Cara dan tujuan adalah dua istilah yang dalam filsafat hidup saya dapat ditukar-tukar satu sama lain.1
Orang bilang "cara pada akhirnya hanya sekedar cara". Saya lebih cenderung untuk mengatakan: "cara pada akhirnya menentukan segalanya". Begitu cara yang digunakan, begitulah tujuan yang dicapai Tidak ada dinding pemisah antara cara dan tujuan Memang, sang Pencipta memberikan kepada kita kemampuan untuk mengatur cara---ini pun sangat terbatas---tetapi tidak mengenai pencapaian tujuan. Realisasi dari tujuan biasanya tercapai sebanding dengan cara pelaksanaannya. Boleh dikatakan ini sesuai dengan dalil yang tak mengenai pengecuahan.2
Ahimsa dan Kebenaran terjalin begitu erat satu sama lain sehingga praktis tidak mungkin melepaskan satu dari yang lain dan memisahkan mereka. Keduanya boleh dikatakan adalah ibarat dua buah sisi dari sebuah mata uang, atau suatu piringan hitam metalik yang mulus dan tidak dicap. Siapa yang dapat mengatakan, mana bagian depannya dan mana bagian belakangnya? Akan tetapi, ahimsa merupakan cara yang digunakan, sedangkan Kebenaran adalah tujuannya.
Cara sebagai suatu metoda selalu harus berada dalam jangkauan kita, dan demikianlah ahimsa merupakan tugas utama kita. Jika kita menekuni cara-cara pelaksanaannya, mau tidak mau kita akan sampai pada tujuan, cepat atau lambat. Apabila sekali kita menyadari makna butir yang pen- ting ini, kemenangan akhir tidak dapat diragukan lagi. Kesulitan apa pun akan kita hadapi, kemalangan apa pun yang kita alami, kita tidak akan mundur selangkah pun dalam upaya mencari Kebenaran yang pada dasar- nya adalah Tuhan.3
Saya tidak percaya kepada jalan pintas berupa kekerasan untuk men-capai keberhasilan. Betapa besar rasa simpati serta kekaguman 'saya terhadap alasan-alasan pantas yang mendukungnya, saya memang tetap seorang penentang tanpa kompromi dan metode kekerasan, walau tujuannya adalah untuk membela tujuan yang paling mulia sekalipun Oleh karena itu, benar-benar memang tidak ada titik temu antara paham kekerasan dan saya sendiri.
Tetapi sementara itu, keyakinan saya terhadap pantang kekerasan bukanlah hanya tidak menghalangi saya, tetapi malah memaksa saya untuk bersatu dengan para anarkis dan semua mereka yang percaya kepada kekerasan. Namun sebenarnya, persatuan saya itu selalu didorong oleh maksud satu-satunya untuk membuat mereka berhenti melakukan hal-hal yang menurut pendapat saya keliru. Ini karena pengalaman telah makin meyakinkan saya bahwa kebaikan yang permanen tidak mungkin merupakan hasil dari ketidakbenaran dan kekerasan. Walaupun kepercayaan saya ini merupakan angan-angan yang di dam-idamkan belaka, harus diakui bahwa ini merupakan angan-angan yang menarik.4
Kepercayaan anda bahwa tidak ada hubungan antara cara dan tujuan adalah suatu kekeliruan yang besar. Karena kekeliruan itu, orang- orang yang dianggap sangat religius pun sampai dapat melakukan tindakan kejahatan yang sangat memprihatinkan. Cara berpikir anda seperti dilukiskan di atas sama dengan mengatakan bahwa kita mengharapkan tumbuhnya kembang mawar dengan cara menanam bibit tanaman beracun. Jika saya ingin mengarungi samudera, saya dapat berbuat de¬mikian hanya dengan cara naik kapal. Jika saya menggunakan kereta untuk mencapai tujuan tadi, saya segera akan sampai di dasar laut. "Sebagaimana halnya Tuhan, begitulah para hambanya," demikian bunyi sebuah pepatah yang pantas direnungkan. Arti dari pepatah tadi telah dibelokkan dan orang telah melakukan penyelewengan.
Cara sebenarnya dapat disamakan dengan bibit, sedangkan tujuan-nya adalah sebatang pohon: dan memang ada hubungan yang tidak dapat diganggu-gugat antara cara dan tujuan, sama halnya dengan hubungan antara bibit dan pohon. Saya tidak mungkin berhasil menyembah Tuhan dengan baik dengan jalan membuat diri udak berdaya terhadap godaan Setan. Oleh karena itu, jika ada orang yang berkata "aku ingin menyembah Tuhan. Tidak peduli apakah aku berbuat demikian dengan menggunakan Setan", maka tentu itu adalah kebodohan yang tidak ada tandingannya. Kita akan memungut hasil panen sesuai dengan apa yang kita tanam sebelumnya.5 Sosialisme adalah suatu kata yang indah dan sejauh apa yang saya sadari, dalam paham sosialisme semua anggota masyarakat sama, tidak ada yang rendah dan tidak ada yang tinggi. Dalam setiap lembaga, kepala tidak dianggap tinggi, karena ia adalah bagian atas dari badan, sama halnya telapak kaki tidak dianggap rendah hanya karena bagian itu menyentuh tanah. Dan seperti para anggota badan itu sama, demikian pula halnya dengan anggota masyarakat. Ini namanya sosialisme.
Di dalamnya si pangeran dan si petani, si kaya dan si miskin, si ma- jikan dan si buruh, semua ada di tingkat yang sama. Dari segi agama tidak ada dwi rangkap dalam sosialisme. Semuanya merupakan satu kesatuan. Melihat masyarakat di seluruh dunia, kita merenungkan dualitas atau dwirangkap dan pluralitas. Kesatuan menjadi mencolok justru karena tidak ada. ... Dalam kesatuan konsepsi saya, terdapat kesatuan yang sempurna dalam pluralitas bentuk-bentuknya.
Agar dapat mencapai keadaan ini, kita tidak boleh melihat persoalan secara filosofis dan mengatakan bahwa kita tidak perlu berbuat apa-apa sampai semuanya berubah menjadi sosialisme. Tanpa mengubah penghidupan, kita dapat terus mengucapkan pidato, membentuk partai dan sebagai burung elang menyambar bila kesempatan datang kepada kita. Ini bukan sosialisme. Makin banyak kita memperlakukannya sebagai suatu permainan yang harus dimanfaatkan, makin jauh hal ini akan menyingkir dari kita.
Sosialisme dimulai dengan perubahan pertama. Apabila ada angka satu lalu anda dapat menambahkan angka nol pada angka satu itu maka nol pertama akan bernilai puluhan. Lalu setiap tambahan angka nol akan berarti bernilai sepuluh kali angka
sebelumnya. Namun, jika angka permulaan adalah nol, dengan kata lain, dengan awal nol, maka penggandaan dari nol, tetap akan bernilai nol. Waktu dan kertas untuk menuliskan angka nol akan terbuang percuma saja.
Sosialisme ini bersih bagaikan kristal. Oleh karena itu, untuk menerapkannya diperlukan cara-cara seperti kristal juga. Cara tidak bersih hanya akan menghasilkan tujuan yang tidak bersih juga. Maka si pangeran dan si petani tidak akan dapat dibuat sama dengan cara memotong kepala si pangeran, karena suatu proses pemotongan tidak akan menyamakan kedudukan si majikan dengan si buruh. Kita tidak akan sampai pada kebenaran melalui ketidakbenaran. Hanya perilaku yang benar akan mencapai kebenaran. Dan bukankah pantang kekerasan dan kebenaran itu adalah saudara kembar? Jawabannya jelas adalah "bukan!" Sebenarnya pantang kekerasan tertanam kokoh dalam kebenaran dan sebaliknya. Maka dapat dikatakan bahwa keduanya adalah dua muka dart mata uang yang sama. Yang satu tidak pernah dapat dipisahkan dari yang lain. Bacalah setiap sisi mata uang itu masing-masing, ejaannya akan berlainan, namun maknanya sama. Keadaan yang menyenangkan ini tidak mungkin dapat dicapai tanpa penyucian secara menyeluruh. Jika kita menerapkan ketidakbersihan rohani dan jasmani, maka kita akan mem- peroleh ketidakbenaran dan kekerasan dalam diri kita. Oleh karena itu, hanya orang-orang sosialis yang jujur, pantang kekerasan, dan berhati bersih akan mampu membangun suatu masyarakat sosialis di India dan dunia.6
Senjata rohani berupa pembersihan diri, walaupun tampaknya tidak dapat dinyatakan secara jelas, sebenarnya adalah cara paling potensial untuk mengubah lingkungan seseorang dan unt,uk melepaskan belenggu Kerjanya tidak kentara dan tidak kehhatan. Ini suatu proses yang men¬dalam walaupun seringkali terasa meletihkan dan berlangsung lama. Juga merupakan jalan paling langsung ke arah suatu pembebasan, paling pasti, dan cepat. Tidak ada upaya yang terlalu besar untuk mencapainya. Yang diperlukan adalah keyakinan, suatu keyakinan teguh bagai batu gunung yang tidak tergoncangkan, yang tidak akan bergeser karena pengaruh apa pun.7
Saya lebih menaruh perhatian pada pencegahan semakin kejamnya watak manusia dan bukan upaya mencegah penderitaan bagi rakyat negara saya. Saya tahu bahwa orang-orang yang dengan ikhlas menjalani penderitaan telah mengangkat diri mereka dan seluruh umat manusia; tetapi saya juga tahu bahwa orang-orang yang telah menjadi kejam dalam upaya mati-matian mereka untuk meraih kemenangan atas lawan-lawan mereka atau untuk mengeksploitir negara dan bangsa yang lebih lemah, sebenarnya tidak hanya sekedar merendahkan harkat din mereka saja, tetapi juga seluruh umat manusia. Dan melihat watak dan harkat manusia terperosok ke dalam lumpur bukan suatu hal yang menyenangkan bagi dan bagi siapa pun. Jika kita semua adalah anak Tuhan yang sama dan merupakan bagian dari keilahian yang sama, kita pun juga harus ikut ambil bagian dalam dosa setiap orang apakah ia berasal dari bangsa yang sama atau tidak. anda mengerti, betapa menjijikkan jika kita membangkitkan unsur kebinatangan dalam diri setiap manusia, terlebih lagi pada orang lnggris, yang banyak
diantaranya adalah teman saya.8
Metode perlawanan secara pasif adalah yang paling jelas dan aman, karena jika alasannya tidak benar, maka para pelakunyalah, dan hanya mereka, yang akan menderita.9