• Tidak ada hasil yang ditemukan

Butir-Butir yang Perlu Diwaspadai Asesor Akreditasi Berkala

Dalam dokumen Gaya dan Format Berkala Ilmiah Idaman (Halaman 65-72)

Mien A.Rifai

Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia

n.a. ‘Herbarium Bogoriense’ Puslit Nasional Biologi LIPI Jalan Raya Juanda 22, Bogor

Para asesor perlu menyadari bahwa kebanyakan penyunting, pengasuh, dan pengelola berkala yang mengirimkan berkalanya untuk diakreditasi pada umumnya tidak

memahami secara sempurna butir-butir variabel dan indikator serta persyaratan yang

dituntut oleh panduan akreditasi berkala, terutama karena mereka belum (tidak mau?)

membaca secara cermat keseluruhan isi buku panduan.

‘Nama Berkala’ (I) kurang cermat dipikirkan pengasuh berkala untuk meraih angka maksimum, sehingga sering bersifat ‘klise’ dan tak segera dapat diterka ranah serta cakupan isi kespesialisannya.

‘Pranata Lembaga Penerbit’ (II, 1) umumnya lebih terkesan • memupuk ketergantungan pada almamater

• tidak menyuburkan terjadinya cinta disiplin/kespesialisan • tidak menyuburkan kerja sama lintas sektor

• tidak menjamin keamanan keberlanjutan berkala • tidak menggalang pemapanan bank naskah

Penelaahan anonim oleh ‘Mitra Bebestari’ (III, 1) belum membudaya, karena konsep pelibatan para bebebestari untuk menjaga keprimaan mutu substansi tidak dimengerti sehingga di Indonesia belum tertubuhkan secara mapan.

Sebagai akibatnya ‘Keterlibatan Aktif Mita Bebestari’ (III, 3) tidak terpantul secara nyata dalam mutu substansi berkala. Ini terutama terlihat sesudah butir-butir (V) dan (VI) dicermati dan dinilai, sebab daftar ‘keberadaannya’ ternyata tidak menjamin bahwa mereka berfungsi atau difungsikan. Adakalanya bukti-bukti keterlibatan aktif mereka memang akan diperlukan, terutama jika mutu substansi berkala diragukan. Perlu diketahui bahwa:

• Mitra bebestari bukan anggota Dewan Redaksi atau Sidang Penyunting. • Mitra bebestari ditunjuk karena ketokohan kepakaran aktifnya

• Mitra bebestari tidak diangkat berdasarkan gelar atau jabatannya • Mitra bebestari tidak menyunting segi kebahasaan naskah • Mitra bebestari tidak mendapat imbalan (cukup persantunan)

Akan tetapi Mitra Bebestari memang YA: • Menyisir ketepatan setiap pernyataan

• Meyakini kesesuaian bunyi judul artikel dengan isinya • Menyimak kemubasiran bagian-bagian naskah

• Mencermati kemutakhiran pustaka

• Memindai kedalaman analisis dan keluasan sintesis hasil • Mengevaluasi kecukupan dan kepantasan pembahasan • Menjamin kebermaknaan perampatan dan simpulan

Penampilan berkala yang sampai ke tangan pembaca masih belum sepenuhnya menunjukkan kepositifan ‘Dampak Kinerja Penyunting Pelaksana’ (III, 4). Majoritas berkala ilmiah Indonesia yang ada masih memiliki masalah mendasar untuk menjaga mutu penampilannya, karena kurang cermatnya ketaatasasan penjagaan butir-butir (IV), (V), (VII), dan (VIII) oleh para pengelola penerbitan berkala.

Pengalaman menunjukkan bahwa penilaian butir III lebih sempurna apabila telah dilakukan penilaian pada butir-butir IV, V, VI, VII, dan VIII.

Dalam menilai Penampilan (IV), cermati hal-hal berikut:

• Konsistenkah ukuran pangkas berkala (perbedaan tinggi dan lebar > 2mm tidak dapat ditoleransi) (IV,1)?

• Seragamkah penataan letak segala sesuatunya <periksa terutama halaman judul setiap artikel, penempatan tabel, perapian kolom> (IV, 2)?

• Bertaatasaskah pemakaian macam, bentuk, ukuran muka huruf, spasi di antara baris, penggunaan huruf kapital atau kursif serta penomoran/penandaan pada keseluruhan subbab <periksa setiap penerbitan nomor-demi-nomor> (IV, 3)? • Bagaimana dengan ketebalan halaman per nomor terbitan, per jilid <bila

belum sampai 200 halaman per jilid seperti disarankan, beri catatan–– walaupun kali ini belum memengaruhi angka penilaian> (IV, 5)?

• Untuk menjaga objektivitas dalam menilai butir (IV, 7), pergunakan akal sehat dengan selalu bertepa selira

Banyak mitra bebestari, penilai/penelaah naskah dan penyunting pelaksana berkala membiarkan judul artikel (V, 1) yang

• sama sekali tidak efektif karena tak mudah/segera dimengerti

• menggunakan subjudul bertele-tele yang sebenarnya tidak diperlukan • terlalu umum sehingga tidak bermakna karena semua orang sudah tahu • terlalu ‘jelimet’ dalam menunjukkan segi-seginya terutama lokasi penelitian • masih menyebutkan nama ilmiah makhluk sangat terkenal (seperti padi, karet) • klise ataupun seragam (‘Pengaruh . . .’, ‘Studi . . .’; pernah dijumpai 7 artikel

berjudul ‘Analisis . . .’ dalam satu nomor penerbitan!)

Semua kejanggalan ini mengindikasikan bahwa mitra bebestari dan sidang penyunting tidak berfungsi sebagaimana mestinya

‘Pencantuman Nama Penulis dan Lembaga’ (V, 2) sering tidak baku, karena fungsi lembaga sebagai pemilik artikel dan alamat pos untuk korespondensi kurang dimengerti. Malahan byline lebih sering dijadikan ajang pameran jabatan (‘lektor kepala Sekolah Pascasarjana’) atau ketinggian pendidikan akademis (‘Alumni Program Doktor Universitas XYZ’) sang penulis.

‘Abstrak’ (V, 3) berbahasa Inggris yang seharusnya hanya satu paragraf dan

menggambarkan keseluruhan isi artikel masih merupakan hal yang masih didambakan dalam berkala Indonesia, apalagi yang konstruksi bahasanya tepat dan benar. Idem ditto untuk kata kunci (V, 4).

‘Instrumen Pendukung’ (V, 6) seperti gambar dan tabel sering menduplikasi teks sehingga tidak berkomplementer sebagaimana diharapkan. Ilustrasi yang tidak diacu, data mentah tak diolah, perhitungan berkepanjangan . . . merupakan kurang

dikuasainya teknik penulisan artikel dan penyuntingannya.

Oleh penyunting penggunakan ‘Bahan Acuan’ (V, 7) sering kurang disimak

kecermatan caranya ( . . . Badu dalam Fulan . . ., tinjauan pustaka yanag tidak relevan,

end-note yang tidak berisi note) sehinga kebakuan yang diharapkan tidak terjadi.

‘Penyusunan Daftar Pustaka’ (V, 8) masih merupakan masalah besar bagi kebanyakan penulis dan penyunting Indonesia. Tidak cermat, tidak lengkap, tidak teratur, tidak bersistem, dan tidak tidak lainnya sering sekali dijumpai.

‘Petunjuk bagi Penulis’ (V, 9) yang disediakan berkala sering ‘dianggap’ tidak jelas oleh pemula (yang terkesan tidak mau berpedoman pada artikel yang sudah terbit), karena adakalanya memang tidak cukup lengkap dan terperinci. Lebih parah lagi karena ‘Petunjuk bagi Penulis’ yang sudah berpayah-payah disusun oleh penyunting tersebut, seringkali tidak dipakai dalam menyunting naskah yang akan diterbitkan! <Periksa terutama daftar pustaka secuplikan artikel dan coba bandingkan dengan pedoman yang dipersyaratkan berkalanya>.

Silakan baca beberapa artikel untuk melihat kebakuan istilah yang dipergunakan dan ‘diloloskan’ oleh penelaah dan penyunting. Dari pengalaman yang diperoleh dari pembacaan ini nilailah apakah bahasa yang dipakai dalam berkala sudah baik dan benar (V, 10).

Dalam menilai Substansi (VI) secara keseluruhan, waspadailah pemuatan artikel (sering terjadi karena adanya desakan kenaikan pangkat seseorang berpengaruh) sekalipun tidak terkait dengan cakupan ranah keilmuan yang dimaksudkan

berkalanya. Ini mengindikasikan tidak berfungsinya mitra bebestari (III, 3), sidang penyunting dan terutama penyunting pelaksana (III, 4)

Berkala yang mencakup ilmu-ilmu suatu sekolah tinggi atau institut umumnya masih bisa mendapat nilai (1: VI, 1 e), sedangkan kalau diperuntukkan bagi keseluruhan universitas (termasuk sekolah pascasarjana dan lembaga penelitian) umumnya dianggap sebagai bunga rampai sehingga tidak dinilai. Bergantung pada derajat perkembangan disipkin ilmunya, berkala yang mencakup ilmu-ilmu dalam satu

fakultas bisa mendapat nilai (1: VI, 1 e – misalnya pertanian, MIPA) atau (2: VI, 1 d – misalnya biologi)

Banyak sekali berkala di Indonesia yang aspirasi wawasannya bersifat lokal (VI, 2 e) karena dikelola oleh pakar setempat dan sering hanya memuat artikel sumbangan kalangannya sendiri atau dari ilmuwan sekotanya. Sekalipun demikian sudah semakin

bertambah berkala Indonesia yang membuka diri untuk kepentingan nasional (VI, 2 c), yang ditunjukkan oleh asal penyumbang naskah, pelibatan mitra bebestari, lingkup geografi permasalahan, dan pelangganan yang menasional.

Kepioneran Ilmiah Isi Berkala (VI, 3) ditentukan oleh banyaknya temuan dan gagasan serba baru yang diungkapkan artikel-artikelnya, yang menunjukkan bahwa hasil kegiatan ilmiah yang dilaporkannya memang merambah daerah frontir atau garis depan ilmu dan teknologi serta rekayasa.

Makna Sumbangan Berkala pada Kemajuan Ilmu dan Teknologi serta Rekayasa maupun Seni (VI, 4) terkait erat dengan kepioneran isi artikel yang dimuatnya, dan juga dengan dampak yang diakibatkannya. Cukup berperankah berkala bersangkutan dalam percaturan (menentukan arah kebijakan, menggalakkan kegiatan penelitian, memberi inspirasi) pengembangan dan penguasaan ilmu yang menjadi ranah garapannya?

Dampak Ilmiah Berkala (VI, 5) dapat dilihat dari frekuensi pengacuan terhadap artikel yang dimuatnya, memicu laju pacu penelitian di sekelilingnya, pengaruhnya pada bidang pendidikan, dan luasnya pembacanya.

Salah satu kelemahan berkala Indonesia ialah meloloskan penggunaan buku teks, pegangan metodologi, dan berita surat kabar tidak saja sebagai sumber permasalahan tetapi juga sebagai bahan acuan. Begitu pula dibiarkannya pola pengacuan pustaka tidak langsung ‘si Badu (1971) dalam si Polan (2007) . . .’. Tradisi ini menunjukkan kelamahan kekurangsungguhan penulis mencari dan mendapatkan serta mengejar sumber acuan primer (VI, 6).

Keinginan untuk memacu kemajuan ilmu dan teknologi modern menuntut hanya dilakukan perujukan pada pendapat mutakhir (VI, 7) yang tercetus dalam sepuluh tahun terakhir. Pengacuan pada diri sendiri (self citation) kurang dibenarkan sehingga sebaiknya dihindari.

Analisis, Sintesis, Pembahasan, Penyimpulan, dan Perampatan (VI, 8, 9) diharapkan dilakukan secara maksimum demi kemajuan ilmu dan teknologi. Untuk itu

penelaahan naskah oleh para mitra bebestarinya perlu mencermati masalah ini agar mutu substansi artikel dan berkalanya dapat ditingkatkan. Perlu ditambahkan bahwa subbab Saran tidak merupakan tradisi ilmiah yang berlaku secara universal.

Jadwal Penerbitan (VII, 1) rata-rata berkala ilmiah Indonesai tidak terjaga dengan baik karena rendahnya bank naskah yang tersedia bagi penyunting untuk mencapai jumlah minimum yang mencukupi buat satu penerbitan.

Tata Penerbitan Berkala (VII, 2) di Indonesia sering bermasalah karena kurang dipahaminya konsep terbitan (issue) dan jilid (volume). Karena contoh yang tersedia hanyalah penerbitan majalah populer yang terikat tahun takwim, secara kurang tepat jilid berkala ilmiah umumnya juga dikaitkan dengan tahun.

Karena konsep jilid tidak dipahami, penghalamanan (VII, 3) terbitan nomor dua pada beberapa jilid berkala ilmiah sering dimulai dari 1 lagi, yang menyebabkan berkala sering dengan mudah kehilangan nilai angka 2 dalam proses pengakreditasiannya.

Begitu pula sering dijumpai ketidaktahuan penyunting pada konvensi internasional yang berlaku, yang mengharuskan halaman kanan pasti selalu ganjil

Pengadan Indeks (VII, 4)––terutama indeks subjek––untuk tiap jilid masih merupakan kejadian langka dalam berkala (dan juga buku) ilmiah Indonesia. Pengertian indeks masih sangat minimum di kalangan ilmuwan Indonesia. Karena tidak mengerti bahwa penulis = pengarang, beberapa berkala mencantumkan daftar (dan bukan indeks) penulis (yang memuat nama-nama orang yang dimuat karyanya), dan indeks pengarang (yaitu nama orangt-orang yang karyanay diacu oleh penulis artikel)!

Dalam menilai ketersediaan Sumber Dana (VII, 5) dan Sumber Naskah (VII, 6) asesor pengakreditasian berkala umumnya sangat bergantung pada keterbukaan (baca: kejujuran) para penyuntingnya dalam melaporkan keadaannya yang sebenarnya. Penilaian kewajiban pascaterbit berkala berupa penyediaan Cetak Lepas (VIII, 1) serta Wajib Simpan (VIII, 2) harus dilakukan berdasarkan bukti yang meyakinkan.

PEMBEKALAN ASESOR AKREDITASI BERKALA DP2M DIKTI

6 02 5

2 69 5 65 0

Mien A.Rifai

Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia

n.a. ‘Herbarium Bogoriense’ Puslit Nasional Biologi LIPI Jalan Raya Juanda 22, Bogor

1. Seorang asesor dituntut untuk memahami dan menjunjung tinggi posisi

terhormatnya sebagai orang terpelajar yang dipercaya melakukan penelaahan sebagai penjamin kebakuan dan instrumen peningkatan mutu, proses, produk, dan pelolosan saringan untuk keperluan pengembangan, penguasaan, dan pemanfaatan pengetahuan, ilmu, teknologi, dan seni yang sesuai dengan penugasannya, sampai dapat memenuhi persyaratan suatu baku mutu sehingga terukurkan status ataupun peringkat posisinya. 2. Sebelum mulai bekerja, seorang asesor telah mendalami dan sanggup mematuhi segala peraturan dan panduan lain yang berkaitan dengan tugasnya sehingga

mengetahui betul ruang lingkup tugas, tanggung jawab, dan hak serta kewajibannya. 3. Sejalan dengan itu seorang asesor benar-benar memahami pengaruh semua

keluaran, akibatan, dan dampak kegiatannya vis-a-vis gerakan globalisasi, persaingan demi kesejahteraan bangsa, dan posisi negara dalam kancah pergaulan internasional. 4. Dalam melaksanakan tugasnya seorang asesor dituntut bertindak sebaikbaiknya dan seobjektifobjektifnya sesuai dengan apa yang diketahuinya, selaras dengan apa yang diyakininya, dan sejalan pula dengan kemampuan yang dimilikinya.

5. Asesor selalu jujur pada dirinya sendiri sehingga secara terbuka akan

mendiskualifikasi diri bila terjadi pertentangan kepentingan (conflict of interest), mengakui keterbatasan kemampuannya, dan dengan terang-terangan menyatakan diri kalau tidak merasa kompeten melakukan suatu penilaian.

6. Karena hanya merupakan seorang manusia biasa, seorang asesor diharapkan selalu memberitahukan kekhilafan dan kesalahan yang mungkin telah dibuatnya untuk memungkinkan dilakukannya pelurusan dan perbaikan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

7. Dalam melakukan penelaahan, seorang asesor perlu memiliki pikiran terbuka terhadap perkembangan dan informasi baru yang mungkin bertentangan dengan pendapat yang dianut umum, sehingga perlu berpikir dua kali sebelum meloloskan atau menolak sesuatu yang sedang ditelaahnya.

8. Demi keadilan, asesor harus bertaat asas dalam menelaah dan menilai, tidak boleh memenangkan pendapatnya sendiri, pandangan teman atau orang yang disenanginya, sehingga tidak akan terjadi pilih kasih berdasarkan hal-hal yang tidak ada kaitannya dengan segi teknis persoalan yang ditanganinya.

9. Asesor bekerja tekun dengan disiplin waktu yang ketat dalam menjadwalkan kegiatan dan melakukan penelaahan sehingga tetap menjaga kelancaran proses pelaksanaan tugas demi terhormatinya adanya prioritas yang harus didahulukan, kekadaluwarsaan yang perlu dimutakhirkan, keberkalaan kemajuan yang wajib dipromosikan, dan lain-lain.

10. Karena asas kegiatan kerja penelaahan sering bersifat anonim dan selalu memerhatikan aspek kerahasiaan, seorang asesor tidak akan mengiklankan dirinya dan pekerjaan serta kegiatannya.

11. Sejalan dengan itu seorang asesor selalu menolak segala bentuk pemberian dan kemudahan yang disediakan oleh semua pihak yang dapat memengaruhi kegiatannya. 12. Demi menjunjung integritas pribadinya, seorang asesor tidak akan mengambil keuntungan dari informasi dan substansi isi bahan yang dihadapinya, apalagi sampai mendiamkan atau menolaknya untuk kemudian menyadap dan menggunakan

gagasannya untuk kepentingan pribadinya.

13. Untuk keperluan kebakuan dan tertib administrasi, seorang asesor diminta bekerja keras secara bersistem sehingga segala langkah kegiatannya terekam, sebab sekalipun berasaskan kerahasiaan (classified) segala sesuatunya harus dapat dibuktikan

memiliki sifat ketidaktergantungan (independency), keobjektifan (objectivity), kesahihan (validity), keterbukaan (tranparancy), keterlacakan (traceability), ketaatasasan (consistency), keadilan (fairness), dan ketepatwaktuan (timeliness). 14. Setiap kali akan meloloskan sesuatu––terutama yang meragukan mutunya–– seorang asesor dituntut untuk selalu menanyakan pada dirinya sendiri secara jujur, bersediakah dirinya dan lingkungan dekatnya sebagai pemilik, penghasil, atau pengguna produk terkait?

Kiat Menembus Rambu-Rambu

Dalam dokumen Gaya dan Format Berkala Ilmiah Idaman (Halaman 65-72)

Dokumen terkait