Azhar A Arif1, Izarul Machdar2, Bastian Arifin3, Ashfa4
1,3 Jurusan Arsitektur dan Perencanaan, Fakultas Teknik, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh 23111,Indonesia
2 Departemen Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh 23111,Indonesia
3Departemen Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh 23111,Indonesia
4 Departemen Arsitektur dan Perencanaan Indonesia, Fakultas Teknik, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh 23111 , Indonesia Email : [email protected]
Abstrak - Sebagai sebuah pulau kecil di bagian barat Indonesia, pulau Weh-Sabang memiliki pelabuhan alam dengan kedalaman yang ideal untuk dermaga kapal antar benua yang menyeberangi Selat Malaka setiap hari. Tapi mengapa kota Sabang tidak meningkat ekonominya, sementara minat wisatawan asing tampaknya tak ada habisnya untuk mengunjungi Sabang hingga saat ini. Menyadari hal ini, tulisan ini menyajikan proses penelitian yang sedang dilakukan sehubungan dengan perubahan penggunaan lahan di Pulau Weh. Metodologi penelitian didasarkan pada pengembangan kawasan, terkait dengan daya dukung lingkungan dan analisis perubahan tata guna lahan dan tutupan lahan (LUC). Saat ini telah terjadi peningkatan jumlah penduduk dan juga meningkatnya kunjungan wisatawan yang dapat mempengaruhi secara signifikan daya dukung dan daya tampung pulau Weh-Sabang. Melalui analisis daya dukung lingkungan (Environmental Carrying Capacity), akan sangat membantu pengendalian dan perencanaan tata ruang pulau Weh-Sabang khususnya penyediaan lahan bagi lingkungan binaan.
Kata kunci : Perubahan Tata Guna Lahan dan Tutupan Lahan (LUC), Daya Dukung Lingkungan,Ekosistem
Abstract - As a small island in the western part of Indonesia, the island of Weh-Sabang has a natural harbor with an ideal depth for intercontinental ship piers that cross the Malacca Strait every day. But why does the city of Sabang not increase its economy, while the interest of foreign tourists seems endless to visit Sabang until now. Recognizing this, this paper presents the research process that is being carried out in connection with changes in land use on Pulau Weh.
The research methodology is based on regional development, related to environmental carrying capacity and analysis of changes in land use and land cover (LUC). At present there has been an increase in population and also an increase in tourist arrivals which can significantly affect the carrying capacity and capacity of the island of Weh-Sabang.
Through the analysis Environmental Carrying Capacity, it will greatly assist the control and spatial planning of the island of Weh-Sabang in particular the provision of land for the built environment.
Keywords : Changes in Land Use and Land Cover (LUC), Environmental Carrying Capacity, Ecosystems
I. PENDAHULUAN
Sebagai kota berkembang seiring dengan pertumbuhan kegiatan ekonomi masyarakat, kota Sabang saat ini mengalami perkembangan kegiatan ekonomi, terutama di daerah pusat kota dan daerah pelabuhan. Fenomena perubahan ini harus dikendalikan melalui alat perencanaan kawasan kota melalui produk Rencana Tata Ruang Kota (RTRW) Sabang dan Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) Kecamatan Sukajaya dan Kecamatan Sukakarya, serta Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) wilayah pusat kota Sabang.
Kota harus selalu memiliki identitas dan karakter yang khas. Sabang merupakan kota pelabuhan yang sangat dikenal sebagai pelabuhan alami di Pulau Weh. Jika penataan ruang kota Sabang sebagai kota wisata dilakukan dengan baik, maka akan diterima oleh masyarakat karena memberikan kontribusi nyata bagi pengembangan kualitas kehidupan masyarakat. Namun,
bagaimana respon masyarakat jika penataan kawasan pusat kota Sabang yang telah dikunjungi oleh banyak wisatawan asing sejauh ini tidak seindah di foto dan gambar desain, bahkan menghilangkan elemen struktur tata ruang kota dan pola ruang yang telah terbentuk sejak lama dan telah dimasukkan dalam Qanun Kota Penataan Ruang Sabang pada 2007-2027 (RTRW Sabang, 2007-2027). Penataan Ruang telah menjelaskan fungsi ruang untuk mendapatkan lingkungan yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan yang harus dicapai di setiap wilayah Republik Indonesia sesuai dengan amanat UUD 1945, yaitu untuk mensejahterakan kehidupan masyarakat Indonesia. . Sejak didirikan oleh Belanda pada tahun 1881, Sabang berfungsi sebagai kota pelabuhan yang digunakan untuk pelayaran internasional. Sabang pernah menjadi Pelabuhan Bebas dan Perdagangan Bebas ( Free Port and Free Trade Area )pada tahun 1970, tetapi ditutup pada tahun 1985. Sabang terletak
17
PETA
PETA PETA
dalam pembangunan ekonomi di kawasan Asia Selatan dengan pembentukan Kerjasama Ekonomi Regional IndonesiaMalaysiaThailand Growth Triangle (IMT -GT) pada tahun 1993. Setelah pembentukan Sabang sebagai Kawasan Pengembangan Industri Terpadu (KAPET) pada tahun 1998 dan pada tahun 2000, Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan Undang-Undang No. 37 tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang, namun belum mengalami aktivitas yang besar. Sabang juga mengalami bencana gempa bumi dan tsunami pada 26 Desember 2004.
II. OBYEK DAN LOKASI PENELITIAN Pulau Weh secara geografis terletak di antara 95o 13 '02 "dan 95o 22 '36" Bujur Timur, dan antara 05o 46 '28 "dan 05o 54' 28" Lintang Utara. Secara geografis, wilayah ini merupakan wilayah administrasi paling Barat di Indonesia, dan berbatasan langsung dengan tiga negara tetangga, yaitu Malaysia, Thailand dan India. Kota Sabang terdiri dari lima pulau, yaitu Pulau Weh (121 km2), Pulau Rubiah (0,357 km2),
Pulau Seulako (0,055 km2), Pulau Klah (0,186 km2), dan Pulau Rondo (0,650 km2). Studi ini hanya berfokus pada Pulau Weh dari lima pulau di wilayah Sabang City mengingat aktivitas perdagangan paling cepat di pulau itu. Selain itu, di Pulau Weh ada
danau air tawar yaitu Danau Aneuk Laot yang merupakan sumber utama air bersih bagi kehidupan masyarakat, industri pariwisata dan kebutuhan akan kapal yang lewat dan berlabuh di pelabuhan teluk Sabang.
Pulau Weh adalah pulau vulkanik, pulau karang tempat proses mengalami elevasi dari permukaan laut. Proses yang terjadi dalam tiga tahap jelas dari kehadiran tiga teras yang terletak di ketinggian yang berbeda. Pulau Weh terdiri dari dua jenis batuan, yaitu tuf marina dan batuan inti. Tuf
marina ditemukan hampir di sepanjang pantai hingga ketinggian 40 hingga 50 meter. Lapisan tuf terluas ada di sekitar kota Sabang (RTRW Kota Sabang, 2012-2032).
Pulau-pulau kecil didefinisikan dari Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No.
41/2000 Jo Menteri Kelautan dan Perikanan No.
67/2002 adalah sebuah pulau dengan ukuran atau sama dengan 10.000 km2, populasi kurang atau mencapai jumlah 200.000 penduduk. Karakteristik pulau-pulau kecil secara ekologis terpisah dari pulau-pulau utama , memiliki batas fisik yang jelas dan jauh dari habitat pulau daratan , sehingga memiliki kualitas lingkungan bernilai tinggi; tidak dapat mempengaruhi iklim hidrokarbon; memiliki daerah tangkapan air yang relatif kecil sehingga sebagian besar aliran permukaan dan sedimen masuk ke laut. [4] Mujio, Adrianto, 2016;
[8] Kurniawan, F, 2016; [9] Ika Kusumawati, 2014.
III. METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan PC (Personal Computer) sebagai hardware pengolah input data.
Software yang digunakan adalah Arcview 3.1 ESRI sebagai software GIS (Geographic Information System), dan software Microsoft Exel untuk mengolah data penggunaan lahan, kesesuaian lahan, dan jumlah penduduk. Data tersebut merupakan data sekunder yang diperoleh dari dinas terkait, dan data Biro Pusat Statistik (BPS) Kota Sabang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis spasial dengan cara deliniasi kawasan lindung dan kawasan budi daya di pulau kecil. Sedangkan untuk mendapatkan hasil analisis dilakukan overlay data spasial bagi memperoleh peta kesesuaian lahan.
Adapun parameter yang diperoleh melalui penelitian meliputi data peta kemiringan, peta drainase, peta erosi, peta kerentanan lahan.
Sabang juga dikenal sebagai daerah wisata alam dan bahari yang unik dan sebagai kilometer nol dari Indonesia. Peningkatan populasi, penduduk lokal dan pendatang serta peningkatan jumlah wisatawan yang mengunjungi Sabang, menyebabkan kebutuhan perumahan dan pasokan makanan meningkat. Jumlah wisatawan per tahun yang mengunjungi Sabang mencapai 4 kali lipat penduduk Sabang, dimana jumlah penduduk Sabang 30.653 orang dan jumlah Wisatawan ke Sabang pelancong sebanyak 121.466 orang dan 3.932 orang wisatawan asing pada tahun 2010-2017.
Sementara untuk menampung jumlah kedatangan wisatawan , telah mengalami lonjakan jumlah fasilitas perumahan dan wisata yang dibangun secara sporadis oleh masyarakat dan investor. Untuk itu perlu dikaji daya dukung lingkungan binaan Pulau Weh - Sabang.
Sebagai sebuah pulau, secara geografis Pulau Weh Sabang membatasi lahan dan sumber daya alam, sehingga sangat bergantung dan membutuhkan pasokan bahan baku dan bahan makanan dari luar pulau, terutama kota Banda Aceh. Seperti diketahui bahwa agenda UN - 21 mengisyaratkan banyak tantangan yang dihadapi dalam perencanaan dan pelaksanaan Gambar 1. Peta kawasan penelitian, Pulau
Weh-Sabang
18
pembangunan berkelanjutan di sebuah pulau, sumber daya alam yang terbatas, juga secara geografis terisolasi dan sangat tergantung pada daerah lain [1] PJ Deschenes, 2004.
Pembangunan berkelanjutan suatu pulau dapat dicapai dengan pengelolaan sumber daya yang dikonsumsi dan perlindungan ekosistem sehingga meminimalkan polusi. Limbah yang dihasilkan, baik limbah cair maupun padat, termasuk aspek yang secara signifikan mempengaruhi degradasi ekologis pulau, apalagi pengelolaan limbah di suatu pulau sangat terbatas. Berdasarkan studi awal pada penelitian ini adalah kuantitas limbah padat, khususnya sampah hasil konsumsi publik pulau Weh, Sabang. Limbah padat dihitung terutama masuk pembuangan akhir (landfill), dengan asumsi bahwa penyumbang utama berasal dari limbah domestik.
Perubahan penggunaan lahan dalam periode tertentu dapat dianalisis dengan perubahan penggunaan lahan dan tutupan lahan (LULC). Analisis perubahan tata guna lahan di Pulau Weh - Sabang dilakukan menggunakan citra satelit yang diperoleh dari Google Earth, yang merupakan program perangkat lunak independen yang menyediakan citra satelit. Metode ini juga mengikuti dari apa yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya, termasuk: [2] Izarul Machdar, et.al 2007; [5] Ashfa et.al 2016; [7]
Mochamad Candra Wirawan Arief dan Akemi Itaya 2017; [6] Azhar A Arif, 2018.
Tabel 1. Penggunaan Lahan di Kota Sabang pada tahun 2002-2008
Tabel 2. Penggunaan Lahan di Kota Sabang pada 2008-2015
Sumber: BPS Pengolahan data Kota Sabang di 2008-2018, RTRW Kota Sabang 2004-2014
Tabel 3. Penggunaan Tanah di Kota Sabang pada tahun 2015-2018
Sumber: Hasil analisis Google Earth 2018 [6] Azhar A.Arif, 2018.
Perubahan yang paling dominan dalam penggunaan lahan dan tutupan lahan dari tahun 2008 hingga 2018 adalah luas area yang meningkat sekitar 70% dalam lima tahun terakhir, badan air di Danau Aneuk Laot berkurang 33% penyusutan, lahan pertanian berkurang sebesar 20%.dan luas hutan berkurang 12%. Tutupan lahan di sekitar Danau Aneuk Laot menurun, itu akan mempengaruhi kondisi ketersediaan air baku di pulau Weh-Sabang. Berdasarkan hasil analisis LUC 2008-2018, luas badan air berkurang dengan cepat.
Gambar 2. Kapasitas air baku di danau Aneuk Laot ( 2008 )
Gambar 3. Terjadi pengurangan kapasitas air baku di danau Aneuk Laot ( 2018 )
19
IV. KESIMPULANMelalui Penelitian ini, diharapkan mendapatkan gambaran tentang manajemen pembangunan di pulau Weh yang turut berkontribusi bagi kesejahteraan masyarakat di pulau Weh-Sabang dan sekaligus untuk melindungi lingkungan ekosistem pulau dan melestarikan lingkungan yang akan diwariskan kepada generasi mendatang. Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang Lingkungan No. 32 tahun 2009 dan peraturan menteri negara lingkungan hidup nomor 17 tahun 2009 tentang pedoman penentuan daya dukung lingkungan hidup dalam penataan ruang wilayah. Salah satu instrumen untuk melindungi lingkungan adalah rencana tata ruang. Apa yang telah dinyatakan dalam produk RTRW (Penataan Ruang) merupakan hasil dari penelitian untuk dapat menjadi konsep penggunaan lahan dan kesesuaian lahan dengan mempertimbangkan daya dukung lingkungan di pulau kecil.
UCAPAN TERIMA KASIH
Kami ingin menyampaikan penghargaan kepada Prof. Dr. Ir. Medyan Riza, M.Eng selaku koordinator Program Studi Doktor Ilmu Teknik Unsyiah yang telah memberikan komentar dan saran yang bermanfaat bagi kesempurnaan penulisan hasil
penelitian ini. Kami juga menyampaikan penghargaan kepada Prof. Dr. Ir. Samsul Rizal, M.Eng. Rektor Universitas Syiah Kuala yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk melanjutkan studi Doktoral di Program Studi S3 Doktor Ilmu Teknik Unsyiah. Penghargaan juga disampaikan kepada Dr.
Izarul Machdar, Prof. Bastian Arifin, Dr. Ashfa yang sangat membantu kami dengan memberikan informasi dan arahan selama proses penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
[1] PJ Deschenes & Marian Chertow, Pendekatan Pulau untuk Ekologi Industri: Menuju Keberlanjutan di Pulau Kecil, Yale School of Forestry dan Studi Lingkungan, New Haven, CT, USA. Jurnal Perencanaan dan Manajemen Lingkungan, Vol. 47, No. 2, 201-217, Maret 2004.
Carfax Publishing, USA.
[2] Izarul Machdar, dkk. Proposal Penelitian: Studi Masalah Air dan Limbah dan Potensi Mitigasi di Pulau Weh, Sabang. Unsyiah. 2009
[3] I Made Andi Arsana. Tantangan dan peluang dalam batas-batas maritim Indonesia:
pendekatan hukum dan teknis. 2016
[4] Mujio, Adrianto, L., Soewardi, K., & Wardianto, Y.
Analisis potensi konflik dalam penggunaan wilayah pesisir: integrasi rencana tata ruang.
Sosiologi Pedesaan, (Diposaptono), 2016
[5] Ashfa, et.al. (Poster Presentasi Penelitian):
Implikasi perubahan penggunaan lahan / tutupan lahan dan iklim pada nilai-nilai layanan ekosistem untuk mendukung perencanaan tata ruang yang berkelanjutan di pulau-pulau kecil. Unsyiah, 2017
[6] Azhar A Arif, Proposal Penelitian Disertasi:
Pola Spasial Berdasarkan Daya Dukung Lingkungan Di Pulau-Pulau Kecil Studi Kasus:
Pulau Weh-Sabang. Unsyiah, 2018
[7] Mochamad Candra Wirawan Arief dan Akemi Itaya (2018). Pengaruh Proses Pemulihan Tsunami Samudra Hindia 2004 tentang Penggunaan Lahan dan Tutupan Lahan di Banda Aceh, Indonesia, J. For. Plann. 22: 55–61 (2018).
[8] Kurniawan, F. et.al (2016) Pola perubahan bentang alam di pulau-pulau kecil: Kasus Kepulauan Gili Matra, Taman Wisata Bahari, Indonesia. Procedia - Ilmu Sosial dan Perilaku
[9] Ika Kusumawati, (2014). Faktor Kunci untuk Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut yang Berhasil: Studi kasus di Pulau Weh Sabang.
Gambar 4. Serial penggunaan lahan Citra satelit Google Earth (2008)
Gambar 5. Serial penggunaan lahan Citra satelit Google Earth (2018)