METODE PENELITIAN A.Jenis Penelitian
D. BPembahasan 1.BPenerimaan
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa setiap keluarga baik
keluarga yang normal maupun yang memiliki keterbatasan pasti menerima
kehadiran anak di dalam keluarganya, penerimaan tersebut dapat dilihat
melalui sikap dan interaksi orangtua tersebut kepada anak. Sejalan dengan
hasil wawancara dengan subyek, subyek telah menunjukan sikap
penerimaan. Berikut kutipan wawancara yang diutarakan oleh subyek:
Menurut subyek A pernikahan itu bertujuan untuk bereproduksi dan
melanjutkan keturunan. Oleh karena itu subyek merasakan kebahagiaan
mendapatkan seorang anak. Selain perasaan senang dan bahagia subyek juga
merasakan perasaan bingung karena menurut subyek keadaannya saat ini
masih sangat minim alakadarnya dan terbatas, demikian juga perasaan
subyek B juga merasakan perasaan senang dan bahagia sebab subyek
menganggap anak adalah rejeki dari Tuhan kepada subyek untuk dijaga
dengan baik. Subyek dengan demikian dominan merasakan perasaan senang
dalam hatinya dan dengan senang hati dan tulus ikhlas merawat anaknya.
Jika dipadukan dengan (Wiwit, 2003 : 126), keluarga tersebut sudah
berhasil menjukan dan melakukan sikap penerimaan dengan baik. Wiwit
menyatakan keberhasilan penerimaan pola asuh ditunjukan dengan adanya
pengasuhan anak menunjuk pada pendidikan umum yang diterapkan
terhadap anak, berupa proses interaksi antara orangtua (pengasuh) dengan
mencukupi kebutuhan makan, mendorong keberhasilan dan melindungi,
maupun sosialisasi yaitu mengajarkan tingkah laku umum yang diterima
oleh masyarakat.
2.BStrategi
Setiap keluarga pasti memiliki kesulitan dalam mengasuh
anak-anaknya, tidak terkecuali keluarga ini, keluarga ini menggunakan cara-cara
tersendiri untuk mengasuh anaknya. Strategi tersebut digunakan untuk
mengatasi kekurangan yang dialami selama proses pengasuhan anak dalam
rangka pengawasan dan pendisiplinan terhadap anak. Hal tersebut dapat
dibuktikan dengan menyimpulkan hasil wawancara dengan subyek berikut :
Seringkali subyek A menjadi korban kenakalan anak, orangtua sering
dibohongi ketika jam belajar padahal anak malah bermain uandpuone,
sewaktu kecilpun anak sudah dapat melihat kelemahan orangtuanya yaitu
dengan mencuri-curi kabur keluar rumah dengan tidak diketahui oleh
orangtuanya. Belajar dari pengalaman tersebut orangtua penyandang
tunanetra membuat strategi yaitu dengan mengantarkan anak ke rumah
teman ketika jam belajar, kemudian menitipkan kepada orangtua temannya
agar dibantu mengawasi dalam belajar dengan demikian anak bisa belajar
dengan baik serta tidak mencuri-curi kesempatan dengan mengambil celah
kekurangan orangtuanya. Saat anak bermain di luar rumah Subyek B juga
meminta tolong kepada tetangga sekitar untuk membantu mengawasi
52
dengan menyekolahkan anak di sekolah yang fullday scuool karena dengan
demikian jam bermain anak dirumah bisa dibatasi.
Pada dasarnya orangtua tersebut orangtua yang demokratis terhadap
anak, tidak mengekang anak, namun juga tidak memberikan pengawasan
yang sangat longgar ataupun bersikap otoriter bahkan menelantarkan anak.
Sebab menurut Baumrind (1967) ada empat macam tipe pola asuh orangtua,
antara lain pola asuh demokratis, pola asuh otoriter, pola asuh permisif, dan
pola asuh penelantar. Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang
memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu-ragu
mengendalikan mereka. Orang tua dengan pola asuh ini bersikap rasional,
selalu mendasari tindakannya pada rasio atau pemikiran-pemikiran. Orang
tua tipe ini juga bersikap realistis terhadap kemampuan anak, tidak berharap
yang berlebihan yang melampaui kemampuan anak. Orang tua tipe ini juga
memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih dan melakukan suatu
tindakan, dan pendekatannya kepada anak bersifat hangat.
Pola asuh otoriter adalah pola asuh yang cenderung menetapkan standar
yang mutlak harus dituruti, biasanya dibarengi dengan ancaman-ancaman.
Misalnya kalau tidak mau makan tidak akan diberi uang saku. Orangtua tipe
ini juga cenderung memaksa, memerintah, dan menghukum. Apabila anak
tidak mau melakukan apa yang dikatakan orangtua, maka orang tua tipe ini
tidak segan menghukum anak. Orangtua tipe ini tidak mengenal kompromi
dan dalam komunikasi biasanya bersifat satu arah. Orang tua tipe ini tidak
Pola asuh permisif atau pemanja biasanya meberikan pengawasan yang
sangat longgar. Memberikan kesempatan pada anaknya untuk melakukan
sesuatu tanpa pengawasan yang cukup darinya. Mereka cenderung tidak
menegur atau memperingatkan anak apabila anak sedang dalam bahaya, dan
sangat sedikit bimbingan yang diberikan oleh mereka. Namun orang tua tipe
ini biasanya bersifat hangat, sehingga seringkali disukai oleh anak.
Pola asuh tipe penelantar. Orangtua tipe ini pada umumnya memberikan
waktu dan biaya yang sangat minim pada anak-anaknya. Waktu mereka
banyak digunakan untuk keperluan pribadi mereka, seperti bekerja, dan juga
kadangkala biayapun dihemat-hemat untuk anak mereka. Termasuk dalam
tipe ini adalah perilaku penelantar secara fisik dan psikis pada ibu yang
depresi. Ibu yang depresi pada umumnya tidak mampu memberikan
perhatian fisik maupun psikis pada anak-anaknya. Pernyataan Baumrind
diatas sejalan dengan kenyataan bahwa anak subyek ini memiliki
karakteristik anak-anak yang mandiri, dapat mengontrol diri, mempunyai
hubungan baik dengan teman, mampu menghadapi stress, mempunyai minat
terhadap hal-hal baru, dan koperatif terhadap orang-orang lain. Maka, bisa
dikatakan strategi yang diterapkan untuk mengasuh anak keluarga ini sudah
54
3. Hambatan
Setiap keluarga pasti berhadapan dengan masalah-masalah baik
masalah yang berkaitan dengan masalah dengan pasangan maupun hal yang
berkenaan dengan pengasuhan anak. Tidak sering hambatan ini menjadi hal
yang sangat mengganggu sebab dizaman globalisasi ini orangtua
dihadapkan dengan tantangan serta hambatan yang bermacam-macam. Pada
kasus ini orangtua penyandang tunanetra dihadapkan pada kesulitan dalam
mengasuh anak, anak yang sedang tumbuh pada masa anak-anak seringkali
terpengaruh oleh pergaulan, masalah belajar, hiburan-hiburan baik hiburan
digital (televisi, dan handphone) maupun hiburan yang ada dimasa
perkembangannya seperti permainan-permainan yang membuat anak lebih
sulit diawasi, dididik, dan diarahkan. Hal tersebut dapat dibuktikan melalui
hasil wawancara dengan subyek significant otuers, berikut cuplikan
wawancaranya:
Menurut subyek D, hambatan fisik jadi mereka tidak bisa memantau
anak secara penuh dan maksimal menurut saya ini hambatan yang paling
berat kita saja yang memiliki penglihatan normal sering kesulitan mencari
anak yang pergi keluar rumah apalagi mereka, kadang mereka sering kecelik
diberitahu oleh tetangganya anaknya tadi lari ke selatan ternyata anaknya
sudah bermain di utara, kemudian hambatan kedua adalah faktor
pendidikan, karena mereka tidak sekolah tinggi jadi kadang mereka
kesulitan dalam membantu anak belajar, kadang kalau kesulitan seperti itu
mengantarkan anaknya pergi kerumah temannya untuk belajar kelompok
mengerjakan PR yang tidak bisa dikerjakan sendiri dirumah. Subyek
berpendapat segi ekonomi sekarang bukan menjadi penghambat karena saat
ini usahanya sudah semakin meningkat dan bisa digunakan untuk
menyokong kehidupan rumah tangga mereka. Hambatan berikutnya adalah
mengenai kejujuran anak sebab menurut subyek B dirinya kadang merasa
sakit hati karena telah dibohongi anaknya sendiri, namun masih ada
tetangga mereka yang mau dan sedia untuk membantu dan memberitahu
mereka.
Dengan demikian hambatan yang dialami subyek sebenarnya berporos
pada kejujuran anak sendiri, namun apabila dikaitkan dengan pola asuh
sebenarnya orangtua penyandang tunanetra sudah memikul tanggungjawab
sebagai orangtua. Bila melihat pendapat Miami yang dikutip dari Kartini
Kartono, dikemukanan orangtua adalah pria dan wanita yang terikat dalam
perkawinan dan siap sedia untuk memikul tanggungjawab sebagai ayah dan
ibu dari anak-anak yang dilahirkannya (Kartono, 1982 : 27). Akan tetapi
karena keterbatasan yang dimiliki orangtua penyandang tunanetra ini proses
mengasuh anak dalam rangka menghadapi hambatan belum dapat dikatakan
56
4. Harapan
Setiap orangtua pasti menaruh harapan kepada anak-anaknya, orangtua
selalu berusaha semaksimal mungkin untuk kebaikan dan keberhasilan anak.
Anak yang mampu memenuhi harapan yang diberikan oleh orangtuanya
maka orangtua tersebut juga akan merasa berhasil dalam mengasuh anak,
hal terebut sesuai dengan hasil wawancara dengan subyek berikut :
Keinginan subyek A untuk membuat anaknya sukses dan lebih maju
masih sangat membara didalam hati, subyek bertekad untuk mendidik
anaknya supaya menjadi orang yang berhasil dalam memiliki pekerjaan
yang baik dan memiliki kehidupan yang lebih baik dan nyaman. Semua
harapan itu subyek buktikan dengan memasukkan anaknya ke sekolah yang
baik dan selalu memberikan pendidikan moral serta nasehat-nasehat kepada
anaknya supaya anaknya mau diarahkan menjadi lebih baik salah satunya
dengan memiliki pendidikan setinggi-tingginya.
Pernyataan subyek diatas berkaitan dengan teori tentang harapan;
Vroom dalam Koontz, 1990 mengemukakan bahwa orang-orang akan
termotivasi untuk melakukan hal-hal tertentu guna mencapai tujuan apabila
mereka yakin bahwa tindakan mereka akan mengarah pada pencapaian
tujuan tersebut. Dengan demikian orangtua tuna netra sudah sejalan dengan
BABBV