• Tidak ada hasil yang ditemukan

Body dissatisfaction menurut Ogden dapat dikonseptualisasikan sebagai perbedaan antara persepsi individu tentang ukuran tubuh mereka dan ukuran tubuh yang sebenarnya, perbedaan antara persepsi tentang ukuran sebenarnya dibandingkan dengan ukuran yang diidealkan, atau hanya perasaan tidak puas dengan ukuran dan bentuk tubuh (Amalia dkk, 2018). Body dissatisfaction berkaitan dengan evaluasi subjektif yang negatif terhadap ukuran tubuh, bentuk tubuh, serta komposisi otot, dan biasanya terjadi kesenjangan antara persepsi individu tersebut dengan kenyataannya (Grogan, 2017).

Body dissatisfaction merupakan penilaian negatif individu terhadap penampilan tubuhnya yang berdampak kepada rasa tidak puas (Putri &

Indryawati, 2019). Seseorang menilai tubuh dan fisik mereka berdasarkan standar tertentu dan mengharapkan bentuk yang ideal.

Ketika standar tersebut tidak terpenuhi, sangat mudah bagi seseorang

untuk memunculkan rasa negatif dan tidak suka terhadap tubuh sendiri.

Perbedaan gambar ideal yang diharapkan dengan kenyataan yang ada juga berpengaruh menimbulkan body dissatisfaction.

Penilaian invidiu terhadap tubuhnya termasuk ke dalam beberapa hal yaitu pada bagian tubuh secara spesifik (perut, pinggang, betis, pantat, payudara, atau paha), berat badan, maupun tinggi badan (Meiliana dkk, 2018). Body dissatisfaction dapat didefinisikan sebagai perilaku negatif seseorang terhadap tubuhnya sendiri yang didasari oleh perbedaan persepsi terhadap citra tubuh dan bentuk tubuh yang diidealkan (Cooper dkk dalam Heider, 2018).

Seseorang yang mengalami body dissatisfaction memiliki kebiasaan untuk memeriksa fisik mereka, seperti melihat pantulan di cermin, memeriksa timbangan, bahkan menyamarkan bentuk tubuh dengan menghindari aktivitas bersama orang lain (Putri & Indryawati, 2019). Body dissatisfaction lebih banyak ditemukan pada perempuan dibandingkan pada laki-laki. Hal itu dikarenakan perempuan lebih terlihat perubahan pada tubuhnya daripada laki-laki (Putri & Indryawati, 2019).

Berdasarkan paparan yang telah disebutkan, dapat disimpulkan bahwa body dissatisfaction adalah perilaku negatif terhadap tubuh yang berasal dari perbedaan antara persepsi terhadap citra tubuhnya dengan bentuk tubuh yang diinginkan, baik pada beberapa bagian tubuh, ataupun pada keseluruhan tubuh.

2. Aspek-Aspek Body Dissatisfaction

Cooper, dkk (Amalia dkk, 2018) menyebutkan beberapa aspek pada body dissatisfaction, antara lain adalah sebagai berikut.

a. Self perception of body shape

Self-perception of body shape adalah persepsi individu terhadap bentuk tubuhnya, baik pikiran ataupun keyakinan. Pemikiran yang negatif terhadap keseluruhan bentuk tubuh atau sebagian bentuk tubuh, menyamarkan bentuk tubuh dari yang sebenarnya, perasaan malu, sedih, kecewa yang individu rasakan di lingkungan sosialnya.

b. Comparative perception of body image

Comparative perception body image ialah aspek di mana individu membandingkan persepsi citra tubuh dengan orang lain di sekitar mereka. Bisa orang yang ditemui secara langsung atau yang dilihat melalui internet. Membandingkan tubuh idnvidu terhadap individu lain yang dianggap lebih menarik merupakan hal yang biasa terjadi pada perempuan dan bertanggung jawab sebagai sumber ketidakpuasan akan tubuh (body dissatisfaction) serta gangguan makan (Pinksavage dkk 2015).

c. Attitude concerning body image alternation

Attitude concerning body image alternation merupakan sikap individu yang terfokus kepada perubahan citra tubuh. Sikap ini dapat berbentuk aktivitas fisik seperti berolahraga atau perilaku simptom gangguan makan, seperti memuntahkan makanan, atau diet.

d. Severe alternation in body perception

Severe alternation in body perception adalah perubahan drastis yang berasal dari persepsi terhadap tubuh. Sikap ini sudah memengaruhi kegiatan sehari-hari, seperti menghindari berlari di kerumunan atau menyembunyikan diri.

Keempat aspek yang telah dijabarkan tersebut merupakan indikator untuk melihat tingkat body dissatisfaction yang terdapat pada individu. Adapun indikator tersebut adalah self perception of body shape, comparative perception of body shape, attitude concerning body image alternation, dan severe alternation in body perception.

3. Faktor-Faktor Body Dissatisfaction

Terdapat dua kategori utama yang menjadi faktor timbulnya body dissatisfaction yaitu faktor psikologis dan faktor sosial.

a. Faktor Psikologis

Menurut Grogan (2017), faktor psikologis dari body dissatisfaction adalah sebagai berikut.

1) Self-esteem

Individu dengan self-esteem atau harga diri yang rendah cenderung untuk merasa lebih puas terhadap tubuh mereka. Ini terjadi pada wanita dan pria. Body dissatisfaction berkaitan dengan perasaan negatif pada diri, juga kurangnya kepercayaan diri serta kekuasaan yang dimiliki di situasi sosial. Munculnya

perasaan dan pemikiran bahwa diri terlihat kurang menarik dari orang di sekitar, menurun atau hilangnya kepercayaan diri, serta merasa bukan orang yang penting karena bentuk badan atau beberapa bagian dari badan akan menimbulkan perasaan tidak puas kepada tubuh.

2) Gambaran ideal kurus / muskular yang terinternalisasi

Eksposur terhadap bentuk tubuh ‘ideal’ dari model, selebriti, dan figur publik lainnya tanpa sadar akan menumbuhkan gambaran kepada masyarakat tentang bagaimana penampilan seharusnya. Sehingga, jika seseorang tidak memiliki karakteristik tubuh yang terinternalisasi di pemikirannya akan menimbulkan body dissatisfaction.

3) Komparasi sosial

Individu yang sering melakukan upward comparison dengan orang-orang yang memiliki gambaran ideal kurus / muskular akan lebih rentan merasa tidak puas pada tubuhnya.

Upward comparison sendiri adalah perbandingan yang dilakukan individu kepada orang yang dianggapnya memiliki karakteristik lebih darinya di suatu aspek tertentu.

4) Objektifikasi diri

Objektifikasi diri adalah di mana perempuan menumbuhkan pandangan kepada tubuhnya sebagai suatu objek (Grippo & Hill dalam Grogan (2017). Terus-terusan

menemukan kesalahan yang harus diubah dari tubuh, mengkritisi badan, dan perilaku yang memperlakukan tubuh seperti objek akan berdampak kepada munculnya body dissatisfaction. Objektifikasi diri sering terjadi di kalangan perempuan dibandingkan pria.

b. Faktor Sosial

Barbierik (2017) menyebutkan bahwa body dissatisfaction dapat disebabkan oleh faktor budaya sosial. Adapun faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut.

1) Peran media

Media yang kita lihat sehari-hari baik melalui televisi, majalah, iklan, film, dan sebagainya hampir selalu menampilkan figur yang memiliki tubuh kurus atau muskular.

Representasi seperti itu tanpa sadar menjadikan itu adalah sebuah norma yang seharusnya. Masyarakat yang tidak mempunya tubuh ideal sebagaimana yang ditampilkan media merasa tidak puas akan tubuhnya dan ingin mengubah diri mereka Barbierik (2017).

2) Keluarga, teman, dan pasangan

Keluarga juga merupakan faktor yang relevan terhadap body dissatisfaction. Kritikan dan komentar dari orangtua tentang cara berpakaian, penampilan, bentuk tubuh, atau berat tubuh akan berdampak negatif pada citra tubuh individu.

Bukan hanya orangtua, namun anggota keluarga yang, teman, bahkan komentar dari pasangan memiliki pengaruh signifikan terhadap kepuasan penampilan pada individu Barbierik (2017).

3) Level ekonomi

Beberapa studi menyebutkan bahwa orang-orang yang berada di kalangan kelas atas secara ekonomi cenderung memiliki body dissatisfaction lebih tinggi dibandingkan yang tidak. Tingkat ekonomi secara langsung mempunyai hubungan dengan internalisasi tubuh atletis/muskular dan tipe bentuk tubuh yang kurus, di mana menunjukkan perempuan yang hidup di tingkat ekonomi tinggi memiliki internalisasi standar tubuh yang lebih ideal dibandingkan yang berada di tingkat ekonomi lebih rendah (Silva dkk, 2020).

Berdasarkan yang telah dipaparkan sebelumnya, terdapat dua faktor yang memengaruhi body dissatisfaction yaitu faktor psikologis dan faktor sosial. Faktor psikologis mencakup self-esteem atau harga diri, internalisasi gambaran ideal tubuh, membandingkan tubuh dengan orang lain, dan objektifikasi diri. Sedangkan faktor sosial merupakan peran media, komentar keluarga, teman, dan pasangan, serta level ekonomi.

Dokumen terkait