• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II : UNSUR CERITA TOKOH DAN PENOKOHAN

2.1 Bratasena

Pada penokohan ini, penulis akan meneliti tentang tokoh utama Bratasena dan tokoh-tokoh tambahan. Kejujuran yang tak tergoyahkan, kesetiannya, ketabahannya, dan keahliannya berperang membuatnya menjadi salah seorang dari tokoh-tokoh yang paling dikagumi dalam wayang (Usman,2010:26). Penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilan dalam sebuah cerita (Jones dalam Nurgiantoro, 2002:165). Penokohan juga erat kaitannya dengan perwatakan dan sifat tokoh. Dalam bagian ini, penulis akan meneliti tentang tokoh dan penokohan Bratasena dan tokoh-tokoh tambahan yang terdapat dalam cerita pewayangan Bale Sigala-gala. Bratasena merupakan

putra kedua dari Prabu Pandu Dewanata dan Dewi Kunthi Talibrata. Tokoh Bratasena digambarkan sebagai sosok yang bertubuh kekar dan gagah. Dalam kutipan (1) berikut digambarkan sosok Bratasena secara eksiplostori

(1)Raden Bratasena ya sang Gandawastratmaja. Salira gung aluhur pangawak prabata, balungan sentosa, polatan tajem hagemu weweka (hlm.44).

Tejemahan: Raden Bratasena memiliki sebutan Gandawastratmaja. Seorang memiliki sifat luhur, mempunyai tubuh yang kuat, pemikiran tajam terhadap berbagai hal.

Bratasena sosok yang sangat menghormati Ibunya dan senantiasa patuh terhadap apa yang diperintakah oleh Dewi Kunthi. Disamping itu, Ia juga senantiasa bertanggung jawab sebagai pelindung Pandhawa. Dibalik sifatnya yang luhur, Bratasena tidak bisa berbahasa Jawa krama, tetapi selalu menggunakan bahasa Jawa ngoko. Hal tersebut dilakukan terhadap ibunya ataupun saudara-saudaranya yang lebih tua. Dalam tradisi masyrakat Jawa penggunaan bahasa Jawa krama digunakan terhadap orangtua, juga orang-orang yang lebih tua dan orang-orang yang dihormati. Dalam kutipan (2) secara dramatik diperlihatkan bagaimana Bratasena dengan ibu Kunthi berbicara dengan menggunakan bahasa Jawa ngoko.

(2)Hiiiiiii….Babu Kunthi, teka gawe kaget ana wigati apa, mara enggal dawuha (hlm.89).

Terjemahan: hiiiiii….Ibu Kunthi, kedatanganmu membuat aku terkejut, ada masalah apa, aku menunggu perintahmu.

kutipan (2) diatas adalah kebiasaan Bratasena dalam aktivitas berkomunikasi dengan Dewi Kunthi. Bratasena menggunakan bahasa Jawa krama inggil pada saat bertemu dengan tokoh Dewa Ruci. Dewa Ruci dipercayai sebagai lambang hati nurani Bratasena, hati adalah

tempat dimana para dewa berada. Hal ini menunjukkan sifat Bratasena yang memiliki keteguhan hati.

Demikan pula dalam hal berpikir, Bratasena memiliki pemikiran yang tajam dalam melihat sesuatu hal. Menimbang dan selalu memikirkan segala kemungkinan untuk mengambil suatu keputusan pengalaman yang telah terjadi sebagai cerminnya.

karena Bratasena selalu berkaca kebelakang agar terhindar dari tindakan ceroboh yang dapat menyebabkan kesengsaraan. Kutipan (3) dibawah ini menunjukkan secara dramatik bagaimana kedewasaan pemikiran, sikap bijak Bratsena dalam menyikapi undangan dari Prabu Destharasta dan para kurawa.

(3)Kudu ngelingi tembung weyaning tindak dadi margining kasangsaran, pratitis tindak anjog margining kamulyan, mangkono lelakon kang uwis-uwis iku kalebu pawulang (hlm. 51).

Terjemahan: harus ingat suatu perkataan bahwa tindakan yang ceroboh akan menyebabkan kesengsaran, tindakan yang penuh dengan pemikiran yang jernih akan menyebabkan kebahagian, seperti kejadian yang sudah-sudah itu merupakan suatu pelajaran.

Bagi Bratasena, kewaspadaan itu perlu senantiasa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Hal tersebut untuk menghidari kejadian-kejadian buruk yang kemungkinan dapat terjadi. Dalam percakapan Bratasena dan Prabu anom Kurupati, sikap waspada itu selalu di kedepankan. Walaupun sebagian orang telah mempercayai omongan Prabu Anom Kurupati namun tidak dengan Bratasena. Ia selalu menyelidiki di balik sikap baik yang ditunjukkan Kurawa. Perkataan dan sikap baik belum tentu menjamin seseoarang berbuat baik. Menurut Bratasena ucapan itu terkadang tidak sesuai dengan tindakan yang dilakukan. Ucapan dan perkataan itu harus sejalan agar tidak terjadi kebohongan yang merugikan. Dalam Kutipan

(4) secara dramatik Bratasena selalu mewaspadai dan tidak mudah percaya kepada niat baik Prabu Anom Kurupatiyang menyampaikan keikhlasan keluarga Kurawa terhadap rencana pembagian kerajaan Hastina

(4)Hi..hi..hi..Kurupati kakangku, yen panemuku janji ucape kakang Kurupati tulus lan batine, dak kira saya santosa Negara Astina. Nanging kosok baline menawa ora tulus ucape kakang Kurupati, dak kira malah dadi jalaran rusake dalan barata (hlm. 79). Terjemahan: Hi…hi…hi…kakakku Kurupati, menurutku jika perkataan Kakak Kurupati tulus dari dalam hati, aku kira semakin jaya Negara Hastina. Tetapi sebaliknya bila tidak tulus dari dalam hati akan menjadi jalan bagi kerusakan hidup manusia.

Kehidupan yang menuju kebaikan dan kehidupan yang menuju suatu kerusakan tergantung pada tutur kata, perilaku dan sikap dari seseorang untuk itulah sikap kewaspadaan dan juga kejujuran selalu dijadikan Bratasena dalam menjalani hidup.

Dari sikap yang baik yang diperlihatkan oleh Prabu Anom Kurupati hanya kebohongan. Para Kurawa menginginkan Pandhawa sirna sehingga pembagian wilayah Hastina urung dilakukan. Niat licik itu tergambar jelas setelah keluarga tiba di pesanggrahan yang di buat para Kurawa. Arsitek Purocana sebagai pengatur mulai pembuatan pesanggrahan sampai dengan perjamuan makan yang didalam makanan tersebut dicampur dengan obat tidur. Rencana Kurawa Dan Purocana kemudian membakar pesanggrahan. Dari rencana tersebut seakan-akan Pandhawa mati karena kebakaran. Bratasena juga memilki sifat kasih, hal tersebut terggambar ketika dai mendukung niat ibunya menolong seorang janda yang kelaparan seperti terdapat dalam kutipan (5) secara dramatik berikut ini

(5)Babu Kunthi ora perlu kejeron panampa, babu mau mung welas lan tetulung, ora darbe cipta nedya sikara, pangrasaku ibu ora luput (Hlm.90)

Terjemahan: Ibu Kunthi tidak perlu berpikiran terlalu jauh, ibu tadi mempunyai niat baik untuk menolong dan tidak mempunyai niat jahat, menurutku ibu tidak salah Dalam Kutipan Di atas tergambar bagaiman sikap Bratasena yang tidak menyalahkan ibunya karena menolong seorang janda, walaupun hal tersebut tidak diperkenankan oleh para penguasa Hastina. Menurut Bratasena menolong sesama bertujuan baik walaupun keadaan bahaya mengancam dan hal ini selalu dianggap benar oleh Bratasena

Kewaspadaan dari Bratasena dan Dewi kunthi ternyata senantiasa ada. Hal tersebut ditunjukkan ketika saudara-saudara Bratasena, Punakawan dan seorang janda beserta anak-anaknya tertidur pulas, Bratasena dan Dewi kunti tidak tertidur tetapi selalu berdoa. Dewi kunthi segera menyuruh Bratasena untuk segera menyelematakan saudara-saudaranya , punakawan dan orang-orang disekitar pesanggrahan tersebut. Naluri dan rasa tanggung jawab Bratasena tergugah, kemudian Ia berusaha menyelamatkan keluarga Pandhawa dari amukan api. Sikap melindungi dari Bratasena itu ditunjukan secara dramatik pada kutipan (6) berikut ini

(6) Dene kakang Punta Bakal dak singitake anan ing kancing gelung, Permadi lan Kembar bakal dak bundeli ono ing dodotku, dimen lestari sing pada turu (hlm. 90) Terjemahan: dan kakak Punta akan ku sembunyikan dalam kancing rambutku, Permadi dan Kembar akan aku ku ikat di perutku, supaya tidurya tetap aman.

Tokoh Bratasena adalah seorang yang mempunyai kepribadian yang luhur. Dari Kutipan-kutipan diatas penulis menyimpulkan sifat-sifat Bratasena yaitu: berbudi luhur berhati teguh, waspada, berlaku adil, jujur, mempunyai karakter keras tetapi berbudi luhur, seorang yang berwatak ksatria, melaksanakan kewajiban sebagai pelindung.

Dokumen terkait