• Tidak ada hasil yang ditemukan

Intimacy Dalam Pacaran Pada Gay

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Intimacy Dalam Pacaran Pada Gay"

Copied!
166
0
0

Teks penuh

(1)

INTIMACY

DALAM PACARAN

PADA

GAY

SKRIPSI

Guna Memenuhi Persyaratan Sarjana Psikologi

OLEH:

B O B B Y E S I L A E N

0 3 1 3 0 1 0 6 6

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

D A F T A R I S I

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

BAB I PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG MASALAH... 1

II. PERTANYAAN PENELITIAN ...13

III. TUJUAN PENELITIAN...14

IV. MANFAAT PENELITIAN...14

IV.A. Manfaat Teoritis...14

IV.B. Manfaat Praktis ...14

V. SISTEMATIKA PENULISAN...15

BAB II LANDASAN TEORI I. INTIMACY...16

I.A. PengertianIntimacy...16

I.B. KomponenIntimacy...17

I.C. Aspek-aspekIntimacy...19

I.D. Jenis-jenisGayaIntimacy...20

II. DEWASA DINI ...21

II.A. Pengertian Dewasa Dini ...21

II.B. Tugas-tugas Perkembangan Dewasa Dini ...22

(3)

III. GAY...23

III.A. Teroi Penyebab Seseorang MenjadiGay...24

III.A.1. Teori Biologis: Perbedaan adalah sesuatu yang dibawa lahir..24

III.A.2.Teori Perkembangan ...25

III.B. Tahap Pembentukan Identitas Diri Menjadi SeorangGay ...27

III.C. Jenis-jenisGay...29

IV. PACARAN...30

IV.A. Pengertian Pacaran ...30

IV.B. Fungsi Pacaran ...31

IV. C. Tahap Pacaran ...31

IV.D. Pacaran padaGay ...33

V. INTIMACYDALAM PACARAN PADAGAY...34

VI. PARADIGMA ...36

BAB II METODOLOGI PENELITIAN I. PENDEKATAN KUALITATIF ...37

II. METODE PENGUMPULAN DATA...38

II.A. Wawancara ...38

II.B. Observasi dalam Wawancara...39

III. ALAT BANTU PENGUMPULAN DATA...40

IV. KEABSAHAN DATA...41

V. SUBJEK PENELITIAN...43

V.A. Karakteristik Subjek Penelitian...43

(4)

V.C. Prosedur Pengambilan Subjek Penelitian...44

VI. PROSEDUR PENELITIAN...45

VI.A. Tahap Persiapan Penelitian ...45

VI.B. Tahap Pelaksanaan Penelitian ...46

VI.C. Tahap Pencatatan Data...46

VII. PROSEDUR ANALISIS DATA ...47

BAB IV ANALISA DAN INTEPRETASI DATA I. DESKRIPSI SUBJEK...49

I.A. Subjek I (Philip)...50

I.B. Subjek II (JB)...54

I.C. Subjek III (Zaky) ...58

II. DESKRIPSI OBSERVASI DALAM WAWANCARA ...62

II.A. Subjek I (Philip) ...62

II.B. Subjek II (JB)...64

II.C.Subjek III (Zaky) ...66

III. DESKRIPSI HASIL WAWANCARA ...69

III.A. Subjek I (Philip) ...69

III.A.1. Kehidupan Philip Sebagai SeorangGay...69

III.A.2. Kehidupan Pacaran Philip...71

III.A.3. KomponenIntimacydalam Hubungan Pacaran Philip ...76

III.A.3.a. Komponen Memahami (Caring) dan Berbagi Dengan Pasangan ...76

(5)

III.A.3.c. Komponen Komitmen dengan Pangangan ...80

III.A.3.d. Komponen Kejujuran dengan Pasangan ...81

III.A.3.e. Komponen Empati terhadap Pasangan...82

III.A.3.f. Komponen Kelembutan terhadap Pasangan ...83

III.A.4. AspekIntimacydalam Hubungan Pacaran Philip...83

III.A.4.a. Aspek Komunikasi Non-Verbal ...84

III.A.4.b. Aspek Hubungan Seksual ...84

III.A.5. JenisGayaIntimacydalam Hubungan Pacaran Philip...84

III.B. Subjek II (Jonathan) ...91

III.B.1. Kehidupan Jonathan Sebagai SeorangGay...94

III.B.2. Kehidupan Pacaran Jonathan...94

III.B.3. KomponenIntimacydalam Hubungan Pacaran Jonathan ...101

III.B.3.a. Komponen Memahami (Caring) dan Berbagi Dengan Pasangan ..101

III.B.3.b. Komponen Kepercayaan terhadap pasangan 103 III.B.3.c. Komponen Komitmen dengan Pangangan ...103

III.B.3.d. Komponen Kejujuran dengan Pasangan ..105

III.B.3.e. Komponen Empati terhadap Pasangan .106 III.B.3.f. Komponen Kelembutan terhadap Pasangan .107 III.B.4. AspekIntimacydalam Hubungan Pacaran Philip ...107

III.B.4.a. Aspek Komunikasi Non-Verbal ...107

III.B.4.b. Aspek Hubungan Seksual 108

(6)

III.C. Subjek III (Zaky) ...114 III.C.1. Kehidupan Jonathan Sebagai SeorangGay 114

III.C.2. Kehidupan Pacaran Zaky .116

III.C.3. KomponenIntimacydalam Hubungan Pacaran Zaky .117 III.C.3.a. Komponen Memahami (Caring) dan Berbagi Dengan

Pasangan ..117

III.C.3.b. Komponen Kepercayaan terhadap pasangan 119 III.C.3.c. Komponen Komitmen dengan Pangangan ...121 III.C.3.d. Komponen Kejujuran dengan Pasangan ..122 III.C.3.e. Komponen Empati terhadap Pasangan .122 III.C.3.f. Komponen Kelembutan terhadap Pasangan .123 III.C.4. AspekIntimacydalam Hubungan Pacaran Philip ...124 III.C.4.a. Aspek Komunikasi Non-Verbal ...124

III.C.4.b. Aspek Hubungan Seksual .125

III.C.5. JenisGayaIntimacydalam Hubungan Pacaran Jonathan 125

IV. PEMBAHASAN .129

IV.A. Gambaran KehidupanGayDewasa Dini ...130 IV.B. Gambaran Kehidupan BerpacaranGayDewasa Dini 131 IV.C. KomponenIntimacydalam PacaranGayDewasa Dini .132 IV.D. AspekIntimacydalam Pacaran GayDewasa Dini 133 IV.E. JenisGayaIntimacydalam PacaranGayDewasa Dini .134

BAB V KESIMPULAN, SARAN DAN DISKUSI

(7)

V.I.1. Kehidupan Sebagai SeorangGay ...145

V.I.2. Kehidupan Berpacaran PadaGay .146

V.I.3. KomponenIntimacydalam Hubungan Pacaran padaGay 147 V.I.4. AspekIntimacydalam Hubungan Pacaran padaGay 148 V.I.5. JenisGayaIntimacydalam Hubungan Pacaran padaGay ..150 V.II. DISKUSI ... ...151

V.III. SARAN ..155

(8)

B A B I

P E N D A H U L U A N

I. LATAR BELAKANG MASALAH

Setiap rentang kehidupan seseorang akan selalu berhadapan dengan tugas tugas perkembangannya masing masing. Mulai dari masa prenatal sampai kepada masa akhir kehidupan. Havighrust (dalam Hurlock, 1999) mengatakan tugas-tugas yang berhasil dilakukan akan menimbulkan rasa bahagia dan membawa kepada arah keberhasilan pada tugas perkembangan selanjutnya, jika tidak berhasil menyelesaikan tugas perkembangan tersebut, orang tersebut kemungkinan akan mengalami perasaan tidak bahagia dan mengalami kesulitan dalam melakukan tugas perkembangan selanjutnya.

(9)

mengajak wanita pergi, dan segala pengeluaran akan ditanggung oleh pria, wanita harus diantarkan pulang dengan selamat.

Saxton (dalam Bowman & Spanier, 1978) juga menyatakan pendapat yang sama mengenai pacaran yaitu sebuah istilah yang digunakan masyarakat yang berarti sebuah kejadian yang direncanakan, yang meliputi aktivitas yang dilakukan oleh dua orang dari jenis kelamin yang berbeda dam belum menikah. Pendapat Duvall serta Saxton tersebut memberikan batasan bahwa pacaran merupakan aktivitas yang terjadi hanya pada hubungan yang dilakukan oleh dua orang yang memiliki jenis kelamin berbeda saja. Pria dapat membentuk hubungan pacaran hanya dengan seorang wanita.

Pola pacaran pada dewasa dini menurut Duvall (1985) memberikan cara bagi seorang dewasa dini untuk berinteraksi dengan pasangan, belajar mengenai pasangan, dan membantu dewasa dini belajar mengenai apa yang disukai, diterima oleh pasangan. Masa dewasa dini merupakan waktu yang khusus untuk melakukan pacaran, karena pacaran akan dilakukan lebih sungguh-sungguh dalam hubungannya mencari pasangan hidup dan juga karena pada dewasa dini sudah mencapai kematangan seksual (Caroll, 2005). Pacaran tetap akan dilakukan oleh seseorang yang menunda-nunda perkawinan sampai menermukan pasangan hidup, meski sudah memasuki usia 30 40 tahun. Setelah kehilangan pasangan, melalui kematian ataupun perceraian, orang-orang pada umumnya berpacaran kembali dengan tujuan menemukan pasangan.

(10)

disekitar lingkungan melakukan hal yang sama (Duvall, 1985). Masyarakat akan menganggap ada yang salah dengan seseorang yang tidak berpacaran.

Pendapat berbeda dinyatakan oleh Savin-Williams dan Cohen (1996) bahwa membentuk dan mengembangkan hubungan pacaran sebagai sesuatu hal yang penting bagi dewasa dini dilakukan oleh semua orang tanpa memandang orientasi seksual seseorang. Orientasi seksual merupakan istilah yang mengarah kepada jenis kelamin, dimana seseorang merasakan ketertarikan secara emosional, fisik, seksual dan cinta (Caroll, 2005). Orientasi seksual terbagi tiga yaitu heteroseksual, ketertarikan kepada jenis kelamin yang berbeda, homoseksual, ketertarikan pada jenis kelamin yang sama, biseksual, ketertarikan kepada kedua jenis kelamin. Heteroseksual disebut juga dengan istilah straight, sedangkan pria homoseksual dikenal dengan istilah gay, dan wanita homoseksual disebut dengan istilahlesbian.

Melalui pendapat Savin-Williams dan Cohen tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa gay dewasa dini juga melakukan aktivitas yang sama seperti kaumstraightdalam memilih pasangan, yaitu membentuk hubungan pacaran. Hal tersebut dibuktikan melalui penelitian yang dilakukan oleh Savin-Williams (dalam Savin-Williams & Cohen,1996) dan mendapatkan hasil bahwa gay dewasa dini juga membentuk hubungan pacaran. Pada wawancara awal yang dilakukan dengan Jonathan, gay berusia 28 tahun mengutarakan pengalamannya mengenai pacaran, mengatakan:

(11)

Menurut Silverstein, adanya pacaran pada gay akan membantu seorang

gaydalam pencarian identitas diri sebagai seorang gay, dan membuat gay merasa lebih lengkap sebagai seorang gay (dalam Savin-Williams & Cohen, 1996).

Gay yang memiliki pacar akan memiliki harga diri yang lebih tinggi, penerimaan diri yang lebih tinggi, dan akan lebih terbuka kepada lingkungan mengenai identitas diri sebagai seoranggay(Savin-Williams & Cohen, 1996).

Aktivitas dalam pacaran yang dilakukan oleh pasangan gay tidak jauh berbeda dengan pacaran yang dilakukan oleh pasangan straight, yang membedakan hanyalah penerimaan lingkungan terhadap hubungan tersebut (Caroll,2005). Pacaran pada pasangan straight dapat ditunjukkan atau diberitahu pada lingkungan tanpa adanya rasa takut dan malu. Berbeda dengan pasangangay, beberapa lingkungan masyarakat masih menolak keberadaan gay. Di Indonesia, secara formal ada stigma terhadap perilaku homoseksual yang mengharamkan hubungan sesama jenis (Oetomo, 2003). Masyarakat Indonesia secara umum masih berpijak pada budaya yang enggan menerima keberadaan homoseksual. Kondisi penerimaan lingkungan terhadap hubungan gaymenjadikan pola pacaran pada gay adalah kegiatan yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Alasan ketakutan jika diketahui oleh lingkungan menjadi beban pacaran pada

gay (Oetomo,2003). Jonathan mengutarakan perasaan takut yang dialaminya dalam menjalani hubungan pacaran dengan pasangannya, mengatakan:

(12)

Hasil observasi awal mengenai kegiatan pacaran yang dilakukan oleh Jonathan dengan pasangannya, mengirimkan pesan-pesan singkat melalui alat komunikasi dengan panggilan khusus kepada pasangan, pergi menonton bersama, makan bersama, melakukan kegiatan bersama, namun kemesraan terhadap pasangan ditunjukkan saat keduanya berada di tempat tertentu.

Menurut Papalia (2004), pacaran adalah kegiatan bagi dewasa dini untuk menemukan intimacy. Levinger (dalam Masters, 1992) mengatakan intimacy

adalah sebuah istilah yang mengarah pada sebuah proses yang terjadi pada 2 orang yang saling memahami, dimana keduanya akan berbagi berbagai hal dalam hal apapun, dalam perasaan, pemikiran dan tindakan sebebas mungkin. Menurut Berscheid dan Reis (dalam Mackey, 2000), intimacy dalam sebuah hubungan dapat membentuk ikatan nonverbal terhadap pasangan (melalui sentuhan, kontak mata, kedekatan fisik dan sebagainya), aktivitas seksual dalam hubungan dan membawa individu dalam kematangan psikologis.

(13)

psikososialnya atau berusaha sekeras mungkin mencari intimacy tersebut melalui hubungan seks yang tidak memiliki arti (Feist & Feist, 2002).

Hubungan pacaran sebagai usaha menemukan intimacy dengan pasangan yang terbentuk membutuhkan beberapa keahlian, seperti self-awareness, empati, kemampuan untuk mempertahankan komitmen dalam berhubungan, kemampuan dalam memutuskan sesuatu hal yang berhubungan dengan kegiatan seksual, menyelesaikan masalah dalam hubungan, dan kemampuan berkomunikasi secara emosional (Lambeth & Hallet dalam Papalia, 2004). Beberapa keahlian tersebut akan berpengaruh pada dewasa dini dalam mengambil keputusan untuk menikah atau tidak menikah, melanjutkan hubungan homoseksualitas (hubungan sesama jenis), atau memutuskan untuk hidup sendiri, memiliki anak atau tidak memiliki anak. Dewasa dini yang tidak berhasil melakukan tugas perkembangan psikosialnya, dalam menyatukan indetitas diri sendiri dengan identitas diri orang lain melalui intimacy akan mengalami isolasi. Isolation merupakan keadaan individu yang tidak memiliki kemampuan untuk menyatukan identitas diri sendiri dengan identitas diri orang lain melalui intimacy yang sebenarnya (Erikson dalam Feist&Feist, 2002).

Menurut Harvey (dalam Papalia, 2004), dewasa dini mencapai intimacy

dalam hubungannya dan mempertahankan intimacy tersebut melalui saling keterbukaan dengan pasangannya, saling menghormati pasangan, saling menerima satu sama lain, dan menghargai kebutuhan pasangannya. Lebih jelas Masters (1992) menyebutkan bahwa dalam pembentukan intimacy tersebut,

(14)

berbagi dengan pasangan (sharing), mempercayai pasangan, memiliki komitmen dengan pasangan, jujur kepada pasangan, memiliki empati dan kelembutan. Erikson, menyatakan hasil dari intimacy adalah cinta yang sesungguhnya, terbentuknya hubungan saling setia kepada pasangan yang telah dipilih untuk menjalani kehidupan selanjutnya, dengan siapa seseorang akan menikah, memiliki anak dan menjalankan aktivitas kehidupan lainnya (dalam Papalia, 2004)

Intimacy akan terus berkembang bersamaan dengan berkembangnya hubungan pacaran (Savin-Williams & Cohen, 1996). Memahami intimacy dalam setiap hubungan pacaran pada straight dan gay tidak terlepas dari perbedaan stereotip peran sosial mengenai sifat seorang pria dan wanita. Stereotip tersebut memberikan pengaruh pada pola intimacy pada hubungan pacarangay(Masters, 1992). Menurut Bell dan Weinberg (dalam Masters, 1992), lingkungan sosial cenderung memandang pria (straight ataupun gay) sebagai makhluk yang memiliki orientasi terhadap aktivitas seksual dalam berhubungan dengan pasangan intimnya. Berbeda dengan wanita (straight ataupun lesbian) lebih berorientasi terhadap hubungan yang bersifat monogami. Hasilnya adalah pria akan cenderung berharap memiliki pasangan seksual yang banyak, sementara wanita akan mengharapkanintimacydari hubungan yang monogami tersebut. Saat pria straight membentuk hubungan dengan wanita, pria cenderung melakukan sosialisasi terhadap wanita sehingga pria akan membentuk hubungan yang lebih bersifat monogami. Berbeda dengan gay, dalam hubungan pacaran pada gay, ada dua orang pria yang melakukan hubungan tersebut, sehingga banyak gay

(15)

gay. Promiscuous merupakan keadaan pada seseorang yang akan melakukan hubungan seks dengan siapa saja tanpa pertimbangan. Gay akan melakukan hubungan seksual dengan pria mana saja yang disukai.

Bell danWeinberg melakukan penelitian terhadap 574 gay dan menemukan hasil 60% dari jumlah gay tersebut mengaku memiliki pasangan seksual lebih dari 250 orang selama hidup mereka (dalam Knox, 1984). Lebih lanjut dari hasil penelitian tersebut, ditemukan bahwa 84% dari subjek penelitian tersebut mengaku memiliki pasangan seksual kurang lebih 50 orang dan 43% mengaku memiliki pasangan seksual kurang lebih 500 orang selama hidup mereka. Seksolog Naek L. Tobing menyatakan dalam tulisannya Perilaku Seksual dan AIDS, sebagian besar dari gaysaat terikat dengan pasangannya, juga melakukan kontak seksual dengan orang lain. Hal ini dapat terjadi misalnya di klub-klubgay, restoran sehingga kadang-kadang beberapa oranggaybahkan tidak mengingat dengan siapa melakukan kontak seksual (dalam #GAN,2006). Sejalan dengan pendapat tersebut, Zaky, gay berusia 24 tahun menyatakan jumlah pria yang pernah menjadi pasangannya dalam melakukan hubungan seksual:

aku pernah iseng nge-list cowok yang pernah tidur sama ku, sampai sekarang yang aku ingat ada 42 orang cowok sejak pertama kali ml.

(16)

intimacy, dan gay lebih memiliki keinginan melakukan hubungan sex dalam kehidupan mereka. Hal lainya disebabkan karena ijin pernikahan gayyang belum diakui sepenuhnya, sehingga kecil kemungkinan bagi gay untuk tinggal atau hidup bersama dalam jangka waktu yang lama.

Perilaku promiscuous tersebut memberikan pengaruh terhadap intimacy

yang ada pada hubungan pacaran gay. Pacaran gay tersebut memiliki intimacy

yang sangat kurang (Geen, 1984), meskipun seorang gay akan tetap mengharapkan adanya intimacy dalam hubungan pacaran yang dilakukan, dan berharap pacaran tersebut bertahan lama (Savin-Williams & Cohen, 1996). Hal lainnya yang mempengaruhi intimacy dalam hubungan pacaran gay adalah susahnya menemukan pasangan atau pacar yang tepat (Geen, 1984). Gay lebih susah menemukan pacar dan mengembangkan hubungan seksualitas mereka, karena stigma mengenai gay dan tidak mudah menentukan pria mana yang memiliki potensi menjadi pasangan mereka (Caroll, 2005). Kaum gay melakukan beberapa hal untuk mengenali sesama gay yang mereka bisa temui dimana saja dengan beberapa cara (Miracle,2008). Beberapa gay mengkomunikasikan ketertarikan mereka melalui sebuah tanda yang disepakati bersama, berupa penggunaan benda atau tingkah laku tertentu. Misalnya melalui pakaian-pakaian tertentu, penggunaan cincin di bagian tertentu atau gaya rambut tertentu. JONATHAN mengutarakan pengalamannya dalam mengenali seorang gay yang bisa ditemuinya dimana saja :

(17)

Susahnya untuk menemukan pasangan tersebut berhubungan dengan jumlah gayyang ada jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah pria straight

yang ada (Miracle,2008). Pendapat tersebut benar adanya jika berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti, yaitu diantaranya Kinsey (dalam Caroll,2005) menemukan 37% dari jumlah pria yang menjadi sampel dalam penelitian tersebut mengaku pernah melakukan hubungan seks dengan pria lain dalam hidupnya, namun hanya 4% yang mengaku benar-benar adalah seorang

gay. Sementara itu hasil penelitian yang dilakukan oleh Seidmen,Rieder dan Whitam (dalam Caroll ,2005) menemukan 2 10% dari jumlah pria yang ada adalah seoranggay. Hasil penelitian lainnya dijelaskan oleh Savin-Williams dan Cohen (1996), jika orientasi seksual sebagai gay didefinisikan sebagai sebuah fantasy atau keinginan untuk melakukan hubungan seks dengan pria lain, jumlah

gay yang ada 25 40%, jika didefinisikan sebagai pengalaman melakukan hubungan seks dengan pria, jumlah gay ada sekitar 5 10%, tetapi jika didefinisikan sebagai ketertarikan secara seksual, emosional dan fisik, maka jumlah gay diperkirakan hanya 1 4 %dari populasi yang ada. Pendapat lain yang disampaikan oleh Diamond (dalam Savin-Williams dan Cohen, 1996), di negara-negara seperti Denmark, Jepang, Belanda, Philipina dan Thailand, masing-masing negara memiliki jumlah gayberkisar 5 %. Oetomo (2003) memperkirakan jumlahgayyang ada di Indonesia adalah 1% dari jumlah populasi pria yang ada di Indonesia. Hasil observasi yang dilakukan di awal penelitian ini, peneliti menemukan salah satu komunitas gay di internet. Keanggotaan komunitas gay

(18)

untuk keseluruhan di Indonesia sampai bulan Juni 2008 berjumlah kurang lebih 10.000 orang. Melalui komunitas tersebut,gaymenggambarkan keinginan mereka untuk bergabung dalam komunitas tersebut, untuk mencari pasangan kasih atau pacar, pasangan seksual atau hanya berteman (www.manjam.com).

Intimacy yang dibutuhkan dalam hubungan pacaran gay adalah intimacy

fisik, yaitu intimacy yang lebih terlihat melalui kedekatan fisik dengan pasangan. Hal ini disebabkan karena di dalam hubungan pacaran tersebut, ada dua orang pria yang melakukannya. Pria akan cenderung mengekspresikan intimacy melalui kedekatan fisik, yang disebut dengan intimacy fisik, sementara wanita yang dipandang lebih mampu melakukan self-disclosure cenderung lebih mampu mengekspresikan intimacy melalui kedekatan emosional, yang disebut sebagai

intimacyemosional..

Gay tetap berusaha membentuk hubungan yang stabil seperti yang dilakukan oleh pasangan straight, yang sampai berlanjut kepada pernikahan (Savin-Williams & Cohen). Hubungan tersebut didasarkan juga kesetiaan terhadap pasangan dalam hal seksualitas dan intimacy

emosional (Knox, 1984). Intimacy tersebut akan mempengaruhi pasangan gay

(19)

mengadopsi (Caroll,2005). Berbeda dengan kehidupan gay yang di Indonesia, belum ada undang-undang yang melegalkan hubungan pernikahan sesama jenis, walaupun perkembangan keberadaangaydi Indonesia sudah semakin meningkat, dimana hal tersebut berhubungan dengan berkembangnya teknologi, seperti komunikasi melalui sarana internet. Observasi yang dilakukan pada awal penelitian ini, peneliti menemukan beberapa sarana-sarana yang tersedia di internet yang memberikan jalan bagi gay untuk menemukan teman-teman gay di dunia ini. Melalui sarana chatting,mailing list, forum di internet, dimana seorang

gay dapat memperlihatkan gambar dirinya dan menggambarkan dirinya, tertarik untuk membentuk jenis hubungan tertentu, misalnya hanya mencari teman biasa, atau mencari pasangan seksual saja, atau ingin mencari pacar dan pasangan hidup.

(20)

II. PERTANYAAN PENELITIAN

Tugas perkembangan dewasa dini dalam kehidupan psikososialnya adalah menadapatkan intimacy dan intimacy tersebut dapat ditemukan dalam hubungannya dengan pasangannya, dimulai dengan melakukan pacaran dimana tujuan utama berpacaran pada dewasa dini adalah menemukan pasangan. Menjalin hubungan intim adalah hal yang umum bagi semua orang, tanpa memandang orientasi seksualnya, baik untuk heterosesksual maupun homoseksual. Intimacy

dalam berpacaran juga menjadi dasar bagi kaum gaydalam melakukan hubungan tersebut. Berdasarkan hal tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai intimacy pada gay dewasa dini yang berpacaran untuk melihat bagaimana intimacy yang ada pada gay dewasa dini yang berpacaran. Dalam penelitian ini, beberapa hal yang menjadi pertanyaan penelitian adalah :

1. Bagaimanakah gambaran kehidupan seoranggay?

2. Bagaimanakah gambaran hubungan pacaran yang ada padagay?

3. Komponen intimacy apa saja yang terdapat dalam hubungan pacaran pada

gay?

4. Aspekintimacyapa saja yang terdapat dalam hubungan pacaran padagay? 5. Bagaimana jenis gaya intimacy dalam hubungan pacaran yang ada pada

(21)

III.TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana intimacy yang terjadi dalam hubunngan pacaran padagay.

IV. MANFAAT PENELITIAN IV.A. Manfaat Teoritis

Dengan penelitian ini diharapkan akan memberikan kajian ilmu dan pengetahuan dalam bidang psikologi secara umum, serta psikologi perkembangan secara khusus mengenai intimacypada gaydewasa dini yang berpacaran, dimana

intimacy adalah salah satu tugas perkembangan psikososial yang penting bagi dewasa dini, danintimacytersebut bisa didapatkan dalam berpacaran.

IV.B. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan pada:

1. Kaum gay sebagai populasi dari subjek penelitian ini. Hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran pada gay dalam memahami intimacy yang terdapat dalam hubungan pacaran yang mereka lakukan.

(22)

V. SISTEMATIKA PENULISAN

Laporan penelitian ini disusun berdasarkan sistematika penulisan sebagai berikut:

a. Bab I. Pendahuluan

Bab ini menjelaskan tentang latar belakang masalah, pemaparan hal-hal yang menjadi alasan tertarik melakukan penelitian ini, dan berisi tentang perumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan.

b. Bab II. Landasan Teori

Bab ini memuat tinjaun teoritis yang menjadi acauan dalam pembahasan dan penjelasan mengenai intimacy, dewasa dini, gay, pacaran, intimacy

padagaydewasa dini yang berpacaran, serta paradigma.

c. Bab III. Metedologi Penelitian

Bab ini menjelaskan definisi operasional variabel penelitian, metode penelitian yang digunakan dalam mengumpulkan data, subjek penelitian, lokasi penelitian dan pengambilan sampel dan tehnik pengolahan data.

d. Bab IV. Analisa Data dan Interpretasi

Bab ini menjelaskan hasil penelitian, termasuk didalamnya gambaran umum subjek dalam penelitian, deskripsi data, dan interpretasi terhadap hasil wawancara.

e. Bab V. Kesimpulan, Diskusi, dan Saran

(23)

B A B I I

L A N D A S A N T E O RI

I.INTIMACY

I. A. PengertianIntimacy

Kata intimacyberasal dari bahasa Latin, yaitu intimus, yang memiliki arti

innermost , deepest yang artinya paling dalam (Caroll, 2005). Intimacy dapat diartikan sebagai sebuah proses berbagi diantara dua orang yang sudah saling memahami sebebas mungkin dalam pemikiran, perasaan dan tindakan (Masters,1992). Intimacy dapat terjadi melalui penerimaan, komitmen, kelembutan dan kepercayaan terhadap pasangan. Kemampuan membentuk sebuah

intimacy dengan orang lain tergantung bagaimana seseorang memahami diri sendiri yang didasarkan pada pengetahuan tentang diri yang sebenarnya dan berdasarkan tingkat penerimaan terhadap diri sendiri (Masters, 1992). Penerimaan terhadap diri sendiri adalah dasar yang utama terhadap kemampuan membentuk

intimacy dalam hubungan dengan orang lain, karena seseorang yang menerima diri sendiri akan mampu untuk menjadi dirinya sendiri tanpa harus menutup-nutupi dirinya atau berpura-pura menjadi pribadi yang lain.

(24)

I. B. KomponenIntimacy

Menurut Masters (1992), untuk memahami proses terbentuknya intimacy dalam sebuah hubungan,intimacyitu sendiri memiliki beberapa komponen, yaitu :

1. Memahami (Caring) dan Berbagi (Sharing)

Memahami (caring) adalah bentuk sikap atau perasaan yang dimiliki terhadap orang lain, yang secara umum dihubungkan dengan kuatnya perasaan positif terhadap orang tersebut.

Berbagi (sharing) pemikiran, perasaan dan pengalaman mengiringi pertumbuhan intimacy dalam hubungan yang muncul melalui kebersamaan untuk saling mempelajari satu sama lain tanpa ada batasan, misalnya menutupi rahasia pribadi. Salah satu kunci dalam mengembangkan sebuahintimacyadalah adanyaself-disclosure, keinginan untuk memberitahu pasangan mengenai apa yang dipikirkan dan dirasakan. Berbagi perasaan khawatir, ketidakpastian dan masalah pribadi yang lain juga akan mempengaruhi berkembangnyaintimacydalam sebuah hubungan.

2. Kepercayaan

(25)

dengan menaruh kepercayaan kepada orang lain. Pada saat kepercayaan tumbuh semakin kuat, dua orang yang saling percaya tersebut dapat lebih berbagi dalam hal informasi, perasaan, pemikiran tanpa ada rasa takut bahwa keterbukaan yang mereka lakukan akan digunakan untuk menyerang mereka.

3. Komitmen

Komponen intimacy yang lainnya adalah komitmen sebagai lanjutan dari adanya saling memahami, berbagi dan percaya terhadap pasangan yang dimulai di awal hubungan. Komitmen melibatkan ke dua pribadi yang menjadi pasangan untuk berkeinginan mempertahankan intimacy yang sudah terbentuk dalam hal apapun.

4. Kejujuran

Kejujuran adalah hal yang penting dalam intimacy, meskipun untuk sepenuhnya jujur tidak terlalu baik dalam sebuah hubungan. Terlalu jujur dapat menghancurkan hubungan jika tidak memahami bagaimana isi pesan yang disampaikan. Terdapat perbedaan dalam memutuskan menjaga suatu hal yang bersifat sangat pribadi dengan kebohongan. Kebohongan yang muncul dalam sebuah hubungan merupakan suatu peringatan bahwa ada manipulasi yang dilakukan salah satu pasangan dalam hubungan tersebut. 5. Empati

(26)

6. Kelembutan

Salah satu hal yang paling sering ditolak dalam sebuah intimacy adalah kelembutan hati, yang hanya bisa dicapai melalui pembicaraan atau dengan bahasa tubuh, contohnya memeluk, menggenggam tangan. Komponen intimacy sering menjadi hal yang sulit bagi seorang pria, karena pria yang dipandang sosial sebagai seorang yang berpikiran rasional, berorientasi pada tindakan, sehingga pria akan merasa tidak menjadi seorang pria saat melakukan komponen ini. Beberapa pria akan mampu memberikan kelembutan secara fisik, tetapi merasa kurang nyaman dalam menyampaikan kalimat-kalimat yang lembut terhadap pasangannya.

I.C. Aspek-aspekIntimacy

Menurut Mackey (2000), intimacy dalam berpacaran terdapat dua aspek, yaitu:

1. Komunikasi Nonverbal

Tatapan atau sentuhan akan memiliki arti yang cukup besar antara pasangan karena adanya pengenalan terhadap pasangan, tanpa harus berbicara.

2. Hubungan seksual dengan pasangan

(27)

hubungan seksual tidak terjadi, berbeda dengan pacar, kemungkin hubungan seksual bisa saja terjadi.

I. D. Jenis-jenisGayaIntimacy

Orlofsky ( dalam Santrock, 1998) mengatakan ada 5 jenis gaya intimacy

dalam dewasa dini, yaitu :

a. Intimate style

Individu membentuk dan mempertahankan satu atau lebih hubungan yang mendalam dan cinta yang bertahan lama.

b. Preintimate style

Individu menunjukkan keambiguan sebuah komitmen sebagai tanda cinta yang ada tanpa rasa kewajiban atau bertahan lama.

c. Stereotype sytle

Hubungan yang dangkal, didominasi oleh persahabatan dengan rekan sebaya.

d. Pseudointimate style

Seseorang mempertahankan kedekatan seksual yang menetap dengan sedikit atau tanpa adanya kedekatan terhadap pasangan.

e. Isolated style

(28)

II. DEWASA DINI

II.A. Pengertian Dewasa Dini

Kata adult berasal dari bahasa Latin, yang berarti tumbuh menjadi dewasa, jadi orang dewasa adalah individu yang telah menyelesaikan pertumbuhannya dan siap menerima kedudukan dalam masyarakat bersama dengan orang dewasa lainnya (Hurlock, 1999). Setiap kebudayaan memiliki perbedaan tersendiri dalam memberikan batasan usia kapan seseorang dikatakan dewasa. Pada sebagian besar kebudayaan kuno, status ini tercapai apabila pertumbuhan pubertas sudah selesai atau hampir selesai dan apabila organ reproduksi anak sudah berkembang dan mampu bereproduksi. Hurlock (1999) membedakan masa dewasa dalam 3 bagian, yaitu:

 Masa dewasa dini (18 40 tahun )

Masa ini ditandai dengan perubahan-perubahan fisik dan psikologis yang disertai berkurangnya kemampuan produktif.

 Masa dewasa madya (40 60 tahun)

Masa menurunnya kemampuan fisik dan psikologis yang tampak jelas pada setiap orang.

 Masa dewasa lanjut (Usia lanjut)

(29)

II.B. Tugas-tugas Perkembangan Dewasa Dini

Menurut Havighrust (dalam Hurlock, 1999), dewasa dini memiliki tugas perkembangan sebagai berikut:

 Mulai bekerja

 Memilih pasangan

 Belajar hidup dengan tunangan

 Mulai membina keluarga

 Mengasuh anak

 Mengelola rumah tangga

 Mengambil tanggung jawab sebagai warga negara

 Mencari kelompok sosial yang menyenangkan

II. C. Tugas Psikososial Dewasa Dini

Erikson mengatakan bahwa tahap perkembangan psikososial dewasa dini adalah intimacy versus isolation, sebagai salah satu tugas yang penting bagi dewasa dini (dalam Papalia, 2004). Intimacy akan muncul saat seseorang sudah mencapai atau menemukan cara untuk membentuk dan mempertahankan identitas secara menetap, yang dilakukan dalam masa remaja. Intimacy merupakan kemampuan seseorang untuk menyatukan identitas diri yang sudah ditemukan di masa remaja dengan identitas diri orang lain (Feist & Feist, 2002), Erikson menggambarkan intimacy sebagai sebuah proses menemukan identitas diri dan juga kehilangan identitas diri pada orang lain (dalam Santrock,1998). Intimacy

(30)

pasangan romantisnya (pacar, suami atau istri) dan juga dengan sahabat (Papalia,2004).

Individu dewasa dini yang tidak berhasil melaksanakan tugas psikosialnya, dalam menyatukan identitas diri sendiri dengan identitas diri orang lain melalui

intimacy akan mengalami isolasi. Isolasi merupakan keadaan individu yang tidak memiliki kemampuan untuk menyatukan identitas diri sendiri dengan identitas diri orang lain melalui intimacy yang sebenarnya (Erikson dalam Feist & Feist, 2002).

Pada saat individu dewasa dini berhasil membentuk hubungan intim yang sehat dengan orang lain, intimacy akan tercapai, jika tidak akan mengasilkan isolasi (Santrock, 1998).

III.GAY

Istilah gay digunakan secara umum untuk menggambarkan seorang pria yang tertarik secara seksual dengan pria lain dan menunjukkan komunitas yang berkembang diantara orang-orang yang memiliki orientasi seksual yang sama. Caroll (2005) mengatakan bahwa orientasi seksual merupakan ketertarikan seseorang pada jenis kelamin tertentu secara emosional, fisik, seksual dan cinta. Orientasi seksual menjadi tiga bagian, yaitu :

(31)

2. Homoseksual, yaitu ketertarikan secara seksual pada jenis kelamin yang sama, wanita tertarik pada wanita yang disebut sebagai lesbian, dan pria yang tertarik pada pria disebut sebagaigay.

3. Biseksual, ketertarik secara seksual pada wanita dan pria sekaligus.

III.A. Teori Penyebab Seseorang MenjadiGay

III.A.1. Teori Biologis : Perbedaan adalah sesuatu yang dibawa lahir

Banyak gay yang menyatakan bahwa orientasi seksual yang dimiliki adalah hasil yang muncul dari faktor biologis, sehingga mereka tidak memiliki kendali ataupun pilihan terhadap orientasi seksualnya. Menurut pandangan biologis penyebab seorang pria menjadigayadalah:

a. Faktor Genetik

Kallman (dalam Maters, 1992), melaporkan bahwa kondisi homoseksualitas adalah kondisi genetik. Kesimpulan ini diambil dari penelitian yang dilakukan terhadap kembar yang identik dan kembar fraternal. Penelitian menemukan jika salah satu saudara kembar adalah seorang gay, kemungkinan saudara kembarnya juga adalah seorang gay. Penelitian lainnya menemukan bahwa gay dapat diturunkan, jika dalam sebuah keluarga ada seorang gay, gay

tersebut juga memiliki cenderung memiliki saudara laki-laki, paman atau sepupu yang jugagay.

b. Faktor Hormonal

(32)

ditemukan lebih rendah dan hormon estrogen lebih tinggi pada seorang gay

(Meyeret al, dalam Maters,1992). Hasil penelitian lain menemukangaymemiliki tingkat androgen yang lebih rendah dibandingkan priastraight.

c. Urutan Kelahiran

Berdasarkan penelitian hubungan urutan kelahiran dengan kecenderungan pria menjadi gay ditemukan seorang gay cenderung lahir pada urutan terakhir dengan memiliki saudara laki-laki tetapi tidak memiliki saudara perempuan (Caroll,2005).

III.A.2. Teori Perkembangan

a. Pandangan Freud

(33)

Fixasi tersebut terjadi karena keadaan ibu yang terlalu dominan, juga karena ayah yang terlalu dominan. Homoseksualitas juga dapat disebabkan trauma pada masa kanak-kanak, dimana selama masa kanak-kanak awal mendapatkan penyiksaan dari saudara kandung, teman bermain ataupun orang dewasa (Cameron dalam Savin-Williams, 1996).

b. Bieber s Model

Bene (dalam Masters, 1996) menyatakan seorang gay memiliki hubungan yang kurang dengan ayahnya dibandingkan dengan priastraight. Greenbal (dalam Masters, 1992) menemukan ayah dari seorang gay bersifat dominan, tidak protektif, sementara ibu seorang gay memberikan perlindungan dan dominansi yang berlebih-lebihan). Pendapat Marmor (dalam Masters,1992) mengenai gay,

gay bisa juga muncul dari keluarga dengan kondisi jauh dari ibu, atau ibu yang pemarah, terlalu dekat dengan ayah, tidak memiliki ayah atau ibu yang ideal, dan ketidakberadaan figur ayah atau ibu.

c. Teori Behavioral

Teori behavioral menekankan pada homoseksualitas yang muncul karena proses belajar (McGuireet aldalam Masters, 1992). Homoseksual muncul karena adanya penguatan positif atau reward terhadap pengalaman homoseksualitas dan hukuman atau penguatan negatif terhadap pengalaman heteroseksualitas.

(34)

pengalaman homoseksualitas, ada kemungkinan heteroseksual tersebut akan menjadi homoseksual.

III.B. Tahap Pembentukan Identitas Diri Menjadi SeorangGay

Cass (dalam Kelly, 2001) menyatakan, seseorang menjadi gay dapat melalui 5 tahapan, yaitu:

1. Tahap I :Identity Confusion

Tahap ini terjadi saat seorang gay merasakan informasi mengenai hubungan sesama jenis berhubungan dengan dirinya. Kebingungan mengenai identitas mungkin terjadi yang diikuti dengan usaha menghindari aktivitas seksual sesama jenis, bahkan di dalam mimpi ataupun fantasi.

2. Tahap II :Identity Comparasion

Individu mulai mencari tahu informasi tentang gay, dan merasa berbeda dengan anggota keluarga lain yang dibimbing berdasarkan pandangan heteroseksual. Saat hubungan sesama jenis semakin berkembang, dasar bimbingan yang berdasarkan pandangan heteroseksual tersebut mulai menghilang.

3. Tahap III :Identity Tolerance

(35)

penerimaan diri sebagai gay, dan pikiran untuk melakukan coming-out

atau terbuka terhadap lingkungan mengenai orientasi seksual. 4. Tahap IV :Identity Acceptance

Tahap ini terjadi saat seseorang bukan saja menerima diri sebagai gay, tetapi juga menerima self-image dirinya sebagai seorang gay. Dilanjutkan dengan meningkatkan hubungan dengan gay lain. Sikap dari orang lain akan mempengaruhi kenyamanan seorang gay dalam mengekspresikan identitas diri sebagaigay.

5. Tahap V :Identity Pride

Tahap ini ditandai dengan memberitahu lingkungan mengenai orientasi seksualnya, pada keluarga atau orang-orang di sekitar. Gaypada tahap ini sudah tidak menggunakan batasan-batasan heteroseksualitas lagi dalam kehidupannya. Saat penerimaan lingkungan bersifat negatif terhadap diri seorang gay, gay cenderung untuk menutupi orientasi seksualnya, tetapi jika positif,gayakan masuk ke dalam perkembangan selanjutnya.

6. Tahap VI :Indetity Synthesis

Tahap ini ditandai dengan adanya pemikiran bahwa tidak ada pembedaan manusia berdasarkan orientasi seksual. Tidak semua heteroseksual memandang gay adalah hal negatif dan tidak semua gay memandang gay

(36)

III.C. Jenis-jenisGay

Bell dan Weinberg (dalam Masters, 1992) mengelompokkan homoseksual ke dalam 5 kelompok, yaitu:

Close-couple

Homoseksual yang hidup dengan pasangannya, dan melakukan aktivitas yang hampir sama dengan pernikahan yang dilakukan oleh kaum heteroseksual. Homoseksual jenis ini memiliki masalah yang lebih sedikit, pasangan seksual yang lebih sedikit, dan frekuensi yang lebih rendah dalam mencari pasangan seks dibandingkan jenis homoseksual yang lain.

Open-couple

Homoseksual jenis ini memiliki pasangan dan tinggal bersama, tetapi memiliki pasangan seksual yang banyak, dan menghabiskan waktu yang lebih banyak untuk mencari pasangan seks. Homoseksual ini memiliki permasalahan seksual yang lebih banyak dibandingkan close-couple

homoseksual.

Functional

(37)

Dysfunctional

Tidak memiliki pasangan menetap, memiliki jumlah pasangan seksual yang banyak, dan jumlah permasalahan seksual yang banyak.

Asexual

Ketertarikan terhadap aktivitas seksual rendah pada kelompok ini, dan cenderung untuk menutup-nutupi orientasi seksualnya.

IV. PACARAN

IV.A. Pengertian Pacaran

Saxton (dalam Bowman & Spanier, 1978) menggambarkan pacaran sebagai sebuah istilah yang digunakan masyarakat untuk menggambarkan sebuah kegiatan perencanaan kegiatan, termasuk di dalamnya adalah melakukan aktivitas bersama antara dua orang yang biasanya belum menikah dan berjenis kelamin berbeda. Proses pacaran tersebut dapat direncanakan untuk beberapa bulan atau bisa juga hanya dalam beberapa menit. Pacaran hanya terjadi saat seseorang, tidak harus pria yang memulainya, mengajak orang lain untuk melakukan aktifitas pacaran tersebut. Keduanya membentuk sebuah hubungan dan memberitahu pada umum. Hubungan tersebut bisa saja bersifat bebas, tanpa disengaja dan sementara, bisa juga bertahan lama dan ekslusif.

(38)

IV.B. Fungsi Pacaran

Winch, Skipper dan Nass (dalam Bowman & Spanier, 1978) mengatakan pacaran memiliki beberapa fungsi, yaitu :

1) Pacaran sebagai bentuk rekreasi

Pacaran memberikan hiburan bagi individu yang melakukan pacaran dan sebagai sumber kesenangan.

2) Pacaran sebagai bentuk sosialisasi

Pacaran memberikan kesempatan pada individu untuk saling mengenal, belajar menyesuaikan satu sama lain, dan mengembangkan tehnik interaksi yang sesuai dengan pasangan.

3) Pacaran adalah prestasi

Melalui pacaran dan terlihat bersama dengan seseorang yang diinginkan oleh teman-teman sebaya memberikan kebanggaan dan martabat.

4) Pacaran adalah untuk saling mengenal

Pacaran memberikan kesempatan bagi mereka yang belum menikah untuk berhubungan dengan orang lain dengan tujuan untuk memilih pasangan dengan siapa seseorang akan menikah.

IV.C. Tahap Pacaran

Menurut Duvall (1985), pacaran memiliki 5 tahap, yaitu: 1) Casual dating

(39)

melakukan hubungan yang sama dengan beberapa orang yang berbeda. 2) Random dating

Tahap yang ditandai dengan aktivitas yang sama dengan tahap casual dating, tetapi pada tahap ini, seseorang akan jarang melakukan kegiatan yang sama dengan orang yang berbeda.

3) Regular dating

Pada tahap ini, seseorang akan lebih sering melakukan sesuatu hal dengan pasangan yang dipilih, serta mengurangi bahkan menghentikan kegiatan melakukan hubungan yang sama dengan orang yang berbeda. Kegagalan dalam tahap ini dapat membuat seseorang kembali ke tahap

casual dating. 4) Steady dating

Tahap ini merupakan tahap yang bersifat lebih serius dengan pasangan. Pada tahap ini, memberikan simbol sebagai bukti keseriusan hubungan adalah hal yang umum. Perpisahan juga bisa terjadi pada tahap ini, mengakibatkan seseorang memulai hubungan yang baru dengan orang yang lain.

5) Enggagement

(40)

IV.D. Pacaran padaGay

Proses pembentukan hubungan pacaran ini juga terjadi pada hubungan pacaran yang dibentuk oleh pasangan gay. Gay akan melakukan aktivitas bersama sebagai tahap pembentukan hubungan pacaran. Berlanjut sampai kepada tahap-tahap pacaran berikutnya, meskipun banyak pasangan gay yang hanya sampai pada tahapregular dating. Hal ini disebabkan karena kurangnya dukungan dari lingkungan dalam memberikan contoh kepadagay dalam menjalin hubungan pacaran (Caroll, 2005). Hubungan pacaran yang sampai kepada tahap steady dating tetap menjadi harapan seorang gay dalam berpacaran (Savin-Williams & Cohen, 1996 ; Caroll,2005).

Seperti kaum straight, kaum gay juga mengalami perasaan yang sama dalam membentuk hubungan pacaran dengan orang yang disukainya (Miracle,2008). Tertarik pada seseorang, berusaha menghindari penolakan, menentukan seseorang yang paling tepat sebagai pasangannya, mengkomunikasikan hasrat seksualnya, mempertahankan cinta kepada pasangan.

Aktivitas yang dilakukan sepasang gay yang berpacaran tidak jauh berbeda dengan pacaran yang dilakukan oleh pasangan straight. Pasangan gay

melakukan aktivitas dalam pacaran secara bersama, contohnya, menonton atau berkencan. Perbedaan pacaran pada gay dengan pasangan straight hanya pada penerimaan lingkungan terhadap pasangan tersebut (Caroll, 2005). Pasangan

(41)

berhubungan dengan penolakan, stigma dan stereotip masyakarat terhadap hubungan sesama jenis.

V.INTIMACY DALAM PACARAN PADAGAY

Penelitian menemukan bahwa seorang gay juga akan melakukan pacaran dalam perkembangan kehidupannya (Savin-Williams & Cohen, 1996). Berdasarkan pendapat tersebut dapat ditarik suatu pemahaman, pacaran tersebut dilakukan sebagai satu cara bagi gay dewasa dini untuk memenuhi tugas perkembangannya. Tujuan pacaran tersebut juga untuk menemukan pasangan yang tepat dalam kehidupan seorang gay, walaupun menurut Caroll (2005), kebanyakan pacaran padagay hanya sampai pada tahapregular dating.Gaytetap berharap untuk setiap hubungan pacaran yang dilakukannya, dapat bertahan sampai kepada tahapsteady dating(Caroll,2005).

Gay membentuk hubungan pacaran berdasarkan pada sebuah intimacy

(Kelly, 2001), bukan seperti tanggapan umum yang memandang hubungan gay

hanyalah sebuah hubungan seksualitas belaka. Intimacy dalam hubungan gay

(42)

mempertahankan hubungan tersebut. Hal ini membuat intimacy dalam hubungan

gaytidak terlalu kuat.

Coleman (dalam Masters,1992) menyatakan pendapatnya dimana gay

berada pada ketidakberuntungan dengan kurangnya role model bagi gay dalam mempelajari hubungan pacaran pada gay akan berpengaruh terhadap intimacy

(43)

VI. PARADIGMA

Dewasa dini

Tugas perkembangan : Memilih Teman Hidup

Orientasi seksual

Pacaran

Homoseksual

Heteroseksual

Biseksual

Gay

Lesbian Tugas Psikososial

C. Intimacy

Intimacydalam pacaran padagay Komponen

Intimacy

Aspek

Intimacy

JenisGaya

(44)

B A B I I I

METODE PENELITIAN

Pada bagian pendahuluan, telah dijelaskan bahwa tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengetahui intimacy pada gay dewasa dini yang pacaran. Pada bab ini akan dijelaskan mengenai pendekatan yang akan dipakai, metode pengambilan data, lokasi penelitian, subjek penelitian penelitian, alat bantu pengumpulan data, prosedur penelitian dan metode analisis data.

I. PENDEKATAN KUALITATIF

Banyaknya perilaku manusia yang sulit dikuantifikasikan, yang penghayatannya terhadap berbagai pengalaman pribadi, menyebabkan mustahil diukur dan dibakukan, apalagi dituangkan dalam satuan numerik. Dalam melaksanakan penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif untuk mengetahui intimacy pada gay dewasa dini yang pacaran. Hal ini disebabkan karena metode kualitatif berusaha memahami suatu gejala sebagaimana pemahaman subjek penelitian yang diteliti, dengan penekanan pada aspek subjektif dari perilaku seseorang (Poerwandari, 2001).

(45)

Dengan cara ini, peneliti berusaha untuk masuk ke dalam dunia konseptual subjek yang ditelitinya untuk menangkap apa dan bagaimana suatu pengertian dikembangkan oleh mereka. Oleh karena itu, yang dianggap penting adalah pengalaman, pendapat, perasaan dan pengetahuan subjek (Bogdan & Taylor dalam Moleong, 2000).

II. METODE PENGUMPULAN DATA

Sesuai dengan sifat penelitian kualitatif yang terbuka dan luwes, metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini juga beragam dan disesuaikan dengan masalah, tujuan penelitian, serta sifat objek yang diteliti. Metode dasar yang umumnya dipakai dan dilibatkan dalam penelitian kualitatif adalah wawancara dan observasi (Poerwandari, 2001).

Dalam penelitian ini, pengumpulan data akan dilakukan dengan menggunakan metode wawancara sebagai metode utama. Selain itu juga akan menggunakan metode observasi sebagai metode pendukung pada saat melakukan wawancara.

II.A. Wawancara

(46)

Patton (dalam Poerwandari, 2001) mengemukakan 3 jenis wawancara yang digunakan. Jenis wawancaranya antara lain adalah wawancara informal, wawancara dengan pedoman umum dan wawancara dengan pedoman standar yang terbuka.

Penelitian ini menggunakan jenis wawancara dengan pedoman umum dan berbentuk wawancara mendalam. Penelitian ini juga menggunakan wawancara terbuka, dimana subjek penelitian mengetahui bahwa mereka sedang diwawancarai dan mengetahui apa maksud dari wawancara tersebut.

II.B. Observasi dalam Wawancara

(47)

III. ALAT BANTU PENGUMPULAN DATA PENELITIAN

Alat bantu pengumpul data dalam penelitian ini digunakan pada saat melakukan wawancara dengan subjek penelitian yaitu menggunakan peralatan bantu sebagai berikut:

1. Alat perekam (tape recorder)

Poerwandari (2001) menyatakan, sedapat mungkin wawancara perlu direkam dan dibuat transkripnya secara verbatim (kata demi kata), sehingga perlu digunakan alat perekam agar peneliti mudah mengulang kembali rekaman wawancara dan dapat menghubungi subjek kembali apabila masih ada hal yang belum lengkap atau belum jelas. Dengan adanya alat perekam ini, hasil wawancara juga merupkan data yang utuh karena sesuai dengan apa yang disampaikan subjek dalam wawancara. Moleong (2000) mengatakan, perekaman data melalui tape recorder

hendaknya dilakukan dengan memperoleh persetujuan dari subjek yang diwawancarai terlebih dahulu.

2. Pedoman umum wawancara

(48)

bantu untuk mengkategorikan jawaban sehingga memudahkan peneliti pada tahap analisis data (Poerwandari, 2001).

Urutan pertanyaan dalam penelitian ini akan didasarkan pada pertanyaan-pertanyaan penelitian, yaitu komponen dan aspek intimacy dalam hubungan pacarangaydewasa dini.

3. Lembar observasi dan catatan subjek

Lembar observasi dan catatan subjek digunakan untuk mempermudah proses observasi yang dilakukan. Observasi dilakukan seiring dengan wawancara. Lembar observasi dan catatan subjek antara lain memuat tentang penampilan fisik subjek, setting wawancara, suasana lingkungan, reaksi subjek, serta hal-hal yang menarik maupun mengganggu dalam pelaksanaan wawancara.

IV. KEABSAHAN DATA

Dalam penelitian kualitatif, keabsahan data merupakan konsep penting yang diperbaharui dari konsep validitas (ketetapan) dan reliabilitas (ketepatan) yang digunakan dalam penelitian non-kualitatif. Menetapkan keabsahan data diperlukan tehnik pemerikasaan. Moleong (2000) menyatakan ada 4 kriteria yang digunakan untuk memeriksa keabsahan data, yaitu:

a. Kepercayaan (Credibility)

(49)

 Melaksanankan inkuiri sedemikian rupa sehingga tingkat kepercayaan peneemuannya dapat dicapai.

 Mempertunjukkan derajat kepercayaan hasil-hasil penemuan dengan jalan pembuktian oleh peneliti pada kenyataan yang sedang diteliti

b. Keteralihan (Transferability)

Konsep keteralihan berbeda dengan konteks validitas eksternal penelitian nonkualitatif. Keteralihan sebagai persoalan empiris bergantung pada kesamaan antara konteks pengirim dan penerima. Pengalihan tersebut dilakukan peneliti hendaknya mencari dan mengumpulkan kejadian empiris tentang kesamaan konteks. Peneliti bertanggung jawab untuk menyediakan data deskriptif secukupnya jika ingin melakukan pengalihan tersebut.

c. Kebergantungan (Dependability)

(50)

d. Kepastian (Confirmability)

Konsep kepastian muncul dari konsep objektivitas dari penelitian nonkualitatif. Nonkualitatif menggunakan objektivitas dari segi kesepakatan antarsubjek. Kepastian objektivitas tersebut bergantung pada persetujuan beberapa orang terhadap pandangan, pendapat, dan penemuan seseorang. Pengalaman seseorang bersifat subjektif, jika disepakati oleh beberapa orang, pengalaman tersebut kemudian akan disebut sebagai objektivitas. Objektif artinya dapat dipercaya, faktual, dapat dipastikan, berbeda dengan subjektivitas yang belum dapat dipercaya. Pengertian tersebut menjadi dasar pengalihan pengertian objektifitas-subjektifitas menjadi kepastian.

V. SUBJEK PENELITIAN

V. A. Karakteristik Subjek Penelitian

Kriteria yang digunakan untuk memilih subjek penelitian adalah sebagai berikut:

1. Gaydewasa dini, pada usia 18 40 tahun. Karena menurut Erikson, tugas psikosial dewasa dini yang paling utama adalahintimacyvsisolation. 2. Memiliki Pacar

V. B. Jumlah Subjek Penelitian

(51)

maupun karakteristik subjek, sesuai dengan pemahaman konseptual yang berkembang dalam penelitian; (2) tidak diarahkan pada keterwakilan (dalam arti jumlah maupun peristiwa random) melainkan pada kecocokan konteks; (3) subjek tidak diarahkan pada jumlah yang besar, melainkan pada kasus-kasus tipikal sesuai kekhususan masalah penelitian. Banister dkk. (dalam Poerwandari, 2001) menyatakan bahwa dengan fokusnya pada kedalaman proses, penelitian kualitatif cenderung dilakukan dengan jumlah kasus sedikit. Suatu kasus tunggal pun dapat dipakai, bila secara potensial memang sangat sulit bagi peneliti untuk memperoleh kasus lebih banyak, dan bila dari kasus tunggal tersebut memang diperlukan informasi yang sangat mendalam.

Strauss (dalam Irmawati,2002) mengatakan bahwa tidak ada ketentuan baku mengenai jumlah minimal subjek yang harus dipenuhi. Apabila data yang dikumpulkan telah cukup mendalam, maka dapat diambil subjek penelitian dalam jumlah kecil. Sesuai dengan pernyataan tersebut, jumlah subjek dalam penelitian ini adalah 3 orang.

V. C. Prosedur Pengambilan Subjek Penelitian

(52)

VI. PROSEDUR PENELITIAN VI.A. Tahap Persiapan Penelitian

Tahap ini merupakan tahap preliminary research dimana peneliti melakukan beberapa hal yang diperlukan dalam penelitian, yaitu:

a. Mengumpulkan konsep teori intimacy, gay dewasa dini dan pacaran.

Pada tahap ini, peneliti berusaha mengumpulkan dan mempelajari informasi serta konsep teori yang berkenaan dengan intimacypada

gaydewasa dini yang pacaran. b. Menyiapkan pedoman wawancara

Sebelum wawancara dilakukan, peneliti terlebih dahulu menyiapkan pedoman wawancara yang disusun berdasarkan teori yang ada.

c. Menghubungi calon subjek yang sesuai dengan karakteristik subjek penelitian

Peneliti menemui calon subjek peneltian, baik yang sudah peneliti kenal maupun yang dikenalkan oleh orang lain, untuk menjelaskan tentang penelitian yang akan dilakukan. Peneliti kemudian menanyakan kesediaan calon subjek untuk diwawancarai.

d. Melaksanakanrapport

(53)

hubungan antara peneliti yang telah melebur sehingga seolah-olah tidak ada lagi dinding pemisah diantara keduanya. Dengan demikian subjek dengan sukarela akan menjawab pertanyaan atau memberikan informasi yang diminta peneliti.

VI.B. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Setelah tahap persiapan dilakuakn (preliminary research) dilakukan, peneliti memasuki tahap pelaksanaan penelitian. Dalam tahap ini, peneliti mencoba memperoleh sebanyak mungkin informasi yang relevan dengan masalah penelitian yang diperoleh melalui wawancara, observasi dan sumber data yang lainnya.

VI.C. Tahap Pencatatan Data

Poerwandari (2001) menyatakan bahwa dalam penelitian kualitatif , data yang diperoleh adalah berupa kata-kata dan bukan angka-angka. Prosedur analisis data penelitian kualitatif adalah sebagai berikut:

a. Peneliti membuat verbatim dari hasil wawancara yang dilakukan b. Membuat koding sesuai dengan teori yang digunakan

(54)

VII. PROSEDUR ANALISIS DATA

Data penelitian kualitatif tidak berbentuk angka, tetapi lebih banyak berupa narasi, cerita, dokumen tertulis dan tidak tertulis (gambar,foto) ataupun bentuk-bentuk non angka lainnya (Poerwandari,2001).

Berdasarkan penjelasan Moleong (2002) prosedur analisis data dalam penelitian kualititatif adalah sebagai berikut:

1. Mencatat data dalam bentuk teks

2. Mengelompokkan kata dalam kategori-kategeori tertentu sesuai dengan pokok-pokok permasalahan yang ingin dijawab. Dalam tahap ini, pertama-tama dilakukan sorting data untuk memilih data yang relevan dengan pokok permasalahan dan tahap kedua dilakukancoding

atau pengelompokkan kata dalam berbagai kategori.

3. Melakukan interpretasi awal terhadap setiap kategori data. Dari interpretasi awal ini, peneliti dapat kembali melakukan pengumpulan data dan melakukan kembali proses 1 sampai 3. Hal ini merupakan keunikan lain dari penelitian kualitatif, dimana selalu terjadi proses bolak-balik dari pengumpulan data dan proses interpretasi atau analisi.

(55)

5. Menulis hasil akhir.

Dengan mengacu pada tahap-tahap diatas maka peneliti akan melakukan prosedur sebagai berikut:

1. Menuang hasil wawancara ke dalam transkip hasil wawancara secara verbatim. Selain itu juga dituangkan hasil observasi terhadap pasrtisipan.

2. Melakukan sorting data, dengan memilih data yang relevan dengan pokok permasalahan.

3. Data yang telah relevan dengan pokok permasalahan selanjutnya dikelompok-kelompokkan ataucoding.

(56)

B A B IV

ANALISA DATA DAN INTEPRETASI

Bab ini akan menguraikan hasil penelitian berupa analisa data dan intepretasi yang terdiri atas:

1. Data Deskripsi Subjek Penelitian I, II, dan III 2. Data Observasi selama wawancara

3. Data Wawancara

a. Kehidupan Subjek Sebagai SeorangGay

b. Kehidupan Pacaran Subjek dengan Pacar

c. Komponen intimacy yang terdapat dalam hubungan pacaran

gay.

d. Aspekintimacyyang terdapat dalam hubungan pacarangay. e. Jenis gaya intimacy dalam hubungan pacaran yang ada pada

(57)

I. DESKRIPSI SUBJEK I.A. Subjek I ( Philip)

Wawancara dengan Philip dilakukan sebanyak dua kali, yaitu: Tabel.1.

Jadwal Wawancara Subjek I

No Hari Tanggal Waktu Tempat

1 Jumat 04 July 2008 Pkl. 15.30 17.00 Hotel Tempat Philip menginap 2 Rabu 23 July 2008 Pkl. 19.00 20.00 Hotel Tempat

Philip

2 Usia 38 tahun 30 tahun

3 Pekerjaan Pramugara Manager Marketing Bank

Swasta di Jakarta

(58)

pria-pria dewasa yang sedang mandi di sungai untuk memenuhi ketertarikannya pada pria, walaupun Philip tetap berusaha menutupi perasaan menyukai sesama pria dengan melakukan aktivitas-aktivitas yang biasa dilakukan oleh seorang remaja pria pada umunya, seperti berolahraga, kumpul dengan teman-teman, dan sebagainya. Philip menghabiskan masa remaja di salah satu desa yang ada di Tapanuli Tengah, tempat Philip menghabiskan masa sekolah sampai jenjang menengah atas.

Philip kuliah di salah satu universitas negeri yang ada di Medan. Selama masa perkuliahan, Philip belum memiki keberanian mencari tahu kehidupan gay

di kota Medan. Philip tidak memiliki sumber informasi pada saat itu dan rasa takut dan malu jika diketahui oleh teman-teman kuliah. Setelah masa kuliahnya selesai, Philip bekerja di salah satu jasa penerbangan yang ada di Indonesia. Sebagai seorang pramugara, Philip mendapat kesempatan untuk singgah di kota-kota yang ada di Indonesia dan beberapa negara lain. Melalui dunia pekerjaan tersebut, Philip berkenalan dengan seorang pria yang memperkenalkan Philip pada kehidupan gay. Pria tersebut adalah rekan kerja Philip, sesama pramugara. Pria tersebut memperkenalkan Philip pada teman gay yang lain. Mulai dari pramugara, model, pengusaha dan beberapa artis. Philip juga memberanikan diri untuk mencari tempat-tempat yang menurut informasi yang didapatnya adalah tempat para gay berkumpul. Perkenalan melalui internet menjadi salah satu cara Philip mencari teman-temangay.

(59)

berpacaran. Masa pacaran yang terjadi antara keduanya kurang lebih 8 tahun. Pada tahun 2005, Philip dan pria tersebut menyudahi hubungan mereka, karena pria tersebut memilih untuk menikah. Beberapa saat setelah perpisahan tersebut, Philip memiliki pacar salah seorang penyanyi pendatang baru dari ajang pencarian bakat. Masa berpacaran keduanya bertahan 1 tahun. Hubungan mereka putus karena Philip sering melakukan hubungan seksual dengan pria lainnya selain pacarnya, sedangkan pacarnya saat itu tidak menyukai tindakan Philip. Pacar kedua Philip menginginkan Philip hanya melakukan hubungan seksual dengan dirinya. Putus dengan pacar kedua, Philip kembali menemukan pria yang menjadi pacarnya. Pria ini adalah seorang manager bank di Jakarta yang dikenal melalui forum perkenalan yang ada di internet. Pria tersebut yang menjadi pacar Philip sampai sekarang ini. Hubungan keduanya sudah memasuki tahun ke dua sampai saat ini.

Kehidupan Philip juga diisi dengan dijodohkannya Philip dengan wanita pilihan kedua orang tuanya. Hubungan tersebut dimaksudkan agar Philip memiliki seorang kekasih dan menikah karena usia Philip sudah memasuki usia 30 tahun. Hubungan tersebut berjalan kurang lebih 2 tahun, dimana Philip mengaku menjalani hubungan tersebut tanpa dasar dan tujuan apapun. Hubungan tersebut berakhir saat Philip menyampaikan ketidaksiapan diri Philip untuk menikah saat itu. Wanita tersebut memilih untuk meninggalkan Philip.

(60)

pertamanya. Philip membahas hal tersebut dan meminta sang kakak untuk tidak memberitahukan kepada siapapun. Philip tidak menginginkan siapapun dari anggota keluarga mengetahui orientasi seksualnya, meski kecurigaan kerap kali muncul dari anggota keluarganya karena Philip adalah satu-satunya anak dari orang tuanya yang belum menikah. Berbeda dengan lingkungan kerja Philip, Philip sudah membuka diri terhadap lingkungan kerjanya, rekan-rekan kerja Philip sudah mengetahui orientasi seksual dari pada Philip.

(61)

I.B. Subjek II (Jonathan)

Wawancara dengan Jonathan dilakukan sebanyak tiga kali, yaitu: Tabel.3.

Jadwal Wawancara Subjek II

No Hari Tanggal Waktu Tempat

1 Rabu 09 July 2008 Pkl. 19.00 Rumah

Jonathan

2 Minggu 03 Agustus 2008 Pkl. 20.00 Rumah

Jonathan

3 Sabtu 23 Agustus 2008 Pkl. 20.00 Rumah

Jonathan

Tabel.4.

Gambaran Umum Subjek I

No Identitas Subjek Pacar

1 Nama Jonathan Robert

2 Usia 28 tahun 45 tahun

3 Pekerjaan Wiraswasta

-8 Status Pernikahan Belum Menikah Menikah, 3 orang anak 9 Lama Pacaran 3 tahun

(62)

anak ke empat dari empat bersaudara dengan jumlah saudara laki-laki dua orang, dan satu saudara perempuan. Masa kecil Jonathan dihabiskan di Jakarta sampai menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar. Jonathan tinggal di Medan saat memasuki pendidikan tingkah menengah pertama ketika Ayah Jonathan meninggalkan keluarga sampai sekarang. Jonathan merasa kehilangan figur seorang Ayah dan tidak terlalu menyukai figur Ayahnya karena tanpa alasan yang jelas Ayah Jonathan meninggalkan dirinya, ibu dan saudara-saudaranya. Ditinggalkan Ayah menyebabkan Jonathan menghabiskan hari-harinya dengan kehadiran seorang Ibu.

Jonathan mengenal kehidupan gay di kota Medan sejak duduk di bangku pendidikan mengenah atas. Jonathan mengenal salah seorang rekan kerja saudara laki-lakinya yang sering bermain ke rumah Jonathan. Pria tersebut mendekati Jonathan dan untuk pertama kali Jonathan melakukan hubungan seks. Hubungan tersebut berlanjut untuk beberapa bulan kemudian, dengan status bahwa keduanya hanya sebagai pasangan seksual saja tanpa status berpacaran. Selama hubungan tersebut, Jonathan mendapat kesempatan berkenalan dengan teman-teman gay

(63)

hubungan karena alasan ketidakcocokan dan susahnya untuk berkomunikasi. Putus dari pacar pertama, Jonathan berusaha tetap membentuk hubungan pacaran dengangaylain.

Pada tahun 2005, Jonathan berkenalan dengan seorang pria Inggris yang sedang berlibur di Jakarta. Jonathan dikenalkan oleh teman Jonathan yang berteman dengan pria Inggris tersebut yang bernama Robert. Robert mengaku sudah memiliki istri dan 3 orang anak di Inggris. Awal perkenalan, keduanya saling bertukar nomor ponsel dan alamat email. Jonathan dan Robert menghabiskan waktu bersama kurang lebih 3 minggu di awal pertemuan mereka. Sehari sebelum kepulangan Robert ke Inggris, Robert menanyakan kesediaan Jonathan untuk menjadi pacarnya. Jonathan menerima ajakan Robert untuk membentuk hubungan berpacaran. Selama tiga tahun menjalani hubungan berpacaran dengan Jonathan, 2 kali dalam satu tahun paling tidak Robert akan datang ke Indonesia. Setiap kedatangan Robert, waktu 1 bulan adalah saat-saat yang mereka berdua bisa manfaatkan.

(64)

Robert untuk menemuinya di kota Medan, jika Jonathan tidak bisa meninggalkan kota Medan.

(65)

I.C. Subjek III (Zaky)

Wawancara dengan Zaky dilakukan sebanyak dua kali, yaitu: Tabel.5.

Jadwal Wawancara Subjek II

No Hari Tanggal Waktu Tempat

1 Senin 07 July 2008 Pukul 20.00 Rumah Zaky

2 Rabu 30 July 2008 Pukul 17.00 Cafe

Tabel.6.

Gambaran Umum Subjek I

No Identitas Subjek Pacar

1 Nama Zaky Aris

2 Usia 24 tahun 29 tahun

3 Pekerjaan Pegawai Swasta Pegawai Swasta

4 Domisili Medan Medan

5 Etnis Jawa Jawa Batak

6 Agama Islam Islam

7 Urutan dalam Keluarga

2 dari 3 bersaudara

-8 Lama Pacaran 1 ½ tahun

(66)

Zaky di Siantar. Hubungan seks itu hanya terjadi satu kali. Memiliki pengalaman seksual dengan seorang pria yang lebih dewasa dari dirinya, Zaky merasa beruntung saat Zaky beberapa kali sering dibawa sang Ayah ke tempat kerja. Di tempat kerja Ayah Zaky tersebut, Zaky berkenalan dengan rekan kerja Ayah Zaky. Tidak jelas dipertemuan keberapa dan Zaky tidak mengingat awal hubungan keduanya, tetapi pria tersebut mengajak Zaky melakukan hubungan seks. Paling tidak hubungan tersebut berlanjut kurang lebih 2 tahun, sampai Zaky menyelesaikan pendidikan menengah pertama. Hubungan tersebut berakhir saat Ayah Zaky harus berpindah tempat kerja. Setelah hubungan tersebut berakhir, selama duduk di bangku pendidikan menengah atas, Zaky sama sekali tidak pernah mengenal priagaylain lagi. Zaky mengaku merasa tersiksa dengan tinggal di daerah yang tidak memiliki kehidupan gay saat itu. Zaky juga tidak berani untuk mendekati teman-teman sekolah atau teman-teman lingkungannya untuk mengajak melakukan hubungan seks, meskipun Zaky memiliki keyakinan bahwa pria yang disukainya tersebut juga penyuka sesama jenis.

Zaky kembali mengenal kehidupan gay setelah tinggal di Medan. Zaky memberanikan diri untuk mencari tahu dimana dirinya dapat bertemu dengan gay

Gambar

Tabel.2.Gambaran Umum Subjek I
Tabel.6.
Tabel 7KESIMPULAN HASIL WAWANCARA SUBJEK I (Philip)
Tabel 8KESIMPULAN HASIL WAWANCARA SUBJEK II (Jonathan)
+4

Referensi

Dokumen terkait

Pada tahap memahami masalah, Subjek, menyebutkan yang diketahui adalah sebuah kubus, dengan sisi yang memiliki beda warna ada hitam, coklat, hijau, putih merah

mengurangi prilaku negatif anak dalam pacaran dengan bimbingan kelompok. teknik diskusi, dengan demikian siswa lebih memahami tentang

Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa/i Universitas Sumatera Utara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang sedang menjalin hubungan pacaran jarak jauh atau long

dilakukan dalam sebuah hubungan pacaran, tindakan yang dilakukan tersebut cenderung akan merugikan dan mendatangkan penderitaan kepada pasangannya yang belum terikat

1) Setelah selesai, siswa saling berbagi mengenai bagian yang dibaca atau yang dikerjakan masing-masing pada pertemuan pertama, siswa bisa saling melengkapi dalam

Hasil penelitian menunjukkan: (1) kesulitan subjek tinggi yaitu: kesulitan dalam menyatakan ulang sebuah konsep karna subjek keliru memahami aturan – aturan pengoperasian pada

Dari pengertian di atas, dapat dipahami bahwa kekerasan dalam berpacaran adalah semua perilaku yang bermaksud menyakiti pasangan dalam sebuah hubungan secara fisik

Subjek juga memberikan kesimpulan bahwa KDRT yang terjadi oleh kedua orang tuanya berdampak pada pemikiran subjek mengenai ketakutan pada lawan jenis yang akan menjadi pasangan seumur