ABSTRAK
STRATEGI PENGASUHAN ORANGTUA PENYANDANG TUNANETRA KEPADA ANAKNYA YANG AWAS
(Studi Kasus pada sebuah Keluarga Penyandang Tunanetra di Yogyakarta) Emmanuel Pandu Harummurti
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi pengasuhan orangtua penyandang tunanetra yang memiliki anak dengan pengelihatan normal (awas). Subyek penelitian ini adalah sebuah keluarga penyandang tunanetra yang bekerja sebagai tukang pijat tradisional yang berdomisili di daerah Sleman Yogyakarta dan memiliki keturunan (anak) yang berpenglihatan normal.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian studi kasus kualitatif dengan metode wawancara dan observasi. Pengumplan data dalam penelitian ini menggunakan wawancara yang disusun berdasarkan 4 aspek pola asuh, yaitu (1) Penerimaan, (2) Perasaan, (3) Strategi, (4) Harapan. Teknik analisis data yang digunakan mengacu pada konsep triangulasi, dengan cara mengkontruksi mengenai orang, kejadian, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, dan memperluas informasi yang diperoleh dari seseorang maupun manusia lain.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pola asuh sebuah keluarga dengan orangtua penyandang tunanetra memiliki sikap penerimaan yang baik terhadap anaknya, mereka cenderung telah siap menerima apapun keadaan keturunannya nanti, keluarga tersebut menerima kehadiran anaknya yang tidak cacat mata dengan penuh rasa syukur, berkaitan dengan perasaan keluarga tersebut sangat gembira dan bahagia sebab fisik anaknya yang lengkap, sehat, dan normal layaknya manusia pada umumnya. Keluarga tunanetra juga memiliki strategi dan kiat –kiat tersendiri dalam mendidik dan mengasuh anak-anaknya, demikian juga dengan harapan mereka terhadap anak-anaknya yang indah dan baik untuk masa depan mereka, mereka telah menyiapkannya sedemikian rupa.
THE BLIND FAMILY EDUCATING AND NURTURING STRATEGY FOR NORMAL SIGHTED CHILD
( The case study on a Yogyakarta blind damily)
Emmanuel Pandu Harummurti Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta
This research has a goal to know the education strategy of the blind person having normal sighted child. The subject of this research is a blind family working as traditional massager living at Sleman area Yogyakarta having normal sighted child.
This research type is a case study using qualitative method and using interview and observation data collection. The data collection of this research used interview being arranged in four aspects : (1) acceptance, (2) feeling, (3) strategy, and (4) expectation. The data analysis technique used was triangulation concept which was based on human constructing, facts, organization, feeling, motivation, demand, and information enlarging obtained from a person and others.
This research showed that the blind people family parenting had children good acceptance, they tended to accept whatever condition to their future ancestry. This family gratefully accepted their non defect eye children present, relating to the very happy family feeling due to having complete physical condition child, healthy and normal as general humanlike. The blind family had also strategies and tips for their children educating and nurturing, and also had made good preparation for their children future lovely and good expectation.
STRATEGI PENGASUHAN ORANGTUA PENYANDANG TUNANETRA KEPADA ANAKNYA YANG AWAS
(Studi Kasus pada sebuah Keluarga Penyandang Tunanetra di Yogyakarta)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling
Disusun Oleh :
Emmanuel Pandu Harummurti 111114071
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
i
STRATEGI PENGASUHAN ORANGTUA PENYANDANG TUNANETRA KEPADA ANAKNYA YANG AWAS
(Studi Kasus pada sebuah Keluarga Penyandang Tunanetra di Yogyakarta)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Bimbingan dan Konseling
Disusun Oleh :
Emmanuel Pandu Harummurti 111114071
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
iv
MOTTO
Segala sesuatu di dunia ini terjadi
pada waktu yang ditentukan oleh
Allah.
-Pengkotbah 3:1-
Lebih baik penghasilan sedikit disertai kebenaran
daripada penghasilan banyak tanpa keadilan.
-Amsal 16:8-
Around here
however we don’t look backwards for
very long we keep moving forward, opening up new
doors and doing new things, because we curious and
curioscity keeps leading us down new path.
-Walt Disney-
v
PERSEMBAHAN
Puji dan syukur aku panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang selalu
mendengarkan dan mengabulkan doa-doaku, memberikan aku semangat,
kesehatan, dan kesabaran untuk menyelesaikan skripsi ini. Puji Tuhan
akhirnya pada tanggal 24 Januari 2017 aku bisa melalui dan
menyelesaikan skripsiku ini dengan baik. Skripsiku ini, akan aku
persembahkan untuk orang-orang yang sudah membantu, mendukung,
menyemangatiku, dan mendoakanku, yaitu :
Yang tercinta orangtuaku
Yoseph Rahmat Hartoko dan Yusta Rumiah
Yang tercinta Kakek dan Nenekku Hadrianus Wahya Sudibya dan Modesta Sutarinah
Yang terkasih Veronica Desy Irma Rosari
Prodi Bimbingan dan Konseling Sanata Dharma
viii ABSTRAK
STRATEGI PENGASUHAN ORANGTUA PENYANDANG TUNANETRA KEPADA ANAKNYA YANG AWAS
(Studi Kasus pada sebuah Keluarga Penyandang Tunanetra di Yogyakarta)
Emmanuel Pandu Harummurti Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi pengasuhan orangtua penyandang tunanetra yang memiliki anak dengan pengelihatan normal (awas). Subyek penelitian ini adalah sebuah keluarga penyandang tunanetra yang bekerja sebagai tukang pijat tradisional yang berdomisili di daerah Sleman Yogyakarta dan memiliki keturunan (anak) yang berpenglihatan normal.
Jenis penelitian ini adalah penelitian studi kasus dengan metode kualitatif dan dengan alat pengumpulan data wawancara dan observasi. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan wawancara yang disusun berdasarkan 4 aspek pola asuh, yaitu (1) Penerimaan, (2) Perasaan, (3) Strategi, (4) Harapan. Teknik analisis data yang digunakan mengacu pada konsep triangulasi, dengan cara mengkontruksi mengenai orang, kejadian, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, dan memperluas informasi yang diperoleh dari seseorang maupun manusia lain.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pola asuh sebuah keluarga dengan orangtua penyandang tunanetra memiliki sikap penerimaan yang baik terhadap anaknya, mereka cenderung telah siap menerima apapun keadaan keturunannya nanti, keluarga tersebut menerima kehadiran anaknya yang tidak cacat mata dengan penuh rasa syukur, berkaitan dengan perasaan keluarga tersebut sangat gembira dan bahagia sebab fisik anaknya yang lengkap, sehat, dan normal layaknya manusia pada umumnya. Keluarga tunanetra juga memiliki strategi dan kiat –kiat tersendiri dalam mendidik dan mengasuh anak-anaknya, demikian juga dengan harapan mereka terhadap anak-anaknya yang indah dan baik untuk masa depan mereka, mereka telah menyiapkannya sedemikian rupa.
ix
ABSTRACT
THE BLIND FAMILY EDUCATING AND NURTURING STRATEGY FOR NORMAL SIGHTED CHILD
( The Case Study On a Yogyakarta Blind Family)
Emmanuel Pandu Harummurti Sanata Dharma University
Yogyakarta
This research has a goal to know the education strategy of the blind person having normal sighted child. The subject of this research is a blind family working as traditional massager living at Sleman area Yogyakarta having normal sighted child.
This research type is a case study using qualitative method and using interview and observation data collection. The data collection of this research used interview being arranged in four aspects : (1) acceptance, (2) feeling, (3) strategy, and (4) expectation. The data analysis technique used was triangulation concept which was based on human constructing, facts, organization, feeling, motivation, demand, and information enlarging obtained from a person and others.
This research showed that the blind people family parenting had children good acceptance, they tended to accept whatever condition to their future ancestry. This family gratefully accepted their non defect eye children present, relating to the very happy family feeling due to having complete physical condition child, healthy and normal as general humanlike. The blind family had also strategies and tips for their children educating and nurturing, and also had made good preparation for their children future lovely and good expectation.
x
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas anugerah dan kasihNya yang begitu besar sehingga penyusunan skripsi ini berjalan dengan lancar dan terselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun untuk melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.
Penulis mengucapkan terimakasih atas kesempatan, bimbingan, tenaga, dan waktu yang telah diberikan oleh semua pihak dalam memperlancar skripsi ini. Skripsi ini dapat terselesaikan berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung yang telah terlibat dalam proses penyusunan karya tulis ini. Oleh karena itu dalam kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Tuhan Yesus Kristus yang senantiasa memberikan berkat dan kasih-Nya. 2. Bunda Maria dan Santo Yoseph yang telah memberkati setiap doa dan usaha
yang penulis lakukan demi terselesaikannya skripsi ini.
3. Rohandi, Ph.D. sebagai Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
xi
5. Juster Donal Sinaga, M.Pd. sebagai Wakil Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah membantu dalam proses administrasi ujian pendadaran.
6. Drs. Robertus Budi Sarwono, M.A. sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan pendampingan bagi penulis, meluangkan waktu untuk berbagi pengalaman, menuntun penulis dengan penuh kesabaran, dan membantu penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini.
7. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta atas ilmu-ilmu pengetahuan serta pengalaman yang diberikan dalam proses perkuliahan, sehingga memberikan bekal dalam menyelesaikan skripsi ini.
8. A. Priyatmoko sebagai sekretariat Program Studi Bimbingan dan Konseling yang telah mengurus segala keperluan administrasi.
9. Keluarga Subyek teliti yang berkenan menerima dan memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian.
10. Kedua Orangtuaku yang tercinta Yoseph Rahmat Hartoko dan Yusta Rumiah yang tak henti-hentinya memberikan semangat, motivasi, dukungan, dan doa kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi.
xii
12. Veronica Desy Irma Rosari yang terkasih yang selalu membantu, memberikan semangat, dukungan, dan doa kepada penulis selama penulisan skripsi.
13. Para sahabat Sugeng Purnomo, Yohanes Pius, Kaprino Parto, Andreas Ridam, Ign. Hanung, Yosua Drita, Alfian Fauzi yang selalu mengingatkan dan memberikan bantuan moral maupun material sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi.
14. Teman-teman prodi BK angkatan 2011 atas kebersamaan dan dukungan selama proses perkuliahan sampai skripsi ini selesai.
15. Teman-teman Komunitas Motor Box dan teman-teman Independent Bikers Community.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.
Penulis
xiii DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
HALAMAN KEASLIAN KARYA ... vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii
ABSTRAK ... viii
B. Identifikasi Masalah ... 7
C. Fokus Penelitian ... 8
D. Rumusan Masalah ... 9
E. Tujuan Penelitian ... 9
F. Manfaat Penelitian ... 10
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hakekat Strategi Pengasuhan Orangtua 1. Pola Asuh ... 12
F. Kajian Penelitian yang Relevan ... 24
G. Kerangka Pikir ... 27
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 29
B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 31
C. Subyek Penelitian ... 32
D. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data 1. Wawancara ... 33
xiv
E. Keabsahan Data/Validitas Data ... 38
F. Teknik Analisis Data ... 39
BAB IV HASIL PENELITIAN A. Pelaksanaan Penelitian ... 41
B. Deskripsi Data 1. Subyek Ayah ... 42
2. Subyek Ibu ... 42
3. Subyek Anak ... 43
4. Subyek Pendukung (Saudara Subyek) ... 43
5. Latar Belakang Keluarga ... 44
6. Perkembangan Jasmani dan kesehatan ... 45
C. Hasil Penelitian 1. Perasaan Orangtua Penyandang Tunanetra Menerima Kehadiran Anak ... 45
2. Cara atau Strategi untuk Mengasuh Anak dalam Keterbatasan Fisik yang dimiliki oleh Orangtua Penyandang Tunanetra ... 47
3. Cara dan Sikap Orangtua Penyandang Tunanetra dalam Menghadapi Tantangan-tantangan Mengasuh Anak ... 48
4. Harapan Orangtua Penyandang Tunanetra terhadap Anaknya ... 49
D. Pembahasan 1. Penerimaan ... 50
2. Strategi ... 51
3. Hambatan ... 54
4. Harapan ... 56
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 57
B. Saran-saran ... 59
C. Keterbatasan Penelitian ... 60
D. Penutup ... 60
xv
DAFTAR TABEL
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Tabel Observasi ... 64
Lampiran 2 Verbatim Reduksi ... 67
Lampiran 3 Verbatim Tematik ... 88
Lampiran 4 Lembar Persetujuan Menjadi Informan ... 91
1 BAB I PENDAHULUAN
Bab ini memaparkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah dan fokus penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. Masing-masing sub dijabarkan secara padat dan jelas. Berikut merupakan penjabaran dari masing-masing sub bagian.
A. Latar Belakang Masalah
Pepatah kuno mengatakan, mata merupakan jendela hati, melalui mata kita mengintip isi hati seseorang. Lewat mata kita melihat dunia, lewat mata kita membedakan hitam dan putih. Lalu bagaimana bila mata hanya bisa melihat warna hitam saja. Pada dasarnya Tuhan mengaruniakan indra penglihatan kepada manusia sebagai wujud cinta Tuhan kepada manusia. Melalui mata yang dapat melihat seorang manusia dapat melihat, membedakan, memahami bahkan menghayati sesuatu hal. Itulah yang membuat mata manusia sebagai indra penglihatan berbeda dengan mata pada hewan meskipun mereka sama-sama memiliki mata untuk melihat.
mempunyai sisa penglihatan tetapi tidak dapat dipergunakan untuk membaca dan menulis huruf biasa. Tunanetra adalah seseorang yang memiliki hambatan dalam penglihatan atau tidak berfungsinya indera penglihatan.
Sikap masyarakat luas terhadap penyandang tunanetra jauh lebih baik dibandingkan dengan sikap terhadap tunarungu. Kebutaan adalah cacat yang dapat dilihat dengan jelas oleh semua orang yang dapat melihat. Negara mungkin memberikan kemudahan-kemudahan tertentu pada mereka . Misalnya, diberi potongan khusus terhadap pajak pendapatan dan kekayaan mereka. Orang tunanetra pada umumnya menimbulkan simpati pada orang lain tetapi mungkin simpati tersebut disesalkan oleh tunanetra itu sendiri dan tak jarang berimbas pada keluarga atau orang terdekatnya.
tercatat sebagai berikut; Tunanetra 1.749.981 jiwa, Tunarungu/wicara 602.784 jiwa, Tunadaksa 1.652.741 jiwa, Tunagrahita 777.761 jiwa.
Dengan melihat kenyataan seperti di atas maka dapat dikatakan penyandang tunanetra di Indonesia cukup banyak, bahkan bila dikaji kembali penyandang tunanetra adalah yang terbanyak apabila dibandingkan dengan penyandang disabilitas lain. Melihat fakta ini bisa saja dimungkinkan segelintir kecil keluarga memiliki sanak saudara yang menyandang tunanetra, bahkan tidak menutup kemungkinan seorang penyandang tunanetrapun membangun kehidupan berumah tangga dan memiliki seorang anak. Tidak menutup kemungkinan juga anak yang lahir dari pasangan tunanetra itu tidak mengalami kebutaan dalam artian normal namun, tidak menutup kemungkinan juga anak yang dilahirkan tersebut juga lahir sebagai penyandang tunanetra.
merupakan totalitas psikis pada masa anak-anak dan remaja (tahap perkembangan).
Keluarga merupakan tempat pertama dimana seorang anak tumbuh dan berkembang, dalam masa pertumbuhan dan tahap perkembangannya itu anak haruslah didamping secara maksimal oleh kedua orangtuanya supaya tumbuh menjadi pribadi yang memiliki hakekat pribadi, dengan kata lain memiliki konsep diri yang utuh. (Carl Roger, 1945) Anak mempunyai arti penting bagi orangtua, dapat dikatakan anak adalah aset bagi keluarga. Anak berkepribadian tangguh, mandiri, bertanggung jawab dan berbudi pekerti luhur merupakan dambaan setiap orangtua. Sikap-sikap tersebut dapat terbentuk melalui bagaimana orangtua mendidik anak. Pola asuh yang tepat akan menumbuhkan anak yang berkepribadian baik.
berperan dalam meletakkan dasar-dasar perilaku anak. Sikap, perilaku, dan kebiasaan orangtua akan senantiasa dilihat, diamati, dan ditiru oleh anak yang secara sadar atau tidak akan diresapi dan menjadi kebiasaan bagi anak. Pola perilaku tersebut terbentuk karena anak pertama kali mengidentifikasikan diri pada orangtuanya sebelum mengadakan identifikasi dengan orang lain.
Setiap orangtua menyayangi anaknya, akan tetapi manifestasi dari rasa sayang itu berbeda-beda antara satu orangtua dengan orangtua lainnya. Perbedaan tersebut akan nampak dalam pola asuh yang diterapkan oleh orangtua kepada anak. Faktor lain yang mempengaruhi gaya pengasuhan orangtua selain perbedaan manifestasi rasa sayang dapat dibagi menjadi dua faktor yakni faktor dari dalam diri orangtua dan faktor dari luar diri orangtua. Faktor dari luar diri orangtua antara lain kesibukan orangtua, latar belakang pendidikan orangtua, jenis kelamin anak, serta budaya dan tradisi keluarga. Faktor dari dalam orangtua antara lain kesehatan jasmani dan mental orangtua, serta sifat dan pembawaan orang tua. Kesehatan jasmani dan rohani orangtua juga dapat menjadi faktor yang mempengaruhi pola asuh yang diterapkan orangtua kepada anak. Orang tua yang sehat secara mental dan spiritual dapat mengasuh anak dengan penuh rasa cinta kasih dan rasa “memiliki” terhadap anak, sehingga anak merasa nyaman berada di dekat
Berbeda dengan orangtua yang memiliki kekurangan secara fisik atau jasmani, misalnya pada orangtua yang memiliki kelumpuhan pada bagian tubuhnya, yakni pada bagian tangan tidak dapat dengan leluasa menggendong anaknya seperti anak-anak lain digendong oleh orangtuanya. Aktivitas menggendong anak, meskipun terlihat remeh namun sangat berarti dalam menjalin kedekatan hubungan antara orangtua dan anak. Anak yang tidak pernah digendong akan merasa kecewa bahwasanya dia tidak dapat seperti teman-temannya, walaupun lambat laun anak akan terbiasa dengan kondisi tersebut. Sama halnya dengan orangtua yang mempunyai kekurangan fisik seperti tidak dapat melihat atau disebut dengan tunanetra. Orangtua dengan kekurangan seperti ini mempunyai pola asuh yang berbeda dengan orangtua pada umumnya yang tidak memiliki kekurangan.
kepada anak sekaligus menanamkan nilai-nilai kehidupan yang akan tercermin dalam pola asuh yang diterapkan orangtua kepada anak.
Fokus penelitian ini adalah strategi pengasuhan orangtua penyandang tunanetra terhadap anaknya yang sedang dalam masa pertumbuhan anak (usia Sekolah Dasar). Bagaimana seorang penyandang tunanetra memandang pentingnya pola asuh terhadap anak dan bagaimana seorang tunanetra mengasuh anaknya dalam kehidupan nyata di masyarakat dengan kekurangannya tersebut di tengah-tengah jaman yang semakin berkembang ini.
B. Identifikasi Masalah
Berangkat dari latar belakang masalah di atas terkait dengan pola asuh orangtua yang menyandang tunanetra, hal tersebut dapat diidentifikasikan dalam masalah sebagai berikut :
1. Orangtua penyandang tuna netra tidak memberikan dukungan yang maksimal kepada anaknya yang awas.
2. Orangtua penyandang tuna akan sulit menjadi seorang pembela kepentingan anak sebab membela kepentingan dan hak-haknya sendiripun masih sulit.
3. Orangtua penyandang cacat tuna netra menemui hambatan dan tantangan dalam mengembangkan berbagai aspek kehidupan khususnya aspek perkembangan panca indra.
mengamati dan mengontrol apa yang dilakukan anaknya. Dengan adanya pengawasan orang tua, maka diharapkan anak mempunyai tingkah laku dan kebiasaan yang baik. Menjadi sebuah masalah bila, peran pengawasan dan kontrol itu dilakukan oleh orang dengan keterbatasan hingga ketidak mampuan melihat melalui indra penglihatan.
5. Menjadi orangtua tidak hanya melulu soal keluarga tetapi juga menjadi bagian dari kehidupan bermasyarakat, dalam kehidupan bermasyarakatpun orangtua memiliki peranan yang penting bagi perkembangan anak dalam rangka mengasuh dan memelihara anaknya tersebut. Tanggungjawab orangtua dalam hal ini ialahuntukmendidik, mengasuh dan membimbing anak anaknyauntukmencapaitahapantertentu yang menghantarkan anak untuk siap dalam kehidupanbermasyarakat tidak terkecuali orangtua yang menyandang tunanetra yang notabene kehidupan bermasyarakatnyapun belum tercapai secara maksimal atau bahkan tidak jarang “disingkirkan”
dalam masyarakat karena dianggap tidak mampu.
C. Fokus Penelitian
D. Rumusan Masalah
Melihat latar belakang dan hasil identifikasi masalah diatas peneliti merumuskan masalah yang akan dikaji lebih dalam lagi. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu:
1. Bagaimana perasaan orangtua penyandang tuna netra menerima kehadiran anak?
2. Bagaimanakah cara-cara atau strategi untuk mengasuh anak dalam keterbatasan fisik yang dimiliki oleh orangtua penyandang tuna netra? 3. Bagaimana cara dan sikap orangtua penyandang tuna netra dalam
menghadapi tantangan-tantangan mengasuh anak?
4. Bagaimana harapan orangtua penyandang tuna netra terhadap anaknya?
E. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan peneliti melakukan penelitian ini yaitu:
1. Mengetahui perasaan keluarga tunanetra dalam menerima kehadiran anak di dalam keluarga mereka.
2. Mendeskripsikan strategi pola asuh anak pada keluarga dengan orangtua penyandang tunanetra.
3. Cara dan sikap orangtua penyandang tunanetra dalam menghadapi tantangan-tantangan mengasuh anak.
F. Manfaat Penelitian
Dengan adanya penelitian ini, peneliti berharap muncul manfaat sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan terhadap pengembangan ilmu pengetahuan mengenai pola asuh (parenting style) orangtua atau keluarga tunanetra kepada anaknya.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi para dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Hasil penelitian ini dapat menjadi tolok ukur yang dapat digunakan oleh program studi untuk melihat mendalami dan, mengkaji seperti apa dan bagaimanakah pola asuh orangtua yang menyandang tunanetra dalam mengasuh anaknya. b. Bagi orangtua. Penelitian ini dapat digunakan untuk meningkatkan
kesadaran dan memahami pentingnya membangun pola asuh yang baik, benar, tepat dan efisien dalam rangka mendidik anak di dalam keluarga int, baik keluarga yang memiliki kekurangan secara fisik dan atau mental.
12 BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Bab ini berisikan mengenai kajian-kajian teori yang mendukung penelitian yang dilakukan oleh peneliti yakni tentang pola asuh (parenting style). Teori-teori yang dipaparkan dan dijabarkan merupakan teori yang telah dikemukakan oleh para ahli sebelumnya, dan pada bab ini peneliti menggunakannya untuk pondasi dasar untuk melandasi setiap gagasan dan argumen yang muncul dari peneliti selama penelitian skripsi ini berjalan sampai jadi dan dapat dipertanggungjawabkan.
A. Hakikat Strategi Pengasuhan Orangtua
1. Pola asuh
Pola asuh pada dasarnya merupakan keseluruhan cara perlakuan orangtua yang diterapkan pada anak. Pengasuhan anak menunjuk pada pendidikan umum yang diterapkan terhadap anak, berupa proses interaksi antara orangtua (pengasuh) dengan anak (yang diasuh). Interaksi tersebut mencakup perawatan seperti mencukupi kebutuhan makan, mendorong keberhasilan dan melindungi, maupun sosialisasi yaitu mengajarkan tingkah laku umum yang diterima oleh masyarakat (Wahyuning, 2003 : 126).
perilaku mana yang baik dan yang buruk serta mendorongnya untuk berperilaku sesuai standar masyarakat (Hurlock, 1999:82). Setiap orangtua memiliki sikap dan perilaku yang berbeda satu sama lain dalam menghadapi anak-anak mereka. Sikap tersebut akan tergambar dalam bentuk pola asuh yang diterapkan oleh orangtua. Bronfenbrenner dan Melvin Kohn (dalam Ihromi, 2004:48) mengkategorikan pola pengasuhan atau pola sosialisasi ke dalam dua bentuk, yakni pola asuh yang berorientasi pada ketaatan yang disebut dengan pola pengasuhan cara represif (repressive socialization), dan pola pengasuhan yang berorientasi pada dilakukannya partisipasi (participatory socialization).
2. Tipe Pola Asuh
Pola asuh represif menitik beratkan pada hukuman terhadap perilaku yang salah, dan pola asuh partisipatori memberikan imbalan untuk perilaku yang baik. Pola asuh represif berpusat pada orangtua karena anak harus memperhatikan keinginan orangtua, sedangkan pola sosialisasi partisipatori lebih berpusat pada anak karena orangtua memperhatikan keinginan anak. Berbagai cara orangtua dalam menerapkan pola asuh terhadap anak akan menghasilkan berbagai karakteristik perilaku anak.
dirasakan oleh anak dari segi negatif maupun positif. Menurut Baumrind (1967) ada empat macam tipe pola asuh orangtua, antara lain pola asuh demokratis, pola asuh otoriter, pola asuh permisif, dan pola asuh penelantar.
Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu-ragu mengendalikan mereka. Orang tua dengan pola asuh ini bersikap rasional, selalu mendasari tindakannya pada rasio atau pemikiran-pemikiran. Orang tua tipe ini juga bersikap realistis terhadap kemampuan anak, tidak berharap yang berlebihan yang melampaui kemampuan anak. Orang tua tipe ini juga memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih dan melakukan suatu tindakan, dan pendekatannya kepada anak bersifat hangat.
Pola asuh otoriter adalah pola asuh yang cenderung menetapkan standar yang mutlak harus dituruti, biasanya dibarengi dengan ancaman-ancaman. Misalnya kalau tidak mau makan tidak akan diberi uang saku. Orangtua tipe ini juga cenderung memaksa, memerintah, dan menghukum. Apabila anak tidak mau melakukan apa yang dikatakan orangtua, maka orang tua tipe ini tidak segan menghukum anak. Orangtua tipe ini tidak mengenal kompromi dan dalam komunikasi biasanya bersifat satu arah. Orang tua tipe ini tidak memerlukan umpan balik dari anaknya untuk mengerti mengenai anaknya.
melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang cukup darinya. Mereka cenderung tidak menegur atau memperingatkan anak apabila anak sedang dalam bahaya, dan sangat sedikit bimbingan yang diberikan oleh mereka. Namun orang tua tipe ini biasanya bersifat hangat, sehingga seringkali disukai oleh anak.
Pola asuh tipe penelantar. Orang tua tipe ini pada umumnya memberikan waktu dan biaya yang sangat minim pada anak-anaknya. Waktu mereka banyak digunakan untuk keperluan pribadi mereka, seperti bekerja, dan juga kadangkala biayapun dihemat-hemat untuk anak mereka. Termasuk dalam tipe ini adalah perilaku penelantar secara fisik dan psikis pada ibu yang depresi. Ibu yang depresi pada umumnya tidak mampu memberikan perhatian fisik maupun psikis pada anak-anaknya.
impulsive, agresif, kurang bertanggung jawab, tidak mau mengalah, penghargaan diri (self esteem) yang rendah, sering bolos, dan bermasalah dengan teman.
B. Hakekat Tunanetra
Pengertian tunanetra menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah tidak dapat melihat (KBBI, 1989:971). Pada umumnya orang mengira bahwa tunanetra identik dengan buta, padahal tidaklah demikian karena tunanetra dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa kategori. Anak yang mengalami gangguan penglihatan dapat didefinisikan sebagai anak yang rusak penglihatannya yang walaupun dibantu dengan perbaikan, masih mempunyai pengaruh yang merugikan bagi anak yang yang bersangkutan (Scholl, 1986:29). Pengertian ini mencakup anak yang masih memiliki sisa penglihatan dan yang buta.
membedakan antara terang dan gelap. Orang dengan kondisi penglihatan seperti ini kita katakan sebagai ”buta total”.Orang tunanetra yang masih
memiliki sisa penglihatan yang fungsional seperti ini kita sebut sebagai orang ”kurang awas” atau lebih dikenal dengan sebutan ”Low vision”.
Tunanetra dapat dipahami sebagai sebutan bagi subjek atau orang yang menyandang tunanetra. Kondisi atau masalah yang berkaitan dengan tunanetra dan ketunanetraan dari berbagai segi mengakibatkan terjadinya berbagai pengertian tunanetra. Secara umum berbagai pengertian yang ada memiliki kesamaan (Hadi, 2005). Secara harfiah, kata tunanetra terdiri dari kata tuna dan netra. Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan kata tuna mempunyai arti tidak memiliki, tidak punya, luka atau rusak. Netra berarti penglihatan. Tunanetra mempunyai arti tidak memiliki atau rusak penglihatannya. Secara etimologis kata tunanetra berarti luka, rusak, kurang atau tidak memiliki. Netra berarti mata atau penglihatan. Tunanetra berarti kondisi luka atau rusaknya mata sehingga mengakibatkan kurang atau tidak memiliki kemampuan penglihatan. Frans Harsanan dalam buku karya Rudiyati (2002) menyebutkan bahwa tunanetra ialah suatu kondisi dari indera penglihatan atau mata yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
Kondisi itu disebabkan oleh kerusakan pada mata, syaraf optik, dan atau bagian otak yang mengolah stimulus visual. Menurut Noah Webster (1953: 287) dalam Webster Dictionary yang dikutip oleh Rudiyati (2002: 4), istilah buta “blind” diartikan “destitute of the sense of sight either by natural defect
being blind”. Artinya bahwa buta adalah kekurangan pada indera penglihat,
baik kodrati maupun karena kehilangan, sedangkan kebutaan adalah keadaan atau tingkat buta. Ketunanetraan yang dihadapi oleh seseorang menyebabkan terjadinya keterbatasan dalam bersikap dan berperilaku terhadap lingkungan sekitarnya. Keterbatasan tersebut menjadikan kendala bagi penyandang tunanetra untuk dapat beraktifitas sesuai dengan harapan individu tunanetra maupun harapan masyarakat umum. Perilaku penyandang cacat tunanetra pada mulanya merupakan ciri khas secara individu, namun pada perkembangannya menunjukkan hampir semua penyandang tunanetra pada golongan yang sama relatif memiliki karakteristik yang sama (Hadi, 2005:48).
C. Hakekat Orangtua
Orangtua dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan “orangtua artinya ayah dan ibu“ (Poerwadarmita, 1987: 688). Banyak para ahli yang mengemukakan pendapatnya tentang pengertian orang tua, yaitu menurut Miami yang dikutip oleh Kartini Kartono, dikemukakan “orangtua adalah pria dan wanita yang terikat dalam perkawinan dan siap sedia untuk memikul tanggung jawab sebagai ayah dan ibu dari anak-anak yang dilahirkannya.“ (Kartono, 1982 : 27).
orang yang berumah tangga akan diberikan amanah yang harus dilaksanakan dengan baik dan benar, amanah tersebut adalah mengurus serta membina anak-anak mereka, baik dari segi jasmani maupun rohani. Karena orang tualah yang menjadi pendidik pertama dan utama bagi anak-anaknya.
Singgih D Gunarsa dalam bukunya psikologi untuk keluarga mengatakan, “Orang tua adalah dua individu yang berbeda memasuki hidup
bersama dengan membawa pandangan, pendapat dan kebiasaan- kebiasaan sehari-hari“ (Gunarsa, 1976 : 27). Dalam hidup berumah tanggga tentunya ada perbedaan antara suami dan istri, perbedaan dari pola pikir, perbedaan dari gaya dan kebiasaan, perbedaan dari sifat dan tabiat, perbedaan dari tingkatan ekonomi dan pendidikan, serta banyak lagi perbedaan-perbedaan lainya. Perbedaan-perbedaan inilah yang dapat mempengaruhi gaya hidup anak-anaknya, sehingga akan memberikan warna tersendiri dalam keluarga. Perpaduan dari kedua perbedaan yang terdapat pada kedua orang tua ini akan mempengaruhi kepada anak-anak yang dilahirkan dalam keluarga tersebut. Pendapat yang dikemukakan oleh Nasution (1986) adalah “orangtua adalah setiap orang yang bertanggung jawab dalam suatu keluarga atau tugas rumah tangga yang dalam kehidupan sehari-hari disebut sebagai bapak dan ibu”.
orang tua memiliki tanggung jawab dalam membentuk serta membina ank-anaknya baik dari segi psikologis maupun pisiologis. Kedua orang tua dituntut untuk dapat mengarahkan dan mendidik anaknya agar dapat menjadi generasi-generasi yang sesuai dengan tujuan hidup manusia.
D. Hakekat Anak
Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Masa anak merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang dimulai dari bayi (0-1 tahun) usia bermain/oddler (1-2,5 tahun), pra sekolah (2,5-5), usia sekolah (5-11 tahun) hingga remaja (11-18 tahun). Rentang ini berada antara anak satu dengan yang lain mengingat latar belakang anak berbeda. Pada anak terdapat rentang perubahan pertumbuhan dan perkembangan yaitu rentang cepat dan lambat.
Bahwa pola koping pada anak juga sudah terbentuk mulai bayi, hal ini dapat kita lihat pada saat bayi anak menangis.Salah satu pola koping yang dimiliki anak adalah menangis seperti bagaimana anak lapar, tidak sesuai dengan keinginannya, dan lain sebagainya. Kemudian perilaku sosial pada anak juga mengalami perkembangan yang terbentuk mulai bayi. Pada masa bayi perilaku sosial pada anak sudah dapat dilihat seperti bagaimana anak mau diajak orang lain, dengan orang banyak dengan menunjukkan keceriaan. Hal tersebut sudah mulai menunjukkan terbentuknya perilaku social yang seiring dengan perkembangan usia. Perubahan perilaku social juga dapat berubah sesuai dengan lingkungan yang ada, seperti bagaimana anak sudah mau bermain dengan kelompoknya yaitu anak-anak (Hidayat, 2005).
Anak adalah penerus bangsa yang dasar-dasarnya telah diletakkan oleh generasi sebelumnya. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.23 tahun 2002 tentang perlindungan anak menyebutkan anak adalah seseorang yang berusia 18 tahun. Termasuk di dalamnya anak yang masih dalam kandungan (Supeno, 2010: 40).
E. Teori Harapan
Teori harapan kadang disebut teori ekspektasi atau expectacy theory of
motivation dikemukakan oleh Victor Vroom pada tahun 1964. Vroom lebih
menekankan pada faktor hasil (outcomes), ketimbang kebutuhan (needs) seperti yang dikemukakan oleh Maslow and Herzberg. Teori ini menyatakan bahwa intensitas kecenderungan untuk melakukan dengan cara tertentu tergantung pada intensitas harapan bahwa kinerja akan diikuti dengan hasil yang pasti dan pada daya tarik dari hasil kepada individu.
Koontz (1990) mengemukakan bahwa orang-orang akan termotivasi untuk melakukan hal-hal tertentu guna mencapai tujuan apabila mereka yakin bahwa tindakan mereka akan mengarah pada pencapaian tujuan. Sehubungan dengan tingkat ekspektasi seseorang, Craig C. Pinder (1948) dalam bukunya Work Motivation berpendapat bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat harapan atau ekspektasi seseorang yaitu:
a. Harga diri.
b. Keberhasilan waktu melaksanakan tugas.
c. Bantuan yang dicapai dari seorang supervisor dan pihak bawahan. d. Informasi yang diperlukan untuk melaksanakan suatu tugas. e. Bahan-bahan baik dan peralatan baik untuk bekerja.
penghargaan (instrumentality). Singkatnya, valence adalah signifikansi yang dikaitkan oleh individu tentang hasil yang diharapkan. Ini adalah kepuasan yang diharapkan dan tidak aktual bahwa seorang karyawan mengharapkan untuk menerima setelah mencapai tujuan.
Harapan adalah keyakinan bahwa upaya yang lebih baik akan menghasilkan kinerja yang lebih baik. Harapan dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti kepemilikan keterampilan yang sesuai untuk melakukan pekerjaan, ketersediaan sumber daya yang tepat, ketersediaan informasi penting dan mendapatkan dukungan yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan.
F. Kajian Penelitian yang Relevan
pertama yang tidak merasakan perasaan terguncang, dan tidak percaya, namun merasakan perasaan tidak siap.
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya penerimaan diri tersebut diantaranya adalah,adanya pemahaman tentang diri sendiri yang baik, adanya hal-hal realistik yang terpikirkan, tidak adanya hambatan dalam lingkungan, sikap anggota keluarga yang menyenangkan, tidak adanya gangguan emosional yang berat, pengaruh keberhasilan yang dialami, identifikasi dengan orang yang memiliki penerimaan diri yang baik, pola asuh dimasa kecil yang baik.
Penelitian lain yang dilakukan terkait dengan orangtua yang tunanetra adalah jurnal penelitian milik Rahmawati (2012) seorang mahasiswi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta. Penelitian ini berupa jurnal yang sama-sama membahas mengenai persoalan pola asuh orangtua yang menyandang tunanetra terhadap anaknya. Teknik sampling menggunakan teknik purposive sampling. Proses pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Pemeriksaan keabsahan data menggunakan teknik triangulasi sumber. Teknik dalam analisis data adalah pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.
Upaya untuk mengatasi hambatan yang dialami oleh orangtua penyandang cacat tunanetra yaitu: menjalin hubungan baik dengan tetangga dan lingkungan sekitar, menggunakan peran pihak ketiga, dan mengoptimalkan sumber daya manusia yang ada dalam keluarga.
Kedua penelitian diatas memang sama-sama mengangkat permasalahan tentang orangtua, anak, dan tunanetra. Melihat kembali ke paragraf sebelumnya pada penelitian pertama subyek yang diteliti ialah orangtua terkhusus ibu tanpa cacat mata yang memiliki anak cacat mata atau buta (tunanetra), penelitian kedua meneliti orang tua cacat mata atau tunanetra yang juga sama-sama memiliki anak dalam kasus ini peneliti kedua meneliti tentang pola asuh yang dipakai orangtua tersebut. Apabila menilik dari kedua penelitian yang relevan diatas tadi penelitian kedua memang terdengar sangat identik dengan penelitian yang peneliti lakukan dalam penulisan skripsi ini. Namun, apabila dikaji lebih mendalam penelitian yang penulis tulis ini sebenarnya memiliki perbedaan dan keistimewaan dibandingkan dengan dua penelitian diatas salah satunya ialah penelitian ini tidak tebatas sebagai sebuah jurnal melainkan sebagai sebuah skripsi yang dipakai penulis untuk memenuhi tugas akhir dan sebagai syarat mendapatkan gelar sarjana (S1).
G. Kerangka Pikir
ORANGTUA TUNANETRA
ANAK AWAS (normal/tidak tunanetra)
STRATEGI PENGASUHAN TANTANGAN CARA-CARA
PENERIMAAN
STRATEGI PENGASUHAN
29 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis. Proses dan makna (perspektif subyek) lebih ditonjolkan dalam penelitian kualitatif. Landasan teori dimanfaatkan sebagai pemandu agar fokus penelitian sesuai dengan fakta di lapangan. Selain itu landasan teori juga bermanfaat untuk memberikan gambaran umum tentang latar penelitian dan sebagai bahan pembahasan hasil penelitian. Terdapat perbedaan mendasar antara peran landasan teori dalam penelitian kuantitatif dengan penelitian kualitatif.
Dalam penelitian kuantitatif, penelitian berangkat dari teori menuju data, dan berakhir pada penerimaan atau penolakan terhadap teori yang digunakan; sedangkan dalam penelitian kualitatif peneliti bertolak dari data, memanfaatkan teori yang ada sebagai bahan penjelas, dan berakhir dengan suatu “teori”.
pendapat dan perasaan tentang gagasan atau topik yang dibahas dan untuk menentukan derajat kesepakatan yang ada dalam grup.
Kualitas hasil temuan dari penelitian kualitatif secara langsung tergantung pada kemampuan, pengalaman dan kepekaan dari interviewer atau moderator group. Jenis penelitian yang sering kurang dilakukan dari survei karena mahal dan sangat efektif dalam memperoleh informasi tentang kebutuhan komunikasi dan tanggapan dan pandangan tentang komunikasi tertentu. Dalam hal ini sering metode pilihan dalam kasus di mana pengukuran atau survei kuantitatif tidak diperlukan.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat dan waktu penelitian tidak ditentukan secara kaku. Namun penelitian akan sering dilakukan di lingkungan sekitar tempat tinggal atau domisili subyek saat subyek melakukan pekerjaan, maupun melakukan kegiatan kesehariannya yang tentu saja berkaitan dengan kepentingan penelitian. Apabila dirasa kurang peneliti juga akan melakukan penelitian dengan datang ke rumah subyek dengan catatan apabila peneliti mendapatkan izin dari subyek sebelumnya. Peneliti merencanakan tempat dan waktu penelitian pada bulan November tahun 2015.
Tabel 1
Tempat dan Waktu Penelitian Bulan November 2015
No. Tanggal Pertemuan Keterangan Tempat 1. 20 Desember 2015 Konfirmasi dengan
subyek
Rumah Subyek 2. 26 Desember-25
Januari 2016
Observasi dan penelitian terhadap subyek
dilakukan
Menyesuaikan (fleksibel)
3. 26-30 Januari 2016 Melengkapi data yang dirasa kurang dan memulai melakukan analisa penelitian
Menyesuaikan (fleksibel)
C. Subyek Penelitian
Penelitian kualitatif tidak menekankan upaya generalisasi melalui perolehan subyek secara acak seperti pada penelitian kuantitatif. Penelitian kualitatif berupaya memahami konteks dan sudut pandang secara lebih mendalam.
Sarantokos (Poerwandari, 2005) menjelaskan prosedur penentuan subyek, yaitu sebagai berikut:
1. Tidak mengambil subyek dalam jumlah yang besar, tetapi melihat kasus perkasus yang memiliki kekhususan tipe dengan masalah penelitian. 2. Sejak awal penelitian tidak ditentukan secara kaku, baik jumlah maupun
karakteristik subyek tetapi berkembang mengikuti pemahaman konseptual selama penelitian.
3. Mencari kecocokan konteks, bukan pada keterwakilan (dalam arti jumlah/peristiwa acak).
Dalam penelitian ini nama subyek disamarkan bila subyek tidak ingin namanya dicantumkan. Tetapi, bagi subyek yang tidak keberatan namanya dicantumkan, peneliti akan mencantumkan namanya.
Subyek penelitian adalah pasangan suami istri tunanetra yang memiliki anak (kandung) yang awas (dapat melihat/non-tunanetra). Peneliti telah menentukan kriteria subyek teliti sebagai berikut:
1. Pasangan suami istri (pasutri), usia ±35-45 tahun (penyandang tunanetra) 2. Memiliki anak kandung usia Sekolah Dasar, usia ± 7-13 tahun. (normal
D. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data
1. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan pertanyaan atas pertanyaan itu. Maksud mengadakan wawancara itu ditegaskan dalam Lincoln & Guba (Moleong 2007 : 186) mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, dan memperluas informasi yang diperoleh dari orang lain baik manusia maupun manusia (triangulasi).
Aspek Pertanyaan untuk
Subyek Pertanyaan untuk Significant Others Pertanyaan untuk Anak
2. Observasi
Observasi adalah salah satu cara mengumpulkan data dengan mengamati perilaku subyek secara langsung. Melalui observasi peneliti belajar tentang perilaku, dan makna dari perilaku tersebut, Marshal (Sugiyono 2010 : 310). Peneliti melakukan observasi saat pertama kali datang ke lokasi dan selama proses penelitian dan penggalian data yang dilakukan bersama subyek dimana dilaksanakan penelitian.
Tabel 3
Contoh Lembar Observasi
Hari :
Tanggal :
Waktu :
Aspek Deskripsi
adanya. Penggunaan alat diatas diberikan atas dasar kesepakatan peneliti dan subyek. Perlu diingat bahwa alat perekam suara dan kamera bukan merupakan alat penelitian melainkan alat bantu penelitian yang digunakan untuk mendukung pengisian lembar observasi.
E. Keabsahan Data / Validitas Data
Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Teknik triangulasi yang paling banyak digunakan ialah pemeriksaan sumber lainnya. Pada penelitian ini teknik triangulasi yang digunakan ialah teknik triangulasi sumber, triangulasi sumber berarti membandingkan dengan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif Patton (Moleong 2007 : 330).
F. Teknik Analisis Data
Peneliti melakukan analisis data melalui dua teknik dari instrument pengumpulan data yang berbeda. Kedua teknik yang peneliti maksudkan adalah wawancara subyek, wawancara significant others, dan observasi. Teknik pertama adalah wawancara, hasil wawancara yang diperoleh peneliti kemudian dibuat verbatim.
Verbatim adalah percakapan wawancara yang dituliskan hitam diatas putih mengenai jawaban dari setiap pertanyaan yang diajukan pada saat proses wawancara. Verbatim ini didapat dengan mendengarkan kembali percakapan wawancara yang direkam dengan alat perekam seperti disebutkan diatas tadi. Kemudian setelah semua percakapan selama wawancara tersebut ditulis peneliti melakukan reduksi, tujuan reduksi adalah menghilangkan jawaban atau perkataan yang muncul selama wawancara namun tidak ada kaitannya sama sekali dengan penelitian.
BABBIV
HASILBPENELITIAN
Pada bab ini peneliti membahas mengenai pelaksanaan penelitian.
Hasil penelitian berupa analisis data berbagai sumber. Proses trianggulasi data
berupa data dari satu respoden. Pada bab ini, peneliti juga mendiskripsikan
validitas data penelitian.
A. PelaksanaanBPenelitian
Bagian ini mendeskripsikan tentang subyek dan lokasi terutama yang
berkenaan atau yang terkait dengan topik penelitian. Deskripsi ini bermaksud
menginformasikan tentang subyek dan lokasi penelitian secara umum, dan
data atau peristiwa penting yang erat hubungannya dengan topik peneliti.
Penelitian dilakukan pada keluarga penyandang cacat tuna netra dengan
kualifikasi memiliki anak normal (tanpa cacat). Peneliti mengambil subyek
sebuah keluarga tunanetra yang berprofesi sebagai tukang pijat dengan tiga
orang anak yang normal penglihatannya (awas) di daerah Sleman,
Yogyakarta. Lokasi penelitian terletak ± 4 KM arah selatan dari pusat Kota
Sleman. Peneliti hendak meneliti mengenai bagaimana pola asuh orangtua
penyandang tunanetra terhadap anak-anaknya yang memiliki penglihatan
normal. Peneliti memulai penelitian dari tanggal 20 Desember 2015 sampai
dengan 31 Januari 2016. Pelaksanaan penelitian berjalan dengan baik dan
lancar, dan tanpa kendala suatu apapun.
42
B. DeskripsiBData
1. SubyekBAyah
Dibawah ini adalah diskripsi subyek dari hasil pendataan peneliti :
Nama : NT (nama inisial)
Tempat tanggal lahir : Sleman, 28 Juli 1979
Asal : Sleman, Yogyakarta
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 36 Tahun
Agama : Islam
Pendidikan Formal Terakhir : SD
Pendidikan Informal : Panti Sosial Bina Netra
Pekerjaan : Tukang pijat
2. SubyekBIbu
Dibawah ini adalah diskripsi subyek dari hasil pendataan peneliti :
Nama : S (nama inisial)
Tempat tanggal lahir : KP, 26 Desember 1984
Asal : Kulon Progo, Yogyakarta
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 32 Tahun
Agama : Islam
Pendidikan Formal Terakhir :
-Pendidikan Informal : Panti Sosial Bina Netra
3. SubyekBAnak
Dibawah ini adalah diskripsi subyek dari hasil pendataan peneliti :
Nama : SNA (nama inisial)
Tempat tanggal lahir : Sleman, 27 Maret 2005
Asal : Sleman, Yogyakarta
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 11 Tahun
Agama : Islam
Pendidikan Formal Terakhir : TK
Pekerjaan : Siswi kelas 5 SD
4. SubyekBPendukungB(SaudaraBSubyek)
Dibawah ini adalah diskripsi subyek dari hasil pendataan peneliti :
Nama : AG (nama inisial)
Tempat tanggal lahir : Sleman, 6 Agustus 1983
Asal : Sleman
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 33 Tahun
Agama : Islam
Pendidikan formal Terakhir : SMP
44
B5.BLatarBBelakangBKeluarga
Keluarga NT adalah keluarga sederhana yang bertempat tinggal di
Desa Gabahan, Padukuhan Warak, Kelurahan Mlati, Kecamatan Sleman,
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Keluarga ini terdiri dari satu orang
kepala keluarga, satu ibu rumah tangga dan, tiga orang anak. Bapak NT
sebagai kepala keluarga adalah seorang penyandang tunanetra begitupula
dengan ibu S, dengan demikian bisa dikatakan keluarga tersebut adalah
keluarga tunanetra.
Anak mereka yang sulungpun bisa dikatakan sebagai penyandang
low vision sebab mata sebelah kirinya sudah tidak berfungsi sedangkan
penglihatan mata sebelah kanannya kurang optimal (rabun). Dia masih
duduk dibangku Sekolah Menengah Pertama kelas 2. Anak mereka yang
kedua masih duduk di bangku Sekolah Dasar kelas 5, anak ini termasuk
memiliki penglihatan yang sehat dan normal, kemudian anak mereka
yang bungsu masih berada diusia balita namun juga memiliki
kekurangan dalam penglihatannya akan tetapi sedang dalam masa
pengobatan.
Menjalani profesi sebagai tukang pijit tunanetra adalah cara
keluarga ini menggerakkan roda perekonomiannya, meskipun terlihat
seperti pekerjaan yang sepele namun melalui hal ini keluarga bapak NT
dapat mensekolahkan anaknya dan melanjutkan pengobatan anaknya
6.BPerkembanganBJasmaniBdanBKesehatan
Awalnya bapak NT bukan penyandang tunanetra atau bisa dikatakan
bukan cacat lahir, kebutaan matanya adalaha akibat dari gen yang
diturunkan oleh ayahnya yang juga mengalami hal yang serupa. Ayahnya
yang seorang tunanetra akibat glukoma membawa bibit glukoma yang
bersarang didalam gen yang diturunkan langsung kepada bapak NT,
namun berbeda dengan bapak NT ibu S adalah penyandang tunanetra dari
lahir, menurut kepercayaan orang kuno ada mitos kebutaannya diakibatkan
karena ketika ibu dari ibu S ini mengandung dirinya ayah ibu S
menyembelih kambing tetapi secara tidak sengaja melukai mata kambing
tersebut sehingga pengaruh tersebut turun kepada anaknya. Kemudian
keturunan dari bapak NT dan ibu S ada 3 orang anak pertama membawa
bibit glukoma akibatnya matanyapun terserang penyakit tersebut, anak
yang kedua berpenglihatan normal, sedangkan anak ketika mereka juga
membawa bibit tersebut akan tetapi sudah sedini mungkin diobati secara
rutin bahkan sudah sempat operasi satu kali.
C.BHasilBPenelitian
1. Perasaan B Orangtua B Penyandang B Tunanetra B Menerima B Kehadiran
Anak.
Seseorang yang telah berkeluarga tentu saja ingin mendapatkan
keturunan, tidak terkecuali pada keluarga yang memiliki keterbatasan
dalam fisiknya, meskipun keluarga tersebut dikatakan tidak sempurna
46
menerima kehadiran anak di dalam rumah tangga mereka. Pada awalnya
keluarga ini memiliki keragu-raguan dalam menerima kehadiran anak
dalam keluarga, namun karena dari hubungan suami istri maka keluarga ini
harus menerima resiko memiliki seorang anak, sperti (mendidik,
membesarkan, merawat, serta mengasuhnya). Seiring berjalannya waktu
akhirnya keluarga ini merasakan kebahagiaan memiliki seorang anak yang
sehat secara fisik dan mental seperti anak-anak pada umumnya. Hal
tersebut dapat dibuktikan melalui hasil wawancara terhadap subyek Ayah
(A) sebagai kepala keluarga :
Suvyek A verpendapat vauwa tujuan dari adanya pernikauan adalau untuk melanjutkan keturunan, seuingga yang suvyek rasakan adalau perasaan vauagia. Akan tetapi suvyek juga merasakan perasaan lain yaitu perasaan vingung sevav suvyek menilik kemvali keadaannya saat ini. (Pn.A.v2_00:32-01:10)
Sejalan dengan pendapat yang di utarakan oleh subyek A, subyek B
(ibu) pun memiliki perasaan yang sama dalam menerima kehadiran anak
dalam keluarganya, berikut hasil wawancaranya :
Suvyek B verfikiran vauwa anak adalau rejeki yang diverikan Tuuan, seuingga verapapun jumlau anak yang diverikan kepada suvyek akan diterima dengan senang uati dan dengan tulus ikulas merawatnya. (Pn.B.v3_14:00-14:12)
Dari jawaban tersebut dapat disimpulkan bahwa keluarga
penyandang tunanetra juga merasakan kebahagiaan bahwa dia sudah
diberikan keturunan yang sehat secara fisik seperti anak-anak lain pada
2. Cara BatauBStrategi BuntukBMengasuhBAnak BdalamBKeterbatasanBFisik
yangBdimilikiBolehBOrangtuaBPenyandangBTunanetra.
Dalam keluarga yang memiliki anak pasti keluarga tersebut memiliki
cara atau strategi dalam mengawasi, membimbing, mendidik, dan
mengasuh anaknya, tidak terkecuali untuk keluarga yang dibatasi oleh
kekurangan pada penglihatannya. Dapat dikatakan bahwa keluarga
penyandang tunanetra memiliki lebih banyak strategi yang unik dan
kadang tidak terfikirkan oleh keluarga normal pada umumnya. Hal tersebut
dapat dibuktikan melalui hasil wawancara dengan subyek A berikut :
48
3. CaraBdanBSikapBOrangtuaBPenyandangBTunanetraBdalamBMenghadapi
Tantangan-tantanganBMengasuhBAnak.
Mengasuh seorang anak yang sedang tumbuh dalam masa
perkembangan anak jelas memiliki kesulitan tersendiri sebab masa
anak-anak sangat dipengaruhi oleh ciri fisik, kognitif, konsep diri, pola koping
dan perilaku sosial. Semua anak tidak mungkin memiliki pertumbuhan
fisik yang sama akan tetapi mempunyai perbedaan dan pertumbuhannya
yang tidak lain dipengaruhi secara kuat oleh pola asuh orangtuanya.
Berkaitan dengan tantangan keluarga tunanetra jelas menghadapi
tantangan yang besar karena yang pertama keterbataasan fisik yang
dialami yang kedua adalah hambatan yang mucul dari dalam diri anak
sendiri yang kadang tidak jujur kepada orangtuanya dan hambatan atau
tantangan dari luar yang menggangu tumbuh kembang anak dalam rangka
pola asuh tersebut, hal ini dapat dibuktikan dengan hasil wawancara
dengan subyek A dan subyek significant otuers yang tidak lain adalah adik
subyek sendiri. Berikut hasil wawancaranya :
Sejalan dengan pendapat yang di utarakan oleh subyek A, subyek B
(ibu) pun memiliki cara dan sikap dalam menghadapi tantangan mengasuh
anak. Hal ini dapat dibuktikan dengan hasil wawancara dengan subyek
sebagai berikut:
Suvyek verpendapat ual yang menjadi uamvatan dalam mengasuu anak adalau dalam ual mendisiplinkan anak. Suvyek menilai anak jaman sekarang pandai sekali memvantau dan menjawav apa yang dikatakan orangtuanya (Skp.B.v3_35:21-36:04).
4. HarapanBOrangtuaBPenyandangBTunanetraBterhadapBAnaknya.
Selayaknya manusia yang memiliki hati, budi, dan pikiran yang
normal pastilah menginginkan anaknya menjadi seseorang yang memiliki
nasib jauh lebih baik dibandingkan kedua orangtuanya, demikian pula
dengan keluarga ini mereka tidak ingin terkungkum dalam kubangan yang
sama. Harapan mereka adalah anak maka mereka menyekolahkan anak
mereka setinggi mungkin meskipun mereka tahu tanggungjawab yang
diemban berat hambatan yang merintangpun besar namun mereka
sungguh-sungguh ingin mengentaskan anak mereka. Adapun
harapan-harapan tersebut dapat di buktikan dengan hasil wawancara berikut :
Suvyek veruarap kepada anaknya agar tetap diveri keseuatan
(Hrp.A.v2_45:19-46:46), agar dapat mengangkat derajat
50
D.BPembahasan
1.BPenerimaan
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa setiap keluarga baik
keluarga yang normal maupun yang memiliki keterbatasan pasti menerima
kehadiran anak di dalam keluarganya, penerimaan tersebut dapat dilihat
melalui sikap dan interaksi orangtua tersebut kepada anak. Sejalan dengan
hasil wawancara dengan subyek, subyek telah menunjukan sikap
penerimaan. Berikut kutipan wawancara yang diutarakan oleh subyek:
Menurut subyek A pernikahan itu bertujuan untuk bereproduksi dan
melanjutkan keturunan. Oleh karena itu subyek merasakan kebahagiaan
mendapatkan seorang anak. Selain perasaan senang dan bahagia subyek juga
merasakan perasaan bingung karena menurut subyek keadaannya saat ini
masih sangat minim alakadarnya dan terbatas, demikian juga perasaan
subyek B juga merasakan perasaan senang dan bahagia sebab subyek
menganggap anak adalah rejeki dari Tuhan kepada subyek untuk dijaga
dengan baik. Subyek dengan demikian dominan merasakan perasaan senang
dalam hatinya dan dengan senang hati dan tulus ikhlas merawat anaknya.
Jika dipadukan dengan (Wiwit, 2003 : 126), keluarga tersebut sudah
berhasil menjukan dan melakukan sikap penerimaan dengan baik. Wiwit
menyatakan keberhasilan penerimaan pola asuh ditunjukan dengan adanya
pengasuhan anak menunjuk pada pendidikan umum yang diterapkan
terhadap anak, berupa proses interaksi antara orangtua (pengasuh) dengan
mencukupi kebutuhan makan, mendorong keberhasilan dan melindungi,
maupun sosialisasi yaitu mengajarkan tingkah laku umum yang diterima
oleh masyarakat.
2.BStrategi
Setiap keluarga pasti memiliki kesulitan dalam mengasuh
anak-anaknya, tidak terkecuali keluarga ini, keluarga ini menggunakan cara-cara
tersendiri untuk mengasuh anaknya. Strategi tersebut digunakan untuk
mengatasi kekurangan yang dialami selama proses pengasuhan anak dalam
rangka pengawasan dan pendisiplinan terhadap anak. Hal tersebut dapat
dibuktikan dengan menyimpulkan hasil wawancara dengan subyek berikut :
Seringkali subyek A menjadi korban kenakalan anak, orangtua sering
dibohongi ketika jam belajar padahal anak malah bermain uandpuone,
sewaktu kecilpun anak sudah dapat melihat kelemahan orangtuanya yaitu
dengan mencuri-curi kabur keluar rumah dengan tidak diketahui oleh
orangtuanya. Belajar dari pengalaman tersebut orangtua penyandang
tunanetra membuat strategi yaitu dengan mengantarkan anak ke rumah
teman ketika jam belajar, kemudian menitipkan kepada orangtua temannya
agar dibantu mengawasi dalam belajar dengan demikian anak bisa belajar
dengan baik serta tidak mencuri-curi kesempatan dengan mengambil celah
kekurangan orangtuanya. Saat anak bermain di luar rumah Subyek B juga
meminta tolong kepada tetangga sekitar untuk membantu mengawasi
52
dengan menyekolahkan anak di sekolah yang fullday scuool karena dengan
demikian jam bermain anak dirumah bisa dibatasi.
Pada dasarnya orangtua tersebut orangtua yang demokratis terhadap
anak, tidak mengekang anak, namun juga tidak memberikan pengawasan
yang sangat longgar ataupun bersikap otoriter bahkan menelantarkan anak.
Sebab menurut Baumrind (1967) ada empat macam tipe pola asuh orangtua,
antara lain pola asuh demokratis, pola asuh otoriter, pola asuh permisif, dan
pola asuh penelantar. Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang
memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu-ragu
mengendalikan mereka. Orang tua dengan pola asuh ini bersikap rasional,
selalu mendasari tindakannya pada rasio atau pemikiran-pemikiran. Orang
tua tipe ini juga bersikap realistis terhadap kemampuan anak, tidak berharap
yang berlebihan yang melampaui kemampuan anak. Orang tua tipe ini juga
memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih dan melakukan suatu
tindakan, dan pendekatannya kepada anak bersifat hangat.
Pola asuh otoriter adalah pola asuh yang cenderung menetapkan standar
yang mutlak harus dituruti, biasanya dibarengi dengan ancaman-ancaman.
Misalnya kalau tidak mau makan tidak akan diberi uang saku. Orangtua tipe
ini juga cenderung memaksa, memerintah, dan menghukum. Apabila anak
tidak mau melakukan apa yang dikatakan orangtua, maka orang tua tipe ini
tidak segan menghukum anak. Orangtua tipe ini tidak mengenal kompromi
dan dalam komunikasi biasanya bersifat satu arah. Orang tua tipe ini tidak
Pola asuh permisif atau pemanja biasanya meberikan pengawasan yang
sangat longgar. Memberikan kesempatan pada anaknya untuk melakukan
sesuatu tanpa pengawasan yang cukup darinya. Mereka cenderung tidak
menegur atau memperingatkan anak apabila anak sedang dalam bahaya, dan
sangat sedikit bimbingan yang diberikan oleh mereka. Namun orang tua tipe
ini biasanya bersifat hangat, sehingga seringkali disukai oleh anak.
Pola asuh tipe penelantar. Orangtua tipe ini pada umumnya memberikan
waktu dan biaya yang sangat minim pada anak-anaknya. Waktu mereka
banyak digunakan untuk keperluan pribadi mereka, seperti bekerja, dan juga
kadangkala biayapun dihemat-hemat untuk anak mereka. Termasuk dalam
tipe ini adalah perilaku penelantar secara fisik dan psikis pada ibu yang
depresi. Ibu yang depresi pada umumnya tidak mampu memberikan
perhatian fisik maupun psikis pada anak-anaknya. Pernyataan Baumrind
diatas sejalan dengan kenyataan bahwa anak subyek ini memiliki
karakteristik anak-anak yang mandiri, dapat mengontrol diri, mempunyai
hubungan baik dengan teman, mampu menghadapi stress, mempunyai minat
terhadap hal-hal baru, dan koperatif terhadap orang-orang lain. Maka, bisa
dikatakan strategi yang diterapkan untuk mengasuh anak keluarga ini sudah
54
3. Hambatan
Setiap keluarga pasti berhadapan dengan masalah-masalah baik
masalah yang berkaitan dengan masalah dengan pasangan maupun hal yang
berkenaan dengan pengasuhan anak. Tidak sering hambatan ini menjadi hal
yang sangat mengganggu sebab dizaman globalisasi ini orangtua
dihadapkan dengan tantangan serta hambatan yang bermacam-macam. Pada
kasus ini orangtua penyandang tunanetra dihadapkan pada kesulitan dalam
mengasuh anak, anak yang sedang tumbuh pada masa anak-anak seringkali
terpengaruh oleh pergaulan, masalah belajar, hiburan-hiburan baik hiburan
digital (televisi, dan handphone) maupun hiburan yang ada dimasa
perkembangannya seperti permainan-permainan yang membuat anak lebih
sulit diawasi, dididik, dan diarahkan. Hal tersebut dapat dibuktikan melalui
hasil wawancara dengan subyek significant otuers, berikut cuplikan
wawancaranya:
Menurut subyek D, hambatan fisik jadi mereka tidak bisa memantau
anak secara penuh dan maksimal menurut saya ini hambatan yang paling
berat kita saja yang memiliki penglihatan normal sering kesulitan mencari
anak yang pergi keluar rumah apalagi mereka, kadang mereka sering kecelik
diberitahu oleh tetangganya anaknya tadi lari ke selatan ternyata anaknya
sudah bermain di utara, kemudian hambatan kedua adalah faktor
pendidikan, karena mereka tidak sekolah tinggi jadi kadang mereka
kesulitan dalam membantu anak belajar, kadang kalau kesulitan seperti itu