• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEREKONOMIAN DAN HARTA KEKAYAAN Tiap-tiap masyarakat mempunyai sistem ekonominya sendiri, yang tergambar di

SYURA DALAM KEHIDUPAN INDIVIDU

PASAL 9: PEREKONOMIAN DAN HARTA KEKAYAAN Tiap-tiap masyarakat mempunyai sistem ekonominya sendiri, yang tergambar di

dalamnya falsafah, aqidah, sistem nilai dan pandangannya terhadap individu dan masyarakat, terhadap harta dan fungsinya, persepsinya tentang agama dan dunia, kekayaan dan kemiskinan. Sehingga semua itu mempengaruhi produktivitas, kekayaan dan berkaitan dengan cara untuk memperoleh, pendistribusian dan penyimpanannya. Dari sinilah muncul sistem perekonomian.

Tema tentang ekonom Islam adalah pembicaraan yang panjang. Telah disusun berbagai teori tentang perekonomian Islam dalam bentuk buku yang banyak dan beraneka ragam. Telah pula diajukan berpuluh-puluh risalah (disertasi) ilmiah untuk memperoleh gelar Magister dan Dokror dalam bidang ini.

Maka cukup bagi kita di sini untuk mengambil suatu pemikiran tentang kaidah-kaidah utama yang tegak di atasnya pembentukan sistem perekonomian dalam masyarakat Islam. Di antara yang terpenting adalah sebagai berikut:

Harta dinilai sebagai suatu kebaikan dan kenikmatan jika berada ditangan orang-orang shalih.

Harta adalah milik Allah, sedangkan manusia hanyalah dipinjami dengan harta itu.

Dakwah untuk menumbuhkan etos kerja yang baik adalah merupakan ibadah dan jihad.

Haramnya cara kerja yang kotor.

Diakuinya hak milik pribadi dan perlindungan terhadapnya.

Dilarang bagi seseorang untuk menguasai benda-benda yang sangat diperlukan oleh masyarakat.

Dilarangnya pemilikan harta yang membahayakan orang lain.

Pengembangan harta tidak boleh membahayakan akhlaq dan mengorbankan kepentingan umum.

Mewujudkan kemandirian (eksistensi) ummat.

Adil dalam berinfaq.

Wajibnya takaful (saling menanggung) di antara anggota masyarakat.

Memperdekat jarak perbedaan antar strata (tingkat) sosial di tengah masyarakat. MENGANGGAP HARTA ITU SUATU KEBAIKAN DAN KENIKMATAN DI TANGAN ORANG-ORANG BAIK

Sesungguhnya kaidah pertama dalam membangun ekonomi Islam adalah menghargai nilai harta benda dan kedudukannya dalam kehidupan. Karena sesungguhnya manusia sebelum datangnya Islam, baik sebagai pemahaman agama atau aliran, telah menganggap harta itu suatu keburukan sedangkan kemiskinan itu dianggap kebaikan, bahkan

menganggap segala sesuatu yang berkaitan dengan kenikmatan materi itu sebagai kotoran bagi ruhani dan penghambat bagi peningkatan kemuliaan ruhani.

Demikian itu sebagaimana dikenal dalam falsafah Brahma di India dan di dalam aliran Manawi' di Paris, sebagaimana juga dikenal dalam agama Kristen. Kecenderungan ini semakin jelas dalam sistem kerahiban (kependetaan).

Para pemilik Injil (Matius, Marcus, dan Lukas) menceritakan dari Al Masih, "Bahwa sesungguhnya ada seorang pemuda kaya yang ingin mengikuti Al Masih dan ingin masuk ke agamanya, maka Al Masih berkata kepadanya, "Juallah harta milikmu kemudian berikanlah dari hasil penjualan itu kepada fuqara' dan kemari ikuti aku." Maka ketika dirasa berat bagi pemuda itu maka Al Masih pun berkata, "Sulit bagi orang kaya untuk memasuki kerajaan langit! Saya katakan juga kepadamu, "Sesungguhnya masuknya unta ke lubang jarum itu lebih mudah, daripada masuknya orang kaya ke kerajaan Allah." Berbagai aliran (faham) baru seperti Materialis dan Sosialis, mereka menjadikan perekonomian itu sebagai tujuan hidup dan menjadikan harta sebagai Tuhannya bagi individu dan masyarakat.

Adapun Islam tidak memandang harta kekayaan itu seperti pandangan mereka yang pesimis dan antipati, bukan pula memandang seperti pandangan kaum materialistis yang berlebihan, tetapi Islam memandang harta itu sebagai berikut:

Pertama, Harta sebagai pilar penegak kehidupan Allah SWT berfirman:

"Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok (penegak) kehidupan." (An-Nisa': 5)

Kedua, Di dalam beberapa ayat Al Qur'an harta disebut dengan kata, "Khairan" yang berarti suatu kebaikan sebagai berikut:

"Dan sesunggahnya manusia itu sangat bakhil karena cintanya kepada kebaikan (harta)" (Al 'Adiyaat: 8)

"Katakanlah, "Apa saja kebaikan (harta) yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu bapak dan kaum kerabatmu..." (Al Baqarah: 215)

"Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu bapak dan kari kerabatnya secara ma'ruf,, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertaqwa." (Al Baqarah: 180) Ketiga, Kekayaan merupakan nikmat Allah yang diberikan kepada para Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman dan bertaqwa dari hamba-hamba-Nya, Allah berfirman: "Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan." (Adh-Dhuha: 8)

"Dan jika kamu khawatir menjadi miskin, maka Allah akan memberikan kekayaan kepadamu dari karunia-Nya, jika Dia menghendaki." (At-Taubah:28)

"Jikalau sekiranya penduduk negeri itu beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi..." (Al A'raaf: 96) "(Allah) memberikan bantuan kepadamu dengan harta anak laki-lak,É" (Nuh: 12) Keempat, Kemiskinan merupakan ujian dan musibah yang menimpa kepada orang yang berpaling dari-Nya dan kufur terhadap nikmatnya, Allah SWT berfirman:

"Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezekinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap penjuru, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat Allah; karena itu Allah menimpakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat." (An-Nahl: 21)

Kelima, Nabi SAW menentukan pandangannya terhadap harta dengan sabdanya yang ringkas:

"Sebaik-baik harta adalah harta yang diberikan (yang dimiliki) hamba yang shalih!" (HR. Ahmad).

Bukanlah harta itu baik secara mutlak atau jelek secara mutlak, tetapi ia merupakan alat dan senjata yang baik apabila berada di tangan orang-orang baik dan menjadi buruk apabila berada di tangan orang-orang jahat.

Demikian itu karena harta merupakan sarana untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan membantu untuk melaksanakan kewajiban, seperti shadaqah (zakat), haji dan jihad serta persiapan utama untuk memakmurkan bumi.

Adapun yang diinginkan Islam, hendaknya harta itu tidak menjadi berhala yang disembah oleh manusia sebagai tandingan selain Allah. Dan hendaknya jangan menyebabkan bagi pemiliknya untuk lalai terhadap Rabb-Nya dan menindas makhluq-Nya. Maka ini semua merupakan fitnah harta yang diperingatkan oleh Islam, Allah SWT berfirman:

"Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar." (Al Anfal:28)

"Hai orang-orang yang beriman,janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi." (Al Munaafiquun: 9)

"Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia, tetapi amalan-amalan yang kekal lagi shalih adalah lebih baik pahalanya di sisi Rabb-mu serta lebih baik untuk menjadi harapan." (Al Kahfi: 46)

"Ketahuilah sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas, karena dia melihat dirinya serba cukup." (Al 'Alaq: 6-7)

Ayat-ayat tersebut menjelaskan bahwa sesungguhnya penyelewengan itu tidak muncul disebabkan sekedar oleh kekayaan, akan tetapi disebabkan karena anggapan manusia itu sendiri bahwa seakan harta itu segala-galanya, ia tidak lagi memerlukan yang lainnya, bahkan ia merasa tidak perlu lagi menyembah Allah SWT.

HARTA ITU MILIK ALLAH, DIPINJAMKAN KEPADA MANUSIA

Garis besar

Dokumen terkait