• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil dan Diskusi

Dalam dokumen Keynote Speaker. Invited Speaker (Halaman 54-58)

Identification of the Mosque Characteristics in the Potential Area of Tsunami Threats in Banda Aceh City

III. Hasil dan Diskusi

Berdasarkan potensi ancaman tsunami, wilayah Kota Banda Aceh terbagi atas tiga yaitu wilayah dengan potensi ancaman tsunami tinggi, sedang dan rendah.

Kecamatan Meuraxa, Jaya Baru, Kuta Raja, Kuta Alam dan Syiah Kuala termasuk kawasan dengan potensi ancaman tsunami kategori sedang dan tinggi (zona berbahaya). Kecamatan Banda Raya, Baiturrahman, Lueng Bata dan Ulee Kareng termasuk kawasan dengan potensi ancaman tsunami kategori rendah (zona aman). Peta resiko tsunami dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

Gambar 5. Peta Resiko Tsunami Kota Banda Aceh Sumber: Bappeda Kota Banda Aceh

Di wilayah potensi ancaman tsunami yang tinggi terdapat empat bangunan tsunami escape building yang dibangun sebagai tempat perlindungan ketika terjadi bencana gempa bumi dan tsunami. Keempat tsunami escape building ini terdapat di Kecamatan Meuraxa tepatnya di Desa Lambung, Desa Ulee lheue, Desa Alue Deah Teungoh dan Desa Deah Geulumpang.

Salah satu tsunami escape building yang ada di Kecamatan Meuraxa dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

Gambar 5. Tsunami Escape Building Desa Lambung Sumber: (http://disbudpar.acehprov.go.id) Dari pengamatan di lapangan, masjid yang terdapat di Kecamatan Meuraxa sebagian besar merupakan masjid berlantai satu (rendah) seperti masjid Syeikh Abdurrauf di Desa Lambung, Masjid Ayoudhya di Desa Alue Deah Teungoh dan Masjid Al-I’tibal di Desa Deah Geulumpang. Secara bentuk, masjid-masjid ini belum memenuhi persyaratan sebagai bangunan perlindungan evakuasi tsunami, sehingga apabila digunakan saat gempa bumi dan tsunami dikhawatirkan akan mengancam keselamatan. Letak keempat masjid ini berdekatan dengan tsunami escape building. Ketiga masjid tersebut dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

46

Gambar 6. Masjid Al-I’tibal, Meuraxa, Banda Aceh

Gambar 7. Masjid Ayoudhya, Meuraxa, Banda Aceh

Gambar 8. Masjid Syeikh Aburrauf, Meuraxa, Banda Aceh

Namun demikian, ada beberapa masjid yang mulai mempertimbangkan bentuknya berdasarkan perlindungan atas bencana tsunami dengan membangun dua lantai, salah satunya adalah Masjid Miftahul Jannah di desa Punge Jurong Kecamatan Meuraxa Banda Aceh. Awalnya masjid ini hanya memiliki satu lantai dan mengalami kehancuran pasca gempa bumi dan tsunami tahun 2004, namun dibangun kembali dengan struktur dua lantai dengan pertimbangan dapat digunakan sebagai tempat perlindungan, masjid dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

Gambar 9. Masjid Miftahul Jannah, Meuraxa, Banda Aceh

Masjid yang terletak di kawasan potensi ancaman tsunami yang rendah (zona aman) juga memiliki bentuk yang beragam, ada yang satu lantai maupun dua lantai, namun kebanyakan adalah dua. Beberapa masjid tersebut adalah Masjid Baitul Musyahadah di Desa Geuceu Kecamatan Banda Raya, Masjid Jamik Darussalam Kecamatan syiah Kuala dan Masjid Baiturrahman di Kecamatan Baiturrahman. Bahkan Masjid Baitul Musyahadah sudah mulai memasukkan unsur kebudayaan aceh pada arsitektur kubahnya, yaitu berbentuk topi khas aceh, seperti terlihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 10. Masjid Baitul Musyahadah, Banda Raya, Banda Aceh

Bentuk masjid yang menyerupai masjid Baitul Musyahadah dari segi aksesibilitas menuju lantai atas adalah Masjid Jamik Darussalam Kecamatan Syiah Kuala. Kedua masjid ini memiliki tangga di luar masjid sehingga mudah untuk dijangkau. Persamaan lainnya adalah halaman masjid yang cukup luas sehingga dapat digunakan untuk menampung jumlah jamaah lebih banyak. Kedua masjid ini terletak dikawasan pemukiman penduduk. Masjid Jamik Darussalam dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

47

Gambar 11. Masjid Jamik, Darussalam, Banda Aceh

Masjid yang menjadi land mark Kota Banda Aceh adalah Masjid Raya Baiturrahman. Masjid ini memiliki karakteristik perpaduan antara arsitektur kolonial dan timur tengah. Masjid ini hanya memiliki satu lantai, namun bentuknya yang tinggi dapat digunakan untuk berlindung saat terjadi tsunami. Dengan halaman yang luas dapat menampung jumlah jamaah cukup besar, serta adanya penambahan ornamen payung semakin memperkuat identitas Kota Banda Aceh sebagai serambi mekkah karena kemiripannya dengan masjid di Mekkah. Masjid Raya Baiturrahman dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

Gambar 12. Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh

Gambar 13. Bentuk Masjid Raya Baiturrahman yang tinggi

Masyarakat aceh mayoritas adalah beragama islam sehingga keberadaan masjid jumlahnya cukup banyak dan tersebar, hal ini menjadi peluang untuk menjadikannya sebagai bangunan perlindungan evakuasi tsunami di Kota Banda Aceh. Alasan ini juga diperkuat oleh Mc.Caughey et al, (2017) dimana hasil penelitiannya menunjukkan bahwa masjid menjadi pilihan terbesar masyarakat sebagai tempat berlindung ketika terjadi bencana gempa bumi dan tsunami.

Kepraktisan dan kespiritualitasan menjadi alasan orang memilih masjid sebagai tempat evakuasi.

IV. Kesimpulan

Karakteristik arsitektur masjid di Kota Banda Aceh masih sangat beragam. Potensi ancaman tsunami tidak mempengaruhi bentuk masjid secara signifikan, hal ini terlihat dari masjid yang terletak di kawasan dengan resiko tsunami yang tinggi hanya memiliki satu lantai sehingga dari segi keamanan ini sangat tidak memungkinkan untuk digunakan sebagai tempat perlindungan. Begitu pula dengan kawasan dengan resiko tsunami yang rendah, tetap membangun masjid dengan dua lantai, selain untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya bencana juga untuk menampung jumlah jamaah yang besar. Keterikatan masyarakat terhadap masjid akan mempengaruhi untuk memilihnya sebagai tempat perlindungan evakuasi tsunami. Keterikatan tersebut meliputi keamanan, kenyamanan, jarak tempuh, kebiasaan dan keakraban dengan masjid itu sendiri.

48

DAFTAR PUSTAKA

[1] JICA, BAPPENAS, Provincial Government of Nanggroe Aceh Darussalam, The Study on the Urgent Rehabilitation and Reconstruction Support Program for Aceh Province and Affected Areas in NorthSumatra,(2005).

〈http://open_jicareport.jica.go.jp/pdf/11802766_

01.pdf〉.

[2] F. Lavigne, R. Paris, D. Grancher, P. Wassmer, D. Brunstein, F. Vautier, F. Leone, F. Flohic, B.

Coster, T. Gunawan, C. Gomez, A. Setiawan, R.

Cahyadi, Reconstruction of Tsunami Inland Propagation on December 26, 2004 in Banda Aceh, Indonesia, through field investigations,

Pure Appl. Geophys. 166 (2009) 259–281, http://dx.doi.org/10.1007/s00024-008-0431-8.

[3] E. Frankenberg, T. Gillespie, S. Preston, B.

Sikoki, D. Thomas, Mortality, the family and the Indian Ocean Tsunami, Econ. J. 121 (2011) 162–182, http://dx.doi.org/10.1111/j.1468-0297.2011.02446.x.

[4] Pedoman Pemberdayaan Masjid – Melalui Aspek Idarah, Imarah dan Ri’ayah” yang diterbitkan oleh Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah, Ditjen Bimbingan Masyarakat Islam, Kementerian Agama, 2009.

[5] Budiarjo, A. 2006. Evacuation Shelter Building Planning for Tsunami-prone Area; a Case Study of Meulaboh City, Indonesia.International Institute For Geo-Information Science and Earth Observation Enschede, The Netherland. 1-112.

[6] Eisner, R. and NTHMP, 2001b. Designing for Tsunamis Background Papers. US National Tsunami Hazard Mitigation Program Steering Committee, Sacramento, 205 pp.

[7] Bappenas, 2005. Master Plan for the Rehabilitation and Reconstruction of the Regions and Communities of the Province of Nanggroe Aceh Darussalam and the Island of Nias, Province of North Sumatera. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Republik Indonesia, Jakarta.

http://www.e-aceh-nias.org/index.php?id=master_plan.html [8] Altman, I. and S.M. Low, Place attachment.

1992, New York: Plenum Press.

[9] Rapoport, Amos , (1977) , Human Aspect of Urban Form, Toward a Man Environment Approach to Urban Form and Design, Pegamon, England.

[10] Canter, D., The psychology of place. 1977: The Architectural Press Ltd.

[11] Smaldone, D., C. Harris, and N. Sanyal, An exploration of place as a process: The case of Jackson Hole, WY. Journal of Environmental Psychology, 2005. 25: p. 397-414.

[12] Zakariya, K., Mohyuddin, A., & Yaman, M.

(2007). Refining tourist’s place experience through placemaking: Concepts and correlations. International Journal of Diversity in Organisations, Communities & Nations, 4, 249-257.

[13] Lynch, K. (1960). The image of the city. Mass:

MIT Press.

[14] Jorgensen, B. S. & Stedman, R. C. (2001) Sense of place as an attitude: Lakeshore owners attitudes toward their properties. Journal of Environmental Psychology, 21, 233-248.

[15] Hashemnezhad, H., A.A. Heidari & P.M.

Hoseini. 2013. Sense of Place and Place

Attachment. International Journal of Architecture and Urban Development. 3:5-12.

[16] Steele, F., The sense of place. 1981: CBI Publishing Company, Inc.

[17] Davenport, M. A. & Anderson, D. H. (2005) Getting from sense of place to place-based management: An interpretive investigation of place meanings and perceptions of landscape change. Society and Natural Resources, 18, 625-641.

[18] Twigger-Ross, C. L., & Uzzell, D. L. (1996).

Place and identity processes. Journal of Environmental Psychology, 16, 205–220.

[19] Yuen, B. (2003) Searching for place identity in Singapore. Habitat International, 29, 197-214.

[20] Shamsuddin, S. & Ujang, N. (2008) Making places: The role of attachment in creating the sense of place for traditional streets in Malaysia.

Habitat International, 32, 399-409.

[21] Fisher, J. J. (2006). Creating Place Identity: It’s Part of Human Nature. Course Description of Place, Identity and Difference. Built Environment Geography.

[24] Lalli, M. (1992) Urban-related identity: Theory, measurement, and empirical findings. Journal of Environmental Psychology, 12, 285-303.

BIODATA PENULIS

Lola Vivita1, Husaini2, Renni Anggraini3 Cut Dewi4

1,2,3,4 Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala, Darussalam,

Banda Aceh.

Email : [email protected]

Dan sebagai Pegawai Negeri Sipil di Pemerintah Kota Banda Aceh.

49

Memprediksi Umur Lelah pada Pegas Ulir Kenderaan dengan

Dalam dokumen Keynote Speaker. Invited Speaker (Halaman 54-58)