ANALISIS PENGARUH
CAPITAL ADEQUACY RATIO
( CAR
), NON PERFORMING
LOAN
(NPL),
LOAN to DEPOSIT RATIO (LDR)
TERHADAP
RETURN ON ASSETS
(ROA) DAN DAMPAKNYA
PADA
PENAWARAN KREDIT INVESTASI
PADA BANK PERSERO
Disusun Oleh:
HANA ROSDIANA
106081002336
JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hermanta dan Ekanda (2005:52) dalam Luh Gede Meydianawathi
(2007:135) mengatakan bahwa sumber utama pembiayaan investasi di Negara
berkembang termasuk di Indonesia umumnya masih didominasi oleh
penyaluran kredit perbankan sehingga wajar bila banyak pihak menuding
lambatnya penyaluran kredit perbankan di Indonesia setelah krisis 1997
merupakan salah satu penyebab lambatnya pemulihan ekonomi Indonesia
dibandingkan dengan Negara Asia lainnya yang terkena krisis. Selain itu
beliau berpendapat bahwa membaiknya kondisi makro ekonomi dalam
beberapa tahun terakhir yang tercermin dari terkendalinya laju inflasi,
stabilnya nilai tukar, dan turunnya suku bunga, namun kredit yang disalurkan
perbankan belum cukup menjadi mesin pendorong pertumbuhan ekonomi
untuk kembali pada level sebelum krisis. Ini berarti bahwa fungsi
intermediasi perbankan di Indonesia belum pulih.
Membaiknya kondisi makro ekonomi dalam beberapa tahun terakhir
yang tercermin dari terkendalinya laju inflasi, stabilnya nilai tukar, dan
turunnya suku bunga, namun kredit yang disalurkan perbankan belum cukup
menjadi mesin pendorong pertumbuhan ekonomi untuk kembali pada level
2 masih belum pulih. Hal utama yang paling penting untuk mengembalikan
kondisi ekonomi Indonesia agar kembali sebagaimana mestinya adalah
dengan menumbuh kembangkan industri Sektor riil, terutama sektor UMKM
(Usaha Mikro Kecil Menengah) yang tidak terlalu terpengaruh imbas dari
krisis moneter tahun 1998. Permodalan bagi usaha kecil-menengah UMKM
atau UKM menjadi salah satu tema pokok didalamnya. Kemudian dengan
berbagai regulasi yang dikeluarkan pemerintah diharapkan dapat dijadikan
problem solving bagi permasalahan pengangguran dan kemiskinan.
Pemerintah Indonesia telah melaksanakan beberapa kebijakan tersebut,
seperti yang kita dengar dalam kebijakan moneter dan perbankan yang
ditetapkan pemerintah.
Semenjak krisis 1998 industri perbankan di Indonesia masih lesu
apalagi penawaran kredit bank untuk UMKM, penurunan kredit disebabkan
oleh turunnya kemauan bank untuk memberikan pinjaman pada tingkat suku
bunga yang berlaku. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan menurunnya
keinginan untuk memberikan kredit dapat bersumber dari faktor internal bank
maupun faktor eksternal. Faktor internal seperti rendahnya kualitas aset
perbankan, tingginya non-performing loans dan anjloknya modal perbankan
akibat depresiasi dan negative interest margin menurunkan kemampuan bank
untuk memberikan pinjaman, Juda Agung dkk (2001 :21).
Agenor (2000:14) dalam studi literaturnya menyebutkan bahwa
sebab-sebab menurunnya penyaluran kredit perbankan kepada sektor swasta di Asia
3 ekonom. Sebagian ekonom berpendapat bahwa menurunnya penyaluran
kredit perbankan disebabkan oleh ”credit crunch” yang menimbulkan
fenomena credit rationing sehingga terjadi penurunan penawaran kredit oleh
perbankan (supply side constraint). Masih lambatnya pertumbuhan kredit
perbankan setelah mengalami penurunan yang sangat tajam pada awal krisis
merupakan salah satu faktor yang menyebabkan mengapa proses pemulihan
ekonomi Indonesia berjalan lebih lambat dibandingkan dengan negara-negara
Asia lainnya yang terkena krisis seperti Korea Selatan dan Thailand.
Meskipun kondisi makroekonomi khususnya moneter telah relatif membaik
dibandingkan pada saat krisis, sebagaimana tercermin antara lain dari relatif
rendahnya tingkat suku bunga, jumlah kredit yang disalurkan perbankan
belum cukup menjadi pelumas dalam mendorong pertumbuhan ekonomi
untuk kembali pada tingkat sebelum krisis.
Akhir-akhir ini Indonesia kembali menghadapi masalah tersendatnya
fungsi intermediasi perbankan, yaitu suatumasalah yang pernah
bertahun-tahun dialami paska krisis 1997/1998. Kredit yang tumbuh tinggi baru terlihat
pada tahun 2008, dengan puncaknya pada bulan Oktober, yaitu mencapai
37,0% secara year on year (yoy). Namun, pertumbuhan kredit kemudian
mulai melambat hingga menjadi 29,5% pada akhir tahun 2008. Bahkan,
selama paruh pertama 2009, kredit hanya tumbuh 2,1% secara year to date
(ytd). Dengan demikian, sulit mengharapkan bahwa perbankan dapat
merealisir target pertumbuhan kredit sesuai Rencana Bisnis Bank (RBB) 2009
4 terhadap pertumbuhan ekonomi ke depan sekaligus berpotensi mengancam
stabilitas sistem keuangan. (Bank Indonesia, 2009:4)
Di tahun 2000an, perekonomian Indonesia mulai beranjak pulih,
begitu pula dengan sektor perbankan yang mulai aktif dalam melaksanakan
fungsinya sebagai intermediasi meskipun belum sepenuhnya terlaksana.
Namun pada masa ini ada fenomena yang disebut “credit crunch” karena
dana berlimpah tetapi tidak mengalir ke sektor riil, yang maksudnya adalah
walaupun permintaan kredit oleh sektor riil meningkat, seiring mulai
berjalannya perekonomian, tetapi sektor perbankan masih enggan
menyalurkan dananya kepada sektor ini (Info Bank, Des 2004) karena melihat
pengalaman buruk di masa lalu dimana banyak korporat kelas kakap yang
belum melunasi utangnya dan sampai saat ini hanya membayar bunganya
saja, sehingga utang makin menumpuk.
Credit crunch juga biasa disebut quantity rationing, dimana suku
bunga pinjaman tidak lagi berfungsi dalam menyeimbangkan permintaan dan
penawaran kredit. Credit rationing sebagai suatu kondisi dimana nasabah
tertentu tidak mendapatkan kredit walaupun mereka mau membayar suku
bunga pinjaman yang lebih tinggi, menurut Juda Agung dkk (2001:21) credit
crunch adalah pembatasan suplai kredit yang bersifat non-harga (non-price
credit constraint) sebagai akibat peraturan perbankan yang terlalu mengikat
seperti peraturan masalah modal dan legal lending limit atau akibat
penurunan kualitas aset dan profitabilitas perbankan. Dari definisi tersebut,
5 terjadi penurunan suplai kredit perbankan secara tajam sebagai akibat dari
menurunnya kemauan bank dalam menyalurkan kredit pada dunia usaha.
Keengganan bank dalam menyalurkan kredit tersebut tercermin dari
meningkatnya spread yaitu selisih antara suku bunga pinjaman dan suku
bunga dana dan semakin ketatnya kriteria untuk memperoleh kredit. Dalam
kondisi yang ekstrim, credit crunch terjadi dalam bentuk credit rationing,
yaitu bank menolak memberikan kredit terhadap nasabah tertentu atau
sebagian besar nasabah pada tingkat suku bunga berapapun.
Keengganan bank seperti ini yang akan menjadikan pertumbuhan
ekonomi menjadi lambat. Faktor bank yang seperti ini biasanya dikarenakan
rendahnya kualitas aset, meningkatnya kredit macet akibat tekanan krisis
yang menyebabkan menurunnya kemampuan bank dalam memberikan
pinjaman. Krisis yang terjadi dipertengahan tahun 1997 benar-benar
memberikan pelajaran bagi dunia khususnya perbankan di Indonesia
membuat pemerintah lebih tegas dan tidak segan-segan untuk menutup bank
yang kinerjanya buruk.
Untuk meningkatkan kinerja ekonomi, maka prioritas pemerintah
dalam upaya mengembangkan perekonomian masyarakat salah satunya
adalah memberikan dukungan perluasan akses terhadap kredit sebagai
jawaban terhadap kelesuan dunia Perbankan dan Lembaga Keuangan lainnya
beberapa tahun terakhir ini. Hal itu ditempuh mengingat bahwa permasalahan
yang dihadapi di dalam sektor perekonomian adalah upaya pemberdayaan
6 menengah dan kecil sehingga bantuan permodalan dan akses kredit dirasakan
sangat membantu bagi masyarakat dan pemerintah dalam hal pengembangan
perekonomian di Indonesia.
Dalam Almilia (2005) Pada seminar restrukturisasi perbankan di
Jakarta tahun 1998 disimpulkan beberapa penyebab menurunnya kinerja
bank, antara lain, semakin meningkatnya kredit bermasalah perbankan,
dampak likuiditas bank-bank 1 november 1997 yang mengakibatkan turunnya
kepercayaan masyarakat terhadap perbankan dan pemerintah sehingga
memicu penarikan dana secara besar-besaran, semakin turunnya permodalan
bank-bank, banyak bank-bank tidak mampu melunasi kewajibannya karena
menurunnya nilai tukar rupiah, manajemen tidak profesional.
Oleh sebab itu pemerintah melalui jasa dan peran perbankan dalam hal
membantu masyarakat untuk melakukan kegiatan usaha pada khususnya dan
kegiatan ekonomi pada umumnya memberikan bantuan berupa kredit atau
pinjaman modal bagi para pelaku usaha baik usaha dengan skala besar,
menengah maupun kecil.
Laporan Bank Indonesia (2005) bahwa Perkembangan penyaluran
kredit tidak harus pada kenyataannya keadaan ekonomi yang terus baik,
bahkan cenderung naik turun. Pada saat kondisi ekonomi sedang turun bank
lebih memilih menyalurkan kredit modal kerja. Semakin banyak bank
menyalurkan kredit ini maka semakin banyak pendapatan bunga yang akan
diperoleh. Ketika pendapatan yang diterima meningkat yang nantinya dapat
7 meningkatkan pertumbuhan modal dan akhirnya dapat meningkatkan sumber
dana untuk menyalurkan kreditnya. (Datu Asmira Suri, 2007)
Bank yang dalam kegiatan usahanya tidak efisien akan mengakibatkan
ketidakmampuan bersaing dalam mengarahkan dana masyarakat maupun
menyalurkan dana tersebut kepada masyarakat yang membutuhkan sebagai
modal usaha. Dengan adanya efisiensi pada lembaga perbankan terutama
efisiensi biaya maka akan diperoleh tingkat keuntungan yang optimal,
penambahan jumlah dana yang disalurkan, biaya lebih kompetitif,
peningkatan pelayanan kepada nasabah, keamanan dan kesehatan perbankan
yang meningkat.
Kredit investasi diberikan oleh bank dengan tujuan membantu para
investor untuk mendanai pembangunan proyek baru atau perluasan proyek
yang sudah ada. Sedangkan kredit modal kerja diberikan oleh bank kepada
debiturnya untuk memenuhi kebutuhan modal kerjanya. Kaitannya dalam hal
pembangunan ekonomi pemberian kredit ini sebagai stimulus dalam upaya
mendorong percepatan laju pertumbuhan.
Pemberian kredit yang dilakukan oleh perbankan kepada masyarakat
atau organisasi tertentu terkadang masih bermasalah seperti terjadinya kredit
macet dimana peminjam tidak mampu mengembalikan dana yang dipinjam.
Dalam hal ini disebabkan karena kurangnya ketelitian dan keseriusan dalam
melakukan analisis pemberian kredit terhadap para debitur.
Investasi merupakan komponen dari permintaan agregat, namun relatif
8 dalam suatu perekonomian bisa terjadi akibat perilaku investasi. Terlebih lagi,
investasi sangat penting bagi pertumbuhan ekonomi serta perbaikan bagi
produktivitas kerja. Tanpa investasi maka tidak akan ada ekspansi usaha.
Turunnya pertumbuhan ekonomi di Indonesia terutama disebabkan oleh
turunnya pengeluaran untuk investasi.
Bank tidak asal meningkatkan jumlah dan tingkat suku bunga
penyaluran kreditnya. Untuk menghindarkan resiko NPL yang tinggi dari
penyaluran kredit yang tidak efisien. Dalam hal ini perlu untuk
mempertimbangkan alokasi dana yang efisien. Seperti penyaluran kredit yang
bisa memberikan return yang tinggi dimana tingkat NPL tidak terlalu tinggi.
Karena pengalokasian dana yang tepat sangat mempengaruhi jumlah modal
bank.
Menurut Perry Warjiyo (2004: 26), dalam kenyataannya perilaku
penawaran kredit perbankan tidak hanya dipengaruhi oleh dana yang tersedia
yang bersumber dari DPK (Dana Pihak Ketiga), tetapi juga dipengaruhi oleh
persepsi bank terhadap prospek usaha debitor dan kondisi perbankan itu
sendiri seperti permodalan atau CAR (Capital Adequacy Ratio), jumlah kredit
macet atau NPLs (Non Performing Loans), dan LDR (Loan to Deposit Ratio).
Muliaman Hadad (2004) menambahkan selain faktor-faktor tersebut, faktor
profitabilitas atau tingkat keuntungan yang tercermin dalam rasio return on
9 Pemaparan tersebut di atas menjelaskan bahwa setiap masyarakat baik
pelaku bisnis ataupun tidak dalam memutuskan investasi tak lepas dari
variabel-variabel makro ekonomi.
Capital Adequacy Ratio (CAR) sesuai dengan aturan yang berlaku di
Indonesia besarnya ditentukan oleh seberapa besar modal yang dimiliki yang
terdiri dari modal inti dan modal pelengkap. Serta besarnya ATMR dimana
bobot risiko masing-masing aktiva telah ditetapkan. Sesuai dengan prinsip
yang telah ditetapkan BI, kewajiban penyediaan minimum bank didasarkan
pada resiko aktiva bank yang tercantum dalam neraca maupun aktiva yang
bersifat administratif yang merupakan kewajiban komitemn dan kontjusi,
dimana resiko aktiva tersebut dapat berupa resiko kredit, fluktuasi bunga,
fluktuasi nilai tukar, dan fluktuasi harga dari surat-surat berharga. (Siti
Sumiati:2009)
Dampak dari peraturan mengenai CAR tersebut adalah
batasan-batasan yang harus diperhatikan oleh bank dalam rangka melakukan
pengembangan usahanya adalah apabila batasan CAR tidak diperhatikan,
resiko yang mugkin terjadi adalah penurunan tingakat CAR bank yang pada
akhirnya akan berimplikasi kepada penurunan tingkat kesehatan bank.
Sebaliknya dengan Non Performing Loan (NPL), jika NPL mengalami
kenaikan maka akan berdampak pada penurunan profitabilitas bank karena
rasio NPL menunjukkan bahwa kemampuan manajemen bank dalam
mengelola kredit bermasalah yang diberikan oleh bank. Sehingga semakin
10 menyebabkan jumlah kredit bermasalah semakin besar maka kemungkinan
suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin besar. Oleh karena itu BI
menetapkan maksimal NPL suatu bank adalah sebesar 5%.
Dalam CAMEL salah satu indikatornya adalah dengan mengukur
LDR dari sebuah bank. Bank Indonesia menetapkan batas maksimum rasio
pemberian kredit terhadap dana yang terhimpun atau LDR adalah maksimal
110% dan estándar besar tingkat LDR yang optimal adalah 85% - 110%.
Semakin besar LDR maka semakin besar profitabilitas bank. Tetapi apabila
LDR terlalu besar maka bank tersebut cenderung tidak likuid.
Dewi Gusti Ayu (2008:1), Sebagian besar profit yang diperoleh bank
berasal dari bunga kredit. Hal ini merupakan faktor yang mempengaruhi
tingkat rentabilitas bank. Rentabilitas merupakan kemampuan dari bank untuk
memperoleh laba yang dapat dihitung dengan perbandingan relatif antara laba
dan jumlah investasi yang digunakan untuk merealisasikan laba tersebut atau
dikenal dengan Return On Assets (ROA)
Suseno dan Piter A. (2003), menambahkan bahwa indikator lain yang
juga berpengaruh terhadap keputusan bank untuk menyalurkan kredit kepada
debitur adalah faktor rentabilitas atau tingkat keuntungan yang tercermin
dalam Return On Assets (ROA).
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, studi ini mengkaji
pengaruh beberapa variabel terhadap penawaran kredit investasi pada Bank
11 Dengan demikian penelitian ini berjudul “Analisis Pengaruh CAR,
NPL, LDR Terhadap ROA dan Dampaknya Pada Penawaran Kredit Investasi pada Bank Persero”
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan hal tersebut, maka penulis merumuskan permasalahan
yang ada sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh CAR, NPL, LDR terhadap ROA secara parsial dan
simultan?
2. Bagaimana pengaruh CAR, NPL, LDR terhadap Kredit Investasi dan
variabel intervening ROA terhadap Kredit Investasi secara parsial dan
simultan?
3. Bagaimana pengaruh CAR, NPL, LDR terhadap Kredit Investasi baik
secara langsung maupun tidak langsung melalui variabel intervening
ROA?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk menganalisis pengaruh CAR, NPL, LDR terhadap ROA secara
parsial dan simultan.
2. Untuk menganalisis pengaruh CAR, NPL, LDR terhadap Kredit
Investasi dan variabel intervening ROA terhadap Kredit Investasi secara
12 3. Untuk menganalisis bagaimana pengaruh CAR, NPL, LDR terhadap
Kredit Investasi baik secara langsung maupun tidak langsung melalui
variabel intervening ROA.
D. Manfaat Penelitian
Dalam semua kegiatan mempunyai tujuan yang jelas setelah
menetapkan tujuan tersebut maka dapat ditentukan manfaat dari kegiatan yang
dilakukan. Adapun manfaat penelitian ini adalah :
1. Bagi Perbankan
Memberikan sumbangan berupa pemikiran mengenai bidang perbankan
dalam menetapkan kebijakan – kebijakan yang berkaitan dengan kebijakan
moneter Bank Indonesia dan kebijakan – kebijakan yang bersifat
operasional, salah satunya dalam hal penawarn kredit di Bank Persero.
2. Bagi Fakultas
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi dan sebagai
pembanding untuk penelitian sejenis lainnya.
3. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan perbandingan antara
teori-teori yang telah diperoleh dibangku kuliah dengan kenyataan yang
13 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Bank
Kata bank dapat ditelusuri dari kata banque dalam bahasa Prancis, dan
dari kata banco dalam bahasa Italia, yang dapat berarti peti/lemari bangku
yang menyiaratkan fungsi sebagai tempat menyimpan benda-benda berharga
seperti peti emas, peti uang dan sebagainya, menurut Arifin (2006). Peti bank
berarti portepel aktiva yang menghasilkan yaitu portofolio yang memberi
bank laba. Namun pada abad ke-12 kata banco di Itali merujuk pada meja,
counter atau tempat usaha penukaran uang, arti ini menyiratkan fungsi
transaksi yaitu penukaran uang atau dalam transaksi bisnis yang lebih luas
yaitu “membayar barang dan jasa”
Pengertian bank menurut UU No. 10 tahun 1998 tentang perbankan
adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
kredit dan atau dalam bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan
taraf hidup masyarakat banyak.
Bank adalah lembaga keuangan yang kegiatan usahanya adalah
menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali dana
tersebut kemasyarakat, serta memberikan jasa-jasa bank lainnya Kasmir
(2004:23).
Pengertian yang lebih teknis dapat ditemukan pada Standar Akuntansi
14 Pengertian Bank Menurut PSAK Nomor 31 dalam Standar Akuntansi
Keuangan yaitu Bank adalah suatu lembaga yang berperan sebagai perantara
keuangan antara pihak-pihak yang memiliki kelebihan dana dan pihak-pihak
yang memerlukan dana, serta sebagai lembaga yang berfungsi memperlancar
lalu lintas pembayaran.
Mishkin (2001: 8), secara sederhana menjelaskan bank sebagai
lembaga keuangan yang menerima deposito dan memberikan pinjaman. Ia
juga menjelaskan bahwa bank merupakan perantara keuangan (financial
intermediaries), sehingga menimbulkan interaksi antara orang yang
membutuhkan pinjaman untuk membiayai kebutuhan hidupnya, dengan orang
yang memiliki kelebihan dana dan berusaha menjaga keuangannya dalam
bentuk tabungan dan deposito lainyya di bank. Financial intermediaries
merupakan suatu aktivitas penting dalam perekonomian, karena ia
menimbulkan aliran dana dari pihak yang tidak produktif kepada pihak yang
produktif dalam mengelola dana. Selanjutnya, hal ini akan membantu
mendorong perekonomian menjadi lebih efisien dan dinamis.
Definisi Bank tersebut memberi tekanan bahwa bank dalam
melakukan usahanya terutama dalam menghimpun dana dalam bentuk
simpanan yang merupakan sumber dana bank. Demikian dari segi penyaluran
dana, hendaknya bank tidak semata-mata memperoleh keuntungan yang
sebesar-besarnya bagi pemilik tapi juga kegiatannya harus pula diarahkan
pada peningkatan taraf hidup masyarkat. Definisi tersebut merupakan
15 B. Perkreditan
1. Pengertian Kredit
Dirumuskan dalam Bab I, pasal 1, 2 Undang-undang Pokok Perbankan
Nomor 14 tahun 1967 yang berisi:
“Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat disamakan
dengan itu, berdasarkan persetujuan pinjam meminjam antara Bank
dengan lain pihak dalam hal mana pihak peminjam berkewajiban
melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga
yang telah ditentukan”.
Menurut UU No.10 Tahun 1998 :
“kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan
dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam
antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak lain untuk
melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga,
imbalan, atau pembagian hasil keuntungan”.Mandala Manurung dan
Prathama Rahardja(2004:185).
Dalam praktek sehari-hari persetujuan pinjaman kredit dinyatakan
dalam bentuk perjanjian tertulis baik dibawah tangan ataupun secara
notariil, dan sebagai pengaman bahwa pihak peminjam akan mematuhi
kewajibannya akan menyerahkan suatu jaminan baik yang bersifat
kebendaan maupun bukan kebendaan.
Sebenarnya sasaran kredit yang pokok dalam penyediaan
16 untuk melaksanakan kegiatan usahanya, jadi kredit yang diberikan
tersebut tidak lebih dari faktor produksi semata.
C. Unsur-unsur Kredit
Adapun unsur-unsur yang terkandung dalam pemberian suatu
fasilitas kredit menurut Kasmir (2000: 74) adalah sebagai berikut :
a. Kepercayaan
Yaitu suatu keyakinan pemberi kredit yang diberikan (berupa uang,
barang, jasa) akan benar-benar diterima kembali dimasa tertentu dimasa
datang. Kepercayaan ini diberikan oleh bank, dimana sebelumnya sudah
dilakukan penelitian penyelidikan tentang nasabah bank baik secara intern
maupun secara ekstern. Penelitian dan penyelidikan tentang kondisi masa
lalu dan sekarang terhadap nasabah pemohon kredit kepercayaan adalah
suatu keyakinan pemberian kredit (bank) bahwa kredit yang diberikan baik
berupan uang, barang atau jasa benar-benar diterima kembali dimasa
tertentu dimasa yang akan datang.
b. Kesepakatan
Disamping unsur percaya didalam kredit juga mengandung unsur
kesepakatan antara pemberi kredit dengan si penerima kredit. Kepercayaan
itu dituang dalam suatu perjanjian dimana masing-masing pihak
menandatangani hak dan kewajiban masing-masing. Kesepakatan
penyaluran kredit dituangkan dalam akad kredit yang ditandatangani oleh
17 b. Jangka Waktu
Setiap kredit yang diberikan memiliki jangka waktu tertentu,
jangka waktu ini mencakup masa pengambilan kredit yang jelas
disepakati. Jangka waktu tersebut bisa berbentuk jangka pendek, jangka
menengah, atau jangka panjang.
c. Resiko
Adanya suatu tenggang waktu pengembalian menyebabkan suatu
resiko tidak tertagihnya/macet pemberian kredit. Semakin panjang suatu
kredit semakin besar resikonya, demikian juga sebaliknya. Resiko ini
menjadi tanggungan bank, baik resiko yang disengaja oleh nasabah yang
lalai maupun oleh resiko yang tidak sengaja, misalnya terjadi bencana
alam atau bangkrutnya usaha nasabah tanpa ada unsur kesengajaan
panjang.
d. Balas Jasa
Merupakan keuntungan atas pemberian kredit atau jasa tersebut
yang kita kenal dengan nama bunga. Balas jasa dalam bentuk bunga dan
administrasi ini merupakan keuntungan bank. Sedangkan bank yang
berdasarkan prinsip syariah balas jasa ditentukan dengan bagi hasil
18 D. Prinsip-prinsip Perkreditan
Dalam melaksanakan perkreditan secara sehat, Mandala Manurung
dan Prathama Rahardja (2004:193) menyebutkan, ada 5 prinsip penyaluran
kredit yang biasa di sebut dengan 5C. keenam prinsip tersebut adalah :
a. Character
Yang mendasari pemberian kredit adalah kepercayaan, yaitu
adanya keyakinan dari pihak Bank bahwa si peminjam mempunyai moral,
watak ataupun sifat-sifat pribadi yang positif dan kooperatif dan juga
mempunyai rasa tanggung jawab baik dalam kehidupan pribadi sebagai
manusia, kehidupannya sebagai anggota masyarakat ataupun dalam
menjalankan kegiatan usahanya. Karakter (character) mencakup keinginan
(kuat) calon debitur untuk memenuhi janji atau melunasi kewajiban sesuai
jadwal, dalam kondisi baik atau buruk. Dengan demikian dalam unsure
karakter tercakup kemampuan membayar (ability to pay) dan keinginan
membayar (willingness to pay).
Manfaat dari penilaian soal character ini untuk mengetahui sampai
dimana tingkat kejujuran dan integritas dan tekad baik yaitu kemauan
untuk memenuhi kewajiban-kewajibanya dari calon debitur. Soal
character ini mempunyai faktor yang dominan, sebab walaupun calon
debitur mampu untuk menyelesaikan utangnya tetapi jika tidak
mempunyai itikad baik tentu akan membawa berbagai kesulitan bagi bank
19 Untuk menilai karakter memang sulit, karena masing-masing
manusia mempunyai watak yang berbeda satu sama lainnya, oleh karena
itu para pengelola kredit harus juga mempunyai keterampilan psikologi
praktis untuk mengenali watak dari para calon debiturnya. Untuk dapat
mengambil kesimpulan mengenai character, diperlukan juga pengalaman
yang cukup dalam menilai character dari calon debiturnya.
b. Capacity
Kapasitas (Capacity ) berkaitan dengan kemampuan calon debitur
untuk melunasi kredit sesuai jadwal. Capacity adalah penilaian kepada
calon debitur mengenai mengenai kemampuan melunasi
kewajiban-kewajibannya dari kegiatan usaha yang dilakukannya yang akan dibiayai
dengan kredit dari Bank. Jadi jelaslah maksud dari penilaian terhadap
capacity ini untuk menilai sampai dimana hasil usaha yang akan
diperolehnya tersebut, akan mampu untuk melunasinya tepat pada
waktunya sesuai dengan perjanjian yang telah disepakatinya.
c. Capital
Yaitu jumlah dana/modal sendiri yang dimiliki oleh calon debitur.
Hal ini kelihatannya kontradiktif dengan tujuan kredit yang berfungsi
sebagai penyedia dana. Penilaian atas modal (capital) yang dimiliki calon
debitur ingin melihat kekuatan permodalan, juga komitmen dalam usaha,
makin besar modal yang dimiliki dapat merupakan indikasi makin besar
20 Namun demikian halnya dalam kaitan bisnis yang murni, semakin
kaya seseorang semakin dipercaya untuk memperoleh kredit. Dan secara
rasional hal ini tidaklah mengherankan, sebab seorang calon debitur yang
telah menanamkan dananya dalam proporsi yang besar dibandingkan
kredit yang diperolehnya Bank tentu akan melakukan usahanya dengan
penuh kesungguhan dan biasnya akan berhasil. Kemampuan modal sendiri
ini merupakan benteng yang kuat agar tidak terkena goncangan dari luar,
misalnya dalam situasi pasar modal dengan suku bunga yang tinggi maka
sebaiknya komposisi modal sendiri ini harus besar. Sebaliknya calon
debitur yang sama sekali tidak memiliki modal sendiri yang besar, ia akan
kurang serius yang menangani proyeknya dan biasanya lebih banyak
avonturir, apabila ada goncangan keuangan dari pihak luar akan cepat
mengalami kegagalan.
d. Collateral
Jaminan (collateral) amat dibutuhkan oleh bank untuk menghindari
atau mengurangi resiko kerugian, bila terjadi hal-hal yang buruk dari usaha
yang dikelola nasabah. Penilaian jaminan bukan hanya dari nilai
finansialnya saja, tetapi juga kualitas asset yang dimiliki calon debitur.
Jaminan juga dapat dijadikan alat pengaman dalam menghadapai
kemungkinan adanya ketidak pastian pada kurun waktu yang akan dating
pada saat kredit tersut harus dilunasi. Jaminan ini sifatnya sebagai
pelengkap dari kelayakan dari proyek nasabah. Jaminan ini tidak akan
21 feasible tersebut menjadi bank-able (dapat dibiayai dari kredit Bank) harus
ada jaminan (collateral) tersebut.
Pada hakikatnya bentuk jaminan ini dapat bermacam-macam tidak
hanya berbentuk jaminan kebendaan yang berwujud fisik saja tetapi juga
jaminan yang tidak berwujud kebendaan, misalkan seperti rekomendasi
dan lain-lain.
e. Condition of Economy
Condition of Economy yaitu situasi dan kondisi politik, sosial,
budaya dan lain-lain yang mempengaruhi keadaan perekonomian pada
suatu saat maupun untuk suatu kurun waktu tertentu yang
kemungkinannya akan dapat mempengaruhi kelancaran usaha dari
perusahaan yang memperoleh kredit. Kondisi ekonomi adalah lingkungan
eksternal perusahaan yang diperkirakan mempunyai pengaruh besar
terhadap keberhasilan usaha. Condition of Economy sangat penting untuk
diketahui apabila kredit tersebut diberikan untuk perusahaan-perusahaan
yang bergerak diluar negeri sendiri. Faktor-faktor makro ekonomis ini
termasuk pula peraturan pemerintah setempat akan sangat berpengaruh
terhadap suksesnya suatu perusahaan.
Adapun maksud penilain terhadap condition of economy
dimaksudkan pula untuk mengetahui sampai sejauh mana kondisi-kondisi
yang mempengaruhi perekonomian suatu Negara atau suatu daerah akan
memberikan dampak yang bersifat positif ataupun dampak yang bersifat
22 E.Tujan Kredit
Setiap usaha dalam suatu sistem ekonomi tidak pernah lepas dari
tujuan mencari keuntungan, demikian juga dalam pemberian kredit.
Namun karena di dalam kredit terdapat risiko, maka usaha mencari
keuntungan tersebut harus memperhatikan prinsip kehati-hatian, karena
dana yang dialirkan dalam bentuk kredit adalah dana simpanan
masyarakat. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa tujuan
kredit adalah untuk memperoleh keuntungan yang aman, sehingga pada
saatnya masyarakat peminjam dana di bank dapat memperoleh kembali
simpanannya berikut bunga tanpa dikuatirkan oleh adanya kredit yang
macet. ( Judisseno 2005: 167)
Menurut Judisseno (2005) selain profitability dan safety, bank,
khususnya bank pemerintah, mengemban tugas sebagai agent of
development yaitu dalam hal:
a. Ikut mensukseskan program pemerintah di bidang ekonomi dan
pembangunan.
b. Meningkatkan efektivitas perusahaan agar dapat menjalankan fungsinya,
guna menjamin terpenuhinya kebutuhan masyarakat.
c. Memperoleh laba agar kelangsungan hidup perusahaan terjamin dan dapat
memperluas usahanya.
Dari tujuan-tujuan yang dicoba untuk diraih di atas, maka fungsi
23 1. Meningkatkan daya guna uang. Para pemilk uang/modal baik secara
langsung atau melalui penyimpanan dana di bank, dapat meminjamkan
uangnya kepada perorangan atau perusahaan-perusahaan untuk
meningkatkan usahanya.
2. Meningkatkan daya guna dan peredaran barang. Dengan adanya kredit,
pengusaha yang kesulitan dalam produksi, misalnya, dapat terbantu untuk
memproses bahan baku menjadi barang jadi.
3. Meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang. Kredit uang yang disalurkan
melalui rekening giro dapat menciptakan pembayaran dengan
menggunakan uang giral seperti cek, bilyet giro, dan lainnya yang sejenis.
4. Sebagai alat stabilitas ekonomi, kredit dapat digunakan sebagai alat
pengendalian ekonomi. Dalam keadaan inflasi pemerintah dapat
menerapkan kebijakan uang ketat (tight money policy) antara lain dengan
membatasi pemberian kredit. Sebaliknya dalam keadaan ekonomi yang
lesu karena deflasi, pemerintah dapat melonggarkan kebijakan pemberian
kredit sehingga akan menimbulkan kegairahan dalam usaha.
5. Meningkatkan kegairahan berusaha. Pihak-pihak yang usahanya terlambat
karena kekurangan modal dapat meningkatkan usahanya melalui bantuan
kredit yang diberikan oleh bank;
6. Meningkatkan pemerataan pendapatan. Dengan adanya kredit,
perusahaan-perusahaan dapat meningkatkan usahanya bahkan dapat mendirikan
24 mengurangi pengangguran dan selanjutnya pemerataan pendapatan akan
meningkat pula.
Meningkatkan hubungan internasional. Pengusaha di dalam negeri dapat pula
memperoleh kredit baik secara langsung (offshore loan) maupun tidak
langsung (two step loan). Bahkan suatu negara yang sedang berkembang
dapat memperoleh kredit dari negara-negara yang telah maju. Bantuan dalam
bentuk kredit tersebut dapat sekaligus mempercepat hubungan antarnegara
yang bersangkutan.
F.Jenis-jenis Kredit
Pemberian kredit pada umumnya ditujukan untuk meningkatkan
kemampuan perorangan atau badan yang membutuhkan. Bank Indonesia
sebagai pemberi kredit, dapat memberikan bantuannya secara langsung
kepada pihak ketiga bukan bank, seperti Pertamina, yang disebut dengan
kredit langsung. Sedangkan kredit yang diberikan oleh Bank Indonesia ke
bank-bank umum, ditujukan untuk membantu bank umum dalam
memenuhi kebutuhan likuiditasnya maupun kebutuhan yang akan
disalurkan ke nasabahnya. Kredit jenis ini disebut dengan Kredit
Likuiditas. (Judisseno 2005: 170)
Adapun jenis-jenis kredit menurut Judisseno (2005: 170) adalah
sebagai berikut:
a. Kredit dari segi tujuannya, meliputi:
1) Kredit konsumtif, yaitu kredit yang diberikan dengan maksud untuk
25 Rumah (KPR), Kredit Pembelian Mobil/Motor, Credit Card, dan kredit
konsumtif lainnya.
2) Kredit produktif, yaitu kredit yang diberikan dengan maksud untuk
memperlancar proses produksi;
3) Kredit perdagangan, yaitu kredit yang diberikan untuk membantu
pihak-pihak yang akan membeli barang untuk dijual kembali, seperti bank
garansi, anjak piutang, self liquidity credit, pinjaman berjangka (term
loan), pembiayaan bersama, dan jenis-jenis pinjaman lainnya yang
dikeluarkan oleh bank untuk membantu pembiayaan modal kerjanya
seperti L/C dan sebagainya
b. Kredit dari segi penggunaanya, meliputi:
1) Kredit eksploitasi, yaitu kredit berjangka waktu pendek yang diberikan
oleh bank kepada perusahaan yang membutuhkan modal kerja untuk
memperlancar kegiatan operasional perusahaan. Kredit ini sering disebut
sebagai kredit modal kerja;
2) Kredit investasi, kredit ini adalah kredit jangka menengah atau jangka
panjang yang diberikan oleh bank kepada pihak perusahaan yang
membutuhkan dana untuk investasi atai penanaman modal.
c. Kredit dilihat dari segi jangka waktunya, meliputi:
1) Jangka pendek, biasanya berkisar antara 1 (satu) tahun.
2) Menengah, biasanya berkisar antara 1-3 tahun.
26 Sedangkan jenis-jenis kredit menurut Susilo (2000: 72) adalah sebagai
berikut :
a. Atas Dasar Tujuan Penggunaan
Atas dasar tujuan penggunaan dana oleh debitur, kredit dapat
dibedakan menjadi:
1) Kredit Modal Kerja (KMK)
KMK (Kredit Modal Kerja) yang digunakan untuk membiayai kebutuhan
modal kerja nasabah.
2) Kredit Investasi (KI)
Kredit Investasi adalah kredit yang digunakan untuk pengadaan barang
modal jangka panjang untuk kegiatan usaha nasabah.
3) Kredit Konsumsi
Kredit Konsumsi adalah kredit yang digunakan dalam rangka pengadaan
barang atau jasa untuk tujuan konsumsi.
b. Atas Dasar Cara Penarikan Dana
1) Cash-Loan
Cash Loan adalah kredit yang memungkinkan nasabah menarik dana tunai
secara langsung tanpa adanya persyaratan khusus tertentu. Yang termasuk
dalam jenis kredit ini adalah Kredit Investasi dan Kredit Modal Kerja.
2) Non-Cash-Loan
Non-Cash Loan adalah kredit yang tidak memungkinkan nasabah menarik
27 Yang termasuk jenis dalam jenis ini antara lain adalah Bank Garansi dan
L/C.
G. Kredit Investasi
Kredit Investasi yaitu kredit-kredit yang dikeluarkan oleh perbankan
untuk barang-barang modal yaitu tidak habis dalam satu cycle, maksudnya
proses dari pengeluaran uang kas dan kembali menjadi uang kas tersebut
akan memakan jangka waktu yang cukup panjang setelah melalui beberapa
kali perputaran, Menurut Y. Sri Susilo dkk (2000: 74) Kredit Investasi adalah
kredit yang digunakan untuk pengadaan barang modal jangka panjang untuk
kegiatan usaha nasabah. Kredit investasi juga biasanya digunakan untuk
keperluan perluasan usaha untuk membangun proyek/pabrik baru dimana
masa pemakaiannya untuk suatu periode yang relatif lebih lama dan biasanya
kegunaan kredit ini adalah untuk kegiatan utama suatu perusahaan. Kasmir
(2000:76).
Misalnya seorang debitur mendapatkan kredit untuk mendirikan
pabrik atau barang modal lainnya. Uang kas yang dikeluarkan untuk membeli
barang-barang modal tersebut akan baru dapat terhimpun kembali setelah
melalui proses depresiasi atau amortisasi sesuai jangka waktu ekonomisnya,
yang mana dana depresiasi tersebut dikumpulkan, mungkin akan memakan
waktu 5 tahun sampai 20 tahun atau lebih. Proses ini dapat di gambar sebagai
28 Gambar 2.1
Arus Modal Investasi
Sumber : Manajemen Perkreditan bagi Bank Komersil,
Mulyono,Teguh Pujo ( 1993:28)
Jadi terdapat 2 ciri pokok dari kredit investasi, yaitu :
barang-barang yang akan di beli merupakan barang-barang-barang-barang modal dan jangka
waktunya cukup lama.
Bentuk-bentuk yang lebih spesifik dari kredit investasi ini antara lain
kredit-kredit yang dikeluarkan untuk :
1) Membeli tanah baik tanah untuk industri, tanah untuk pertambangan,
maupun tanah untuk perkebunan dan lain-lain.
2) Membeli mesin-mesin, alat-alat angkutan, peralatan-peralatan produksi
dan lain-lain.
3) Mendirikan bangunan gedung pabrik, hotel, gedung perkantoran dan
lain-lain.
4) Menanam tanaman-tanaman keras pada perkebunan sampai menghasilkan
secara ekonomis.
Depresiasi Barag-barang
Modal Uang Kas
29 5) Membangun sebuah kapal, pesawat terbang, peralatan-peralatan kerja yang
akan dipakai sendiri.
H. Capital Adequacy Ratio (CAR)
Capital Adequacy Ratio (CAR), adalah rasio yang memperlihatkan
seberapa jauh akitiva bank yang mengandung resiko (kredit, penyertaan, surat
berharga, tagihan pada bank lain) ikut dibiayai dari dana modal sendiri bank
di samping memperoleh dana-dana dari sumber-sumber di luar bank, seperti
dana masyarakat, pinjaman (hutang), dll. Dengan kata lain CAR adalah rasio
untuk untuk mengukur kecukupan modal yang dimiliki bank untuk
menunjang aktiva yang mengandung atau menghasilkan resiko, misalnya
kredit yang diberikan.
CAR merupakan indikator terhadap kemampuan bank untuk menutupi
penurunan aktivanya sebagai akibat dari kerugian-kerugian bank yang
disebabkan oleh aktiva beresiko.
Berdasarkan Deregulasi BI tertanggal 29 Februari 1993, bank yang
dinyatakan termasuk bank sehat (berkinerja baik) apabila memiliki CAR
paling sedikit sebesar 8%, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh
Bank for International Settlements (BIS). (Mudrajad Kuncoro dan Suhardjono
2002: 573).
Menurut Slamet Riyadi (2003:142) Capital Adequacy Ratio (CAR)
adalah rasio kewajiban pemenuhan modal minimum yang harus dimiliki oleh
30 modalnya. CAR merupakan indikator terhadap kemampuan bank untuk
menutupi penurunan aktivanya sebagai akibat dari kerugian-kerugian bank
yang disebabkan oleh aktiva beresiko, CAR juga menjadi indikator untuk
melihat tingkat efisiensi dana modal bank yang digunakan untuk investasi.
Apabila persentase CAR terlalu kecil (lebih rendah dari standar BI) maka
bank tersebut termasuk ke dalam kategori bank tidak sehat, namun apabila
persentase CAR terlalu besar berarti terlalu besar dana bank yang
menganggur (idle fund). Ahmad Faishol (2007:153).
Karena itu penilaian mengenai kecukupan modal menjadi salah satu
bagian terpenting dalam menilai kondisi bank. Dalam anggaran dasar suatu
bank dikenal pengertian modal dasar dan modal disetor. Modal dasar yaitu
jumlah modal yang dinyatakan dalam anggran dasar sedangkan modal disetor
adalah jumlah modal yang telah disetor secara efektif oleh pemilik modal
tersebut. Bagi bank umum dikenal istilah modal inti (meliputi modal disetor,
cadangan umum, cadangan tujuan, laba tahun lalu, laba/rugi berjalan) dan
modal pelengkap (meliputi penilaian aktiva tetap, cadangan umum PPAP,
pinjaman sub ordinasi) dalam menghitungkan kecukupan modal bank yang
bersangkutan.
Penerapan penghitungan kecukupan modal bagi bank Indonesia sejak
bulan Mei 1993 telah mengikuti Standart Bank For International Settlement
(BIS) dengan beberapa penyesuaian, sesuai dengan usaha yang dilakukn oleh
perbankan di Indonesia. Kecukupan Pemenuhan Modal Minimum (KPMM)
31 berdasarkan persentase antara Modal dengan Aktiva Tertimbang Menurut
Risiko (ATMR).
Langkah pertama pada penghitungan CAR adalah menghitung Risk
Weighted Assets atau Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR). Dalam
hal ini seluruh aktiva diberi timbangan bobot tertentu berdasarkan timbangan
tertentu dari yang tidak berisiko (risiko = 0%) sampai yang paling berisiko
(risiko = 100%). Pembobotan ini, bank terlebih dahulu melakukan pengujian
terhadap risiko kredit (credit assessment) berdasarkan criteria tertentu.
Contoh sistem pembobotan : kredit kepemilikan rumah dengan hipotek
sebesar 50%, kredit komersial sebesar 100% atau tergantung dari credit
assessment terhadap kreditur. Surat hutang atau kalim komersial bobotnya
100% atau tergantung dari credit assessment terhadap kreditur.
Untuk mendapatkan nilai CAR langkah selanjutnya adalah membagi
Modal Bank (Bank’s Equities) dengan Risk Weighted Assets (ATMR). Dari
rumus tersebut dapat dilihat bahwa apabila suatu bank semakin agresif
menyalurkan dananya ke dalam aktiva produktif yang berisiko (karena
mengharapkan pendapatan bunga yang lebih besar), sudah seharusnya bank
tersebut juga harus memiliki modal yang semakin besar.
Rumus perhitungan CAR adalah :
(CAR) = X100%
ATMR
Pelengkap
Modal Inti
32 I. Non Performing Loan (NPL)
Menurut Manurung dan Prathama Rahardja (2004: 196), NPL (Non
Performing Loans terbagi menjadi dua, yaitu kredit tak lancar dan kredit
macet, kredit tak lancar adalah kredit yang masih dilakukan pembayarannya,
tetapi lebih lambat dari jadwal yang seharusnya. Sedangkan kredit macet
adalah kredit yang sejak + 21 bulan dikategorikan diragukan, belum ada
pelunasan atau upaya penyelamatan kredit. NPL (Non Perfoming Loan) atau
tingkat kredit macet menunjukkan berapa persen kredit yang bermasalah dari
keseluruhan kredit yang mereka kucurkan ke masyarakat. NPL juga
merupakan faktor yang sangat penting bagi penilaian kinerja perbankan,
bahkan hampir semua rasio nilainya dipengaruhi oleh NPL.
Bank Indonesia sebagai regulator perbankan di Indonesia telah
mengeluarkan peratuaran Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/23/DPNP
tanggal 31 Mei 2004 yang menetapkan NPL maksimum 5%. Semakin rendah
NPL semakin bagus karena jumlah kredit yang bermasalah/macet pada bank
tersebut semakin kecil begitupun sebaliknya semakin tinggi NPL suatu bank
maka akan semakin besar kredit yang bermasalah/macet pada bank tersebut.
Rumus perhitungan NPL (Non Perfoming Loan)
(NPL) = X100%
Dikucurkan Yang
Kredit Total
Bermasalah Yang
33 J. Loan to Deposit Ratio (LDR)
Menurut Perry Warjiyo (2004: 26), dalam kenyataannya perilaku
penawaran kredit perbankan tidak hanya dipengaruhi oleh dana yang tersedia
yang bersumber dari DPK (Dana Pihak Ketiga), tetapi juga dipengaruhi oleh
persepsi bank terhadap prospek usaha debitor dan kondisi perbankan itu
sendiri seperti permodalan atau CAR (Capital Adequacy Ratio), jumlah kredit
macet atau NPLs (Non Performing Loans), dan LDR (Loan to Deposit Ratio).
Menurut Slamet Riyadi (2003;146), LDR adalah perbandingan antara
total kredit yang diberikan dengan total Dana Pihak Ketiga yang dapat
dihimpun oleh Bank. LDR juga akan menunjukan tingkat kemampuan Bank
dalam menyaluran dana pihan ketiga yang dihimpun oleh Bank yang
bersangkutan. Menurut Ahamd Faishol (2007: 151) LDR yaitu rasio antara
jumlah seluruh kredit yang diberikan Bank dengan dana yang diterima oleh
Bank. LDR menyatakan seberapa jauh kemampuan bank untuk membayar
kembali penarikan dana yang dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit
yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya. Maksimal LDR yang di
perkenankan oleh Bank Indonesia adalah sebesar 110%. Rumus Loan to
Deposit Ratio adalah:
LDR = X100%
DPK Total
berikan di
34 Sebelum terjadi krisis moneter, jika menggunakan rumus seperti
diatas banyak bank yang LDR-nya mencapai diatas 110%, hal ini berakibat
pada penilaian tingkat kesehatan bank yang bersangkutan menjadi tidak sehat.
Untuk itu Bank Indonesia membuat kebijakan bahwa dalam penghitungan
LDR Extended (LDR yang diperluas), dengan rumus sebagai berikut:
K. Profitabilitas
Pengertian Profitabilitas
K. Return On Assets (ROA)
ROA adalah rasio keuangan perusahaan yang berhubungan dengan
aspek earning atau profitabilitas. Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan
memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun
modal sendiri (Agus Sartono, 2001:122). Rentabilitas perusahaan
menunjukkan perbandingan antara laba dengan aktiva atau modal yang
menghasilkan laba tersebut (Riyanto,2001:35).
Sedangkan menurut Judisseno (2005) rentabilitas bank adalah ukuran
kemampuan bank untuk mendapatkan laba yang dilakukan dengan cara
menghitung rasio-rasio rentabilitas.
ROA berfungsi untuk mengukur efektivitas perusahaan dalam
menghasilkan laba dengan memanfaatkan aktiva yang dimiliki. Semakin
besar ROA yang dimiliki oleh sebuah perusahaan maka semakin efisien
LDR = X100%
inti modal n
diterbitka yang
Obligasi DPK
Total
diberikan yang
Kredit Total
35 penggunaan aktiva sehingga akan memperbesar laba. Laba yang besar akan
menarik investor karena perusahaan memiliki tingkat kembalian yang
semakin tinggi.
Menurut Hasibuan (2001:100), ROA adalah perbandingan rasio laba
sebelum pajak (Earning Before Tax/ EBT) selama 12 bulan terakhir terhadap
rata-rata volumen usaha dalam periode yang sama, atau dihitung dengan
rumus:
Return on assets (ROA) =
Net Income (EBT) adalah laba rugi bank yang diperoleh dalam
periode berjalan sebelum dikurangi pajak.
Total assets merupakan komponen yang terdiri dari las, giro pada BI,
penempatan pada bank lain, surat-surat berharga, kredit yang diberikan,
pendapatan yang masih akan diterima, biaya dibayar dimuka, uang muka
pajak, aktiva tetap lain-lain.
Rasio ini dapat dijadikan sebagai ukuran kesehatan keuangan. Rasio
ini sangat penting, mengingat keuntungan yang memadai diperlukan untuk
mempertahankan arus sumber-sumber modal bank. Dalam hal ini
profitabilitas yang diukur adalah profitabilitas perbankan yang mencerminkan
tingkat efisiensi usaha perbankan.biasanya apabila profitabilitas tinggi akan
mencerminkan laba yang tinggi dan ini akan mempengaruhi pertumbuhan
36 L. Penelitian Terdahulu
1. Luh Gede Meydianawathi (2007), dalam penelitiannya “Analisis Perilaku
Penawaran Kredit Perbankan kepada Sektor UMKM di Indonesia”, hasil
penelitian dalam kurun waktu Januari 2002 – Februari 2006, memperoleh
simpulan yaitu. Pertama, pulihnya kepercayaan terhadap system perbankan
dengan adanya program peminjaman pemerintah telah mendorong
kenaikan DPK (Dana Pihak Ketiga). Selain itu, program rekapitalisasi
perbankan mampu mengatasi permasalahan modal dan rentabilitas bank
yang (tercermin dalam Rasio CAR dan ROA) serta Non Performing Loan
(NPL) yang berhasil ditekan telah meningkatkan kemampuan bank umum
dalam menyalurkan kredit investasi dan modal kerja kepada sektor
UMKM di Indonesia. Kedua, secara serempak variable DPK, ROA, CAR,
dan NPLs berpengaruh nyata dan signifikan terhadap penawaran kredit
bank umum, sedangkan NPLs berpengaruh negative dan signifikan
terhadap penawaran kredit bank umum.
2. DRS. Hasan Sakti Siregar, M.Si, Ak (2009), meneliti tentang Third Party
Fund, Capital adequacy Ratio, Return On Asset, Non Performing Loan,
dan Credit. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Analisis data regresi berganda. berdasarkan hasil analisis data dapat
disimpulkan bahwa variabel DPK dan ROA berpengaruh signifikan secara
parsial terhadap volume kredit. Sedangkan variabel LN_CAR (X2) dan
LN_NPL (X4) memiliki nilai t hitung < t tabel (0,727<1,999 dan
37 0,05 artinya variabel CAR dan NPL tidak berpengaruh signifikan secara
parsial terhadap volume kredit.
3. Anisyah Harahap (2006) dengan judul “Analisis Pengaruh Jumlah Modal
Inti, Pertumbuhan Kredit, Capital adequacy Ratio, Loan to Deposit Ratio,
dan Non Performing Loan terhadap Profitabilitas bank Umum di
Indonesia”, menjelaskan bahwa berdasarkan nilai koefisien dan uji
signifikan (t-test) diperoleh bahwa CAR secara signifikan dan positif
mempengaruhi ROA dengan koefisien sebesar 0,619. Begitu juga dengan
pertumbuhan kredit yang memiliki koefisien sebesar 0,136, NPL sebesar
-0,150 juga mempunyai arti mempengaruhi ROA secara signifikan, namun
negatif. Sedangkan variabel jumlah modal inti dan LDR dimana
masing-masing memiliki koefisien 0,063 dan 0,239 secara uji t-statistik tidak
mempengaruhi ROA. Kemudian dari uji F-test yang dilakukan
menunjukkan bahwa seluruh variabel bebas pada model regresi secara
bersama-sama mempengaruhi variabel terikat.
4. Himaniar Triasdini (2010), meneliti tentang “ Pengaruh CAR, NPL, ROA
Terhadap Penyaluran Kredit Modal Kerja”. Menjelaskan bahwa dari hasil
pengujian yang dilakukan terhadap penelitian diketahui secara simultan
bahwa CAR, NPL dan ROA berpengaruh secara signifikan. Sedang
pengujian secara parsial, diperoleh hasil bahwa CAR nilai t- hitung dari
CAR sebesar 3,375 dengan tingkat signifikansi 0,001 yang berarti CAR
berpengaruh positif dan signifikan. Untuk NPL diperoleh nilat t-hitung
38 berpengaruh negative dan signifikan terhadap penyalran kredit modal
kerja, sedang untuk ROA diperoleh nilai t-hitung sebesar 1,991 dengan
tingkat signifikansi sebesar 0,009 yang berarti ROA berpengaruh positif
dan signifikan.
5. Burcu Aydın (2008). Meneliti Credit Growth, CEE, Foreign Banks, Parent
Banks, Panel Data. Alat analisis yang digunakan adalah data panel. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa negara-negara CEE tergantung pada bank
asing, dan bank-bank asing tergantung pada dana antar bank. Pinjaman
oleh bank asing tampaknya didorong oleh pertumbuhan ekonomi dan
marjin suku bunga. Pinjaman ini muncul tergantung pada kondisi ekonomi
tetapi tidak keuangan di negara asal bank asing.
6. Ralph de Haas and Iman van Lelyveld (2005). Meneliti bang asing,
ekonomi transisi, pertumbuhan kredit, stabilitas keuangan. Alat analisis
yang digunakan adalah regresi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bank
asing telah berkontribusi terhadap stabilitas kredit dalam CEE dengan
[image:39.612.151.535.70.428.2]menjaga pasokan kredit selama masa krisis.
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu N o Nama Peneliti Judul Penelitian
Variabel yang diteliti
Alat Statistik
Hasil Penelitian
1. Luh Gede Meydiana wati (2007) Analisis Perilaku Penawaran Kredit Perbankan Kepada Sektor UMKM Di Indonesia(2 002--2006) Penawaran Kredit,DPK,C AR,ROA,NPL s,sektor UMKM Analisis data regresi berganda
pulihnya kepercayaan terhadap sistem perbankan dengan adanya
39 N o Nama Peneliti Judul Penelitian
Variabel yang diteliti
Alat Statistik
Hasil Penelitian
bank (yang tercermin dalam rasio CAR dan ROA) serta non performing loan (NPLs) yang berhasil ditekan telah meningkatkan kemampuan bank umum dalam menyalurkan kredit
investasi dan modal kerja kepada sektor UMKM di Indonesia.
2. DRS.
Hasan Sakti Siregar, M.Si, Ak (2009) Pengaruh Faktor Internal Bank Terhadap Volume Kredit Pada Bank yg GO Public Di Indonesia
Third Party
Fund, Capital Adequacy Ratio, Return on Asset, Non Performing Loan, Credit Analisis data regresi berganda
berdasarkan hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa variabel DPK dan ROA berpengaruh signifikan secara parsial terhadap volume kredit. Sedangkan variabel LN_CAR (X2) dan LN_NPL (X4) memiliki nilai t hitung < t tabel (0,727<1,999 dan
1,706<1,999) dengan
signifikansi 0,470 dan 0,093 yang lebih besar dari 0,05 artinya variabel CAR dan NPL tidak berpengaruh signifikan secara parsial terhadap volume kredit.
3. Anisyah Harahap (2006)
Analisis Pengaruh Modal Inti, Pertumbuha n Kredit, CAR, LDR dan NPL Terhadap Profitabilita
s bank
Umum di Indonesia.
Modal inti, Pertumbuhan Kredit, CAR,
LDR, NPL,
ROA
Regresi berganda
Berdasarkan nilai koefisien dan uji signifikan (t-test) diperoleh bahwa CAR secara signifikan dan positif mempengaruhi ROA dengan koefisien sebesar 0,619.
Begitu juga dengan
40 N o Nama Penelitian Judul Peneltian
Variabel yang diteliti
Alat Statistik
Hasil Penelitian
4. Himaniar Triasdini (2010)
pengaruh Capital Adequacy Ratio, Non Performing
Loan, dan
Return On Assets terhadap Penyaluran Kredit Modal Kerja pada bank Umum yang
terdaftar di bursa efek Indonesia.
CAR, NPL,
ROA, Kredit Modal Kerja
Regresi berganda
CAR, NPL dan ROA
berpengaruh secara signifikan. Sedang pengujian secara parsial, diperoleh hasil bahwa CAR nilai t- hitung dari CAR sebesar 3,375 dengan tingkat signifikansi 0,001 yang berarti CAR berpengaruh positif dan signifikan. Untuk NPL diperoleh nilat thitung sebesar -2,509 dengan tingkat signifikansi 0,043 yang berarti NPL berpengaruh negative dan signifikan terhadap penyalran kredit modal kerja, sedang untuk ROA diperoleh nilai t-hitung sebesar 1,991 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,009 yang berarti ROA berpengaruh positif dan signifikan.
5. Burcu Aydın (2008)
Banking Structure and Credit Growth in Central and Eastern European Countries
Credit Growth, CEE, Foreign Banks, Parent Banks, Panel Data
Panel data Hasil penelitian menunjukkan bahwa negara-negara CEE tergantung pada bank asing, dan bank-bank asing tergantung pada dana antar bank. Pinjaman oleh bank asing tampaknya didorong oleh pertumbuhan ekonomi dan marjin suku bunga. Pinjaman ini muncul tergantung pada kondisi ekonomi tetapi tidak keuangan di negara asal bank asing
6. Ralph de Haas and Iman van Lelyveld (2005) Foreign Banks and Credit Stability in Central and Eastern Europe
Bank asing, ekonomi transisi, pertumbuhan kredit, stabilitas keuangan
41
X
1X
2X
3Y
Z
e1e2 pyx1
pyx2
pyx3
pzy
pzx3 pzx2 pzx1
rx2x3 rx1x2
rx1x3
M. Paradigma Penelitian
Apabila dilihat dari judul yang peneliti ambil, maka dapat
digambarkan sebuah konstruk dari variabel-variabel yang akan diteliti sebagai
[image:42.612.121.538.55.493.2]berikut:
Gambar 2.3 Paradigma Penelitian
Keterangan:
X1 = CAR Z = Kredit Investasi
X2 = NPL
X3 = LDR
42 N. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran merupakan suatu proses dari peneliti
memperoleh data kemudian mengolah data tersebut dan menginterprestasikan
hasil data yang telah diolah.
Penelitian ini didasarkan atas penelitian-penelitian dan teori-teori yang
telah ada sebelumnya. Dari beberapa teori yang telah ada peneliti
merangkainya menjadi satu kesatuan yang saling berhubungan. Metode
analisis yang digunakan adalah Analisis Jalur. Hal ini dikarenakan analisis
jalur dapat memperlihatkan hubungan langsung dan tidak langsung antar
variabel.
Setelah menentukan judul dan metode analisis, peneliti
mengumpulkan data-data dari variabel-variabel yang akan diteliti. Objek yang
akan diteliti merupakan bank Persero. Variabel yang diteliti adalah Capital
Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Loan (NPL), dan Loan to Deposit
Ratio (LDR), Return On Assets (ROA) dan Kredit Investasi . Dalam
penelitian ini yang akan menjadi variabel eksogen adalah Capital Adequacy
Ratio (CAR), Non Performing Loan (NPL), dan Loan to Deposit Ratio
(LDR). Sedangkan yang akan menjadi variabel endogen adalah Return On
Assets (ROA) dan Kredit Investasi.
Peneliti mengambil data dari masing-masing variabel dari situs Bank
Indonesia. Setelah memperoleh data-data dari setiap variabel peneliti mulai
melakukan analisis. Langkah awal yang diperlukan adalah menentukan
43 berdasarkan teori-teori yang ada. Kemudian data diolah dengan menggunakan
Software AMOS 17. Dari output tersebut dapat dianalisa korelasi, hubungan
anatara variabel, besarnya R square dan kesesuaian model (Goodness of Fit).
Setelah melakukan analisis tersebut peneliti dapat mengambil kesimpulan dan
[image:44.612.152.530.162.719.2]implikasi dari hasil penelitian yang telah dilakukan.
Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran
Hubungan Langsung dan Tidak Langsung
Interpretasi Uji Kesuaian Model
Pengujian Hipotesa Analisis Jalur
KI (Z) Laporan BI
Bank Persero
ROA (Y) CAR
(X1)
NPL (X2)
44 O. Hipotesis
Berdasarkan tujuan penelitian yang ingin dicapai, maka hipotesis yang
dikembangkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Ho : CAR, NPL, LDR tidak berpengaruh signifikan terhadap ROA
secara parsial dan simultan.
Ha : CAR, NPL, LDR berpengaruh signifikan terhadap ROA secara
parsial dan simultan.
2. Ho : CAR, NPL, LDR tidak berpengaruh signifikan terhadap Kredit
Investasi dan variabel intervening ROA tidak berpengaruh signifikan
terhadap Kredit Investasi secara parsial dan simultan.
Ha : CAR, NPL, LDR berpengaruh signifikan terhadap Kredit Investasi
dan variabel intervening ROA berpengaruh signifikan terhadap Kredit
Investasi secara parsial dan simultan.
3. Ho : CAR, NPL, LDR tidak berpengaruh signifikan terhadap Kredit
Investasi baik secara langsung maupun tidak langsung melalui variabel
intervening ROA.
Ha : CAR, NPL, LDR berpengaruh signifikan terhadap Kredit Investasi
baik secara lansung maupun tidak langsung melalui variabel intervening
45 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini termasuk ke dalam penelitian kuantitatif karena
dalam penelitian ini peneliti akan menghitung seberapa besar pengaruh
Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Loan (NPL), dan Loan to
Deposit Ratio (LDR) terhadap Return on Assets (ROA) serta dampaknya pada
Kredit Investasi. Penelitian ini dilakukan pada Bank Persero periode Bulan
Januari tahun 2004 hingga Bulan Juli tahun 2010. Pengumpulan data
dilakukan, baik melalui observasi terhadap dokumen atau laporan instansi
terkait maupun hasil-hasil publikasi, lalu dilakukan pencatatan terhadap data
yang dibutuhkan sebelum analisis.
B. Metode Penentuan Sampel
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode Judgement
Sampling dalam menentukan sampel. Metode Judgement sampling atau
purposive pengumpulan data atas dasar strategi kecakapan atau pertimbangan
pribadi semata. (Abdul Hamid, 2007 : 29). Penggunaan metode ini adalah
untuk mendapatkan sampel yang representative sesuai dengan kriteria sebagai
berikut :
1. Bank Persero yang terdiri dari.
46 b. Bank Rakyat Indonesia (BRI)
c. Bank Tabungan Negara (BTN)
d. Bank Mandiri
2. Tersedia laporan keuangan tahunan selama periode penelitian yaitu dari
tahun 2004 - juli 2010.
C. Metode Pengumpulan Data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini merupakan data sekunder
yang berasal dari literatur-literatur/sumber lain dari dalam maupun luar Bank
Persero, sedangkan teknik pengumpulan data sebagai berikut :
1. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari pihak lain (sudah
tersedia) dan digunakan untuk penelitian lain. Data tersebut meliputi
laporan keuangan Bank Persero yang dipublikasikan di BI.
2. Library Research
Merupakan teknik pengumpulan data yang dilengkapi pula dengan
membaca dan mempelajari serta menganalisis literature yang bersumber
dari buku-buku dan jurnal-jurnal yang berkaitan dengan penelitian ini. Hal
ini dilakukan untuk mendapat landasan teori dan konsep yang tersusun.
Penulis melakukan penelitian dengan membaca, mengutip bahan-bahan
47 3. Pencarian melalui Internet (Internet Research)
Terkadang buku referensi atau literatur yang kita miliki atai pinjam
diperpustakaan tertinggal beberapa waktu atau tidak up to date, karena
ilmu yang selalu berkembang, penulis melakukan penelitian dengan
teknologi yang berkembang, yaitu dengan internet sehingga data yang
diperoleh up to date. Situs yang dikunjungi antara lain : www.bi.go.id,
www.google.com, dan lain-lain.
D. Metode Analisis
Analisis jalur yang dikenal dengan path analysis dikembangkan
pertama tahun 1920-an oleh seorang ahli genetika yaitu Sewaal Wright.
Model path analisis digunakan untuk menganalisis pola hubungan antara
variabel dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh langsung maupun tidak
langsung seperangkat variabel bebas (eksogen) terhadap variabel terikat
(endogen).
Menurut Riduan dan Engkos (2008) dalam bukunya yang berjudul
Cara menggunakan dan memakai Analisis Jalur mengatakan, model path
analisis jalur digunakan untuk menganalisis pola hubungan antara variabel
dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh langsung maupun tidak langsung
seperangkat variabel bebas (eksogen) terhadap variabel terikat (endogen).
Menurut Sambas (2007;221) analisis jalur (path analysis)
dikembangkan oleh Sewaal Wright pada tahun 1934 yang bertujuan untuk
48 sebagai variabel penyebab terhadap variabel lainnya yang merupakan variabel
akibat.
Menurut Sugiyono (2007;297) analisis jalur merupakan pengembangan
dari analisis regresi, sehingga analisis regresi dapat dikatakan sebagai bentuk
khusus dari analisis jalur (regression is special case of path analysis).
Analisis jalur digunakan untuk melukiskan dan menguji model hubungan
antara variabel yang berbentuk sebab akibat (bukan hubungan interaktif).
Dengan demikian dalam model hubungan antar variabel tersebut variabel
Eksogen (Exegonous), dan variabel dependen yang disebut variabel Endogen
(Endogenous).
Analisis jalur merupakan pengembangan dari model regresi yang
digunakan untuk kesesuaian (fit) dari matrik korelasi dari dua atau lebih
model yang dibandingkan oleh si peneliti. Model biasanya digambarkan
dengan lingkaran dan anak panah yang menunjukkan hubungan kausalitas.
Regresi dilakukan untuk setiap variabel dalam model. Nilai regresi yang
diprediksi oleh model dibandingkan dengan matrik korelasi hasil observasi
variabel dan nilai goodness of-fit dihitung. Model terbaik dipilih berdasarkan
nilai goodness of fit. (Imam Ghozali, 2008:21).
Analisis jalur merupakan pengembangan lebih lanjut dari analisis
regresi berganda dan bivariat. Analisis jalur ingin menguji persamaan regresi
yang melibatkan beberapa variabel eksogen dan endogen sekaligus sehingga
memungkinkan pengujian terhadap variabel mediating/intervening atau
49
X1
X2
X3
Y
e1
langsung antar variabel dalam model maupun hubungan tidak langsung antar
variabel dalam model. Hubungan langsung antara variabel eksogen terhadap
variabel dapat dilihat pada koefisien beta. Hubungan tidak langsung adalah
seberapa besar pengaruh variabel eksogen terhadap variabel endogen melalui
variabel intervening. Pengaruh total dapat diperoleh dengan menjumlahkan
hubungan langsung dan tidak langsung. (Imam Ghozali, 2008:93).
Dilihat dari kerangka berfikir penelitian ini, maka dapat diperoleh 2
(dua) substruktur linier sebagai berikut:
Substruktur I :
Gambar 3.1
Hubungan Kausal X1, X2, X3 terhadap Y
Y = YX1 + YX2