• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.6. Budaya Organisasi Pendidikan

Dunia pendidikan merupakan salah satu instansi publik yang kerap luput dari pandangan atau pengawasan masyarakat dan kalaupun sempat menjadi perhatian masyarakat, kadangkala hanya dikarenakan pungutan yang tinggi, dan seputar ujian nasional, (Sudarma, 2006 : 125).Pendidikan merupakan salah satu bentuk dari pelayanan publik sebab merupakan kebutuhan dan hak dasar seperti yang dikemukakan oleh Dwiyanto, bahwa pelayanan publik sebenarnya memiliki kisaran yang amat luas, yaitu mencakup pelayanan untuk memenuhi kebutuhan barang publik, kebutuhan dan hak dasar, kewajiban pemerintah dan komitmen nasional, (2010 : 22). Pernyataan ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh (Hesti Puspitosari, 2011 : 9), bahwa pelayanan pendidikan dan kesehatan umumnya menjadi pelayanan dasar yang dijamin oleh negara.

Undang Undang Dasar 1945 yang telah diamandemen mengamanatkan pemerintah untuk mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa (pasal 31 ayat 3). Pendidikan nasional sebagaimana ditegaskan dalam UU Nomor 20 tahun 2003 menekankan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. UU Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional (Sisdiknas).

Berkaitan dengan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan pendidikan, peranan dan partisipasi masyarakat amat besar dan bahkan lebih besar dari pemerintah seperti yang dikemukakan oleh Nurulpaik, (2006 : 116). Tanpa partisipasi dari masyarakat hampir mustahil pelayanan pendidikan kepada masyarakat yang begitu banyak secara kuantitas dan kompleks dari sisi harapan akan dapat terlayani oleh pemerintah.

Pendidikan merupakan upaya yang dapat mempercepat pengembangan potensi manusia untuk mampu mengemban tugas yang dibebankan kepadanya, karena hanya manusia yang dapat didik dan mendidik, (Udin, 2007 : 6). Pendidikan merupakan investasi masa depan suatu bangsa. Negara-negara maju di dunia adalah negara yang memberikan prioritas dan dukungan terhadap berbagai komponen yang mendukung terselenggaranya pendidikan yang baik dan berkualitas. Darsono (2009 : 424) mengatakan melalui pendidikan akan dihasilkan manusia yang mempunyai keterampilan intelek, keterampilan komunikasi yang meningkat, sikap dan perilaku yang lebih baik

Pemerintah melahirkan UU No 25 tahun 2009 tentang pelayanan publik sebagai proteksi terhadap pemenuhan hak warga negara untuk mendapatkan pelayanan publik yang lebih adil dan berkualitas. Hingga saat ini cita-cita luhur mencerdaskan kehidupan belum terwujud secara optimal.Hal tersebut disebabkan banyak faktor yaitu, Pertama akses, pemerataan kesempatan bagi setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan, baik itu untuk PAUD, SD, SMP, maupun

SMA. Di antara anak-anak yang memperoleh kesempatan PAUD pada umumnya berasal dari keluarga mampu di perkotaan, (Ali, 2009 : 241).

Pada jenjang pendidikan dasar penduduk usia 7 – 12 tahun, angka partisipasi sekolahnya sudah mencapai 96, 4% dan untuk penduduk usia 13 sampai 15 tahun baru mencapai 81,0% dan angka partisipasi penduduk usia 16 sampai 18 tahun hanya mencapai 51,0%, (Bappenas 2008) artinya masih terdapat 19,0% anak usia 13-15 tahun dan sekitar 49,0% anak usia 16 – 18 tahun yang tidak bersekolah, serta permasalahan kualitas dan relevansi pendidikan, yang dapat menyebabkan kurangnya daya saing lulusan. Rendahnya mutu pendidikan antara lain, disebabkan proses pemberian layanan pendidikan yang masih jauh dari harapan. Di satu pihak pemberian layanan pendidikan belum menemukan cara yang paling tepat, di pihak lain perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta semakin tingginya kehidupan masyarakat telah semakin meningkatnya tuntutan kebutuhan hidup sosial masyarakat sebagai pengguna jasa pendidikan, sebagaimana yang dikemukakan oleh Fattah, (2004 : 2) berikut ini :

“Semakin tinggi kehidupan sosial masyarakat sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah semakin meningkatnya tutuntan kebutuhan sosial masyarakat. Pada akhirnya tuntutan tersebut bermuara kepada pendidikan, karena masyarakat meyakini bahwa pendidikan mampu menjawab dan mengantisipasi berbagai tantangan tersebut”

Oleh sebab itu menjadi penting memahami karakteristik dari pelayanan pendidikan. Seperti yang dikemukakan oleh Maxwell dalam Rochaety, Pontjorini dan Yanti, (2008 : 107) sebagai berikut;

1) akses yang berhubungan dengan kemudahan mendapatkan jasa pendidikan 2) kecocokan dengan tingkat kebutuhan pelanggan

3) efektivitas yang terkait dengan kemampuan penyajian jasa pendidikan (guru)

4) ekuitas yang berhubungan dengan kemampuan distribusi sumber-sumber pelayanan pendidikan yang adil,

5) diterima secara sosial 6) efisiensi dan ekonomis.

Pendapat senada dikemukakan oleh Kotler dan Fox yang dikutif oleh Lupiyoadi (2001 : 126), bahwa karakteristik layanan pendidikan adalah sebagai berikut,

1) Pelayanan pendidikan termasuk pelayanan/ jasa murni (pure service), di mana pemberian pelayanan yang dilakukan didukung oleh alat kerja atau sarana pendukung, seperti ruang kelas, kursi, meja dan buku-buku.

2) Pelayanan pendidikan yang diberikan membutuhkan kehadiran pengguna jasa (siswa). Jadi dalam hal ini pelanggan yang mendatangi untuk mendapatkan pelayanan yang diinginkan.

3) Penerima layanan pendidikan adalah orang (people) jadi merupakan pemberian pelayanan yang berbasis orang. Pelanggan dengan penyedia jasa terus berinteraksi selama proses pemberian layanan berlangsung. Untuk menerima pelayanan pendidikan, pelanggan harus menjadi bagian dari sistem lembaga pendidikan.

4) Hubungan antara lembaga pendidikan dengan pelanggan adalah berdasarkan member relationship yaitu pelanggan telah menjadi anggota lembaga pendidikan tersebut, sistem pemberian jasanya terus menerus sesuai dengan kurikulum yang telah ditetapkan.

Pendidikan pada intinya merupakan proses penyiapan subyek didik menuju manusia yang bertanggung jawab. Menurut Freire (dalam Matondang, 2011 : 267)“pendidikan pada dasarnya merupakan sebuh proses penyadaran”, sumber daya manusia dianggap sebagai sesuatu yang paling menentukan dalam setiap aspek pembangunan, sehingga pengembangan sumber daya manusia menjadi prioritas. Kartasasmita ,(1996 : 295) mengatakan bahwa “pendidikan merupakan komponen utama dalam pengembangan kualitas sumber daya manusia”. Darsono (2009 : 26) menyatakan bahwa, keberadaan kualitas pendidikan dapat diidentifikasi antara lain dari peringkat kualitas SDM yang diukur berdasarkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM), prestasi belajar yang dicapai berdasarkan nilai ujian akhir nasional, dan hasil-hasil studi internasional. Pendapat ini senada dengan apa yang disampaikan Ali, (2009 : 68) bahwa peringkat IPM Indonesia masih tertinggal dari sejumlah negara negara di kawasan Asean,hasil ujian nasional masih di bawah enam yakni di bawah batas lulus Malaysia dan Singapura, begitu juga dengan hasil studi internasional masih di bawah negara- negara Asean.

Dalam era reformasi kesadaran akan pentingnya pendidikan ditindaklanjuti oleh Pemerintah dengan berbagai kebijakan, salah satunya melalui desentralisasi pada sektor pendidikan yang merupakan konsekuensi pemberlakuan Undang-undang nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Kewenangan daerah kabupaten/kota di bidang pendidikan menurut PP nomor 25 tahun 2000 adalah : (1) menyusun dan menetapkan petunjuk pelaksanaan pengelolaan pendidikan mulai dari TK/RA hingga SMA/MA atau SMK/MAK, (2) menetapkan kurikulum yang digunakan, (3) melaksanakan kurikulum sesuai dengan SNP, khususnya standar isi, (4) mengembangkan standar kompetensi siswa atas dasar kompetensi minimal yang ditetapkan oleh pemerintah, (5) memantau, mengendalikan dan menilai pelaksanaan pembelajaran dan manajemen sekolah, dan (6) menetapkan petunjuk pelaksanaan penilaian hasil belajar pada berbagai jenjang pendidikan dasar dan menengah.

Kualitas pendidikan yang berkembang saat ini, model pengukurannya mencakup berbagai hal yang berhubungan dengan standar nasional yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat. Menurut Soedijarto, (2008 : 291) dalam mengelola pendidikan yang berkualitas dan berstandar nasional meliputi :

1) kualitas dan kualifikasi tenaga guru dan kependidikan lainnya 2) sarana dan prasarana

3) kurikulum dan proses pembelajaran

4) media pembelajaran seperti buku, laboratorium, dan media pembelajaran lain yang diperlukan

5) sistem evaluasi yang komprehensif, terus menerus dan objektif di penuhi persyaratannya.

Cakupan di atas menjelaskan bahwa tenaga guru merupakan faktor utama dalam proses pendidikan, fasilitas pendidikan yang lengkap sekalipun bila tidak ditunjang dengan keberadan guru yang berkualitas, maka mustahil akan menimbulkan proses belajar mengajar yang maksimal, (Nurdin, 2008 : 48).Hal ini didukung oleh Samodra, (2005 : 269 -270).

Dokumen terkait