Oktalia Triananda Lovita1, Anhar2, Meria Sanofa3
1,3Politeknik Aceh Selatan, Program Studi Teknik Industri, Jl. Merdeka, Komplek Reklamasi Pantai, Kecamatan Tapaktuan Kabupaten Aceh Selatan, Provinsi Aceh
2 Politeknik Aceh Selatan, Program Studi Teknik Industri, Jl. Merdeka, Komplek Reklamasi Pantai, Kecamatan Tapaktuan Email : [email protected]
Abstrak - Aceh Selatan merupakan Kabupaten padat penduduk rata-rata masyarakat hidup dengan tingkat sosial ekonomi rendah. Hal ini dapat dilihat dari kurangnya ilmu pengetahuan masyarakat, sehingga potensi alam yang ada di desa Lhok Bengkuang Kabupaten Aceh Selatan khususnya dibidang perikanan belum dimanfaakan secara optimal.
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui proses pembuatan kerupuk ikan kayu (keumamah) menjadi hasil olahan produk kemasan, juga mengetahui komposisi terbaik dan tingkat kesukaan masyarakat dalam pembuatan kerupuk ikan dengan perbandingan antara sampel A1 (100 gr: 0 gr: 300 gr ), A2 (75 gr: 25 gr: 300 gr), dan A3 (50 gr: 50 gr: 300 gr). Metode yang gunakan dalam penelitian ini ialah menggunakan metode uji organoleptik dlihat dari dua faktor (1) faktor uji inderawi dari masyarakat dan pada uji kesukaan keseluruhan data, (2) faktor kimiawi yaitu pada kadar air. Penelitian ini menghasilkan data bahwa perlakuan sampel A2 banyak disukai dilihat dari data uji kesukaan keseluruhan dengan perbandingan 75gr ikan kayu: 25gr sagu: 300gr tepung terigu. Kerupuk ikan kayu perlakuan A2 merupakan perlakuan terpilih secara uji keseluruhan organoleptik (warna, aroma, rasa dan tekstur (kerenyahan dan kemekaran) pada kerupuk ikan dengan nilai rata-rata paling tinggi yaitu: 3,47 dan sudah kedalam katagori suka.
Kata kunci : (Ikan kayu (Keumamah), Kerupuk, Tepung sagu)
Abstract - South Aceh is a densely populated district with an average community living with a low socio-economic level. This can be seen from the lack of public knowledge, so that the natural potential in the village of Lhok Bengkuang, South Aceh Regency, especially in the field of fisheries has not been utilized optimally. The purpose of this study was to find out the process of making dried bonito crackers (keumamah) to be processed products of packaging products, also to know the best composition and level of people's preference in making fish crackers with a comparison between A1 samples (100 gr: 0 gr: 300 gr), A2 (75 gr: 25 gr: 300 gr), and A3 (50 gr: 50 gr: 300 gr). The method used in this study is to use the organoleptic test method seen from two factors (1) sensory test factors from the community and on the test of the overall preference of the data, (2) chemical factors namely the water content. This study yielded data that the A2 sample treatment was favorably seen from the overall preference test data with a ratio of 75gr wood fish: 25gr sago: 300gr flour. The treatment of wood fish crackers A2 is the chosen treatment by organoleptic overall test (color, aroma, taste and texture (crispness and bloom) on fish crackers with the highest average value, namely:
3.47 and into the category of likes.
Keywords : (Dried Bonito (Keumamah), Crackers, Sago flour.)
I. Pendahuluan
Aceh Selatan merupakan Kabupaten padat penduduk rata-rata masyarakat hidup dengan tingkat sosial ekonomi rendah. Hal ini dapat dilihat dari kurangnya ilmu pengetahuan masyarakat, sehingga potensi alam yang ada di desa Lhok Bengkuang Kabupaten Aceh Selatan khususnya dibidang perikanan belum dimanfaakan secara optimal. Ikan kayu yang biasanya hanya dikenal sebagai bahan lauk dan hanya bisa dinikmati dalam waktu 24 jam, dikarenakan mudah busuk dan tidak tahan lama.
Namun lambat laun, dengan adanya penemuan-penuan dan penelitian mengenai pengolahan ikan menjadi kerupuk, kini telah bisa dijadikan sebagai bahan cemilan dan menjadi jajanan sehat, dengan cara memanfaatkan ikan kayu barakuda menjadi produk kerupuk. Melihat banyaknya peminat terhadap kerupuk ikan maka penulis berkeinginan untuk mengembangkan kerupuk ikan dengan bahan lain sehingga menghasilkan rasa dan gizi yang lebih baik.
Adapun tujuan pembuatan ikan kayu adalah untuk meminimalisir ikan yang tidak habis terjual menjadi bahan yang berguna, yaitu dengan pembuatan ikan kayu menjadi kerupuk.Hal tersebut membangkitkan keinginan penulis untuk ikut memanfaatkan ikan kayu barakuda sehingga dapat memiliki nilai jual kembali.
Berdasarkan uraian diatas penelitian ini tertarik untuk mengadakan eksperimen pembuatan kerupuk ikan kayu dengan beberapa tambahan dari bahan pendukung untuk mendapatkan jenis kerupuk ikan dengan rasa yang lebih enak dan lebih disukai oleh konsumen.
Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Pemanfaatan Ikan Kayu Barakuda Menjadi Produk Kerupuk”.
II. Dasar Teori A. Ikan Keumamah
Ikan kayu (keumamah) atau yang lebih dikenal sebagai Katsuobushi adalah produk tradisional yang dibuat melalui beberapa tahapan. Tahapan tersebut
36
meliputi penyiangan dan pemotongan, perebusan, pengasapan pertama, penambalan, pengasapan tahapan kedua, pengeringan dan penyerutan dan fermentasi.
(Nasren dan Irianto dalam Giyatmi, 1998). Namun ikan kayu yang peneliti maksud adalah ikan kayu barakudayang diolah dari beberapa tahapan, seperti:
penyiangan dan pencucian, perebusan pertama, pelumatan, perebusan kedua, dan penjemuran selama dua hari tanpa menggunakan proses pengasapan dan fermentasi
.
Gambar 1.1. Ikan kayu barakuda B. Ikan Barakuda
Barakuda adalah ikan yang mempunyai kemampuan beradaptasi di air tawar maupun air asin.
Ikan yang masih kecil biasanya berada di sekitar sungai dekat muara, sedangkan ikan yang besar berada di laut.
Barakuda merupakan ikan yang berasosiasi dengan daerah karang karena mencari ikan–ikan untuk makanannya di sekitar terumbu karang. Ikan ini biasa hidup di pantai karang (tebing karang di tepi pantai).
Ikan jenis barakuda yang tinggal di perairan Karibia ternyata sudah punah. Menurut para ahli kelautan, ikan buas tersebut mengalami kepunahan karena terlalu banyak diambil atau dipancing oleh para nelayan. Mereka mengambil ikan-ikan di laut tanpa memperhatikan kelestariannya, sehingga membuat keberadaan ikan barakuda tersebut punah(Dyannurlina, 2013)
Gambar 1.2. Ikan barakuda
C. Kerupuk
Kerupuk merupakan jenis makanan kering yang sangat populer di Indonesia, mengandung pati cukup tinggi, serta dibuat dari bahan dasar tepung tapioka lalu dicampur dengan bahan-bahan pendukung, seperti:
tepung beras, sagu, bumbu halus lainnya, sehingga menghasilkan sebuah olahan yaitu kerupuk. (Anonim, 2011).
D. Kualitas Kerupuk
Kerupuk yang berkualitas baik dapat dilihat dari 2 aspek, yaitu kualitas kerupuk yang ditinjau dari sifat yang tampak meliputi bentuk, aroma, rasa, warna dan kualitas kerupuk ditinjau dari sifat yang tersembunyi meliputi unsur-unsur kimia didalamnya. Menurut Sofiah dan Subtristiati dalam Nila Sari (2013), kualitas kerupuk yaitu:
1) Kualitas kerupuk ditinjau dari sifat yang tampak
Sifat yang tampak pada kerupuk adalah rasa, warna, aroma, dan tekstur.
(a) Rasa
Rasa sesuai dengan bahan yang digunakan yaitu khas ikan yang digunakan, gurih karena ada perpaduan bumbu yang terdiri dari bawang putih, garam dan gula.
(b) Warna
Warna yang baik pada kerupuk (untuk kerupuk tanpa zat pewarna), serta dipengaruhi pula oleh bahan dasar yang dipergunakan.
(c) Aroma
Aroma kerupuk sesuai dengan bahan apa yang digunakan. Kerupuk ikan mempunyai aroma khas ikan.
(d) Tekstur
Tekstur kerupuk yang baik adalah permukaan halus, tidak timbul bintil-bintil, tidak retak-retak atau ada lubang-lubang pada luas permukaan kerupuk.
2) Kualitas kerupuk ditinjau dari sifat yang tersembunyi
Sifat yang tersembunyi dari kerupuk adalah sifat kimia yang tidak dapat diuji oleh indera manusia.
Untuk mengetahui unsur gizi yang ada didalam kerupuk hanya dapat diketahui melalui pengujian labolatorium.
E. Metode Penelitian 1. Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam pengolahan kerupuk ikan barakuda ini dapat dilihat pada gambar yang dilampirkan di tabel 3.1 sebagai acuan penggunaan alat pembuatan kerupuk.
37
Tabel 1.1. Alat dalam pembuatankerupuk ikan Alat-Alat Pembuatan Kerupuk Ikan
a. Panci f. Kompor
b. Acuan/Pencetak g. Timbangan
c. Pengaduk h. Nampan atau
wadah pengering
d. Baskom i. Blender
e. Timbangan Sumber : Peneliti
2. Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam pengolahan kerupuk ikan barakuda, dapat dilihat dari Tabel 3.2 sebagai berikut:
Tabel 1.2. Bahan pembuatan kerupuk Ikan Bahan-Bahan Pembuatan Kerupuk Ikan
a.
Ikan barakuda g. Bawang putihb.
Tepung terigu h. Bawang merahc.
Tepung sagu i. Minyak gorengd.
Air j. Ketumbare.
Garam k. Kemasanf.
Penyedap rasa l. Jeruk nipis Sumber : PenelitiC. Prosedur Kerja
1. Campuran ikan lele dan tepung talas sesuai perlakuan :
2. A1 = Ikan kayu barakuda 100 g : 0 g tepung sagu:
300 g tepung tapioka
3. A2 = Ikan kayu barakuda 75 g :25 g tepung sagu:
300 g tepung tapioka
4. A3 = Ikan kayu barakuda 50 g : 50 g tepung sagu:
300 g tepung tapioca 5. Pembuatan adonan kerupuk
6. Pencetakan adonan kerupuk dan pengukusan 7. Penataan pada wadah/napang
8. Penjemuran 9. Penggorengan
10. Pengemasan dan pembungkusan D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah metode kuisoiner (organoleptik). Kuisoiner pada penelitian terdiri dari beberapa pertanyaan tentang rasa, aroma, warna dan tekstur(kemekaran/kerenyahan) pada kerupuk.
Data yang diperoleh pada penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Adapun data primer, didapat dari hasil kuisoiner yang dibagikan kepada 14 panelis berasal dari kalangan remaja Kota Tapaktuan, sedangkan data sekunder, didapat dari referensi tambahan, seperti: internet, buku, dan lain-lain.
E. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data dapat diolah melalui 2 tahap, yaitu: penilaian subyektif dan analisis deskriptif prosentase, sebagai berikut:
1. Penilaian Subyektif
Penilaian subyektif dapat dilakukan oleh 14 panelis dari uji organoleptik memperoleh hasil yang berbeda-beda karena tingkat kepekaan tiap manusia berbeda-beda. Penilaian subyektif menggunakan alat indera manusia yaitu: indera penglihatan, indera penciuman, indera peraba, dan indera perasa.
Penilaian subyektif akan diperoleh data yang kemudian akan dianalisis secara statistik agar hasil penilaian tidak bersifat subyektif lagi sehingga data yang diperoleh menjadi valid atau dapat dipercaya.
Penilaian subyektif meliputi dua macam yaitu: uji inderawi.
Uji inderawi adalah suatu pengujian terhadap sifat karakteristik bahan pangan dengan menggunakan indera manusia termasuk indera penglihatan, penciuman, perasa, pendengar dan peraba (Bambang Kartika, dkk. 1998).
III. METODELOGI PENELITIAN 1. Lokasi Penelitian
Daerah sasaran adalah Desa Lhok Bengkuang Kecamatan Tapaktuan Kabupaten Aceh Selatan.
Lokasinya yang strategis karena dikelilingi oleh pesisir laut.
Gambar 3.1 Pelabuhan
Sumber : Observasi Lapangan (Peneliti) Desa Lhok Bengkuang Kecamatan Tapaktuan Kabupaten Aceh Selatan mempunyai potensi alam yang beragam salah satunya dibidang perikanan dan pertanian. Potensi alam dari bidang perikanan seperti ikan segar, ikan asin dan lain-lain. Tetapi, adanya potensi ini kurang disadari oleh masyarakat setempat, sehingga hasil alam yang ada hanya langsung dijual ke pasar. Maka peneliti memamfaat digunakan untuk
38
kegiatan yang bermanfaat untuk pengolahan ikankan waktu senggang membuat produk ikan kayu menjadi kerupuk.
Berikut adalah diagram alir proses penelitian:
Gambar 3.2 Digram Alir Penelitian Sumber : Peneliti
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Proses Pembuatan Kerupuk Ikan Kayu (Keumamah) Proses pengolahan kerupuk ikan melalui beberapa tahap yaitu pembuatan bubur adonan, pencetakan, pengukusan, pendinginan, pengukusan, pemotongan pengeringan, dan penggorengan.
B. Hasil Uji Kadar Air
Berdasarkan hasil analisa laboratorium di PT.
Perkebunan Lembah Bhakti dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut:
Table 4.1.Hasil Uji Kadar Air
No Ket Sample
A1
Sample A2
Sample A3
1 W + SB 69.5544 62.2089 72.4399
2 W 59.5447 52.1986 62.4026
3 S 10.0097 10.0103 10.0373
4 W + SK 68.9888 61.5272 71.6649
5 Moisture 5.6505 6.8100 7.7212
C. Hasil Penilaian Panelis (Organoleptik/kuisioner) Hasil dan analisis pembuatan kerupuk ikan kayu dengan penambahan tepung sagu berdasarkan penilaian panelis pada indikator warna, aroma, rasa dan tekstur, sebagai berikut:
1. Indikator Warna
Untuk mengetahui kualitas kerupuk ikan kayu dengan penambahan tepung tapioka pada indikator warna dapat dilihat dari nilai rata-rata, nilai rata-rata yang tinggi pada suatu sampel menunjukkan sampel tersebut memiliki kualitas yang baik dan apabila nilai rata-ratanya rendah menunjukkan bahwa sampel tersebut memiliki kualitas kurang baik atau rendah.
Berdasarkan nilai rata-rata sebagaimana pada tabel di atas dapat diketahui bahwa nilai rata-rata tertinggi berdasarkan indikator warna adalah pada sampel A1 (100gr: 0gr: 300gr) dengan nilai rata-rata sebesar 4,00.
2. Rasa
Untuk mengetahui kualitas kerupuk ikan kayu dengan penambahan sagu pada indikator rasa ikan dapat dilihat dari nilai rata-rata, nilai rata-rata yang tinggi pada suatu sampel menunjukkan sampel tersebut memiliki kualitas yang baik dan apabila nilai rata-ratanya rendah menunjukkan bahwa sampel tersebut memiliki kualitas kurang baik atau rendah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari tabel 4.6 berikut:
Berdasarkan nilai rata-rata sebagaimana pada tabel di atas dapat diketahui bahwa nilai rata-rata tertinggi berdasarkan indikator rasa adalah pada sampel A1 (100gr: 0gr: 300gr) dengan nilai rata-rata sebesar 3,86.
3. Aroma
Untuk mengetahui kualitas kerupuk ikan kayu dengan penambahan sagu pada indikator aroma ikan dapat dilihat dari nilai rata-rata, nilai rata-rata yang tinggi pada suatu sampel menunjukkan sampel tersebut memiliki kualitas yang baik dan apabila nilai rata-ratanya rendah menunjukkan bahwa sampel tersebut memiliki kualitas kurang baik atau rendah.
4. Tekstur
Tekstur produk kerupuk ikan yang dinilai adalah kerenyahan dan kemekaran yang dapat dilihat secara langsung oleh panelis dilihat dari dua indikator, yaitu:
a. Indikator Kerenyahan
Untuk mengetahui kualitas kerupuk ikan kayu dengan penambahan tepung sagupada indikator kerenyahan dapat dilihat dari nilai rata-rata, nilai rata-rata yang tinggi pada suatu sampel menunjukkan sampel tersebut memiliki kualitas yang baik dan apabila nilai rata-ratanya rendah menunjukkan bahwa sampel tersebut memiliki kualitas kurang baik atau rendah.
39
b. Indikator Kemekaran
Hasil analisis rata-rata uji kemekaran pada kerupuk ikan kayu barakuda pada penambahan tepung sagu menggunakan tiga perlakuan dengan nilai rata-rata uji kemekaran yang terbaik dimiliki oleh perlakuan A2 memperoleh nilai uji sebesar 3,14 dan kandungan kadar air pada perlakuan A2 sebanyak 6,8100, semakin mekar kerupuknya maka semakin baik produk tersebut, sedangkan nilai rata-rata kadar air yang tertinggi dimiliki oleh perlakuan A3 dengan hasil uji memperoleh nilai sebesar 1,50dan kandungan kadar air pada perlakuan A3 sebanyak 7,7212. Kadar air yang paling rendah dimiliki oleh perlakuan A1 sebesar 5,6505, tetapi pada uji kemekaran ini perlakuan A1 mengalami kurang mekar dikarenakan tidak adanya terjadi penambahn sagu pada perlakuan ini dengan nilai uji rata-rata kemekrannya sebesar 1,71. Hal ini disebabkan semkain banyak penambahan air dan tepung sagu pada setiap perlakuan akan berpengaruh pada nilai rata-rata.
Bahwa kandungan amilosa yang lebih tinggi dari bahan akan memberikan kecenderungan pengembangan kerupuk yang lebih besar dibandingkan dengan amilosa yang rendang, amilosa cenderung memicu tingkat kemekaran kerupuk, sehingga mempercepat proses pengembangan kerupuk dan membentuk tekstur yang lebih ringan dan renyah.
5. Hasil Analisis Profil Kesukaan
Untuk mengetahui kesukaan masyarakat terhadap kerupuk ikan kayu barukuda dengan subtitusi duri bandeng dilakukan uji kesukaan dengan analisis deskriptif yang digambarkan dengan grafik radar. 14 panelis berasal dari kalangan remaja/mahasiswa(i) yang berada di sekitaran kampus Politeknik Aceh Selatan.
Berdasarkan hasil pengujian dari ketiga sampel oleh 14 panelis tidak terlatih dan berasal dari mahasiswa dan masyarakat dilihat dari keseluruhan indikator (warna, rasa, aroma dan tekstur), hasil perhitungan rata-ratanya menunjukkan bahwa para panelis memiliki nilai kesukaan yang berbeda dari ketiga sampel tersebut. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut:
Tabel 4.2. Nilai Rata-rata Profil Kesukaan pada panelis cukup menyukai sampel kerupuk ikan bandeng dengan perbandingan (75gr: 25gr: 300gr), ditinjau dari indikator warna, aroma, rasa, dan tekstur (kerenyahan dan kemekaran). Dengan rerata perlakuan A1 sebesar 3,27, rerata perlakuan A2 sebesar 3,47dan rerata perlakuan A3 sebesar 2,87, agar lebih jelas dapat dilihat pada grafik dibawah 10 berikut ini:
Gambar 4.1 Hasil rata-rata uji keseluruhan III. Kesimpulan
Dari hasil penelitian dilakukan dalam proses pengolahan Ikan kayu(keumamah) menjadi kerupuk, dapat disimpulkan bahwa:
1. Proses pembuatan kerupuk ikankayu (keumamah) meliputi beberapa tahapan seperti: pembuatan adonan, pencetakan, pengukusan, pengeringan, penggorengan dan pengemasan.
2. Setelah dilihat dari beberapa uji organoleptik pada kerupuk ikan kayu dan uji kadar air ketiga perlakuan sampel A1,A2, dan A3sudah memenuhi syarat menurut Standar Nasional Indonesia yaitu maksimal 11%,dengan hasil uji laboratorium pada ketiga perlakuan sampel menghasilkan kualitas lebih tinggi daripada standar syarat kerupuk ikan sebelumnya.Kerupuk ikan kayu perlakuan A2 merupakan perlakuan terpilih secara uji keseluruhan organoleptik:
warna, aroma, rasa dan tekstur(kerenyahan dan kemekaran)pada kerupuk ikan dengan nilai rata-rata paling tinggi yaitu: 3,47 dan sudah kedalam katagori suka, sedangkan rata-rata pada perlakuan sampel A1 (3,27) dan A3 (2,87) masuk kedalam kategori cukup suka.
UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih kepada Kampus Politeknik Aceh Selatan atas kesediaannya memberikan kesempatan untuk mempresentasikan hasil penelitian ini dan menjadikan penelitian ini sebagai jurnal/prosiding.
0