• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA

B. Cara panas 1. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

2. Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40 - 50oC.

3. Sokletasi

Sokletasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

4. Infundasi

Infundasi adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas mendidih, temperatur terukur 96 - 98oC) selama waktu tertentu (15 - 20 menit).

5. Dekoktasi

Dekoktasi adalah infus pada waktu yang lebih lama (≥30 menit) dan temperatur sampai titik didih air (Depkes, 2000).

2.4 Kromatografi

Kromatografi adalah suatu metode pemisahan berdasarkan perbedaan perpindahan dari komponen-komponen senyawa di antara dua fase yaitu fase diam (dapat berupa zat cair atau zat padat) dan fase gerak (dapat berupa gas atau zat cair). Jika fase diam berupa zat padat maka cara tersebut dikenal sebagai kromatografi serapan, jika zat cair dikenal sebagai kromatografi partisi (Depkes, 1995; Sastrohamidjojo, 1985).

Pemisahan dan pemurnian kandungan kimia tumbuhan terutama dilakukan dengan menggunakan salah satu dari lima teknik kromatografi atau gabungan teknik tersebut. Kelima teknik kromatografi itu adalah: kromatografi kolom (KK), kromatografi kertas (KKt), kromatografi lapis tipis (KLT), kromatografi gas cair (KGC), dan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT). Pemilihan teknik kromatografi sebagian bergantung pada sifat kelarutan dan keatsirian senyawa yang akan dipisah (Harborne, 1987).

2.4.1 Kromatografi lapis tipis

Kromatografi lapis tipis merupakan metode pemisahan campuran analit dengan mengelusi analit melalui suatu lempeng kromatografi lalu melihat komponen/analit yang terpisah dengan penyemprotan atau pewarnaan (Gandjar dan Abdul, 2012).

Lapisan pemisah, yang terdiri atas bahan berbutir-butir (fase diam), ditempatkan pada penyangga berupa plat gelas, logam atau lapisan yang cocok.

Campuran yang akan dipisah, berupa larutan ditotolkan berupa bercak ataupun pita, setelah plat atau lapisan dimasukkan ke dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang yang cocok (fase gerak), pemisahan terjadi selama pengembangan, selanjutnya senyawa yang tidak berwarna harus ditampakkan (Stahl, 1985).

Pendeteksian bercak hasil pemisahan dapat dilakukan dengan beberapa cara. Untuk senyawa tak berwarna cara yang paling sederhana adalah dilakukan pengamatan dengan sinar ultraviolet. Beberapa senyawa organik bersinar atau berfluorosensi jika disinari dengan sinar ultraviolet gelombang pendek (254 nm) atau gelombang panjang (366 nm), jika dengan cara itu senyawa tidak dapat dideteksi maka harus disemprot dengan pereaksi yang membuat bercak tersebut tampak yaitu pertama tanpa pemanasan, kemudian bila perlu dengan pemanasan (Gritter, et al., 1991; Stahl, 1985).

a. Fase diam (lapisan penyerap)

Fase diam berupa lapisan tipis yang terdiri atas bahan padat yang dilapiskan pada permukaan penyangga datar yang biasanya terbuat dari kaca, plastik atau logam. Lapisan fase diam melekat pada permukaan dengan bantuan bahan pengikat, biasanya kalsium sulfat atau amilum (Gritter, et al., 1991).

Semakin kecil ukuran rata-rata partikel fase diam dan semakin sempit kisaran ukuran fase diam, maka semakin baik kinerja KLT dalam hal efisiensinya dan resolusinya. Penyerap yang paling sering digunakan adalah silika gel dan serbuk selulosa (Gandjar dan Abdul, 2012).

b. Fase gerak (pelarut pengembang)

Fase gerak ialah medium angkut yang terdiri atas satu atau campuran beberapa pelarut, jika diperlukan sistem pelarut multi komponen, harus berupa suatu campuran sesederhana mungkin yang terdiri atas maksimum tiga komponen (Stahl, 1985).

Pemisahan pada KLT dikendalikan oleh rasio distribusi komponen dalam sistem fase diam/penyerap dan fase gerak tertentu. Profil pemisahan pada KLT dapat dimodifikasi dengan mengubah rasio distribusi dengan mengubah komposisi fase gerak dengan memperhatikan polaritas (Gandjar dan Abdul, 2012). c. Harga Rf

Mengidentifikasi noda-noda dalam kromatogram KLT sangat lazim menggunakan harga Rf (Retardation Factor) yang didefinisikan sebagai:

Rf= Jarak titik pusat bercak dari titik awal Jarak garis depan pelarut dari titik awal

Faktor-faktor yang mempengaruhi harga Rf: a. struktur kimia dari senyawa yang sedang dipisahkan, b. Sifat penyerap, c. tebal dan kerataan lapisan penyerap, d. pelarut dan derajat kemurniannya, e. derajat kejenuhan uap pengembang dalam bejana, f. teknik percobaan, g. jumlah cuplikan yang digunakan, h. Suhu dan i. kesetimbangan (Sastrohamidjojo, 1985).

2.4.2 Kromatografi kolom

Kromatografi kolom berupa pipa gelas yang dilengkapi dengan kran dan gelas penyaring didalamnya. Ukuran kolom tergantung pada banyaknya zat yang akan dipisahkan. Untuk menahan penyerap yang diletakkan di dalam kolom dapat digunakan gelas wool atau kapas (Sastrohamidjojo, 1985).

Kromatografi kolom biasanya dikembangkan dengan campuran pelarut yang terus-menerus berubah dengan cara landaian. Eluat yang keluar dari dasar kolom harus dipantau untuk mengetahui dimana linarut itu berada. Ini dapat dilakukan secara terus-menerus dengan memakai detektor yang cocok atau dengan membagi eluat menjadi sejumlah cuplikan yang berurutan dan menganalisisnya dengan KLT (Gritter, et al., 1991).

2.4.3 Kromatografi lapis tipis preparatif

Kromatografi lapis tipis (KLT) preparatif merupakan salah satu metode pemisahan yang memerlukan pembiayaan paling murah dan menggunakan peralatan sederhana. Ketebalan penyerap yang sering dipakai adalah 0,5 - 2 mm, ukuran plat kromatografi biasanya 20 x 20 cm. Pembatasan ketebalan lapisan dan ukuran plat sudah tentu mengurangi jumlah bahan yang dapat dipisahkan dengan KLT preparatif. Penyerap yang paling umum digunakan adalah silika gel (Hostettmann, et al., 1995).

Penotolan cuplikan dilakukan dengan melarutkan cuplikan dalam sedikit pelarut. Cuplikan ditotolkan berupa pita dengan lebar pita sesempit mungkin karena pemisahan tergantung pada lebar pita. Penotolan dapat dilakukan dengan pipet tetapi lebih baik dengan penotol otomatis. Pengembangan plat KLT preparatif dilakukan dalam bejana kaca yang dapat menampung beberapa plat. Bejana dijaga tetap jenuh dengan pelarut pengembang dengan bantuan kertas saring yang tercelup ke dalam pengembang (Hostettmann, et al., 1995).

Kebanyakan penyerap KLT preparatif mengandung indikator fluorosensi yang membantu mendeteksi letak pita yang terpisah pada senyawa yang menyerap sinar ultraviolet. Untuk mendeteksi senyawa yang tidak menyerap sinar ultraviolet

yaitu dengan cara menutup plat dengan sepotong kaca lalu menyemprot kedua sisi dengan penyemprot (Hostettmann, et al., 1995).

2.4.4 Kromatografi lapis tipis dua arah (two-dimensional TLC)

KLT dua arah atau KLT dua dimensi ini bertujuan untuk meningkatkan resolusi sampel ketika komponen-komponen solut mempunyai karakteristik kimia yang hampir sama, karena nilai Rf juga hampir sama. Selain itu, dua sistem fase gerak yang sangat berbeda dapat digunakan secara berurutan pada suatu campuran tertentu sehingga memungkinkan untuk melakukan pemisahan analit yang mempunyai tingkat polaritas yang hampir sama. Dengan demikian maka KLT dua dimensi dapat dipakai untuk memeriksa kemurnian isolat (Rohman, 2009).

KLT dua dimensi dilakukan dengan melakukan penotolan sampel disalah satu sudut lapisan lempeng tipis dan mengembangkannya sebagaimana biasa dengan fase gerak pertama. Lempeng kromatografi selanjutnya dipindahkan dari chamber pengembang dan eluen dibiarkan menguap dari lempeng. Lempeng dimasukkan ke dalam chamber yang menggunakan eluen kedua sehingga pengembangan dapat terjadi pada arah kedua yang tegak lurus dengan arah pengembangan yang pertama. Suksesnya pemisahan tergantung pada kemampuan untuk memodifikasi selektifitas eluen kedua dibandingkan dengan selektifitas eluen pertama (Rohman, 2009).

2.5 Spektrofotometri

2.5.1 Spektrofotometri sinar ultraviolet

Spektrum ultraviolet adalah suatu gambaran yang menyatakan hubungan antara panjang gelombang atau frekuensi sinar UV terhadap intensitas serapan (adsorbansi). Sinar ultraviolet mempunyai panjang gelombang antara 200 - 400

nm. Serapan cahaya oleh molekul dalam daerah spektrum ultra violet tergantung pada struktur elektronik dari molekul yang bersangkutan (Sastrohamidjojo, 1985).

Suatu atom atau molekul menyerap sinar UV dan energi tersebut akan menyebabkan tereksitasinya elektron pada kulit terluar ke tingkat energi yang lebih tinggi. Tipe eksitasi tergantung panjang gelombang cahaya yang diserap. Gugus yang dapat mengabsorpsi cahaya disebut dengan gugus kromofor (Dachriyanus, 2004).

Pelarut yang banyak digunakan untuk spektrofotometri sinar UV adalah etanol 95% karena kebanyakan golongan senyawa larut dalam pelarut tersebut dan etanol tidak menyerap sinar UV. Alkohol mutlak niaga harus dihindari karena mengandung benzena yang dapat menyerap di daerah sinar UV pendek. Pelarut yang sering digunakan ialah air, etanol, metanol, n-heksana, eter minyak bumi dan eter. Konsentrasi dari analit di dalam larutan bisa ditentukan dengan mengukur absorban pada panjang gelombang tertentu dengan menggunakan hukum Lambert-Beer (Gandjar dan Rohman, 2007; Harborne, 1987).

2.5.2 Spektrofotometri sinar inframerah

Pengukuran pada spektrum inframerah dilakukan pada daerah cahaya inframerah tengah (mid-infrared) yaitu pada panjang gelombang 2.5 – 50 �m atau bilangan gelombang 4000-200 cm-1. Energi yang dihasilkan oleh radiasi ini akan menyebabkan vibrasi atau getaran pada molekul. Pita absorpsi sinar inframerah sangat khas dan spesifik untuk setiap tipe ikatan kimia atau gugus fungsi. Jenis absorpsi energi yang lain, molekul-molekul dieksitasikan ke tingkat energi yang lebih tinggi ketika molekul-molekul ini menyerap radiasi inframerah (Dachriyanus, 2004; Gandjar dan Abdul, 2012).

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki hutan tropis yang sangat luas dan merupakan negara kedua yang kaya akan keanekaragaman hayati sesudah Brazil. Tanahnya banyak ditumbuhi tumbuh-tumbuhan yang dapat digunakan untuk obat-obat tradisional. Hutan tropis yang kaya dengan berbagai jenis tumbuhan merupakan sumber daya hayati dan sekaligus gudang senyawa kimia baik berupa senyawa kimia hasil metabolisme primer yang disebut juga sebagai metabolit primer seperti protein, karbohidrat, lemak yang digunakan sendiri oleh tumbuhan tersebut untuk pertumbuhannya, maupun sebagai sumber senyawa metabolit sekunder seperti steroid/triterpenoid, flavonoid dan alkaloid (Saleh, 2008; Lenny, 2006).

Senyawa metabolit sekunder yang terdapat dalam tumbuhan merupakan zat bioaktif yang berkaitan dengan kandungan kimia dalam tumbuhan, sehingga sebagian tumbuhan dapat digunakan sebagai bahan obat. Upaya pencarian tumbuhan berkhasiat obat telah lama dilakukan, baik untuk mencari senyawa baru ataupun menambah keanekaragaman senyawa yang telah ada. Hasil pencarian dan penelitian tersebut kemudian dilanjutkan dengan upaya pengisolasian senyawa murni dan turunannya sebagai bahan dasar obat (Lestari, 2010; Pasaribu, 2011).

Salah satu komponen kimia yang terdapat dalam tumbuhan adalah steroid/triterpenoid. Steroid/triterpenoid adalah salah satu golongan kimia yang paling banyak digunakan sebagai obat seperti antiinflamasi, analgesik,

anti-emetik, mengatasi edema serebral dan kerusakan saraf tulang belakang (Grover, et al., 2007).

Tumbuhan berkhasiat secara tradisional telah banyak digunakan oleh masyarakat ketika penyembuhan medis susah dijangkau secara ekonomi ataupun pengobatan secara medis tidak lagi memberikan harapan penyembuhan. Untuk itu, pemanfaatan tumbuhan berkhasiat dalam penyembuhan penyakit sangat potensial dan perlu dikaji secara ilmiah melalui penelitian (Nurhidayah, dkk., 2013).

Kurmak mbelin (Enydra fluctuans Lour.) termasuk suku Asteraceae, tumbuhan ini terdapat di beberapa tempat di benua Asia, khususnya Asia tenggara dan Asia Selatan. Di Filipina, daunnya yang ditumbuk dilaporkan digunakan untuk mengobati lepuh kulit pada penyakit herpes. Di Bangladesh, tumbuhan ini digunakan untuk mengobati masyarakat yang terkena patokan ular dan penyakit edema. Tumbuhan ini merupakan salah satu sayuran yang ada di Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Tumbuhan ini mudah diperoleh dengan harga relatif murah, serta menjadi sangat bermanfaat sebagai obat jika dikaitkan dengan salah satu kandungan kimianya yaitu steroid.

Berdasarkan hal di atas, penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian tentang karakterisasi simplisia, skrining fitokimia dan isolasi steroid/ triterpenoid ekstrak n-heksana herba kurmak mbelin (Enydra fluctuans Lour.) sehingga masyarakat mengenal dan mengetahui manfaat herba kurmak mbelin. 1.2 Perumusan Masalah

1. Apakah karakterisasi simplisia herba kumak mbelin (Enydra fluctuans Lour.) dapat dilakukan?

2. Apakah golongan senyawa kimia dari simplisia herba kurmak mbelin dapat ditentukan?

3. Apakah senyawa steroid/triterpenoid dari herba kurmak mbelin dapat diisolasi dari ekstrak n-heksana dan isolatnya dapat diidentifikasi secara spektrofotometri UV dan spektrofotometri IR?

1.3 Hipotesis

1. Karakterisasi simplisia herba kumak mbelin dapat dilakukan dengan menggunakan prosedur karakterisasi simplisia pada Materia Medika Indonesia dan World Health Organization.

2. Golongan senyawa kimia dari herba kurmak mbelin dapat ditentukan dengan menggunakan prosedur skrining fitokimia pada Materia Medika Indonesia (1995) dan Farnsworth (1966).

3. Senyawa steroid/triterpenoid dari herba kurmak mbelin dapat diisolasi dari ekstrak n-heksana dan isolatnya dapat diidentifikasi secara spektrofotometri UV dan spektrofotometri IR.

1.4Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui karakterisasi simplisia herba kurmak mbelin.

2. Untuk mengetahui golongan senyawa kimia yang terdapat pada herba kurmak mbelin.

3. Untuk mengetahui senyawa steroid/triterpenoid yang terdapat dalam herba kurmak mbelin dan mengidentifikasi isolatnya secara spektrofotometri UV dan spektrofotometri IR.

1.5Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah untuk menambah informasi tentang steroid alam yang diperoleh dari herba kurmak mbelin dan pengembangan steroid dalam bidang farmasi.

KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN SKRINING FITOKIMIA

Dokumen terkait