• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III : SIKAP BATIN MASYARAKAT JAWA

3.1 Sikap Berbudi Luhur

Sikap berbudi luhur yakni, mempunyai perasaan tepat bagaimana cara bersikap terhadap orang lain, apa yang bisa dan apa yang tidak bisa dilakukan dan dikatakan (Suseno, 1985:144).

Bratasena memiliki sifat selalu mempertimbangkan dan mewaspadai apa yang terjadi dalam kehidupan yang dilaluinya bersama keluarga kejadian yang telah terjadi dijadikan pegangan dalam mengambil sikap agar kejadian yang buruk tidak terulang lagi. Dalam bertindak dan mengambil suatu sikap, dia selalu menjaga perkataan dan perilakunya, yakni apakah sesuai dengan kenyataan atau tidak. Sifat tersebut tercermin dari sikap Bratasena ketika Yamawidura menyampaikan perintah dari Prabu Destharasta mengenai hal pembagian kerajaan Hastina menjadi dua bagian utuk Kurawa dan Pandhawa. Hal tersebut tergambar secara dramatik dalam kutipan (21) berikut.

(21)Menawa wa Prabu Destharasta iku sejatine temen suci penggalihe lan jejeg adil, nanging ngelingana menawa wa Prabu iku cacat paningal, dene pangwasaning prajaka pasrahake Patih Sengkuni, dadi prasasat Patih Sengkuni kang jumeneng dadi ratu. Mangka purwane kakangku Kurawa darbe rasa gething keburu sengit marang Pandhawa iku ora liya mung saka panggosoke Patih Sengkuni, mula ora mokal menawa salawase Kurawa mung tansah ambudi sirnaning Pandhawa, luwih-luwih sabubaring pendadaran, barang cetha menawa Kurawa kasor mungsuh Pandhawa, saya katon banget anggoone nggangep mungsuh marang Pandhawa. Mula prayogane dipikir ndishek aja kesusu nampa lan aja gampang pracaya, senadyan ta dhawuhe wa Prabu Destharasta pisan (Hlm 51)

Terjemahan: apabila Paman Prabu Destharasta itu sebenarnya baik hati dan adil. Tetapi perlu diingat bahwa Paman Prabu Destharasta itu buta, dan kekuasaan diserahkan

kepada Patih Sengkuni, jadi terkesan Patih Sengkuni yang menjadi ratu. Sebenarnya dari awal kakakku Kurawa punya rasa benci kepada Pandhawa itu tidak lain karena hasutan Patih Sengkuni, maka tidak salah bila selamanya Kurawa selalu ini membuat hilangnya Pandhawa, lebih-lebih setelah selesainya ujian, kenyataannya Kurawa kalah menghadapi Pandhawa, semakin terlihat mengganggap mungsuh terhadap Pandhawa. Maka dari itu sebaiknya dipikirkan dahulu jangan terburu-buru menerima dan mudah percaya, walaupun itu perintah dari Paman Prabu Dhastharasta sendiri.

Dari kutipan (21) menunjukan Bratasena tetap menghormati orang lain yaitu ibu, paman dan saudaranya dalam mensikapi perintah dari Prabu Dhastharasta. Dengan bijak Bratasena memberikan pendapat untuk terlebih dahulu memikirkan dan mempertimbangkan mengenai perintah dan permintaan dari Prabu Dhastharasta untuk datang dalam upacara wisuda pembagian hak wilayah Hastina. Bratasena selalu mewaspadai tindakan-tindakan Kurawa dan tidak menginginkan hal buruk kembali menimpa keluarganya. Dalam kenyataannya, Bratasena melihat bahwa Prabu Destharasta buta oleh karenanya mudah dibohongi oleh Patih Sengkuni tentang kejadian sebenarnya. Apalagi setelah kurawa kalah ujian dengan Pandhawa, kejadian ini semakin menambah kebencian dan keinginan untuk menyingkirkan keluarga Pandhawa. Demi terjaganya keselamatan keluarganya Bratasena selalu berhati-hati terhadap tingkah laku Kurawa dengan tetap menghormati apa yang menjadi keputusan Prabu Destharasta.

Meskipun Bratasena memiliki watak keras, dia selalu menghormati ibunya dan selalu tunduk apa yang menjadi perintah ibu dan saudara-saudaranya yang lebih tua. Karena menurutnya akan berakhir dengan baik dan benar. Pernyataan tersebut terdapat dalam kutipan (22) berikut secara dramatik

(22)Hiiiii, Yamawidura bapakku, rehning Babu Kunthi apadene paman Widura sarujuk ature pambarep kakangku, ora liwat aku mung manut (Hlm 54)

Terjemahan: Hiiiii, Yamawidura bapakku, karena ibu Kunthi dan paman Widura setuju perkataan kakak pertamaku, tidak lain aku hanya menurut.

Dalam kutipan (22) tersebut Bratasena menunjukkan sikap yang luhur yaitu menghormati dan melaksanakan apa yang menjadi kesepakatan keluarga. Sikap luhur yang ditunjukkan Bratasena adalah melindungi dan memberikan rasa aman bagi keluarganya. Dia meliliki kewajiban serta tanggung jawab yang besar terhadap kehidupan keluarganya dari segala bahaya. Hal tersebut terdapat dalam Kutipan (23) berikut ini

(23)Mula prayogane Babu Kunthi, kakang Puntadewa, apadene kembar barenga nitih rata lawan paman Yamawidura, dene aku lan Permadi bakal lumaku dharat, nrabas madyaning alas ngiras naliti mbok menawa para Kurawa nandukake kala desa(Hlm 54)

Terjemahan: untuk lebik baiknya ibu Kunthi, kakak Puntadewa, dan juga kembar berjalan bersama paman Yamawidura, sedangkan aku dan Permadi akan berjalan melewati hutan sambil meniliti apabila Kurawa memasang jebakan di desa.

Kutipan (23) diatas menggambarkan Brtasena memiliki kewaspadaan yang tinggi di akan segala kemungkinan yang terjadi, agar nantinya dapat menghindari dari niat jahat Kurawa untuk mencelakai keluarga Pandhawa. Bratasena juga senantiasa siaga dalam mengawasi tingkah laku Kurawa yang seringkali mengancam keselamatannya dan keluarganya. Dia siap untuk melakukan apa saja , termasuk berperang melawan prajurit-prajurit Kurawa.

Raden Bratasena adalah sosok pemberani dan selalu berada digaris terdepan dalam keadaan bahaya. Ketika pesanggrahan telah terbakar, Dewa mengamanatkan Dewi Kunthi memberitahu Bratasena agar menyelamatkan keluarganya. Dewa mempercayai Bratasena

sanggup menyelamatkan keluarga dari kebakaran di pesanggrahan. Kutipan (24) menggambarkan hal tersebut sebagai berikut

(24)Mula aja kesuwen dienggal gugahen anakmu Bratasena, wedharana prakara iki. Dimen bisa tetulung marang kadang-kadange (Hlm 88)

Terjemahan: Maka jangan kelamaan cepat bangunkan anakmu Bratasena, beritahukan masalah ini. Agar bisa menolong saudara-saudaranya

Dalam kutipan (24) terlihat jelas kepribadian luhur dari Bratasena ketika Dewa mempercayai kemampuan Bratasena sebagai pelindung, penyelamat dan seorang ksatria yang rela berkorban untuk keluarganya.

Bratasena memiliki perasaan yang mudah naik darah ketika melihat keluarganya teraniaya. Dia tidak merelakan hal tersebut terjadi, siapapun yang berbuat jahat terhadap keluarganya Bratasena akan membalasnya. Kutipan (25) menggambarkan sikap Bratasena setelah mengetahui pesanggrahan telah terbakar

(25)Hiiii..saya ndadra Kurawa anggone daksiya, apa babu pirsa sapa kang ngobong pasanggrahan? (Hlm 89)

Terjemahan: Hiiii..semakin merajalela Kurawa semena-semena, apa ibu tahu siapa yang membakar pesanggrahan?

Kutipan (25) menggambarkan ambisi Bratasena untuk mencari tahu pelaku utama pembakaran pesanggrahan, walaupan sudah diketahui bahwa Kurawa merupakan otak dibalik skenario kejadian tersebut. Bagi Bratasena pelaku harus ditangkap sehingga mendapat hukuman yang setimpal dari perbuatannya.

Berdasarkan urain diatas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa Bratasena adalah tokoh yang berbudi luhur, yakni berperilaku sesuai dengan etika dan tata krama jawa. Selain itu

sebagai seorang anak, Bratasena juga mampu untuk mengambil sikap dan tindakan tepat untuk melindungi seluruh anggota keluarganya.

Dokumen terkait