• Tidak ada hasil yang ditemukan

C.Subjek III (Zaky)

Dalam dokumen Intimacy Dalam Pacaran Pada Gay (Halaman 6-76)

BAB IV ANALISA DAN INTEPRETASI DATA

II. C.Subjek III (Zaky)

III.C.2. Kehidupan Pacaran Zaky .116

III.C.3. KomponenIntimacydalam Hubungan Pacaran Zaky .117 III.C.3.a. Komponen Memahami (Caring) dan Berbagi Dengan

Pasangan ..117

III.C.3.b. Komponen Kepercayaan terhadap pasangan 119 III.C.3.c. Komponen Komitmen dengan Pangangan ...121 III.C.3.d. Komponen Kejujuran dengan Pasangan ..122 III.C.3.e. Komponen Empati terhadap Pasangan .122 III.C.3.f. Komponen Kelembutan terhadap Pasangan .123 III.C.4. AspekIntimacydalam Hubungan Pacaran Philip ...124 III.C.4.a. Aspek Komunikasi Non-Verbal ...124

III.C.4.b. Aspek Hubungan Seksual .125

III.C.5. JenisGayaIntimacydalam Hubungan Pacaran Jonathan 125

IV. PEMBAHASAN .129

IV.A. Gambaran KehidupanGayDewasa Dini ...130 IV.B. Gambaran Kehidupan BerpacaranGayDewasa Dini 131 IV.C. KomponenIntimacydalam PacaranGayDewasa Dini .132 IV.D. AspekIntimacydalam Pacaran GayDewasa Dini 133 IV.E. JenisGayaIntimacydalam PacaranGayDewasa Dini .134

BAB V KESIMPULAN, SARAN DAN DISKUSI

V.I.1. Kehidupan Sebagai SeorangGay ...145

V.I.2. Kehidupan Berpacaran PadaGay .146

V.I.3. KomponenIntimacydalam Hubungan Pacaran padaGay 147 V.I.4. AspekIntimacydalam Hubungan Pacaran padaGay 148 V.I.5. JenisGayaIntimacydalam Hubungan Pacaran padaGay ..150 V.II. DISKUSI ... ...151

V.III. SARAN ..155

DAFTAR PUSTAKA ... ...157 LAMPIRAN

B A B I

P E N D A H U L U A N

I. LATAR BELAKANG MASALAH

Setiap rentang kehidupan seseorang akan selalu berhadapan dengan tugas tugas perkembangannya masing masing. Mulai dari masa prenatal sampai kepada masa akhir kehidupan. Havighrust (dalam Hurlock, 1999) mengatakan tugas-tugas yang berhasil dilakukan akan menimbulkan rasa bahagia dan membawa kepada arah keberhasilan pada tugas perkembangan selanjutnya, jika tidak berhasil menyelesaikan tugas perkembangan tersebut, orang tersebut kemungkinan akan mengalami perasaan tidak bahagia dan mengalami kesulitan dalam melakukan tugas perkembangan selanjutnya.

Salah satu tugas perkembangan dewasa dini menurut Havighrust dipusatkan pada harapan-harapan masyarakat dan mencakup untuk memilih pasangan atau memilih teman hidup. Pemilihan pasangan dapat dilakukan individu dewasa dini melalui hubungan pacaran. Melalui aktivitas berpacaran tersebut, individu dewasa dini dapat memilih pasangan, menemukan dan mendapatkan seseorang dari jenis kelamin yang berbeda yang disukai, dengan siapa seseorang merasakan kenyamanan dan keamanan, serta menentukan dengan siapa seseorang akan menikah (Duvall,1985). Aktivitas pacaran pada dasarnya memiliki cirri-ciri yaitu adanya kegiatan, yang dilakukan dan dialami bersama, oleh dua orang lebih dari jenis kelamin yang berbeda. Secara umum, masing-masing individu memiliki peran tersendiri sebagai pria dan wanita. Pria akan

mengajak wanita pergi, dan segala pengeluaran akan ditanggung oleh pria, wanita harus diantarkan pulang dengan selamat.

Saxton (dalam Bowman & Spanier, 1978) juga menyatakan pendapat yang sama mengenai pacaran yaitu sebuah istilah yang digunakan masyarakat yang berarti sebuah kejadian yang direncanakan, yang meliputi aktivitas yang dilakukan oleh dua orang dari jenis kelamin yang berbeda dam belum menikah. Pendapat Duvall serta Saxton tersebut memberikan batasan bahwa pacaran merupakan aktivitas yang terjadi hanya pada hubungan yang dilakukan oleh dua orang yang memiliki jenis kelamin berbeda saja. Pria dapat membentuk hubungan pacaran hanya dengan seorang wanita.

Pola pacaran pada dewasa dini menurut Duvall (1985) memberikan cara bagi seorang dewasa dini untuk berinteraksi dengan pasangan, belajar mengenai pasangan, dan membantu dewasa dini belajar mengenai apa yang disukai, diterima oleh pasangan. Masa dewasa dini merupakan waktu yang khusus untuk melakukan pacaran, karena pacaran akan dilakukan lebih sungguh-sungguh dalam hubungannya mencari pasangan hidup dan juga karena pada dewasa dini sudah mencapai kematangan seksual (Caroll, 2005). Pacaran tetap akan dilakukan oleh seseorang yang menunda-nunda perkawinan sampai menermukan pasangan hidup, meski sudah memasuki usia 30 40 tahun. Setelah kehilangan pasangan, melalui kematian ataupun perceraian, orang-orang pada umumnya berpacaran kembali dengan tujuan menemukan pasangan.

Pacaran adalah sesuatu hal yang diharapkan oleh masyarakat, mengakibatkan dewasa dini melakukan hal yang sama, karena orang lain yang ada

disekitar lingkungan melakukan hal yang sama (Duvall, 1985). Masyarakat akan menganggap ada yang salah dengan seseorang yang tidak berpacaran.

Pendapat berbeda dinyatakan oleh Savin-Williams dan Cohen (1996) bahwa membentuk dan mengembangkan hubungan pacaran sebagai sesuatu hal yang penting bagi dewasa dini dilakukan oleh semua orang tanpa memandang orientasi seksual seseorang. Orientasi seksual merupakan istilah yang mengarah kepada jenis kelamin, dimana seseorang merasakan ketertarikan secara emosional, fisik, seksual dan cinta (Caroll, 2005). Orientasi seksual terbagi tiga yaitu heteroseksual, ketertarikan kepada jenis kelamin yang berbeda, homoseksual, ketertarikan pada jenis kelamin yang sama, biseksual, ketertarikan kepada kedua jenis kelamin. Heteroseksual disebut juga dengan istilah straight, sedangkan pria homoseksual dikenal dengan istilah gay, dan wanita homoseksual disebut dengan istilahlesbian.

Melalui pendapat Savin-Williams dan Cohen tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa gay dewasa dini juga melakukan aktivitas yang sama seperti kaumstraightdalam memilih pasangan, yaitu membentuk hubungan pacaran. Hal tersebut dibuktikan melalui penelitian yang dilakukan oleh Savin-Williams (dalam Savin-Williams & Cohen,1996) dan mendapatkan hasil bahwa gay dewasa dini juga membentuk hubungan pacaran. Pada wawancara awal yang dilakukan dengan Jonathan, gay berusia 28 tahun mengutarakan pengalamannya mengenai pacaran, mengatakan:

aku pacaran sama dia uda 3 tahun lebih ya . Dia pacar ku yang kedua, yang pertama putus karna uda ga cocok aja ..

Menurut Silverstein, adanya pacaran pada gay akan membantu seorang

gaydalam pencarian identitas diri sebagai seorang gay, dan membuat gay merasa lebih lengkap sebagai seorang gay (dalam Savin-Williams & Cohen, 1996).

Gay yang memiliki pacar akan memiliki harga diri yang lebih tinggi, penerimaan diri yang lebih tinggi, dan akan lebih terbuka kepada lingkungan mengenai identitas diri sebagai seoranggay(Savin-Williams & Cohen, 1996).

Aktivitas dalam pacaran yang dilakukan oleh pasangan gay tidak jauh berbeda dengan pacaran yang dilakukan oleh pasangan straight, yang membedakan hanyalah penerimaan lingkungan terhadap hubungan tersebut (Caroll,2005). Pacaran pada pasangan straight dapat ditunjukkan atau diberitahu pada lingkungan tanpa adanya rasa takut dan malu. Berbeda dengan pasangangay, beberapa lingkungan masyarakat masih menolak keberadaan gay. Di Indonesia, secara formal ada stigma terhadap perilaku homoseksual yang mengharamkan hubungan sesama jenis (Oetomo, 2003). Masyarakat Indonesia secara umum masih berpijak pada budaya yang enggan menerima keberadaan homoseksual. Kondisi penerimaan lingkungan terhadap hubungan gaymenjadikan pola pacaran pada gay adalah kegiatan yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Alasan ketakutan jika diketahui oleh lingkungan menjadi beban pacaran pada

gay (Oetomo,2003). Jonathan mengutarakan perasaan takut yang dialaminya dalam menjalani hubungan pacaran dengan pasangannya, mengatakan:

terkadang kurang seru juga kalau jalan sama dia. Harus sembunyi sembunyi kalau mau bermesraan. Paling di kamar. Di tempat umum, wau . Bahaya bos. Mana mungkin, ketahuan wah

Hasil observasi awal mengenai kegiatan pacaran yang dilakukan oleh Jonathan dengan pasangannya, mengirimkan pesan-pesan singkat melalui alat komunikasi dengan panggilan khusus kepada pasangan, pergi menonton bersama, makan bersama, melakukan kegiatan bersama, namun kemesraan terhadap pasangan ditunjukkan saat keduanya berada di tempat tertentu.

Menurut Papalia (2004), pacaran adalah kegiatan bagi dewasa dini untuk menemukan intimacy. Levinger (dalam Masters, 1992) mengatakan intimacy

adalah sebuah istilah yang mengarah pada sebuah proses yang terjadi pada 2 orang yang saling memahami, dimana keduanya akan berbagi berbagai hal dalam hal apapun, dalam perasaan, pemikiran dan tindakan sebebas mungkin. Menurut Berscheid dan Reis (dalam Mackey, 2000), intimacy dalam sebuah hubungan dapat membentuk ikatan nonverbal terhadap pasangan (melalui sentuhan, kontak mata, kedekatan fisik dan sebagainya), aktivitas seksual dalam hubungan dan membawa individu dalam kematangan psikologis.

Erikson (dalam Papalia, 2004) mengatakan intimacymerupakan salah satu tugas perkembangan yang sangat penting bagi dewasa dini. Intimacy tersebut merupakan kelanjutan tugas perkembangan psikosial seseorang setelah berhasil mencapai pengertian mengenai identitas dirinya sendiri selama masa remaja. Orang-orang yang memasuki dewasa dini harus mampu mencapai kemampuan untuk menyatukan identitas diri sendiri dengan identitas diri orang lain. Seseorang yang tidak memiliki keyakinan mengenai identitas dirinya sendiri kemungkinan akan berusaha untuk menjauhi intimacy dalam kehidupan

psikososialnya atau berusaha sekeras mungkin mencari intimacy tersebut melalui hubungan seks yang tidak memiliki arti (Feist & Feist, 2002).

Hubungan pacaran sebagai usaha menemukan intimacy dengan pasangan yang terbentuk membutuhkan beberapa keahlian, seperti self-awareness, empati, kemampuan untuk mempertahankan komitmen dalam berhubungan, kemampuan dalam memutuskan sesuatu hal yang berhubungan dengan kegiatan seksual, menyelesaikan masalah dalam hubungan, dan kemampuan berkomunikasi secara emosional (Lambeth & Hallet dalam Papalia, 2004). Beberapa keahlian tersebut akan berpengaruh pada dewasa dini dalam mengambil keputusan untuk menikah atau tidak menikah, melanjutkan hubungan homoseksualitas (hubungan sesama jenis), atau memutuskan untuk hidup sendiri, memiliki anak atau tidak memiliki anak. Dewasa dini yang tidak berhasil melakukan tugas perkembangan psikosialnya, dalam menyatukan indetitas diri sendiri dengan identitas diri orang lain melalui intimacy akan mengalami isolasi. Isolation merupakan keadaan individu yang tidak memiliki kemampuan untuk menyatukan identitas diri sendiri dengan identitas diri orang lain melalui intimacy yang sebenarnya (Erikson dalam Feist&Feist, 2002).

Menurut Harvey (dalam Papalia, 2004), dewasa dini mencapai intimacy

dalam hubungannya dan mempertahankan intimacy tersebut melalui saling keterbukaan dengan pasangannya, saling menghormati pasangan, saling menerima satu sama lain, dan menghargai kebutuhan pasangannya. Lebih jelas Masters (1992) menyebutkan bahwa dalam pembentukan intimacy tersebut,

berbagi dengan pasangan (sharing), mempercayai pasangan, memiliki komitmen dengan pasangan, jujur kepada pasangan, memiliki empati dan kelembutan. Erikson, menyatakan hasil dari intimacy adalah cinta yang sesungguhnya, terbentuknya hubungan saling setia kepada pasangan yang telah dipilih untuk menjalani kehidupan selanjutnya, dengan siapa seseorang akan menikah, memiliki anak dan menjalankan aktivitas kehidupan lainnya (dalam Papalia, 2004)

Intimacy akan terus berkembang bersamaan dengan berkembangnya hubungan pacaran (Savin-Williams & Cohen, 1996). Memahami intimacy dalam setiap hubungan pacaran pada straight dan gay tidak terlepas dari perbedaan stereotip peran sosial mengenai sifat seorang pria dan wanita. Stereotip tersebut memberikan pengaruh pada pola intimacy pada hubungan pacarangay(Masters, 1992). Menurut Bell dan Weinberg (dalam Masters, 1992), lingkungan sosial cenderung memandang pria (straight ataupun gay) sebagai makhluk yang memiliki orientasi terhadap aktivitas seksual dalam berhubungan dengan pasangan intimnya. Berbeda dengan wanita (straight ataupun lesbian) lebih berorientasi terhadap hubungan yang bersifat monogami. Hasilnya adalah pria akan cenderung berharap memiliki pasangan seksual yang banyak, sementara wanita akan mengharapkanintimacydari hubungan yang monogami tersebut. Saat pria straight membentuk hubungan dengan wanita, pria cenderung melakukan sosialisasi terhadap wanita sehingga pria akan membentuk hubungan yang lebih bersifat monogami. Berbeda dengan gay, dalam hubungan pacaran pada gay, ada dua orang pria yang melakukan hubungan tersebut, sehingga banyak gay

gay. Promiscuous merupakan keadaan pada seseorang yang akan melakukan hubungan seks dengan siapa saja tanpa pertimbangan. Gay akan melakukan hubungan seksual dengan pria mana saja yang disukai.

Bell danWeinberg melakukan penelitian terhadap 574 gay dan menemukan hasil 60% dari jumlah gay tersebut mengaku memiliki pasangan seksual lebih dari 250 orang selama hidup mereka (dalam Knox, 1984). Lebih lanjut dari hasil penelitian tersebut, ditemukan bahwa 84% dari subjek penelitian tersebut mengaku memiliki pasangan seksual kurang lebih 50 orang dan 43% mengaku memiliki pasangan seksual kurang lebih 500 orang selama hidup mereka. Seksolog Naek L. Tobing menyatakan dalam tulisannya Perilaku Seksual dan AIDS, sebagian besar dari gaysaat terikat dengan pasangannya, juga melakukan kontak seksual dengan orang lain. Hal ini dapat terjadi misalnya di klub-klubgay, restoran sehingga kadang-kadang beberapa oranggaybahkan tidak mengingat dengan siapa melakukan kontak seksual (dalam #GAN,2006). Sejalan dengan pendapat tersebut, Zaky, gay berusia 24 tahun menyatakan jumlah pria yang pernah menjadi pasangannya dalam melakukan hubungan seksual:

aku pernah iseng nge-list cowok yang pernah tidur sama ku, sampai sekarang yang aku ingat ada 42 orang cowok sejak pertama kali ml.

Hasil penelitian tersebut diperkuat oleh survey yang dilakukan The Sex in America (dalam Miracle,2008) bahwa kaum homoseksual memiliki pasangan seks jauh lebih banyak dibandingkan dengan jumlah pasangan seks yang dimiliki kaum heteroseksual. Kaumgaymemiliki jumlah pasangan 3 sampai 4 kali lebih banyak dari pria straight. Perilaku promiscuous tersebut menurut Miracle (2008) disebabkan karena gaycenderung mempelajari untuk memisahkan antara sex dan

intimacy, dan gay lebih memiliki keinginan melakukan hubungan sex dalam kehidupan mereka. Hal lainya disebabkan karena ijin pernikahan gayyang belum diakui sepenuhnya, sehingga kecil kemungkinan bagi gay untuk tinggal atau hidup bersama dalam jangka waktu yang lama.

Perilaku promiscuous tersebut memberikan pengaruh terhadap intimacy

yang ada pada hubungan pacaran gay. Pacaran gay tersebut memiliki intimacy

yang sangat kurang (Geen, 1984), meskipun seorang gay akan tetap mengharapkan adanya intimacy dalam hubungan pacaran yang dilakukan, dan berharap pacaran tersebut bertahan lama (Savin-Williams & Cohen, 1996). Hal lainnya yang mempengaruhi intimacy dalam hubungan pacaran gay adalah susahnya menemukan pasangan atau pacar yang tepat (Geen, 1984). Gay lebih susah menemukan pacar dan mengembangkan hubungan seksualitas mereka, karena stigma mengenai gay dan tidak mudah menentukan pria mana yang memiliki potensi menjadi pasangan mereka (Caroll, 2005). Kaum gay melakukan beberapa hal untuk mengenali sesama gay yang mereka bisa temui dimana saja dengan beberapa cara (Miracle,2008). Beberapa gay mengkomunikasikan ketertarikan mereka melalui sebuah tanda yang disepakati bersama, berupa penggunaan benda atau tingkah laku tertentu. Misalnya melalui pakaian-pakaian tertentu, penggunaan cincin di bagian tertentu atau gaya rambut tertentu. JONATHAN mengutarakan pengalamannya dalam mengenali seorang gay yang bisa ditemuinya dimana saja :

...gini, kita sendiri ada perasaan saat melihat seseorang. Dia tuh pasti melirik, senyum atau apalah. Dan dianya tahu kalau kita sama-sama sakit...istilahnya ada chemistry tertentu buat gay yang sama sekali tidak

Susahnya untuk menemukan pasangan tersebut berhubungan dengan jumlah gayyang ada jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah pria straight

yang ada (Miracle,2008). Pendapat tersebut benar adanya jika berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti, yaitu diantaranya Kinsey (dalam Caroll,2005) menemukan 37% dari jumlah pria yang menjadi sampel dalam penelitian tersebut mengaku pernah melakukan hubungan seks dengan pria lain dalam hidupnya, namun hanya 4% yang mengaku benar-benar adalah seorang

gay. Sementara itu hasil penelitian yang dilakukan oleh Seidmen,Rieder dan Whitam (dalam Caroll ,2005) menemukan 2 10% dari jumlah pria yang ada adalah seoranggay. Hasil penelitian lainnya dijelaskan oleh Savin-Williams dan Cohen (1996), jika orientasi seksual sebagai gay didefinisikan sebagai sebuah fantasy atau keinginan untuk melakukan hubungan seks dengan pria lain, jumlah

gay yang ada 25 40%, jika didefinisikan sebagai pengalaman melakukan hubungan seks dengan pria, jumlah gay ada sekitar 5 10%, tetapi jika didefinisikan sebagai ketertarikan secara seksual, emosional dan fisik, maka jumlah gay diperkirakan hanya 1 4 %dari populasi yang ada. Pendapat lain yang disampaikan oleh Diamond (dalam Savin-Williams dan Cohen, 1996), di negara-negara seperti Denmark, Jepang, Belanda, Philipina dan Thailand, masing-masing negara memiliki jumlah gayberkisar 5 %. Oetomo (2003) memperkirakan jumlahgayyang ada di Indonesia adalah 1% dari jumlah populasi pria yang ada di Indonesia. Hasil observasi yang dilakukan di awal penelitian ini, peneliti menemukan salah satu komunitas gay di internet. Keanggotaan komunitas gay

untuk keseluruhan di Indonesia sampai bulan Juni 2008 berjumlah kurang lebih 10.000 orang. Melalui komunitas tersebut,gaymenggambarkan keinginan mereka untuk bergabung dalam komunitas tersebut, untuk mencari pasangan kasih atau pacar, pasangan seksual atau hanya berteman (www.manjam.com).

Intimacy yang dibutuhkan dalam hubungan pacaran gay adalah intimacy

fisik, yaitu intimacy yang lebih terlihat melalui kedekatan fisik dengan pasangan. Hal ini disebabkan karena di dalam hubungan pacaran tersebut, ada dua orang pria yang melakukannya. Pria akan cenderung mengekspresikan intimacy melalui kedekatan fisik, yang disebut dengan intimacy fisik, sementara wanita yang dipandang lebih mampu melakukan self-disclosure cenderung lebih mampu mengekspresikan intimacy melalui kedekatan emosional, yang disebut sebagai

intimacyemosional..

Gay tetap berusaha membentuk hubungan yang stabil seperti yang dilakukan oleh pasangan straight, yang sampai berlanjut kepada pernikahan (Savin-Williams & Cohen). Hubungan tersebut didasarkan juga kesetiaan terhadap pasangan dalam hal seksualitas dan intimacy

emosional (Knox, 1984). Intimacy tersebut akan mempengaruhi pasangan gay

untuk melanjutkan hubungan ke tahap pemilihan teman hidup, menikah dan merawat anak, seperti pengaruhintimacyyang terdapat dalam hubungan pacaraan pasangan straight. Melakukan keputusan tersebut juga dipengaruhi oleh keadaan lingkungan dimanagaytersebut tinggal. Beberapa negara seperti Belanda, Belgia, Kanada dan beberapa negara bagian Amerika Serikat sudah melegalkan pernikahan sesama jenis, dan banyak dari pasangan ini merawat anak dengan cara

mengadopsi (Caroll,2005). Berbeda dengan kehidupan gay yang di Indonesia, belum ada undang-undang yang melegalkan hubungan pernikahan sesama jenis, walaupun perkembangan keberadaangaydi Indonesia sudah semakin meningkat, dimana hal tersebut berhubungan dengan berkembangnya teknologi, seperti komunikasi melalui sarana internet. Observasi yang dilakukan pada awal penelitian ini, peneliti menemukan beberapa sarana-sarana yang tersedia di internet yang memberikan jalan bagi gay untuk menemukan teman-teman gay di dunia ini. Melalui sarana chatting,mailing list, forum di internet, dimana seorang

gay dapat memperlihatkan gambar dirinya dan menggambarkan dirinya, tertarik untuk membentuk jenis hubungan tertentu, misalnya hanya mencari teman biasa, atau mencari pasangan seksual saja, atau ingin mencari pacar dan pasangan hidup.

Berdasarkan fenomena mengenai keberadaan kaum gay yang masih mengalami penolakan dari lingkungan, sementara seorang gay juga mengalami perkembangan diri, dari seorang remaja ke dewasa dini.Gaysama seperti manusia lainnya, dengan pemahaman, bahwa gay dewasa dini juga memiliki tugas perkembangan untuk mencari pasangan hidup melalui pacaran dan melalui pacaran tersebut memberikan jalan bagi dewasa dini untuk memenuhi tugas psikosial seorang dewasa dini, yaitu intimacy. Fenomena tersebut menjadi daya tarik bagi peneliti untuk melihat bagaimanaintimacyyang ada di dalam hubungan pacarangaydewasa dini.

II. PERTANYAAN PENELITIAN

Tugas perkembangan dewasa dini dalam kehidupan psikososialnya adalah menadapatkan intimacy dan intimacy tersebut dapat ditemukan dalam hubungannya dengan pasangannya, dimulai dengan melakukan pacaran dimana tujuan utama berpacaran pada dewasa dini adalah menemukan pasangan. Menjalin hubungan intim adalah hal yang umum bagi semua orang, tanpa memandang orientasi seksualnya, baik untuk heterosesksual maupun homoseksual. Intimacy

dalam berpacaran juga menjadi dasar bagi kaum gaydalam melakukan hubungan tersebut. Berdasarkan hal tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai intimacy pada gay dewasa dini yang berpacaran untuk melihat bagaimana intimacy yang ada pada gay dewasa dini yang berpacaran. Dalam penelitian ini, beberapa hal yang menjadi pertanyaan penelitian adalah :

1. Bagaimanakah gambaran kehidupan seoranggay?

2. Bagaimanakah gambaran hubungan pacaran yang ada padagay?

3. Komponen intimacy apa saja yang terdapat dalam hubungan pacaran pada

gay?

4. Aspekintimacyapa saja yang terdapat dalam hubungan pacaran padagay? 5. Bagaimana jenis gaya intimacy dalam hubungan pacaran yang ada pada

III.TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana intimacy yang terjadi dalam hubunngan pacaran padagay.

IV. MANFAAT PENELITIAN IV.A. Manfaat Teoritis

Dengan penelitian ini diharapkan akan memberikan kajian ilmu dan pengetahuan dalam bidang psikologi secara umum, serta psikologi perkembangan secara khusus mengenai intimacypada gaydewasa dini yang berpacaran, dimana

intimacy adalah salah satu tugas perkembangan psikososial yang penting bagi dewasa dini, danintimacytersebut bisa didapatkan dalam berpacaran.

IV.B. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan pada:

1. Kaum gay sebagai populasi dari subjek penelitian ini. Hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran pada gay dalam memahami intimacy yang terdapat dalam hubungan pacaran yang mereka lakukan.

2. Masyarakat luas mengenai intimacy pada gay dewasa dini yang berpacaran. Kaum gay juga melakukan hal yang umum yang dilakukan oleh dewasa dini pada umumnya, yaitu dalam memiliki pasangan.

V. SISTEMATIKA PENULISAN

Laporan penelitian ini disusun berdasarkan sistematika penulisan sebagai berikut:

a. Bab I. Pendahuluan

Bab ini menjelaskan tentang latar belakang masalah, pemaparan hal-hal yang menjadi alasan tertarik melakukan penelitian ini, dan berisi tentang perumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan.

b. Bab II. Landasan Teori

Bab ini memuat tinjaun teoritis yang menjadi acauan dalam pembahasan dan penjelasan mengenai intimacy, dewasa dini, gay, pacaran, intimacy

padagaydewasa dini yang berpacaran, serta paradigma.

c. Bab III. Metedologi Penelitian

Bab ini menjelaskan definisi operasional variabel penelitian, metode penelitian yang digunakan dalam mengumpulkan data, subjek penelitian, lokasi penelitian dan pengambilan sampel dan tehnik pengolahan data.

d. Bab IV. Analisa Data dan Interpretasi

Bab ini menjelaskan hasil penelitian, termasuk didalamnya gambaran umum subjek dalam penelitian, deskripsi data, dan interpretasi terhadap hasil wawancara.

e. Bab V. Kesimpulan, Diskusi, dan Saran

Bab ini memuat kesimpulan dari hasil penelitian, diskusi serta saran yang terkait dari hasil penelitian.

B A B I I

L A N D A S A N T E O RI

I.INTIMACY

I. A. PengertianIntimacy

Dalam dokumen Intimacy Dalam Pacaran Pada Gay (Halaman 6-76)

Dokumen terkait