• Tidak ada hasil yang ditemukan

BUKANLAH MASYARAKAT ISLAM

Bukanlah masyarakat Islam itu masyarakat yang diliputi oleh perasaan dendam (dengki), karena perasaan itu muncul mungkin akibat kezhaliman sosial dan perlakuan buruk sebagian orang terhadap sebagian yang lainnya, cara seperti ini tidak diakui oleh Islam tentang keberadaannya dalam masyarakatnya, atau mungkin akibat dari faktor luar yang berusaha membagi masyarakat menjadi beberapa tingkatan, dan menyulut api

pertarungan antar kelompok, buruh dan petani adalah dimanja secara zhahir, meskipun sebenamya mereka itu hanya alat yang dipergunakan untuk tujuan-tujuan syetan yang jahat. Adapun kelompok yang lainnya seperti para pedagang, cendekiawan, mahasiswa dan para karyawan yang beraneka ragam, mereka adalah kelompok Borjuisme yang dilaknat (dibenci) dan yang hidup dalam tingkatan yang kedua, jika masih diperbolehkan untuk tetap ada. Ini semua tidak diakui oleh Islam, karena Islam menanamkan bahwa hasud dan permusuhan sebagai penyakit ummat, Rasulullah SAW bersabda tentang permusuhan itu sebagai berikut:

"Sesungguhnnya (permusuhan), itulah yang memotong, bukan (memotong) rambut, tetapi memotong agama." (HR. Ahmad dan Tirmidzi)

Bukanlah masyarakat Islam itu masyarakat yang lebih mengutamakan fanatisme nasionalis atau kebangsaan atas persaudaraan Islam (ukhuwah Islamiyah), sehingga seorang Muslim mengatakan, "Tanah airku sebelum agamaku," atau seorang Muslim Arab berkata, "Ke-Arab-anku sebelum Islamku," atau seorang Muslim India atau Persi, Nigeria, atau Somalia berkata, "Kebangsaanku sebelum aqidahku."

Bahkan sebagian manusia ada yang menjadikan syiar mereka lebih mulia di atas syiar Islam sebagaimana dalam "SYAIR QURAWIY"berikut:

- Negerimu kedepankan melebihi semua agama

- Demi itu engkau terbuka dan demi itu pula enghau berpuasa - Datangkan padaku agama untuk menyatukan negeri Arab - Pergilah dengan banghai agama Ibrahim

- Selamat atas kekufuran yang menyatukan kami

- Selamat bejumpa setelah ini meskipun di neraka Jahannam!

Ukhuwah Islamiyah berada di atas fanatisme-fanatisme, ikatan aqidah di atas segala ikatan dan Darul Islam berada di atas seluruh tanah air.

Bukanlah masyarakat Islam itu masyarakat yang menjadikan tanah air dan kebangsaan sebagai berhala yang disembah selain Allah, yang diagung-agungkan oleh pena, lesan, dan seluruh alat komunikasi dan penerangan. Juga oleh berbagai perasaan dan cinta, serta didukung oleh rasa cinta dan loyalitas sampai pada tingkatan beribadah secara nyata, meskipun mereka tidak menganggap itu ibadah secara ucapan. Sungguh itu merupakan salah satu berhala yang muncul di berbagai negara, kemudian berpindah ke negeri-negeri Islam yang itu membuat para analis dan pengamat non Muslim bangkit dari bumi tauhid suatu penyembahan berhala dengan bentuk baru.

Bukanlah masyarakat Islam itu masyarakat yang memusuhi kaum Muslimin dan

mencintai musuh-musuh Islam, atau menyamakan antara kaum Muslimin dengan orang-orang musyrik atau orang-orang-orang-orang kafir dalam mu'amalah (pergaulan), perasaan wala' (cinta) terhadap Islam dan ummatnya itulah yang mengarahkan masyarakat Islam, demikian juga perasaan benci terhadap musuh-musuh Islam yang membuat tipu daya terhadap

pengikutnya dan yang menghambat dari jalannya sehingga dapat memperkokoh tali iman cinta karena Allah, benci karena Allah, mencintai karena Allah dan memusuhi karena Allah.

Dari sinilah Al Qur'an Al Karim berkali-kali menyeru:

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah kamu mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu)." (An-Nissa': 144)

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita

Muhammad), karena rasa kasih sayang." (Al Mumtahanah: 1)

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu jadikan penolongmu kaum yang dimurkai Allah." (Al Mumtahanah: 13)

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengarnbil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebagian mereka adalah pemimpin bagi

sebagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengarnbil mereka menjadi pemumpin, maka sesunggahrya orang itu terrnasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang dhalim." (Al Maaidah: 51)

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu jadikan bapak-bapak dan saudara-saudaramu pemimpin-penumpinmu, jika rnereka lebih mengutamakan, kekafiran atas keimanan dan siapa di antara kamu yang menjadikan mereka pemimpin-pemimpin, maka mereka itulah orangorang yang zhalim." (At-Taubah: 23)

Demikianlah Al Qur'an menegaskan orang-orang yang menjadikan musuh-musuh Allah sebagai pendukung mereka dan kekasih mereka bahwa orang-orang tersebut termasuk mereka dan orang-orang itu zhalim serta tersesat dari jalan yang benar. Dan Allah

berkuasa penuh atas mereka dengan kekuasaan yang nyata. Allah menyifati mereka yang demikian sebagai sifat-sifat orang munafik, Allah SWT berfirman:

"Kabarkan kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih, (yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua kekuatan adalah milik Allah." (An-Nisaa': 138-139)

Allah SWT telah menafikan keimanan mereka, sebagaimana diterangkan dalam ayat berikut:

"Kamu tidak akan mendapat sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orarig-orarig yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka." (Al Mujadalah: 22)

Dalam ayat yang ketiga Allah menjadikan mereka tidak mendapatkan sesuatu pun dari Allah, Allah SWT berfirman:

"Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barangsiapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. Dan hannya kepada Allah kembali(mu)." (Ali Imran: 28)

Masyarakat Islam tidak melihat manusia dari sisi tanah, warna, unsur atau tingkatannya, tetapi dari sisi aqidahnya menurut kaum Muslimin dan dari sisi ikatan kemanusiaan menurut orang-orang non Muslim.

Dengan demikian maka wala' itu milik Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman. Adapun kebajikan dan keadilan itu berlaku untuk seluruh manusia, selama mereka tidak memerangi kaum Muslimin atau memusuhi, Allah SWT berfirman:

"Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil." (Al Mumtahanah: 8) Sikap kasih sayang itu diberikan kepada seluruh makhluk Allah sampai binatang, kucing dan anjing."amun demikian tidak boleh mencampuradukkan antara wala' dengan lainnya seperti berbuat baik dan merasa kasihan . Maka pengkhususan wala' bagi kaum Muslim in tidak lantas menafikan berbuat baik dan bersikap adil, lemah lembut terhadap orang lain.

Bernald Louis berkata: "Asas pengelompokan manusia menurut kaum Muslimin dan yang membedakan antara manusia dengan yang lainnya dan yang membedakan antara saudara dengan orang lain adalah keimanan. Bergaungnya dengan ummat Islam atau tidak, dan yang kami maksudkan dengan iman menurut kaum Muslimin adalah agama atau kekuatan sosial dalam ummat dan satu-satunya standar identitas ummat, pusat loyalitas berjamaah."

Di dalam masyarakat Islam secara internasional bahwa setiap Muslim itu saudara bagi Muslim yang lainnya (minimal secara konsepsi) apa pun bahasanya, asalnya,

keturunannya, setanah air, satu bahasa dan satu keturunan, tetapi tidak memiliki aqidah yang sama, sampai seorang Muslim itu menolak hubungan dengan para pendahulu nenek moyangnya pada masa-masa jahiliyah, karena la tidak merasa bahwa antara dir~nya dengan mereka itu ada ikatan dan identitas aqidah atau hubungan rohani. Dengan demikian maka ketika kaum Muslimin tidak atau kurang memperhatikan ilmu sejarah kuno atau peninggalan-peninggalan masa lalu itu bukan berarti bahwa kaum Muslimin itu bodoh atau tidak mampu memahami pentingnya ilmu ini, tidak, bahkan sebaliknya

mereka adalah kaum yang memiliki peradaban yang tinggi, dan memliki perasaan yang kuat dan luar biasa terhadap sejarah dan kedudukan mereka dalam sejarah itu. Hanya karena sejarah kaum Muslimin itu dimulai sejak munculnya Islam, orang-orang salaf mereka yang shalih, mereka itulah permulaan kaum Muslimin, di sisi kiblat Islam, di jantung jazirah Arab. Sementara orang-orang Mesir dahulu yang musyrik, orang-orang Babilonia dan juga selain mereka dari ummat masa lalu, mereka adalah asing dan dianggap jauh dengan mereka, meskipun mempunyai hubungan darah dan tanah."11)

11) Lihat Kitab 'Al Garbu wa Asy-Syarqu Al Ausath' hal: 107 - 108

PASAL 5: AKHLAQ DAN KEUTAMAAN

Sebagaimana masyarakat Islam itu memiliki keistimewaan di bidang aqidah, ibadah dan pemikiran, maka ia juga memiliki keistimewaan dalam masalah akhlaq dan keutamaan. Akhlaq dan keutamaan merupakan bagian penting dari eksistensi masyarakat Islam. Mereka adalah masyarakat yang mengenal persamaan keadilan, kebajikan dan kasih sayang, kejujuran dan kepercayaan, sabar dan kesetiaan, rasa malu dan kesetiaan, 'izzah dan ketawadhu'an, kedermawanan dan keberanian, perjuangan dan pengorbanan, kebersihan dan keindahan, kesederhanaan dan keseimbangan, pemaaf dan penyantun,

serta saling menasihati dan bekerjasama (ta'awun). Mereka beramar ma'ruf dan nahi munkar, melakukan segala bentuk kebaikan dan kemuliaan, keutamaan akhlaq, semua dengan niat ikhlas karena Allah, bertaubat dan bertawakal kepada-Nya, takut menghadapi ancaman-Nya dan mengharap rahmat-Nya. Memuliakan syiar-syiarNya, senang untuk memperoleh ridhaNya, menghindari murka-Nya, dan lain-lain dari nilai-nilai Rabbaniyah yang telah banyak dilupakan oleh manusia.

Ketika kita berbicara tentang akhlaq, maka bukanlah akhlaq itu hanya menyangkut hubungan antara manusia dengan manusia saja, akan tetapi ia mencakup hubungan manusia dengan penciptannya juga.

Masyarakat Islam sejak dari hal-hal yang kecil telah mengharamkan segala bentuk kerusakan dan moralitas yang buruk. Bahkan dalam beberapa masalah bersikap keras, sehingga memasukkannya dalam kategori dosa-dosa besar. Seperti misalnya

pengharaman arak dan judi, keduanya dianggap sebagai perbuatan kotor dari perbuatan-perbuatan syetan. Kemudian pengharaman zina dan setiap perbuatan-perbuatan yang mendekatkan atau membantu terlaksananya perzinaan. Seperti kelainan seksual yang itu merupakan tanda rusaknya fitrah dan hilangnya kejantanan. Masyarakat Islam juga mengharamkan praktek riba dan memakan harta orang lain dengan jalan yang bathil, terutama jika orang itu lemah, seperti anak-anak yatim. Juga mengharamkan sikap durhaka kepada kedua orang tua, memutus hubungan kerabat, mengganggu tetangga, menyakiti orang lain baik dengan lesan atau tangan, dan menjadikan di antara tanda-tanda kemunafikan sepert i: dusta, berkhianat, tidak menepati janji, serta penyelewengan yang lain.

Terhadap setiap kerusakan yang menyimpang dari fithrah yang sehat dan akal yang cerdas, maka Islam datang untuk mengingkarinya dan terus menerus mengingkarinya. Demikian juga akhlaq mulia yang sesuai dengan fithrah yang sehat dan akal yang waras akan memberi kebahagiaan bagi individu maupun masyarakat maka Islam telah

membenarkan dan memerintahkan serta menganjurkannya.

Bagi siapa saja yang membaca Kitab Allah dan hadits-hadits Rasul SAW akan melihat bahwa sesungguhnya akhlaq dan keutamaan itu merupakan salah satu pilar utama bagi masyarakat Islam dan bukan sesuatu yang berada di pinggir atau masalah sampingan dalam hidup. Al Qur'an menyebut akhlaq termasuk sifat-sifat utama dan orang-orang yang beriman dan bertaqwa, di mana tiada yang masuk syurga selain mereka, tiada yang bisa selamat dari api neraka selain mereka dan tiada yang dapat meraih kebahagiaan dunia akhirat selain dari mereka. Akhlaq merupakan bagian dari cabang-cabang keimanan, di mana tak sempurna keimanan seseorang kecuali dengan menghiasi keimanan tersebut dengannya. Barangsiapa yang berpaling dari akhlaq Islam maka ia telah menjauhi sifat-sifat orang yang beriman dan berhadapan dengan murka Allah serta laknatNya.

Berikut ini kami kemukakan sebagian ayat-ayat Al Qur'an mengenai akhlaq Islamiyah sebagai gambaran/contoh sesuai dengan urutan mushaf:

"Bukankah menghadaphan wajahmu ke arah timur dan Barat itu satu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada

kerabatnya, anak-anak yatirn, orang-orang miskin, rnusafir (yang memerlukan

pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang betaqwa." (Al Baqarah: 177)

Ayat yang mulia ini mengumpulkan antara aqidah, yaitu beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat, kitab-kitab dan nabi-nabi, dengan ibadah, seperti shalat dan zakat dan dengan akhlaq, yaitu memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim dan seterusnya, sampai menepati janji, sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Kemudian menjadikan keterkaitan yang rapi tersebut sebagai hakikat kebajikan dan hakikat beragama serta hakikat ketaqwaan, sebagaimana hal itu dikehendaki oleh Allah.

"Sesungguhnya hanya orang-orang yang berakal saja yang dapat mengambil pelajaran (Yaitu) orang yang memenuhi janji Allah dan tidak merusak perjanjian, dan orang-orangyang menunaikan apa-apa yang Allah perintahkan supaya ditunaikan, dan mereka takut kepada Tuhannya dan takut kepada hisab yang buruk. Dan orang-orang yang sabar karena mencari keridhann Tuhan-nya, mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rizki yang Kami berikan kepada mereka, secara sembunyi atau terang-terangan serta menolak kejahatan dengan kebaikan; orang-orang itulah yang mendapat tempat kesudahan (yang baik)." (Ar-Ra'du: 19-22)

Gambaran akhlaq dalam ayat ini memiliki keistimewean, yakni dengan mengumpulkan antara akhlaq Rabbaniyah seperti takut kepada Allah dan takut akan buruknya hisab dengan akhlaq lnsaniyah seperti menepati janji, sabar, silatur rahim, berinfaq dan menolak kejahatan dengan kebaikan. Sesungguhnya orang merenungkan ayat tersebut akan medapatkan bahwa pada dasarnya akhlaq itu seluruhnya bersifat Rabbaniyah. Karena pada hakekatnya kesetiaan itu adalah setia terhadap janji Allah, dan shilah adalah melaksanakan perintah Allah, sabar semata-mata untuk memperoleh ridha Allah, berinfaq juga mengeluarkan rezeki Allah, maka seluruhnya menjadi akhlaq Rabbaniyah yang sampai kepada Allah. Apalagi disertai dengan mendirikan shalat karena shalat itu seluruhnya termasuk ibadah yang mendekatkan diri kepada Allah dan menerima sesuatu yang ada di sisi Allah.

"Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman (Yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam shalatnya, dan orang-orang yang menjauhi diri dari (perbuatan dan

perkataan) yang tiada berguna, dan orang-orang yang menunaikan zakat, dan orang-orang yang menjaga kemaluannnya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang di baik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. Dan orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya, dan

orang-orang yang memelihara shalatnya. Mereka itulah orang-orang-orang-orang yang akan mewarisi (yakni) yang akan mewarisi syurga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya." (Al Mu'minun: 1-11) Dalam ayat ini kita dapatkan bahwa khusyu' di dalam shalat, menunaikan zakat dan memelihara shalat itu termasuk dalam lingkup ibadah, selain juga berpaling dari hal-hal yang tidak berguna, memelihara kemaluan dari yang haram dan menjaga amanat-amanat dan janji.

"Dan hamba-hamba (Allah) Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik. Dan orang-orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka. Dan orang-orang yang berkata, "Ya Tuhan kami, jauhkan adzab Jahannam dari kami, sesungguhnya adzabnya itu adalah kebinasaan yang kekal. Sesungguhnya Jahannam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat kediaman." Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta) mereka tidak

berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian. Dan orang-orang yang tidak menyembah Tuhan yang lain selain Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina. Barangsiapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya), yakni akan dilipat gandakan adzab untuknya pada hari Kiamat dan dia akan kekal dalam adzab itu, dalam keadaan terhina, kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal shalih; maka kejahatan mereka diganti oleh Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan orang-orang yang bertaubat dan mengerjakan amal shalih, maka sesungguhnya dia bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya. Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan yang tidak berguna , mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya. Dan orang-orang yang apabila diberi peringatan dengan ayat-ayat Tuhan mereka, mereka tidaklah menghadapinya sebagai orang-orang yang tuli dan buta. Dan orang-orang yang berkata, "Ya Tuhan kami, anugerahkanlah dari isteri-isteri kami dan dari keturunan kami sebagai peryenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertaqwa. "Mereka itulah orang-orang yang dibalasi dengan martabat yang tinggi (dalam surga) karena kesabaran mereka dan mereka disambut dengan penghormatan dan ucapan selamat di dalamnya, mereka kekal selama-lamarya. Surga itu sebaik-baik tempat menetap dan tempat kediaman." (Al Furqan: 63-76)

"Maka sesuatu apa pun yang diberikan kepadamu itu adalah kenikmatan hidup di dunia; dan yang ada di sisi Allah lebih baik dan lebih kekal bagi orang-orang yang beriman, dan hanya kepada Rabbnnya mereka, mereka bertawakal. Dan (bagi) orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan-perbuatan keji, dan apabila mereka marah mereka

memberi maaf. Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Rabb-nya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan rnusyawarah antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. Dan (bagi) orang-orang yang apabila mereka diperlakukan dengan zhalim, mereka membela diri. Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka

barangsiapa memafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zhalim." (Asy Syura: 36-40) Ada dua hal dalam ayat ini yang sangat penting untuk diperhatikan oleh masyarakat Islam, yaitu:

Pertama, menetapkan prinsip syura sebagai unsur terpenting bagi terbentuknya

kepribadian masyarakat Islam. Untuk itu syura diletakkan di antara mendirikan shalat dan mengeluarkan zakat yang di dalam ayat ini diungkapkan dengan berinfaq terhadap

sebagian dari rizki yang dikaruniakan oleh Allah. Dan tidak samar bagi seseorang kedudukan shalat dan zakat dalam agama Islam, maka sesuatu yang diletakkan di antara keduanya bukanlah masalah sekunder atau remeh dalam agama Allah.

Kedua, terus berjuang ketika mereka ditimpa oleh suatu kejahatan. Maka bukanlah sikap seorang Muslim menyerah pada suatu kezhaliman atau tunduk kepada kezhaliman dan permusuhan. Tetapi membalas kejahatan itu dengan kejahatan yang serupa agar ia

(kejahatan tersebut) tidak berlanjut dan tidak berani lagi berbuat macam-macam. Adapun kalau kita mau memberi maaf, maka pahalanya ada pada Allah.

Dari ayat-ayat pilihan yang telah kami kemukakan tersebut, nampak jelas bagi kita akan kedudukan akhlaq Islam dan posisinya dalam pembentukan masyarakat Islam. Yang disebutkan ini baru sebagian kecil dan ayat-ayat yang terdapat dalam Al Qur'an Al Karim yang membahas tentang akhlaq dan keutamaan. Karena Al Qur'an, baik yang diturunkan di Mekkah ataupun di Madinah penuh dengan ayat-ayat yang mengemukakan kepada kita berbagai contoh akhlaq yang mulia. Yang menggabung antara idealita dan realita, antara spintual dan material atau antara agama dengan dunia, dengan seimbang dan serasi, yang belum pernah dikenal dalam aturan yang mana pun (selain Islam).

Para pembaca Al Qur'an bisa merujuk pada surat Al An'am sehingga bisa membaca sepuluh wasiat pada ayat-ayat yang akhir sebagai berikut:

"Katakanlah, "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu, yaitu janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapak, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut

kemiskinan. Kami akan memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka; dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah

(membunuhnnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar." Demikian itu yang diperintahkan Tuhanmu kepadamu supaya kamu memahami (nya). Dan janganlah kamu dekati harta anak yaatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa. Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak

memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar kesanggupannya. Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil kendatipun dia adalah kerabatmu, dan

Garis besar

Dokumen terkait