B. Pembuktian Menurut KUHAP 1. Pengertian Pembuktian
3. Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian
Setiap macam alat-alat bukti disebutkan secara limitative di dalam KUHAP dan diuraikan menurut urutan dalam Pasal 184 KUHAP, antara lain:
a. Keterangan Saksi
Pada umumnya sebab orang dapat menjadi saksi di muka persidangan. Kekecualian menjadi saksi tercantum dalam Pasal 186 KUHAP, adalah sebagai berikut
Keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai derajat ketiga dan terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa:
Saudara dan terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa, saudara ibu atau saudara bapak. juga mereka yang mempunyai hubungan karena perkawinan. dan anak-anak saudara terdakwa sampai derajat ketiga:
Suami atau istri terdakwa meskipun telah bercerai atau yang bersama-sama sebagai terdakwa
Di samping karena hubungan keluarga atau semenda juga ditentukan oleh Pasal 170 KUHAP bahwa mereka yang karena pekerjaan harkat martabat atau jabatannya diwajibkan menyimpan rahasia dapat minta dibebaskan dan kewajiban untuk memberi keterangan sebagai saksi. Contoh orang yang hams menyimpan rahasia jabatannya misalnya seorang dokter yang harus merahasiakan penyakit yang diderita pasiennya. Sedangkan yang dimaksud karena martabatnya dapat mengundurkan diri adalah mengenal hal yang dipercayakan kepada mereka misalnya pastor agama Katolik Rona yang berhubungan dengan kerahasiaan orang-orang yang melakukan pengakuan dosa kepada pastor tersebut (Ratna Nuru Afiad, 1089 22)
Menurut Pasal 170 KUHAP di atas mengatakan dapat minta dibebaskan dan kewajiban untuk memberi keterangan sebagai saksi maka berarti apabila mereka bersedia menjadi saksi. dapat diperiksa oleh hakim.
Oleh karena itu, kekecualian menjadi saksi karena harus menyimpan rahasia jabatan atau karena martabatnya merupakan kekecualian relatif. Kekecualian menjadi saksi di bawah, sumpah juga ditambahkan dalam Pasal 171 KUHAP, yaitu:
1. Anak yang umurnya belum cukup lima belas tahun dan belum pernah kawin:
2. Orang sakit ingatan atau sakit jiwa meskipun kadang-kadang ingatannya baik kembali.
Dalam hal kewajiban saksi mengucapkan sumpah atau janji, dalam Pasal 160 ayat (3) dikatakan bahwa sebelum saksi memberikan keterangan.
saksi wajib mengucapkan sumpah atau juga menurut cara agamanya masing-masing bahwa Ia akan memberikan keterangan yang sebenarnya dan tidak tarn daripada yang sebenarnya. Pengucapan sumpah atau janji didalam Pasal 161 KUHAP merupakan syarat mutlak. Dalam hal saksi atau ahli yang menolak untuk bersumpah atau berjanji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 160 ayat (3) dan ayat (4). make pemeriksaan terhadapnya tetap dilakukan, sedang Ia dengan surat penetapan hakim ketua sidang dapat dikenakan sandera di tempat rumah tahanan negara paling lama empat belas hari.
Apabila dalam tenggang waktu penyanderaan tersebut telah lampau dan saksi atau ahli tetap tidak mat; mengucapkan sumpah atau janji, maka keterangan yang telah diberikan merupakan keterangan yang dapat menguatkan keyakinan hakim. Dalam Pasal 161 ayat (2) menunjukkan bahwa keterangan saksi atau ahli yang tidak disumpah atau mengucapkan janji, tidak akan dianggap menjadi alat bukti yang sati, melainkan hanyalah merupakan keterangan yang dapat menguatkan keyakinan hakim, bukan merupakan dasar atau sumber keyakinan hakim.
Mengenal isi dan keterangan seorang saksi, dalam keterangan saksi tidak termasuk keterangan yang diperoleh dan orang lain atau dalam ilmu hukum acara pidana disebut testimonium do auditu atau hearsay evidence.
Testirnonium de auditu tidak diperkenankan sebagai alat bukti dalam Hukum Acara Pidana Indonesia menurut Andi Hamzah (2005) selaras dengan tujuan Hukum Acara Pidana yaitu mencari kebenaran materil. Namun demikian, testimonium do auditu perlu juga didengar oleh hakim. Walaupun tidak mempunyai nilai sebagai bukti kesaksian, tetap; dapat memperkuat keyakinan hakim yang bersumber kepada dua alat bukti yang lain Selanjutnya dapat dikemukakan adanya betas nilai suatu kesaksian yang berdiri sendiri dan seorang saksi yang disebut unus testis nullus testis (satu saksi bukan saksi).
Hal ini dapat dilihat pada Pasal 185 ayat (2) yang menyebutkan bahwa keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah terhadap perbuatan yang didakwakan kepadanya. Namun, ketentuan sebagaimana tercantum dalam ayat (2) di alas tidak berlaku menurut Pasal 185 ayat (3) apabila disertai dengan suatu alat bukti yang sati lainnya Menurut KUHAP, keterangan unus testis nullus testis, hanya berlaku bagi pemeriksaan biasa dan pemeriksaan singkat tidak berlaku bagi pemeriksaan cepat.
Hal ini disimpulkan dan penjelasan Pasal 184 yang mengemukakan dalam acara pemeriksaan cepat. keyakinan hakim cukup didukung satu alat bukit yang sah Namun, tidak semua keterangan saksi yang mempunyai nilai sebagai alat bukti. Berdasarkan Pasal 1 angka 27 KUHAP, keterangan saksi yang mempunyai nilai pembuktian ialah keterangan dan saksi mengenal suatu peristiwa pidana:
1. Yang saksi Minat sendiri, 2. Saksi dengar sendiri.
3. Dan saksi alami sendiri
4. Dengan menyebut alasan dan pengetahuannya itu,
Pasal 185 ayat (1) menegaskan kembali bahwa keterangan saksi yang tersebut dapat dinilai sebagai alat bukti, maka keterangan saksi itu Harus dinyatakan di sidang pengadilan.
Menurut Yahya Harahap (200823) :
Alat bukti kesaksian sebagai alat bukti yang sah adalah bersifat bebas dan tidak sempurna dan tidak menentukan atau tidak mengikat”.
b. Keterangan Ahli
Keterangan seorang ahli disebut sebagai alat bukti pada urutan yang kedua setelah keterangan saksi oleh Pasal 183 KUHAP. Di dalam Pasal 186 KUHAP menyatakan bahwa keterangan seorang ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan Tidak diberikan penjelasan yang khusus mengenai apa yang dimaksud dengan keterangan ini menurut KUHAP, dan menurut Andi Hamzah (2005:23) dapat merupakan kesenjangan pula.
Sebagai suatu perbandingan. California Evidence Code mendefinisikan seorang ahli sebagai berikut : person is qualified to testily as an expert if he has special knowledge, skill, experience, training, or education sufficient to qualify him as an expert on the subject to which his testimony relates, Dalam terjemahan yang dikemukakan oleh Andi Hamzah (2005:268), seseorang dapat memberikan keterangan sebagai ahli jika ia mempunyai pengetahuan keahlian, pengalaman, latihan, atau pendidikan khusus yang memadai untuk memenuhi syarat sebagai seorang ahli tentang hal yang berkaitan dengan keterangannya. KUHAP membedakan keterangan ahli di persidangan
sebagai alat bukti keterangan ahli (Pasal 186 KUHN’) dan keterangan seorang ahli secara tertulis di luar sidang pengadilan sebagai alat butch surat (Pasal 187 butir c KUHAP).
Contohnya ialah visum et repertum yang dibuat oleh seorang dokter.
Seorang ahli dapat memberikan keterangan mengenai tanda tangan dan tulisan sebagai alat bukti dalam hal terjadi pemalsuan tanda tangan dan tulisan tangan. Hal ini termuat dalam Swat Edaran Jaksa Agung RI kepada jajaran Kejaksaan di seluruh Indonesia No, SE-003/J.A/121/1984 yang merupakan aturan pelaksanaan dan Pasal 184 ayat (1) huruf c Jo. Pass] 187 KUHAP Tetapi menurut M Yahya Harahap (2008:301):
Hanya sebatas mengenai keterangan ahli tentang tanda tangan dan tulisan Jika tanda tangan atau tulisan hendak dijadikan alat bukti untuk menentukan autentikasi tanda tangan dan tulisan tersebut ahli yang dimintai keterangannya untuk itu menurut SE Jaksa Agung untuk tindak pidana umum dan tindak pidana khusus keterangan ebb autentikasi diberikan oleh LABKRIM MABAK, Path pemeriksaan penyidikan demi untuk kepentingan peradilan. penyidik berwenang mengajukan permintaan keterangan dan seorang ahli apabila keterangan ahli bersifat diminta, ebb tersebut membuat laporan sesuai dengan yang dikehendaki penyidik. Laporan tersebut menurut penjelasan Pasal 186 KUHAP dibuat dengan mengingat sumpah di waktu ia menerima jabatan atau pekerjaan. Oleh penjelasan Pasal 186, laporan seperti itu bernilai sebagai alat bukti keterangan ahli yang diberi nama alat bukti keterangan ahli berbentuk laporan. Apabila hal ini tidak diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum. make pada pemeriksaan di sidang seorang ahli diminta untuk memberikan keterangan dan dicatat dalam
berita acara pemeriksaan. keterangan tersebut diberikan setelah Ia mengucapkan sumpah atau janji di hadapan hakim.
Menurut M. Yahya Harahap (2006127) :
Pads sisi lain, ala bukti keterangan ahli yang berbentuk laporan jugs menyentuh slat bukti swat. Hal ini diatur dalam Pasal 187 huruf (c) KUHAP yang menentukan salah satu yang termasuk alat bukti surat ialah surat keterangan dan seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenal sesuatu hat atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi daripadanya.
Hal ini tergantung pada kebijakan hakim dapat menilainya sebagai alat bukti keterangan ahli berbentuk laporan atau menyebutnya sebagai alat bukti surat kedua slat bukti tersebut sama-sama bersifat kekuatan pembuktian yang bebas dan tidak mengikat Keterangan yang seksipun diberikan oleh beberapa ahli namun dalam Kitab undang-undang Hukum Acara Pidana hanya mengungkap suatu keadaan atau suatu alat yang sama maka hanya dianggap sebagai satu alat bukti saja.
c. Surat
Selain Pasal 184 KUHAP yang menyebutkan alat-alat bukti secara limitative didalam Pasal 187 diuraikan tentang alat bukti swat yang terdiri dan empat butir, Asser-Anema memberikan pengertian mengenai surat ialah segala sesuatu yang mengandung tanda-tanda baca yang dapat dimengerti dimaksud untuk mengeluarkan isi pikiran. Sedangkan surat menurut Pitlo (Moeljatno, 2006:156) adalah pembawa tanda tangan bacaan yang berarti, yang menerjemahkan suatu isi pikiran. Tidak termasuk kata surat adalah foto
dan peta, sebab benda ini tidak manual tanda bacaan Surat sebagaimana tersebut dalam Pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, adalah:
Santa acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat di hadapannya yang manual keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat. atau yang dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu;
Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang – undangan atau surat yang dibuat pejabat dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan:
Surat keterangan dan seorang ada yang manual pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi daripadanya;
Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dan alat pembuktian yang lain. Jenis-jenis surat ini tercantum dalam Pasal 187 KUHAP sebagai alat bukti yang sah di persidangan Pasal 187 butir (a) dan (b) di alas disebut juga akta otentik, be ups berita acara atau surat resmi yang dibuat oleh pejabat umum seperti notaris paspor, Surat Izin Mengemudi (SIM), Kartu Tanda Penduduk (KTP), akta latin, dan sebagainya. Pasal 187 butir (c). misalnya keterangan ahli yang berupa laporan atau visum et repertum, kematian seseorang karena diracun, dan sebagainya Pasal 187 butir (d) disebut juga surat atau akte di bawah tangan
Menurut Wiijono Prodjodikoro (2003:148):
Pasal 187 butir (d), adalah surat yang tidak sengaja dibuat untuk menjadi alat bukti, tetapi karena isinya surat ada hubungannya dengan alat bukti yang lain, maka dapat dijadikan sebagai alat bukti tambahan yang memperkuat alat bukti yang lain.
Menurut Andi Hamzah (2005:18):
Selaras dengan bunyi Pasal 187 butir (d), maka surat di bawah tangan ini masih mempunyai nilai jika ada hubungannya dengan isi dan alat pembuktian yang lain. Contoh surat ini adalah keterangan saksi yang menerangkan bahwa Ia (saksi) telah menyerahkan uang kepada terdakwa.
Keterangan ini merupakan satu-satunya alat bukti di samping sebelah surat tanda terima (kuitansi) yang ada hubungannya dengan keterangan saksi tentang pemberian uang kepada terdakwa cukup sebagai bukti minimum sesuai dengan Pasal 183 KUHAP dan Pasal 187 butir (d) KUHAP. Secara formal alat bukti swat sebagaimana disebut dalam pasal 187 huruf (a), (b).
dan (c) adalah alat bukti sempurna, sebab dibuat secara resmi menurut formalitas yang ditentukan oleh peraturan perundang- undangan sedangkan surat yang disebut dalam butir (d) bukan merupakan alat bukti yang sempurna dari segi materill, semua bentuk alat bukti surat yang disebut dalam Pasal 187 bukanlah alat bukti yang mempunyai kekuatan mengikat. Sama seperti keterangan saksi atau keterangan ahli, surat juga mempunyai kekuatan pembuktian yang bersifat bebas (vrij bewijskracht). Adapun alasan ketidakterikatan hakim atas alat bukti surat didasarkan pada beberapa as-as antara lain asas proses pemeriksaan perkara pidana ialah untuk mencari kebenaran materil atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran sejati (materiel waarheid), bukan mencari keterangan formil Selain itu, asas batas minimum
pembuktian (bewijs minimum) yang diperlukan dalam pembuktian untuk mengikat kebebasan hakim sebagaimana tercantum dalam Pasal 183, bahwa hakim baru boleh menjatuhkan pidana kepada sedang terdakwa telah terbukti dengan sekurang – kurangnya dua alat bukti yang sah dan keyakinan hakim bahwa terdakwalah yang melakukannya. Dengan demikian, bagaimanapun sempurnanya alat bukti surat. Namun alat bukti surat ini tidaklah dapat berdiri sendiri, melainkan sekurang-kurangnya harus dibantu dengan satu Mat bukti yang set lainnya guna memenuhi batas minimum pembuktian yang telah ditentukan dalam Pasal 183 KUHAP.
d. Petunjuk
Petunjuk merupakan alat bukti keempat yang disebutkan dalam Pasal 184 KUHAP. Dalam Pasal 188 ayat (1) disebutkan pengertian petunjuk, yaitu perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana den sapa pelakunya. M.
Yahya Harahap (2008:278)
Mendefinisikan petunjuk dengan menambah beberapa kata yakni petunjuk adalah suatu syarat yang dapat ditarik dan suatu perbuatan.
kejadian atau keadaan dimana isyarat tadi mempunyai persesuaian antara yang satu dengan yang lalu maupun isyarat tadi mempunyai persesuaian dengan tindak pidana Itu sendiri. dan dari isyarat yang bersesuaian tersebut melahirkan atau mewujudkan suatu petunjuk yang membentuk kenyataan terjadinya suatu tindak pidana dan terdakwalah pelakunya.
Menurut Pasal 188 ayat (2) KUHAP dalam hal cara memperoleh alat bukti petunjuk. hanya dapat diperoleh dari:
1. Keterangan saksi:
2. Surat, dan
3. Keterangan terdakwa
Apabila alat bukti yang menjadi sumber dan petunjuk tidak ada dalam persidangan pengadilan, maka dengan sendirinya tidak akan ada alat bukti petunjuk. Nilai kekuatan pembuktian (bewijskracht) dan alat bukti petunjuk sama dengan alat bukti yang lain yaitu lain yaitu bebas. Hakim tidak terikat alas kebenaran persesuaian yang diwujudkan oleh petunjuk. Namun demikian, sebagaimana diatakan Pasal 188 ayat (3), penilaian atas kekuatan pembuktian dan suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim dengan arif dan bijaksana setelah ia mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya.
e. Keterangan Terdakwa
Pengertian keterangan terdakwa tercantum dalam Pasal 189 ayat (1) KUHAP yang berbunyi, keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan di sidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri Keterangan terdakwa yang diberikan di luar sidang dapat digunakan untuk membantu menemukan bukti di sidang, asalkan keterangan itu didukung oleh suatu alat bukti yang sah sepanjang mengenal ha] yang didakwakan kepadanya. Keterangan terdakwa hanya dapat digunakan terhadap dirinya sendiri Keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa ia bersalah melakukan perbuatan yang
didakwakan kepadanya, melainkan harus disertai dengan alat bumi yang lain.
Terhadap bunyi Pasal 189 ayat (2), M Yahya Harahap 2008 : 279) mengatakan. Bentuk keterangan yang dapat diklasifikasikan sebagai keterangan terdakwa yang diberikan di luar sidang adalah
1. Keterangan yang diberikannya dalam pemeriksaan penyidikan.
2. Keterangan itu dicatat dalam berita acara penyidikan
3. Berita acara penyidikan itu ditanda tangan oleh pejabat penyidik dan terdakwa
Pengakuan tersangka dalam tingkat penyidikan dapat dicabut kembali dalam pemeriksaan pengadilan. Alasan klise dicabutnya pengakuan tersebut adalah karena tersangka disiksa oleh petugas penyidik