Capital Adequacy Ratio (CAR), adalah rasio yang memperlihatkan seberapa jauh akitiva bank yang mengandung resiko (kredit, penyertaan, surat berharga, tagihan pada bank lain) ikut dibiayai dari dana modal sendiri bank di samping memperoleh dana-dana dari sumber-sumber di luar bank, seperti dana masyarakat, pinjaman (hutang), dll. Dengan kata lain CAR adalah rasio untuk untuk mengukur kecukupan modal yang dimiliki bank untuk menunjang aktiva yang mengandung atau menghasilkan resiko, misalnya kredit yang diberikan.
CAR merupakan indikator terhadap kemampuan bank untuk menutupi penurunan aktivanya sebagai akibat dari kerugian-kerugian bank yang disebabkan oleh aktiva beresiko.
Berdasarkan Deregulasi BI tertanggal 29 Februari 1993, bank yang dinyatakan termasuk bank sehat (berkinerja baik) apabila memiliki CAR paling sedikit sebesar 8%, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank for International Settlements (BIS). (Mudrajad Kuncoro dan Suhardjono 2002: 573).
Menurut Slamet Riyadi (2003:142) Capital Adequacy Ratio (CAR) adalah rasio kewajiban pemenuhan modal minimum yang harus dimiliki oleh bank. CAR memperlihatkan kemampuan bank dalam memenuhi kecukupan
30 modalnya. CAR merupakan indikator terhadap kemampuan bank untuk menutupi penurunan aktivanya sebagai akibat dari kerugian-kerugian bank yang disebabkan oleh aktiva beresiko, CAR juga menjadi indikator untuk melihat tingkat efisiensi dana modal bank yang digunakan untuk investasi. Apabila persentase CAR terlalu kecil (lebih rendah dari standar BI) maka bank tersebut termasuk ke dalam kategori bank tidak sehat, namun apabila persentase CAR terlalu besar berarti terlalu besar dana bank yang menganggur (idle fund). Ahmad Faishol (2007:153).
Karena itu penilaian mengenai kecukupan modal menjadi salah satu bagian terpenting dalam menilai kondisi bank. Dalam anggaran dasar suatu bank dikenal pengertian modal dasar dan modal disetor. Modal dasar yaitu jumlah modal yang dinyatakan dalam anggran dasar sedangkan modal disetor adalah jumlah modal yang telah disetor secara efektif oleh pemilik modal tersebut. Bagi bank umum dikenal istilah modal inti (meliputi modal disetor, cadangan umum, cadangan tujuan, laba tahun lalu, laba/rugi berjalan) dan modal pelengkap (meliputi penilaian aktiva tetap, cadangan umum PPAP, pinjaman sub ordinasi) dalam menghitungkan kecukupan modal bank yang bersangkutan.
Penerapan penghitungan kecukupan modal bagi bank Indonesia sejak bulan Mei 1993 telah mengikuti Standart Bank For International Settlement (BIS) dengan beberapa penyesuaian, sesuai dengan usaha yang dilakukn oleh perbankan di Indonesia. Kecukupan Pemenuhan Modal Minimum (KPMM) atau yang sering dikenal CAR (Capital Adequacy Ratio) bank diukur
31 berdasarkan persentase antara Modal dengan Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR).
Langkah pertama pada penghitungan CAR adalah menghitung Risk Weighted Assets atau Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR). Dalam
hal ini seluruh aktiva diberi timbangan bobot tertentu berdasarkan timbangan tertentu dari yang tidak berisiko (risiko = 0%) sampai yang paling berisiko (risiko = 100%). Pembobotan ini, bank terlebih dahulu melakukan pengujian terhadap risiko kredit (credit assessment) berdasarkan criteria tertentu. Contoh sistem pembobotan : kredit kepemilikan rumah dengan hipotek sebesar 50%, kredit komersial sebesar 100% atau tergantung dari credit assessment terhadap kreditur. Surat hutang atau kalim komersial bobotnya 100% atau tergantung dari credit assessment terhadap kreditur.
Untuk mendapatkan nilai CAR langkah selanjutnya adalah membagi Modal Bank (Bank’s Equities) dengan Risk Weighted Assets (ATMR). Dari rumus tersebut dapat dilihat bahwa apabila suatu bank semakin agresif menyalurkan dananya ke dalam aktiva produktif yang berisiko (karena mengharapkan pendapatan bunga yang lebih besar), sudah seharusnya bank tersebut juga harus memiliki modal yang semakin besar.
Rumus perhitungan CAR adalah :
(CAR) = X100% ATMR Pelengkap Modal Inti Modal +
32 I. Non Performing Loan (NPL)
Menurut Manurung dan Prathama Rahardja (2004: 196), NPL (Non Performing Loans terbagi menjadi dua, yaitu kredit tak lancar dan kredit
macet, kredit tak lancar adalah kredit yang masih dilakukan pembayarannya, tetapi lebih lambat dari jadwal yang seharusnya. Sedangkan kredit macet adalah kredit yang sejak + 21 bulan dikategorikan diragukan, belum ada pelunasan atau upaya penyelamatan kredit. NPL (Non Perfoming Loan) atau tingkat kredit macet menunjukkan berapa persen kredit yang bermasalah dari keseluruhan kredit yang mereka kucurkan ke masyarakat. NPL juga merupakan faktor yang sangat penting bagi penilaian kinerja perbankan, bahkan hampir semua rasio nilainya dipengaruhi oleh NPL.
Bank Indonesia sebagai regulator perbankan di Indonesia telah mengeluarkan peratuaran Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004 yang menetapkan NPL maksimum 5%. Semakin rendah NPL semakin bagus karena jumlah kredit yang bermasalah/macet pada bank tersebut semakin kecil begitupun sebaliknya semakin tinggi NPL suatu bank maka akan semakin besar kredit yang bermasalah/macet pada bank tersebut.
Rumus perhitungan NPL (Non Perfoming Loan)
(NPL) = X100% Dikucurkan Yang Kredit Total Bermasalah Yang Kredit
33 J. Loan to Deposit Ratio (LDR)
Menurut Perry Warjiyo (2004: 26), dalam kenyataannya perilaku penawaran kredit perbankan tidak hanya dipengaruhi oleh dana yang tersedia yang bersumber dari DPK (Dana Pihak Ketiga), tetapi juga dipengaruhi oleh persepsi bank terhadap prospek usaha debitor dan kondisi perbankan itu sendiri seperti permodalan atau CAR (Capital Adequacy Ratio), jumlah kredit macet atau NPLs (Non Performing Loans), dan LDR (Loan to Deposit Ratio). Menurut Slamet Riyadi (2003;146), LDR adalah perbandingan antara total kredit yang diberikan dengan total Dana Pihak Ketiga yang dapat dihimpun oleh Bank. LDR juga akan menunjukan tingkat kemampuan Bank dalam menyaluran dana pihan ketiga yang dihimpun oleh Bank yang bersangkutan. Menurut Ahamd Faishol (2007: 151) LDR yaitu rasio antara jumlah seluruh kredit yang diberikan Bank dengan dana yang diterima oleh Bank. LDR menyatakan seberapa jauh kemampuan bank untuk membayar kembali penarikan dana yang dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya. Maksimal LDR yang di perkenankan oleh Bank Indonesia adalah sebesar 110%. Rumus Loan to Deposit Ratio adalah:
LDR = X100% DPK Total berikan di yang Kredit Total
34 Sebelum terjadi krisis moneter, jika menggunakan rumus seperti diatas banyak bank yang LDR-nya mencapai diatas 110%, hal ini berakibat pada penilaian tingkat kesehatan bank yang bersangkutan menjadi tidak sehat. Untuk itu Bank Indonesia membuat kebijakan bahwa dalam penghitungan LDR Extended (LDR yang diperluas), dengan rumus sebagai berikut:
K. Profitabilitas
Pengertian Profitabilitas