BAB II: TINJAUAN PUSTAKA
B. Budaya Organisasi
Stoner (1996), menyatakan bahwa budaya merupakan gabungan yang kompleks dari asumsi, tingkah laku, cerita, mitos, metafora, dan berbagai ide lain yang menjadi satu untuk menentukan apa arti menjadi anggota masyarakat tertentu. Menurut Armstrong (2009), budaya organisasi atau budaya perusahaan adalah nilai, norma, keyakinan, sikap dan asumsi yang merupakan bentuk bagaimana orang-orang dalam organisasi berperilaku dan melakukan sesuatu hal.
15 C. Efektivitas Sistem Pengendalian Internal
Sistem pengendalian internal mencakup rencana organisasi dan koordinasi dan ukuran yang diadopsi dalam suatu usaha atau bisnis untuk melindungi aset-aset, memeriksa akurasi dan keandalan laporan keuangan, mendorong efisiensi kegiatan dan kepatuhan pada kebijakan manajerial yang telah ditetapkan (Subramaniam, 2008). Efektivitas adalah pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasarana dalam jumlah tertentu yang secara sadar ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan sejumlah barang atas jasa kegiatan yang dijalankannya. Efektivitas menunjukkan keberhasilan dari segi tercapai tidaknya sasaran yang telah ditetapkan (Siagian, 2001).
Efektivitas sistem pengendalian internal diartikan sebagai kemampuan sistem pengendalian internal yang direncanakan dan diterapkan agar mampu mewujudkan tujuannya yaitu keandalan pelaporan keuangan, kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku, serta efektivitas dan efisiensi operasi (Parno, 2005).
D. Risiko Fraud
Fraud menurut Sawyer (2006) adalah suatu tindakan penipuan yang
mencakup berbagai penyimpangan dan tindakan illegal yang ditandai dengan penipuan yang disengaja. Fraud merupakan kejahatan manipulasi informasi dengan tujuan mengeruk keuntungan yang sebesar-besarnya (Dewi, 2010).
Salah satu risiko penting yang dihadapi oleh organisasi adalah risiko
16 ketiga maupun fraud kolusi, dapat menimbulkan kerugian yang signifikan serta merusak reputasi serius pada organisasi. Risiko fraud adalah risiko yang di alami oleh suatu perusahaan atau intuisi karena faktor terjadinya tindakan kecurangan yang di sengaja, baik keugian materi maupun non materi (Bima, 2011).
Teori segitiga kecurangan (fraud triangle theory) menjelaskan bahwa pada dasarnya terdapat tiga faktor yang mendorong risiko fraud (Apriadi, 2014), yaitu:
1. Faktor tekanan (perceived pressure), adalah motivasi dari pribadi karyawan untuk melakukan tindak fraud dikarenakan adanya tekanan baik keuangan maupun non keuangan, tekanan dari pribadi maupun organisasi (kepemimpinan, tugas yang terlalu berat, dan lain-lain). Tekanan dapat mencakup hampir semua hal termasuk gaya hidup, tuntutan ekonomi, dan lain-lain.
2. Faktor alasan pembenaran (rationalization), adalah sikap atau proses berfikir dengan pertimbangan moral dari pribadi karyawan untuk merasionalkan tindak fraud (Subramaniam, 2008). Fraud terjadi karena kondisi nilai-nilai etika lokal yang mendorong atau memperbolehkan terjadinya fraud. Pertimbangan perilaku fraud sebagai konsekuensi dari kesenjangan integritas pribadi karyawan atau penalaran moral yang lain. Rasionalisasi terjadi dalam hal seseorang atau sekelompok orang membangun pembenaran atas fraud yang dilakukan. Pelaku fraud biasanya mencari alasan pembenaran bahwa yang dilakukan bukan pencurian atau fraud.
17 3. Faktor kesempatan atau peluang (perceived opportunity), adalah peluang terjadinya fraud akibat lemahnya dan tidak adanya efektivitas kontrol sehingga membuka peluang terjadinya fraud. Adanya faktor penyebab fraud adalah adanya adanya kelemahan di dalam suatu organisasi antara lain kelemahan sistem, kebijakan, prosedur, proses serta gagal dalam mendisiplinkan atau memberikan sanksi pelaku fraud yang mengakibatkan seorang karyawan mempunyai kuasa dan kemampuan untuk memanfaatkan kelemahan yang ada, sehingga karyawan tersebut dapat melakukan perbuatan
fraud.
Untuk mendeteksi risiko fraud, manajer, auditor, pegawai dan pemeriksa harus mempelajari indikator atau tanda-tanda atau symptoms (red flags) dan mengejarnya (menindaklanjutinya) sampai semua bukti terkumpul. Pemeriksa harus menemukan apakah tanda-tanda tersebut merupakan hasil dari suatu tindakan fraud atau hal yang lain. Keberadaan tanda-tanda risiko fraud harusnya dapat disadari dan selanjutnya menjadi indikator yang dapat ditindaklanjuti untuk menemukan dan membuktikan adanya fraud.
E. Perumusan dan Pengembangan Hipotesis
1. Pengaruh Gaya Kepemimpinan di PT Kaltim Industrial Estate terhadap
Risiko Fraud
Perilaku karyawan terbentuk dari cara pemimpin dalam mencapai sasaran organisasi dan memberikan motivasi (Subramanian, 2008).
18 Karyawan cenderung mengikuti peraturan perusahaan ketika dipimpin dengan menerapkan gaya kepemimpinan yang tepat (Pramudita, 2013). Gaya kepemimpinan yang tepat adalah gaya kepemimpinan yang dapat memberikan motivasi kerja pada bawahannya. Motivasi dapat dilakukan dengan memberikan reward, pujian, promosi jabatan serta pendelegasian tugas yang jelas (Nurjanah, 2008). Sehingga dapat dikatakan bahwa gaya kepemimpinan yang tepat akan berpengaruh terhadap risiko fraud. Semakin tepat gaya kepemimpinan yang digunakan oleh seorang pemimpin akan menurunkan risiko fraud.
Pada peneliti terdahulu yang menyelidiki dampak gaya kepemimpinan terhadap risiko fraud seperti yang dikemukakan oleh Pramudita (2013), bahwa gaya kepemimpinan berpengaruh negatif terhadap risiko fraud. Hal ini berarti bahwa gaya kepemimpinan yang tepat di suatu organisasi dapat memberikan motivasi kerja sehingga menurunkan risiko fraud. Lebih lanjut, Zulkarnain, 2013 dan Faisal, 2013 berpendapat bahwa terdapat pengaruh negatif antara gaya kepemimpinan terhadap risiko fraud. Dengan demikian peneliti merumuskan hipotesis pertama sebagai berikut:
H1: Gaya kepemimpinan di PT Kaltim Industrial Estate berpengaruh negatif terhadap risiko fraud.
19
2. Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Efektivitas Sistem Pengendalian
Internal
Budaya organisasi atau budaya perusahaan adalah nilai, norma, keyakinan, sikap dan asumsi yang merupakan bentuk bagaimana orang-orang dalam organisasi berperilaku dan melakukan sesuatu hal yang bisa dilakukan (Armstrong, 2009). Efektivitas sistem pengendalian internal diartikan sebagai kemampuan sistem pengendalian internal yang direncanakan dan diterapkan agar mampu mewujudkan tujuannya yaitu keandalan pelaporan keuangan, kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku, serta efektivitas dan efisiensi operasi (Parno, 2005). Sehingga dapat dikatakan bahwa sistem pengendalian internal yang efektif dipengaruhi oleh bagaimana orang-orang dalam organisasi berperilaku dan melakukan suatu hal yang bisa dilakukan.
Dengan demikian peneliti menyimpulkan bahwa efektifitas sistem pengendalian internal dipengaruhi oleh budaya organisasi. Peneliti merumuskan hipotesis kelima sebagai berikut:
H2: Budaya organisasi berpengaruh positif terhadap efektifitas sistem pengendalian internal
3. Pengaruh Efektivitas Sistem Pengendalian Internal terhadap Risiko
Fraud
Efektivitas sistem pengendalian internal diartikan sebagai kemampuan sistem pengendalian internal yang direncanakan dan diterapkan agar mampu mewujudkan tujuannya yaitu keandalan pelaporan keuangan, kepatuhan
20 terhadap hukum dan peraturan yang berlaku, serta efektivitas dan efisiensi operasi (Parno, 2005). Fraud dipengaruhi adanya sistem pengendalian internal dan monitoring oleh aturan (Arifiyani, 2012). Sehingga dapat dikatakan bahwa sistem pengendalian internal yang efektif akan berpengaruh terhadap risiko fraud. Semakin efektif sistem pengendalian internal akan menurunkan risiko fraud.
Pada penelitian terdahulu yang menyelidiki dampak efektivitas sistem pengendalian terhadap risiko fraud seperti yang dikemukakan oleh Pramudita (2013), bahwa efektivitas sistem pengendalian internal berpengaruh negatif terhadap risiko fraud. Hal ini berarti sistem pengendalian internal yang efektif membuat karyawan mematuhi aturan perusahaan sehingga menurunkan risiko fraud. Lebih lanjut, Beasley et al., (2001), Abbot et al., (2002) dan Ratnayani (2014) berpendapat bahwa terdapat pengaruh negatif antara efektivitas sistem pengendalian internal terhadap risiko fraud. Hal ini berarti semakin tinggi efektivitas sistem pengendalian internal, maka akan semakin rendah risiko fraud (Sari, 2015). Dengan demikian peneliti merumuskan hipotesis ketiga sebagai berikut:
H3: Efektivitas sistem pengendalian internal berpengaruh negatif terhadap risiko fraud.
4. Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Risiko Fraud
Budaya organisasi yang kuat akan meningkatkan kinerja karena menciptakan suatu motivasi yang luar biasa dalam diri pegawai (Kotter,
21 1997). Tidak jarang nilai-nilai dan perilaku yang dianut bersama membuat orang merasa nyaman dalam bekerja untuk sebuah organisasi, berkomitmen yang membuat orang berusaha lebih keras.
Budaya organisasi yang baik adalah budaya organisasi yang akan membentuk para pelaku organisasi untuk memiliki sense of belonging (rasa ikut memiliki) dan sense of identity (rasa bangga sebagai bagian dari organisasi) (Sulistiyowati, 2007). Hal ini dapat menekan risiko fraud. Sehingga dapat dikatakan bahwa baik atau tidaknya suatu budaya organisasi akan berpengaruh terhadap risiko fraud. Semakin baik budaya organisasi akan menurunkan risiko fraud.
Hasil penelitian yang dilakukan Apriadi (2014); Pramudita (2013); Adelin (2013); Sulistiyowati (2007) dan Arifin (2000), menunjukkan bahwa adanya hubungan negatif antara budaya organisasi dengan risiko fraud. Semakin kuat budaya organisasi akan menekan risiko fraud. Dengan demikian peneliti merumuskan hipotesis kedua sebagai berikut:
H4: Budaya organisasi berpengaruh negatif terhadap risiko fraud
5. Efektivitas Sistem Pengendalian Internal memediasi Pengaruh Budaya
Organisasi terhadap Risiko Fraud.
Beberapa penelitian tentang budaya organisasi dengan risiko fraud menunjukkan hasil yang berbeda antar peneliti yang satu dengan yang lainnya. Apriadi (2014), menunjukkan adanya hubungan negatif antara budaya organisasi dengan risiko fraud. Hal ini selaras dengan penelitian yang
22 dilakukan oleh Pramudita (2013), Adelin (2013), Sulistiyowati (2007), Arifin (2000).
Namun ada beberapa penelitian yang memberikan hasil temuan sebaliknya, dimana tidak terdapat pengaruh antara budaya organisasi dengan risiko fraud (Najahningrum, 2013) Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Zulkarnain (2013) dan Faisal (2013).
Peneliti menduga bahwa perbedaan hasil penelitian tersebut kemungkinan dikarenakan adanya pengaruh faktor lain yang tidak tampak. Dalam hal ini peneliti melihat faktor lain tersebut adalah efektivitas sistem pengendalian internal. Wilopo (2006) menyatakan bahwa salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalisir tindakan kecurangan adalah melalui peningkatan sistem pengendalian internal adalah melalui peningkatan sistem pengendalian internal. Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2008 Tentang Sistem Pengendalian Internal Pemerintah dijelaskan bahwa pengendalian internal merupakan proses yang intergral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efesien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Wilopo (2006) menyatakan bahwa peningkatan efektivitas pengendalian internal akan mampu menekan risiko
fraud. Dengan demikian peneliti merumuskan bahwa hipotesis ketujuh
23 Gambar 2.1. Kerangka Penelitian H5: Efektivitas sistem pengendalian internal memediasi pengaruh budaya
organisasi terhadap risiko fraud.
F. Kerangka Penelitian
Dari landasan teori di atas dapat dibuat kerangka konsep penelitian sebagai berikut: Gaya Kepemimpinan Efektivitas Sistem Pengendalian Internal Risiko Fraud Budaya Organisasi
24
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Jenis peneitian ini adalah penelitian empiris dengan tujuan untuk memperoleh gambaran pengaruh gaya kepemimpinan terhadap risiko fraud serta budaya organisasi terhadap efektivitas sistem pengendalian internal dan risiko fraud di PT Kaltim Industrial Estate.
B. Subyek dan Obyek Penelitian
1. Subjek penelitian adalah manajer tingkat menengah (middle manager) serta seluruh staf bagian pengadaan barang di PT Kaltim Industrial Estate.
2. Objek penelitian adalah gaya kepemimpinan, budaya organisasi, efektivitas sistem pengendalian internal dan risiko fraud di PT Kaltim Industrial Estate.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi penelitian adalah seluruh karyawan PT Kaltim Industrial Estate. 2. Sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling.
Sampel yang diambil hanya pada bagian pengadaan barang di PT Kaltim Industrial Estate dengan jumlah sampel sebesar 36 orang. Peneliti hanya meneliti pada bagian pengadaan barang dikarenakan tindak pidana korupsi sepanjang 2014 masih didominasi sektor pengadaan barang dan jasa (Kabarserasan.com, 2015).
25
D. Jenis dan Sumber Data
1. Jenis data dalam penelitian ini adalah data primer.
2. Sumber data dalam penelitian ini adalah dari kuesioner yang diisi oleh manajer tingkat menengah (middle manager) serta seluruh staf bagian pengadaan barang di PT Kaltim Industrial Estate, pengamatan langsung dan file dari departemen satuan pengawas internal.
E. Instrumen Pengumpulan Data
1. Kuesioner
Data yang dikumpulkan, yaitu jawaban responden tentang gaya kepemimpinan, budaya organisasi, sistem pengendalian internal, dan fraud yang dituju adalah seluruh manajer tingkat menengah (middle manager) serta karyawan bagian pengadaan barang. Responden dalam penelitian ini berjumlah 36 orang.
Untuk mengukur sikap responden terhadap setiap pernyataan atau pernyataan menggunakan skala likert 1-5 sebagai berikut :
1 = Sangat tidak sesuai 2 = Tidak sesuai 3 = Cukup Sesui 4 = Sesuai
5 = Sangat sesuai
Responden cukup memberi tanda centang (√) pada kotak pilihan pernyataan yang dianggap paling sesuai dengan kondisi yang sesungguhnya.
26 2. Observasi
Dalam melakukan penelitian ini peneliti melakukan pengamatan langsung terhadap obyek data (keadaan dan kegiatan bagian pengadaan barang di PT Kaltim Industrial Estate guna mendapatkan keterangan yang akurat). Peneliti mengamati hubungan antara bawahan dengan atasan, serta mengamati SOP (Standard Operating Procedure) dengan kenyataan pada bagian pengadaan barang di PT Kaltim Industrial Estate.
F. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner. Data yang digunakan adalah data primer. Data Primer adalah data yang berasal dari sumber asli atau pertama (Sarwono, 2006). Data primer didapat dengan metode kuesioner yang disebarkan kepada karyawan-karyawan bagian pengadaan barang di PT Kaltim Indutrial Estate. Pernyataan yang diajukan bersifat tertutup dengan menggunakan skala likert sebagai pilihan jawaban agar responden lebih leluasa dalam menjawab kuesioner.
G. Variabel Penelitian, Indikator Variabel dan Pengukuran Variabel
1. Variabel Penelitian
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari empat variabel, yaitu:
27
Tabel 3.1
Indikator Gaya Kepemimpinan
a) Variabel terikat (dependent variable)
Sesuai dengan masalah yang akan diteliti, maka yang akan menjadi variabel terikat (dependent variable) adalah risiko fraud.
b) Variabel bebas (independent variable)
Variabel bebas (independent variable) dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel, yaitu gaya kepemimpinan dan budaya organisasi.
c) Variabel Mediasi
Variabel mediasi dalam penelitian ini adalah efektivitas sistem pengendalian internal. 2. Indikator Penelitian a) Gaya Kepemimpinan Jenis Gaya Kepemimpinan Indikator Nomor Pernyataan Gaya kepemimpinan otoriter
1. Wewenang mutlak terpusat pada
pimpinan 1
2. Keputusan selalu dibuat oleh pimpinan 2
3. Kebijaksanaan selalu dibuat oleh
pimpinan 3
4. Komunikasi berlangsung satu arah dari
pimpinan kepada bawahan 4
5. Pengawasan terhadap sikap, tingkah
laku, perbuatan atau kegiatan
para bawahannya selalu dilakukan secara ketat.
5
6. Prakarsa selalu datang dari pimpinan 6
7. Kaku dalam bersikap 7,8
8. Tidak ada kesempatan bagi bawahan untuk memberikan saran, pertimbangan atau pendapat.
9 9. Tanggung jawab keberhasilan organisasi
28 Sumber: Nawawi, 2004
Tabel 3.1
Indikator Gaya Kepemimpinan (sambungan) Jenis Gaya Kepemimpinan Indikator Nomor Pernyataan Gaya kepemimpinan demokratis
1. Wewenang pimpinan tidak mutlak 11
2. Pimpinan bersedia melimpahkan
sebagian wewenang kepada bawahan 12
3. Keputusan dibuat bersama antara
pimpinan dan bawahan 13
4. Kebijaksanaan dibuat bersama antara
pimpinan dan bawahan 14
5. Komunikasi berlangsung timbal balik, baik yang terjadi antara pimpinan dan
bawahan maupun antara sesama
bawahan
15 6. Prakarsa dapat datang dari pimpinan
maupun bawahan 16
7. Banyak kesempatan bagi bawahan untuk
menyampaikan saran,
pertimbangan atau pendapat
17, 18 8. Terdapat suasana saling percaya, saling
hormat menghormati dan saling
menghargai
19 9. Tanggung jawab keberhasilan organisasi
dipikul bersama pimpinan dan bawahan 20
Gaya kepemimpinan
bebas
1. Pimpinan melimpahkan wewenang lebih
banyak sepenuhnya kepada bawahan 21
2. Keputusan lebih banyak dibuat oleh para
bawahan 22
3. Pimpinan hanya berkomunikasi apabila
diperlukan oleh para bawahannya 23
4. Hampir tidak ada pengawasan tehadap sikap, tingkah laku, perbuatan atau kegiatan yang dilakukan oleh para bawahan
24
5. Hampir tidak ada pengarahan dari
pimpinan 25
6. Kebijaksanaan banyak dibuat oleh para
bawahan 26
7. Prakarsa banyak dibuat oleh bawahan 27, 28
8. Peranan pimpinan sangat sedikit dalam
kegiatan kelompok 29
9. Tanggung jawab keberhasilan organisasi
29
Tabel 3.2
Indikator Budaya Organisasi
b) Budaya Organisasi
Dimensi Indikator Nomor
Pernyataan
Perencanaan
1. Prosesnya melibatkan penyusunan perencanaan strategis, bersifat formal dan memiliki langkah-langkah jelas yang telah ditetapkan dan terdapat batas waktu
1, 2, 3
2. Semua manajer terlibat dalam semua
tahap penyusunan perencanaan strategis 4 3. Strategi utama perusahaan diungkapkan
kepada semua manajer 5
4. Anggaran disusun secara partisipatif dengan partisipasi manajer senior dan operasional
6
Pelaksanaan
1. Pelaksanaan tindakan para manajer
didorong oleh anggaran 7
2. Manajer memiliki otonomi penuh dalam mengambil keputusan yang diperlukan untuk melaksanakan anggaran di daerah mereka
8
3. Keputusan yang mempengaruhi perusahaan secara keseluruhan dibuat setelah terlebih dahulu konsultasi dengan semua manajer
9
4. Ketika menerapkan anggaran, manajer selalu menekankan tujuan utama perusahaan, bahkan jika itu berarti "kerugian" untuk daerah mereka sendiri
10
5. Jumlah anggaran digunakan sebagai parameter untuk mengevaluasi kinerja manajer di perusahaan
11
Kontrol
1. Terdapat komitmen yang kuat dari manajer untuk memantau dan mengontrol pencapaian target yang direncanakan
12
2. Manajer harus menyampaikan ke atasan mereka penyimpangan antara yang direncanakan dan hasil yang dicapai
13 3. Perusahaan membuat pertemuan khusus
dengan para manajer untuk
mengevaluasi hasil
30 Sumber: Robbins, 2003
Tabel 3.3
Indikator Efektivitas Sistem Pengendalian Internal Tabel 3.2
Indikator Budaya Organisasi (sambungan)