• Tidak ada hasil yang ditemukan

Business Process Reengineering (BPR) merupakan teknik manajemen perubahan melalui pendekatan revolusioner yang menggejala secara

Dalam dokumen Manajemen Informasi dan Teknologi Informasi. (Halaman 101-105)

internasional sejak awal tahun 1990-an. Dalam mengimplementasikan

paradigma dalam BPR, perusahaan dituntut untuk memulai segalanya

dari nol, dalam arti kata proses analisa dimulai dengan meninjau

kembali visi dan misi perusahaan yang bersangkutan (starting from

scratch). Tujuan dari dilaksanakannya BPR adalah untuk

meningkatkan kinerja perusahaan secara dramatis dan signifikan, bukan

hanya peningkatan yang wajar; oleh karena itulah segala perubahan yang

dilakukan secara internal perusahaan juga bersifat fundamental. Menurut

Hammer, penemu dan penggagas BPR, teknologi informasi merupakan

salah satu komponen utama yang harus dipikirkan oleh perusahaan

modern yang ingin melakukan BPR saat ini. Setidak-tidaknya ada 4 hal

yang dapat dilakukan oleh teknologi informasi dalam meningkatkan

kinerja perusahaan melalui perubahan pada karakteristik proses:

eliminate, simplify, integrate, dan automate.

Dari seluruh teknik manajemen perubahan (change management), Business Process Reengineering (BPR) merupakan metodologi yang paling populer di awal tahun ‘90-an. Tercatat lebih dari 1.7 juta buku Reengineering the Corporation karangan Michael Hammer dan James Champy yang diterbitkan pada tahun 1993 terjual habis di pasaran. Studi yang dilakukan oleh dua buah perusahaan riset di Amerika pada tahun 1994 menghasilkan suatu figur yang sangat mengejutkan: sekitar 70-80% perusahaan besar di Amerika sudah bersiap-siap untuk segera melakukan BPR. Komitmen perusahaan- perusahaan terhadap penggunaan cara-cara BPR yang cenderung radikal ini semakin kuat setelah beberapa perusahaan internasional, seperti AT&T, Ford, Texas Instruments, dan Mercury berhasil menaikkan kinerjanya secara signifikan setelah menjalankan program BPR.

Berbeda dengan teknik-teknik manajemen perubahan yang dikenal sebelumnya, yang mejadi fokus utama dalam BPR adalah improvisasi pada level proses di dalam perusahaan (Hammer, 1993). Langkah utama yang dilakukan oleh para konsultan BPR adalah menganalisa proses-proses yang terjadi di dalam perusahaan untuk selanjutnya dipelajari lebih lanjut. Output dari proyek BPR adalah usulan atau perancangan proses-proses kerja (business process) baru yang lebih baik dari sebelumnya. Prinsip “better-cheaper-faster” menjadi pedoman utama dalam aktivitas penciptaan proses-proses baru tersebut.

Tidak dapat dipungkiri pula bahwa kemajuan teknologi informasi yang teramat sangat pesat di periode yang sama telah menjadikannya sebagai salah satu komponen utama dalam format perusahaan baru sebagai hasil BPR. Perkembangan teknologi informasi seperti Local Area Network, Wide Area Network, Multimedia, Data Warehouse, Internet, dan Intranet (dengan didukung oleh backbone infrastruktur telekomunikasi yang semakin murah) telah membuat manajemen perusahaan untuk mendefinisikan kembali visi dan misi bisnisnya, terutama yang berkaitan dengan strategi pelaksanaan bisnis. Bahkan tidak jarang terdapat perusahaan yang sama sekali putar haluan (dalam hal core business) untuk menekuni bidang industri lain setelah proses BPR dilakukan karena melihat trend pengembangan teknologi informasi di masa mendatang.

Secara konservatif, sebenarnya ada empat cara improvisasi yang dapat dilakukan terhadap proses-proses dalam perusahaan yang ditawarkan oleh teknologi informasi (Peppard, 1995). Cara pertama adalah menghilangkan (eliminate) proses-proses yang dianggap tidak perlu lagi dilakukan jika sistem komputer diimplementasikan, karena alasan efisiensi misalnya. Proses-proses seperti pengecekan secara manual terhadap kalkulasi- kalkulasi rumit yang tidak perlu lagi dilakukan setelah program berbasis spreadsheet dikembangkan merupakan salah satu contoh dari kemudahan yang ditawarkan oleh teknologi informasi. Demikian pula dalam hal proses pembuatan laporan-laporan beragam - baik yang bersifat periodik maupun ad-hoc - yang biasanya memakan waktu berjam-jam

jika harus dikerjakan secara manual, akan dengan sendirinya hilang dengan diinstalasinya suatu report generator berbasis komputer.

Sumber: Michael Hammer et.al, 1993

Cara kedua yang ditawarkan oleh teknologi informasi adalah berupa penyederhanaan (simplification) proses-proses tertentu atau pengurangan rantai proses untuk tujuan pelaksanaan aktivitas yang lebih cepat dan murah. Kasus klasik yang paling sering dilakukan oleh perusahaan adalah dengan cara melakukan simplifikasi terhadap formulir- formulir yang biasa dipergunakan untuk tujuan kontrol internal perusahaan (karena berdasarkan filosofi lama yang mengatakan bahwa semakin banyak SDM yang terlibat dalam melakukan kontrol terhadap suatu proses, akan semakin baik – karena memperkecil kemungkinan terjadinya kolusi). Fasilitas komunikasi email dan workflow yang ditawarkan pada konsep intranet merupakan salah satu alternatif yang paling efisien dan efektif untuk mempersingkat prosedur pengajuan dan persetujuan kredit di bank. Terlebih-lebih dengan dilengkapinya teknologi tersebut oleh sistem keamanan komputer yang canggih.

Perbaikan proses selanjutnya adalah berupa kemungkinan diintegrasikannya beberapa proses yang biasanya ditangani oleh beberapa karyawan dari berbagai divisi yang terpisah menjadi sebuah proses yang lebih sederhana. Sangat sulit untuk seorang salesman di perusahaan distribusi untuk mengetahui apakah yang bersangkutan memiliki barang dengan jumlah yang dipesan pelanggannya, mengingat bagian logistik-lah yang memiliki data secara akurat. Dengan diimplementasikannya jaringan komputer berskala WAN, proses pengecekan barang di gudang yang biasanya harus melalui prosedur pada bagian logistik dapat dilakukan pula oleh seorang salesman, sehingga dapat mencegah terjadinya overcommitted atau shortage terhadap pesanan pelanggan.

ELIMINATE ELIMINATE SIMPLIFY SIMPLIFY INTEGRATE INTEGRATE AUTOMATE AUTOMATE

Hal terakhir yang ditawarkan sehubungan dengan BPR adalah berupa otomatisasi. Tidak ada yang istimewa dalam teknik ini selain merubah hal-hal yang biasanya dilakukan secara manual menjadi aktivitas yang menggunakan komputer. Penggunaan robotik pada industri manufakturing merupakan salah satu pemanfaatan teknologi informasi yang sangat populer di Jepang, Amerika, dan negara-negara Eropa. Untuk perusahaan yang bergerak di bidang jasa, biasanya proses-proses seperti data capture, data transfer, dan data analysis juga telah dikomputerisasikan karena telah terbukti lebih cepat, lebih murah, lebih akurat/terpercaya, dan lebih’menyenangkan’.

Pada kenyataannya, tidak semua perusahaan secara penuh mempergunakan keempat cara tadi di atas. Ada sebagian perusahaan yang hanya ‘berhasil’ melakukan otomatisasi saja, sementara yang lain sudah melakukan eliminasi dan penyederhanaan proses-proses utama. Hal ini lumrah, mengingat bahwa pada akhirnya, faktor manusialah yang akan menjadi faktor penentu utama keberhasilan program BPR (mengingat para karyawanlah yang akan menjalankan proses-proses yang baru). Fenomena yang memperlihatkan bahwa ‘people don’t like to change’ di dalam format perusahaan merupakan kendala utama yang menyebabkan 70% dari usaha-usaha pelaksanaan BPR dinilai gagal. Figur ini bukanlah merupakan angka statistik yang terjadi di Indonesia, tetapi merupakan hasil studi dalam skala pelaksanaan program BPR secara internasional. Tidak ada tawar menawar lagi bahwa perusahaan untuk melakukan perubahan di era globalisasi ini jika ingin tetap bersaing. Apakah akan mempergunakan jalur BPR atau tidak, merupakan pertanyaan selanjutnya yang harus segera dijawab oleh para manajemen perusahaan.

M E M U T U S K A N S T R A T E G I

I M P L E M E N T A S I P R O Y E K

S I S T E M I N F O R M A S I

Bagi sebuah perusahaan besar, terutama yang memiliki beberapa kantor

Dalam dokumen Manajemen Informasi dan Teknologi Informasi. (Halaman 101-105)

Garis besar

Dokumen terkait