• Tidak ada hasil yang ditemukan

Boneka Wayang

Dalam dokumen 4.1 Tonggak Sejarah Pewayangan Jawa (1) (Halaman 32-36)

ASPEK BENTUK WAYANG MBAH GANDRUNG

5.3 Boneka Wayang

Boneka WMG terbuat darikayu yang berbentuk pipih (papan)yang prosespembuatannya melaluiproses ukir, dibentukmirip dengan boneka wayang purwa, hanya ukurannya sedikit lebih kecil. Untuk tangan boneka wayang digunakan bahan darikulit kerbau, lembu, atau kambing. Kekhasan bentuk boneka WMG adalah bentuk wayang golongan laki-laki semuanya menggunakan model bokongan dari jenis bokongan dari jenis bokongan rapekan (mirip bentuk bokongan tokoh Udawa dalam wayang kulit purwa) dan menyandang keris.

Sementara, semua boneka wayang golongan perempuan menggunakan model rambut oren (rambut terurai).

Jumlah boneka WMG tidak terlalu banyak, hanya sekitar 42 (empat puluh dua buah). Dari jumlah itu bonekawayang dapat dikelompokkan ke dalam dua golongan yaitu boneka wayng tergolong sakral dan boneka wayng tidak sakral. Boneka wayang golongan sakral ada lima yaitu boneka wayang Kyai Gandrung, Nyai Gandrung, Jakaluwar, Raden Sidanapapa dan Mbah Semar. Seperti pada jenis wayang lain, penataan boneka wayang diletakkan secara teratur berderet di sebelah kanan dan kiri dalam pada sebuah kelir, dan ditancapkan pada larapan9

yang terbuat dari kayu panjang bersusun dua dan berlubang pada beberapa bagian tubuhnya. Kelir terbuat dari kain bermotif kembang-kembang berwarna kekuningan. Panjang kelir 2,5 meter, dan tingginya 1,25 meter. Karena boneka wayang terbuat dari kayu, maka kelir bagian tengah tempat dalang memainkan wayang (panggungan) berlubang. Dengan wujud kelir berlubang, pagelaran wayang dapat ditonton dari depan dan belakang dalang. Sementara itu, panjang larapan 2,5 meter bersusun dua yaitu larapan atas dan larapan bawah.

Deretan wayang pada kelir disebut simpingan. Simpingan terdiri atas simpingan kanan dan simpingan kiri. Simpingan kanan terdiri atas simpingan kanan atas dan simpingan kanan bawah, sedang simpingan kiri terdiri atas simpingan kiri atas dan simpingan kiri bawah. Pada simpingan kanan atas ditata sebelas buah wayang. Empat diantaranya selalu ditutup kain kerudung yaitu boneka wayang Mbah Gandrung, Nyai Gandrung, Mbah Jakaluwar dan Raden Sidanapapa. Karena keempat boneka wayng tersebut disakralkan, di samping senantiasa tertutup kerudung, sepanjang pagelaran di bawah keempat boneka wayang selalu diberi wewangian dupa ratus (kemenyan) yang dibakar sehingga asapnya selalu mengena boneka wayang dan memenuhi ruangan. Pada simpingan kanan bawah ditata 10 boneka wayang, 2 wayang laki-laki dan 8 wayang perempuan (lihat LG.27). Sementara itu pada simpingan kiri atas ditata 10 buah wayang, sedang simpingan kiri bawah ditata 9 buah wayang (lihat LG.28).

Di samping itu masih ada dua boneka wayang punakawan10 yang

diantara dua wayang itu adalah Mbah Semar yang juga dianggap wayang sakral, yang selalu dimunculkan untuk membuka pagelaran, di samping fungsinya sebagai punakawan dalam lakon. Beberapa wayang golongan binatang, seperti naga, kuda dan garuda, sebuah boneka wayang raksasa, golongan pusaka terbuat dari bahan kulit ditempatkan dalam kotak. Khusus untuk gunungan terbuat dari anyaman bulu ekor dan sayap burung merak, dibentuk seperti gunungan wayang mirip bentuk dadak merak atau barongan pada seni reog Ponorogo (lihat LG.26).

Sebelum dan sesudah pagelaran, boneka wayang disimpan dalamkotak wayang berukuran kecil dengan panjang 96,5 cm, lebar 38 cm, dan tinggi 32 cm (lihat LG.9). di samping untuk menyimpan wayang, kotak juga digunakan untuk menyimpan kelir dan talinya cempala11 dan kepyak12. Perangkat yang tidak boleh

ketinggalan adala sebuah anglo, terbuat dari tanah dengan bentuk tertentu digunakan untuk tempat pembakaran arang sebagai tempat membakar kemenyan (lihat LG.17).

Untuk membawa perangkat pagelaran, terdapat aturan yang bersifat mistis, sehingga harus ditaati dan harus dilaksanakan. Aturan tersebut adalah dalam mengusung semua perangkat pagelaran ke tempat pementasan berapapun jauhnya tidak boleh dinaikkan kendaraan apapun, tetapi harus dipikul. Dalam memikulpun juga ada aturan yang khusus yaitu tidak sembrono, kepala boneka wayang Mbah Gandrung harus menghadap arah tujuannya, tidak boleh mebelakangi arah tujuan. Hal yang terpenting adalah jangan sampai kotak wayang dilangkahi. Jika aturan tersebut dilanggar akan terjadi kecelakaan atau kemalangan, yang besarnya tergantung kesalahan yang dilakukan para penandunya. Untuk mengusung perangkat pagelaran diperlukan empat orang. Dua orang menggotong kotak, seorang menggotong gong, kenong, rebab, dan kaki kendang, dan seorang lainnya menggotong kendang dan gambang. Biasanya, untuk menuju tempat pagelaran dalang dan penabuh gamelan berjalan mengiringi para penandu (lihat LG.8).

Aturan mistis di atas sebagai bukti keperkasaan dan kekuatan gaib Mbah Gandrung beserta bawahnya Nyai Gandrung, Mbah Semar, Mbah Jakaluwar, Mbah Sidanapapa. Di sisi lain, ketaatan para pelaku pentas mentaati dan melaksanakan aturan merupakan bukti kerelaan, kesetiaan dari pendukung

setianya yang merasa tidak repot menjalankan tugas ritualnya. Tetapi, dari sisis praktis aturan itu membatasi ruang gerak WMG, sebab tidak dapat menjangkau daerah yang jauh. Dengan kata lain aturan tersebut mengisolasi ruang gerak WMG.

Sementara itu, perlu dikemukakan juga bahwa sebagai jenis wayang rakyat yang dapat disebut wayang pinggiran, WMG benar-benar tampak sebagai hasil ekspresi kesenian rakyat yang serba lugu, sederhana dan terkesan apa adanya. Sifat tersebut menjauhkan WMG dari kesan sebagai karya seni yang rumit dan adiluhung13, yang tampak dari perangkat pagelaran serta tampak jelas dari

penggunaan bahasa dalampagelaran lakon. Bahasa WMG merupakan cermin bahasa rakyat yang serba spontan, tanpa basa-basi, sangat komunikatif, sederhana (lugas), dan terkesan agak kasar. Kesederhanaan bahasa yang digunakan tidak saja tampak dari antawacana14 tetapi juga tampakpada suluk15, janturan16, dan

pocapan17 yang seharusnya lebih puitis. Kesederhanaan bahasa menunjukkan

rendahnya ketrampilan olah basa18 dalang yang disebabkan rendahnya tingkat

pendidikan dalang juga proses pewarisan dalang.

Perlengkapan pentas WMG jika dalam suasana pagelaran ditata seperti gambar di bawah ini:

1

6 7 8

5

KETERANGAN

Dalam dokumen 4.1 Tonggak Sejarah Pewayangan Jawa (1) (Halaman 32-36)

Dokumen terkait