• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. BUDIDAYA JAMUR TIRAM

2. Budidaya

a. Persiapan Sarana Produksi

Sebelum melakukan kegiatan produksi, sarana produksi yang diperlukan sebaiknya dipersiapkan terlebih dahulu. Sarana produksi tersebut antara lain bangunan, peralatan, dan bahan-bahan (Cahyana, Muchroji, dan Bakrun, 2004).

a.1. Bangunan

Budidaya jamur tiram secara komersial memerlukan beberapa bangunan dalam kegiatan usahanya. Bangunan yang

diperlukan terdiri dari ruang persiapan, ruang inokulasi, ruang inkubasi, ruang penanaman, dan ruang pembibitan (Cahyana, Muchroji, dan Bakrun, 2004).

Ruang persiapan

Ruang persiapan digunakan sebagai ruangan untuk persiapan pembuatan media tanam dan sebagai tempat untuk menyimpan bahan-bahan, seperti bekatul dan kapur jika skala produksi itu tidak terlalu besar. Kegiatan yang dilakukan antara lain kegiatan pengayakan, pencampuran, pewadahan, dan sterilisasi.

Ruang inokulasi

Ruang inokulasi digunakan sebagai ruangan untuk menanam bibit pada media tanam. Ruangan harus mudah dibersihkan dan disterilkan untuk menghindari terjadinya kontaminasi oleh mikroba lain. Ruangan diusahakan tidak banyak terdapat ventilasi yang terbuka lebar.

Ruang inkubasi

Ruang inkubasi digunakan sebagai ruangan untuk menumbuhkan miselium jamur pada media tanam yang sudah diinokulasi. Ruangan biasa disebut dengan ruang spawning. Ruangan tidak boleh terlalu lembap, kondisi ruang sebaiknya diatur pada suhu 22 – 28 oC dengan kelembaban 60 – 80%.

Ruang penanaman

Ruang penanaman sering disebut dengan ruang growing. Ruangan digunakan sebagai tempat untuk menumbuhkan jamur. Ruangan dilengkapi dengan rak-rak penanaman dan alat penyemprot atau pengabut yang dipasang pada rak penanaman ataupun pengabut yang terpisah dari rak. Kondisi ruangan

sebaiknya diatur dalam kondisi yang optimal, yaitu suhu 16-22 o

C dengan kelembaban 80 – 90%.

Ruang pembibitan

Ruang pembibitan digunakan sebagai ruang khusus untuk proses produksi bibit. Ruangan diperlukan jika produksi sudah besar. Jika bibit yang digunakan masih sedikit, maka lebih efektif bibit dibeli dari produsen bibit, sehingga ruang pembibitan tidak diperlukan lagi.

Denah bangunan dalam budidaya jamur tiram disajikan pada Gambar 2 berikut.

Gambar 2. Denah bangunan budidaya jamur (Cahyana, Muchrodji, dan Bakrun, 2004)

a.2. Peralatan

Budidaya jamur tiram secara sederhana dapat dilakukan dengan menggunakan alat-alat yang mudah diperoleh, seperti cangkul, sekop, botol atau kayu (untuk memadatkan media tanam), alat pensteril, dan lampu spiritus. Pada kapasitas produksi yang cukup besar diperlukan peralatan yang cukup besar, seperti mesin ayakan, mixer, boiler, dan chamber sterilizer. Mixer digunakan sebagai alat pencampur. Filler

Keterangan : R.4: ruang persiapan R.1: ruang gudang R.5: ruang inkubasi (spawning) R.2: ruang pembibitan R.6: ruang penanaman (growning) R.3: ruang inokulasi S : alat sterilisasi

R.2 R.3

R.5 R.6 R.6

R.1

R.4 R.5 R.6 R.6 S

digunakan sebagai alat pengisi media ke dalam kantong plastik dengan jumlah tertentu. Boiler digunakan sebagai sumber pemanas (uap). Chamber sterilizer digunakan sebagai alat untuk sterilisasi dalam jumlah yang besar (Cahyana, Muchroji, dan Bakrun, 2004).

a.3. Bahan

Bahan-bahan untuk budidaya jamur tiram yang perlu dipersiapkan terdiri dari bahan baku dan bahan pelengkap (Cahyana, Muchroji, dan Bakrun, 2004).

a.3.1. Bahan Baku

Bahan baku sebaiknya menggunakan kayu atau serbuk gergaji kayu. Bahan ini berfungsi sebagai tempat tumbuh jamur tiram. Kandungan kayu yang dibutuhkan bagi pertumbuhan berupa karbohidrat, lignin, dan serat. Sedangkan kandungan kayu yang menghambat pertumbuhan berupa getah dan zat ekstraktif (zat pengawet alami yang terdapat pada kayu). Contoh kayu, seperti albasia, randu, dan meranti.

Dalam pemilihan serbuk kayu perlu diperhatikan kebersihan dan kekeringan. Serbuk kayu terbaik berasal dari kayu keras dan tidak banyak mengandung minyak ataupun getah. Jika banyak mengandung minyak atau getah, maka rendam terlebih dahulu lebih lama sebelum proses lebih lanjut. Komposisi kimia kayu disajikan pada Tabel 6 berikut.

Tabel 6. Komposisi kimia kayu

Golongan Kayu Komponen

Kimia Kayu daun

lebar (%) Kayu daun jarum (%) Selulosa 40 – 45 41 – 44 Lignin 18 – 33 26 – 28 Pentosan 21 – 24 8 – 13 Zat ekstraktif 1 – 12 2,03 Abu 0,22 – 6 0,89

(Sumber : Vadernecum Kehutanan, 1976 dalam J. F. Dumanauw, 1994)

a.3.2. Bahan Pelengkap Bekatul (dedak padi)

Pemberian bekatul bertujuan untuk mengingkatkan nutrisi media tanam sebagai sumber karbohidrat, karbon (C), dan nitrogen. Bekatul yang digunakan dapat berasal dari berbagai jenis padi, misalnya padi jenis IR, pandan wangi, rojo lele, ataupun jenis lainnya. Bekatul sebaiknya dipilih yang masih baru, belum tengik, dan tidak rusak.

Kapur (CaCO3)

Kapur merupakan bahan yang ditambahkan sebagai sumber kalsium (Ca). Kapur digunakan untuk mengatur pH media. Kapur yang digunakan adalah kapur pertanian, yaitu kalsium karbonat (CaCO3).

Gips (CaSO4)

Gips digunakan sebagai bahan sumber kalsium dan sebagai bahan untuk memperkokoh media. Jika kondisi media kokoh, maka diharapkan media tidak mudah rusak.

Kantong Plastik

Kantong plastik digunakan untuk mempermudah pengaturan kondisi (jumlah oksigen dan kelembaban udara) dan penanganan media selama pertumbuhan. Kantong plastik yang digunakan adalah plastik yang kuat dan tahan panas sampai dengan suhu 100 oC. Jenis plastik biasanya dipilih dari jenis polipropilen (PP). Beberapa ukuran plastik yang biasa digunakan dalam budidaya jamur antara lain (Cahyana, Muchrodji, dan Bakrun, 2004) :

- Ukuran 20 cm x 30 cm dengan ketebalan 0,3 mm-0,7 mm atau lebih tebal.

- Ukuran 17 cm x 35 cm dengan ketebalan 0,3 mm-0,7 mm atau lebih tebal.

- Ukuran 14 cm x 25 cm dengan ketebalan 0,3 mm-0,7 mm atau lebih tebal.

b. Pengolahan Media Tanam b.1. Persiapan

Serbuk kayu, bekatul, kapur, dan gips disiapkan sesuai dengan kebutuhannya seperti disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Kebutuhan bahan-bahan dalam budidaya jamur tiram Formulasi Serbuk kayu (kg) Tapioka (kg) Bekatul (kg) Kapur (kg) Gips (kg) TSP (kg) I 100 - 15 5 1 - II 100 - 5 2,5 0,5 0,5 III 100 - 10 2,5 0,5 0,5 IV 100 5 10 5 1 0,5 (Sumber : P3G Cianjur) b.2. Pengayakan

Pengayakan serbuk kayu dilakukan untuk mengatasi keseragaman potongan-potongan kayu. Ukuran ayakan yang digunakan sama dengan ukuran ayakan untuk mengayak pasir.

Pengayakan dapat dilakukan secara manual dengan tenaga manusia atau menggunakan mesin pengayak jika skala besar. Pekerja harus menggunakan masker atau penutup hidung untuk menjaga kesehatan ketika mengayak (Cahyana, Muchroji, dan Bakrun, 2004).

b.3. Perendaman

Perendaman dilakukan untuk menghilangkan getah dan minyak yang terdapat pada serbuk kayu. Perendaman berfungsi untuk melunakkan serbuk kayu agar mudah diuraikan oleh jamur. Perendaman dilakukan dengan cara memasukkan serbuk kayu ke dalam karung plastik untuk mengurangi kehilangan serbuk kayu selama perendaman. Perendaman dilakukan selama 6 – 12 jam kemudian tiriskan (Cahyana, Muchroji, dan Bakrun, 2004).

b.4. Pengukusan

Pengukusan dilakukan dengan mengukus serbuk kayu yang telah direndam pada suhu 80 – 90 oC selama 4 – 6 jam. Pengukusan bertujuan untuk mengurangi mikroba yang dapat mengganggu pertumbuhan jamur tiram yang ditanam (Cahyana, Muchroji, dan Bakrun, 2004).

b.5. Pencampuran

Pencampuran dilakukan dengan mencampurkan bahan- bahan yang telah ditimbang sesuai dengan kebutuhan selanjutnya dengan serbuk gergaji yang telah dikukus. Pencampuran dilakukan secara merata dan diusahakan tidak terdapat gumpalan dalam proses pencampuran, terutama serbuk gergaji dan kapur, karena dapat mengakibatkan komposisi media yang diperoleh tidak merata sehingga berpengaruh terhadap pertumbuhan jamur (Cahyana, Muchroji, dan Bakrun, 2004).

b.6. Pengomposan

Pengomposan dilakukan untuk menguraikan senyawa- senyawa kompleks dalam bahan-bahan dengan bantuan mikroba sehingga diperoleh senyawa-senyawa yang lebih sederhana. Pengomposan dilakukan dengan cara menutup secara rapat campuran serbuk kayu dengan menggunakan plastik selama 1 – 2 hari. Proses pengomposan yang baik ditandai dengan kenaikan suhu menjadi sekitar 50 oC, kadar air campuran atau kompos pada kelembaban 50-65 % dengan tingkat keasaman (pH) 6-7 (Cahyana, Muchroji, dan Bakrun, 2004).

b.7. Pembungkusan

Pembungkusan dilakukan dengan menggunakan plastik polipropilen (PP) karena relatif tahan panas. Pembungkusan dilakukan dengan cara memasukkan adonan ke dalam plastik kemudian padatkan dengan menggunakan botol atau alat yang lain. Media yang kurang padat akan menyebabkan hasil panen yang tidak optimal karena media cepat menjadi busuk sehingga produktivitas menurun (Cahyana, Muchroji, dan Bakrun, 2004).

b.8. Sterilisasi

Sterilisasi dilakukan untuk mengin-aktifkan mikroba, baik bakteri, kapang, maupun khamir yang dapat menggganggu pertumbuhan jamur yang ditanam. Sterilisasi dilakukan pada suhu 80-90 oC selama 6-8 jam. Sterilisasi dilakukan menggunakan alat yang sengat sederhana, yaitu drum minyak yang sedikit dimodifikasi dengan menambahkan sarangan sebagai pembatas antara air dengan tempat media (Cahyana, Muchroji, dan Bakrun, 2004).

b.9. Pendinginan

Pendinginan dilakukan dengan mendinginkan media yang telah disterilisasi selama 8-12 jam sebelum dilakukan inokulasi (pemberian bibit). Pendinginan dilakukan hingga suhu mencapai 35-40 oC. Untuk mempercepat proses pendinginan dapat digunakan kipas angin (blower) (Cahyana, Muchroji, dan Bakrun, 2004).

c. Penanaman Bibit

Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada saat melakukan inokulasi (penanaman bibit) agar dapat berhasil dengan baik adalah sebagai berikut (Cahyana, Muchrodji, dan Bakrun, 2004) :

c.1. Kebersihan

Kebersihan meliputi kebersihan alat, tempat, dan sumber daya manusia atau pelaksananya. Kebersihan diukur dari tingkat sterilitasnya. Alat dan tempat inokulasi disterilisasikan terlebih dahulu sebelum digunakan. Alat disterilisasikan dengan menggunakan alkohol 70 % dan lampu spiritus atau lampu bunsen. Semua peralatan yang digunakan dalam inokulasi dicelupkan ke dalam larutan alkohol 70 % kemudian dinyalakan beberapa saat. Sementara itu, sterilisasi tempat atau ruangan dilakukan dengan menyemprotkan alkohol atau larutan formalin 2 % (Cahyana, Muchroji, dan Bakrun, 2004).

c.2. Bibit

Bibit berasal dari strain atau varietas unggul. Umur bibit optimal 45-60 hari. Warna bibit merata. Bibit tidak terkontaminasi dan belum ditumbuhi jamur (Cahyana, Muchroji, dan Bakrun, 2004).

c.3. Teknik Inokulasi

Inokulasi dapat dilakukan dengan beberapa cara di antaranya dengan taburan, tusukan, dan membuka plastik media tumbuh yang sudah penuh miselia.

Inokulasi dengan taburan

Inokulasi dengan taburan dilakukan dengan cara sebagai berikut (Cahyana, Muchrodji, dan Bakrun, 2004) :

1. Media tumbuh jamur yang sudah putih oleh miselia jamur setelah berumur 40 – 60 hari sudah siap untuk dilakukan penanaman (growing atau farming).

2. Bibit jamur tiram ditaburkan ke dalam media tanam secara langsung.

3. Media tanam yang telah diisi bibit ditutup dengan menggunakan kapas sisa pintalan (dapat juga menggunakan kapuk randu, koran atau tutup yang lain).

Inokulasi dengan tusukan

Inokulasi dengan tusukan dilakukan dengan cara sebagai berikut (Cahyana, Muchrodji, dan Bakrun, 2004) :

1. Media tumbuh jamur yang sudah putih oleh miselia jamur setelah berumur 40 – 60 hari sudah siap untuk dilakukan penanaman (growing atau farming).

2. Penusukan dilakukan dengan menggunakan batang kayu berdiameter satu inci.

3. Lubang dibuat di bagian tengah media tanam melalui ring (cincin) sedalam ¾ dari tinggi media tanam.

4. Kemudian diisikan dengan bibit yang telah dihancurkan ke dalam lubang tersebut.

5. Media tanam yang telah diisi bibit jamur tiram ditutup dengan menggunakan kapas sisa pintalan (dapat juga menggunakan kapuk randu, koran atau tutup yang lain).

Inokulasi dengan membuka plastik media tanam

Inokulasi dengan membuka plastik media tanam dilakukan dengan cara sebagai berikut (Cahyana, Muchrodji, dan Bakrun, 2004) :

1. Media tumbuh jamur yang sudah putih oleh miselia jamur setelah berumur 40 – 60 hari sudah siap untuk dilakukan penanaman (growing atau farming).

2. Penanaman dilakukan dengan dengan cara membuka plastik media tumbuh yang sudah penuh miselia tersebut.

Catatan :

Pada prinsipnya pembukaan media bertujuan memberikan O2 yang cukup bagi pertumbuhan tubuh buah jamur, sehingga memberikan kesempatan bagi jamur untuk membentuk tubuh buah (fruiting body) dengan baik.

3. Media dibuka dengan beberapa cara, di antaranya dengan menyobek plastik media di bagian atas atau hanya dengan membukanya saja atau juga dengan menyobek penutup media dengan pisau di beberapa sisi.

4. Pertumbuhan tubuh buah ditunggu selama satu sampai dua minggu setelah media dibuka.

5. Tubuh buah yang sudah tumbuh tersebut dibiarkan selama 2- 3 hari atau sampai tercapai pertumbuhan yang optimal. Catatan :

Jika jamur tiram yang sudah tumbuh tersebut dibiarkan terlalu lama, maka bentuk jamur tiram tersebut akan kurang baik dan daya simpannya akan menurun.

6. Sebanyak 1-2 buah sendok makan bibit jamur tiram Hamparkan. Sendok yang telah dipanaskan di atas api dapat digunakan.

7. Plastik bagian atas dirapatkan kembali.

8. Cincin dari bambu berdiameter 3 cm dan tinggi 1 cm dirapatkan kembali ke dalam plastik yang dirapatkan tersebut.

9. Kemudian lubang yang terbentuk dengan kapas diisi. 10.Kapas beserta cincin ditutup dengan kertas koran lalu ikat.

d. Pemeliharaan Tanaman

d.1. Pemeliharaan Media Tanam

Media tanam yang akan membentuk miselium dan tubuh buah harus dipelihara. Pemeliharaan berhubungan dengan menjaga lingkungan agar tetap optimum. Kriteria lingkungan yang baik adalah sebagai berikut (warintek.progressio.or.id/pertanian/jtiram.htm) :

- Kandungan air yang baik 35-45 %.

Kekurangan air menyebabkan miselium tidak membentuk tubuh buah karena kekeringan dan kelebihan air menyebabkan tumbuhnya jenis jamur lain yang tidak diinginkan.

- Cahaya.

Perkembangan miselium dan tubuh buah akan terhambat dengan adanya cahaya langsung. Tempat penyimpanan harus tetap teduh dan sinar matahari tidak masuk secara langsung ke dalam ruangan.

d.2. Pembentukan Miselium dan Tubuh Buah d.2.1. Penumbuhan miselium

Miselium akan tumbuh memenuhi permukaan media tanam setelah penyimpanan selama kurang lebih 1 bulan. Selama jangka waktu tersebut, temperatur dan kelembaban harus optimal. Pengaturan temperatur dan kelembaban dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut (warintek.progressio.or.id/pertanian/jtiram.htm) :

- Air disemprotkan dengan sprayer ke dinding-dinding bangunan penyimpanan dan ke ruang di antara jajaran log.

- Air disemprotkan dengan sprinkel bernozel halus.

d.2.2. Pembentukan tubuh buah pertama

Setelah miselium tumbuh sempurna, cincin media tanam dilepaskan dan plastik bagian atas dibuka sehingga seluruh permukaan atas media tanam kontak dengan udara. Pada waktu ini diperlukan raising, yaitu pengaturan lingkungan agar tubuh buah tumbuh. Raising

dilakukan dengan cara sebagai berikut (warintek.progressio.or.id/pertanian/jtiram.htm) :

- Temperatur ruang diturunkan menjadi 13-15o C dengan menggunakan pengatur temperatur (Air Conditioning) atau air disemprotkan dengan nozel halus secara intensif.

- Temperatur diturunkan dan bahan yang mengandung hormon pertumbuhan langsung disemprotkan ke permukaan media tanam yang kontak dengan udara. Tubuh buah pertama terbentuk setelah 3-5 hari pembukaan.

d.2.3. Pembentukan tubuh buah selanjutnya

Setelah tubuh buah pertama dipanen, bukaan plastik diturunkan sampai ½ bagian media tanam. Bagian plastik yang belum terbuka harus dilubangi untuk memberi kesempatan tubuh buah keluar dan tumbuh. Pembukaan media tanam sebaiknya tidak dilakukan sekaligus, terutama pada budidaya jamur tiram skala besar. Jarak pembukaan satu kelompok media tanam dengan kelompok lainnya ditentukan sedemikian rupa

sehingga setiap hari ada tubuh buah yang dipanen. (warintek.progressio.or.id/pertanian/jtiram.htm).

e. Panen

e.1. Penentuan masa panen

Panen dilakukan setelah pertumbuhan jamur mencapai tingkat yang optimal, yaitu cukup besar, tetapi belum mekar penuh. Panen dilakukan 5 hari setelah tumbuh calon jamur yang sudah cukup besar dengan diameter rata-rata antara 5-10 cm. Panen dilakukan pada pagi hari untuk mempertahankan kesegarannya dan mempermudah pemasarannya (Cahyana, Muchroji, dan Bakrun, 2004).

e.2. Periode Panen

Panen dilakukan setiap hari atau beberapa hari sekali tergantung dari jarak pembukaan log-log. Dari satu log akan dihasilkan sekitar 0,8-1 kg jamur (warintek.progressio.or.id/pertanian/jtiram.htm).

e.3. Teknik panen

Teknik panen dilakukan dengan cara mencabut seluruh rumpun jamur yang ada hingga ke akar-akarnya untuk menghindari adanya akar atau batang jamur yang tertinggal. Panen sebaiknya tidak dilakukan dengan cara hanya memotong cabang jamur yang ukurannya besar saja karena dalam satu rumpun jamur mempunyai stadia pertumbuhan yang sama (Cahyana, Muchroji, dan Bakrun, 2004).

Jika panen hanya dilakukan pada jamur yang berukuran besar, maka jamur yang berukuran kecil tidak akan banyak bertambah besar, bahkan kemungkinan mati (layu atau busuk). Adanya bagian jamur yang tertinggal tersebut dapat membusuk, sehingga dapat mengakibatkan kerusakan media, bahkan dapat

merusak pertumbuhan jamur yang lain. Jamur tiram dipotong dengan pisau yang bersih dan tajam. Jamur tiram disimpan di wadah plastik dengan tumpukan setinggi 15 cm (Cahyana, Muchroji, dan Bakrun, 2004).

f . Pasca Panen f.1. Penyortiran

Setelah dipanen, batang tubuh buah dipotong. Jamur yang rusak dipisahkan dari jamur yang baik, dan jamur dipisahkan pula sesuai dengan ukurannya (warintek.progressio.or.id/pertanian/jtiram.htm).

f.2. Penyimpanan

Setelah penyortiran, kotoran pada jamur dibuang tanpa mencucinya. Jamur tiram disimpan di dalam wadah bersih dan ditempatkan di kamar dengan temperatur 15 0C. Jamur tiram dapat tetap segar selama 5 x 24 jam. Sebelum pengemasan, jamur tiram disemprot dengan larutan natrium bisulfit 0,1 - 0,2 % yang berguna untuk menghambat pembusukan (warintek.progressio.or.id/pertanian/jtiram.htm).

f.3. Pengemasan

Pengemasan dilakukan dalam suatu media sebagai berikut (warintek.progressio.or.id/pertanian/jtiram.htm) :

- Kantung plastik.

- Kantung plastik yang divakum (udara dikeluarkan).

- Wadah plastik putih dan ditutup dengan plastik lembaran tipis.

f.4. Penanganan Lain f.4.1. Pengeringan

Pengeringan jamur tiram dilakukan dengan cara sebagai berikut (warintek.progressio.or.id/pertanian/jtiram.htm) :

1. Jamur tiram direndam dalam air bersih, atau cuci dengan air mengalir.

2. Jamur tiram diiris tipis atau dibiarkan seperti adanya. 3. Kemudian jamur tiram dimasukan ke dalam air

mendidih sebentar, lalu ditiriskan.

4. Jamur tiram dikeringkan di dalam oven listrik atau di atas kompor minyak tanah.

f.4.2. Penambahan senyawa pengawet

Penambahan senyawa pengawet pada jamur tiram dilakukan dengan cara sebagai berikut (warintek.progressio.or.id/pertanian/jtiram.htm) :

1. Jamur tiram utuh dibersihkan dari kotoran jika perlu dengan air mengalir.

2. Kemudian jamur tiram direndam dalam asam sitrat 0,1 % selama 5 menit.

3. Jamur tiram dicuci dengan air mengalir lalu dimasukkan ke dalam larutan yang terdiri atas garam dapur (15%), garam sitrat (0,5%), SO2 (1%), kalium bikarbonat (0,1%) dan kalium metabisulfida (<1%) selama 10-15 menit.

4. Jamur tiram ditiriskan kembali sehingga akan awet selama 2 minggu tanpa pengepakan dan 1 bulan bila langsung dipak cara vakum.

Dokumen terkait