang banyak disertai banyaknya anak yang hidup pada waktu disapih menunjukkan beberapa hal sebagai berikut; menandakan ovulasi yang tinggi dan kematian embrio rendah, air susu induk babi dapat berfungsi dengan baik dan kedua pernyataan ini menunjukkan kemampuan induk dalam mengasuh anak.

(56)

adalah 9.57 ekor (Park dan Kim 1983). Berdasarkan penelitian Tummaruk et al. (2000), rataan litter size lahir hidup Landrace lebih banyak daripada Yorkshire, masing-masing 10.94 dan 10.68 ekor. Secara umum, litter size lahir dan sapih terus meningkat dari paritas pertama hingga keempat, kemudian menurun pada paritas selanjutnya. Induk babi pada paritas ketiga dan keempat memiliki penampilan terbaik, sedangkan paritas ketujuh memiliki penampilan terburuk. Perbedaan litter size lahir hidup antara partitas pertama dan ketiga dan keempat sebanyak 0.7 ekor sedangkan litter size sapih sekitar 0.2 ekor (Rodriguez-Zas et al. 2003).

Bobot lahir adalah bobot badan yang ditimbang sesaat setelah hewan dilahirkan. Bobot lahir anak babi sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain frekuensi induk babi beranak (parity), umur induk, bangsa, pejantan, ransum yang diberikan selama induk bunting, dan litter size pada waktu lahir (De Borsotti 1982). Bangsa babi mempengaruhi bobot lahir per ekor, yaitu pada babi Duroc 1.47 kg (Milagres 1983), 1.46 kg (Lopez et al. 1983), Landrace 1.74 kg, dan Yorkshire 1.39 kg (Quintana dan Lopez 1983) . Rataan bobot lahir bangsa murni dan persilangan Duroc, Landrace, Yorkshire adalah 1.38±0.10 kg (De Borsotti 1982).

Mati lahir adalah suatu kondisi yang anak babi dilahirkan sudah dalam keadaan mati. Huges dan Varley (2004) menyatakan bahwa kejadian mati lahir anak babi dapat mencapai 3-5%, sedangkan hasil penelitian Cole dan Foxcroft (1982) menyatakan angka kematian babi saat dilahirkan 4-8% dari semua anak yang dilahirkan. Menurut Bolet (1982) bahwa kematian anak babi akan meningkat dengan meningkatnya jumlah anak babi yang lahir per kelahiran, selanjutnya Benkov (1983) mengemukakan bahwa jika litter size lahir anak babi kurang dari 6 ekor, maka tingkat kematian anak babi pada umur 21 hari adalah 1.78% dan jika

litter size lahir anak babi 6-8.8, 8.8–10, dan 10-12 ekor, maka tingkat kematian anak babi pada umur 21 hari masing-masing 6, 18 dan 12.79%, bila litter size

(57)

disapih dapat mencapai 72% dengan empat penyebab utama, yaitu 35.4% akibat terinjak oleh induk, 14% kaki tidak lurus, 11% akibat agalactic, dan 11% akibat kelemahan pada waktu lahir, ini lebih sering berlaku pada induk yang beranak pertama. Cole dan Foxcroft (1982) menyatakan kematian anak babi pada waktu sebelum disapih sangat bervariasi, yaitu 12-30%, sedangkan periode menyusu rataan tingkat kematian adalah 20.8%.

Bobot sapih anak babi merupakan indikator produksi air susu dari induk dan kemampuan bertumbuh anak babi. Faktor-faktor yang mempengaruhi bobot sapih anak babi adalah kesehatan anak babi, produksi susu induk, dan cara pemberian makan (Sihombing 2006). Lebih lanjut dikatakan pada umur penyapihan tertentu, anak babi yang memiliki bobot badan yang tinggi di saat sapih akan bertumbuh lebih cepat mencapai bobot potong daripada anak babi yang bobot badannya lebih ringan. Bobot sapih dipengaruhi oleh jenis kelamin, bobot badan, umur induk, dan keadaan saat lahir, kemampuan induk untuk menyusui anak, kuantitas dan kualitas ransum yang diberikan, serta suhu lingkungan. Umumnya, kisaran bobot sapih adalah 13.6–18.1 kg (Hafez 1993).

Produksi Ternak Babi

Produksi ternak babi mencakup pertumbuhan ternak babi, proses yang terjadi sangat kompleks, bukan saja pertambahan bobot badan, tetapi menyangkut pertumbuhan semua ogran tubuh secara serentak dan merata (Maynard et al. 1983). Pertumbuhan meliputi perbanyakan jumlah sel serta peningkatan ukuran-ukurannya. Hyun et al. (1998) menyatakan bahwa faktor makanan sangat mempengaruhi pertumbuhan.

(58)

dimakan oleh ternak bila diberikan ad libitum (Cuncha 1980). Faktor penting yang menentukan tingkat konsumsi adalah palatabilitas dan palatabilitas yang bergantung pada bau, rasa, tekstur, dan beberapa faktor lain, seperti suhu lingkungan, kesehatan ternak, stress, dan bentuk ransum (Church 1984). Pada umumnya, konsumsi ransum per hari akan meningkat dengan meningkatnya frekuensi pemberian makan. Babi dengan bobot badan 10-90 kg yang diberikan ransum dua kali sehari mengkonsumsi rataan 1.54

Gambar

Gambar 1a  Diagram Alir Penelitian Tahap I.
Gambar 1b  Diagram Alir Penelitian Tahap II.
Gambar 1c  Diagram Alir Penelitian Tahap III.
Gambar 3  Mekanisme Kerja Hormon Reproduksi.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dana pensiun adalah sekumpulan aset yang dikelola dan dijalankan oleh suatu lembaga untuk  menghasilkan suatu manfaat pensiun, yaitu suatu pembayaran berkala yang dibayarkan

maupun literatur kefarm eratur kefarmasian, menganalis asian, menganalisis rencan is rencana kebutuhan a kebutuhan obat, obat, melaksanakan melaksanakan pekerjaan

Daya tampung lingkungan sosial adalah kemampuan manusia dan kelompok penduduk yang berbeda-beda untuk hidup bersama-sama sebagai satu masyarakat

Berdasarkan penelitian ini, peneliti menyarankan bahwa yang berhubungan dengan kualitas hafalan al-Quran santri tidak hanya menonton tayangan televisi, tetapi ada

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengatahui: 1) efektivitas media film dalam meningkatkan minat dan hasil belajar Ekonomi siswa, 2) perbedaan peningkatan minat

pengembangan mikroenkapsulasi minyak ikan kaya akan asam lemak omega-3 untuk fortifikasi pada produk sup krim instan dengan bahan dasar daging kepiting menjadi sangat penting untuk

Glavne varstveno-razvojne usmeritve so Trampuš, 2009: v na prvem mestu je zagotavljanje varstva naravnih vrednot in ohranjanje biotske raznovrstnosti pri vsakem načrtovanju obsega

Poleg tega da policijska uprava Maribor sledi svojemu poslanstvu, vrednotam in viziji slovenske policije, pomeni za njih doseganje poslovne odličnosti uresničevanje