• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tanggal : 19 Maret 2011 Jam : 09.00 WIB

1. Subjective (S)

Ibu mengatakan perdarahannya sudah berhenti dan merasa keadaannya lebih sehat.

2. Objective (O)

a.KU : Baik Kesadaran: Compos mentis

b. Vital sign : Tekanan Darah: 100/70 mmHg, Suhu: 36,50 C Respirasi: 20 kali/menit, Nadi: 84 kali/menit c.Terpasang infuse RL 20 tetes/menit pada tangan kiri

d. Pemeriksaan fisik

Muka : Tampak pucat, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, muka tidak oedem.

Abdomen : Tidak ada pembesaran, tidak terdapat bekas luka operasi. PPV : Darah (-), discharge (-)

3. Assasment (A)

Ny. A P4A1 umur 43 tahun dengan pendarahan uterus disfungsional dengan anemia ringan pada usia perimenopause post kuretase hari ke 1 4. Planning (P)

a. Observasi KU dan VS (19 Maret 2011)

1) Jam 06.00 WIB. KU: Sedang, Kesadaran: Compos mentis Vital sign: Tekanan Darah: 100/70 mmHg, Suhu: 36,50C

2) Jam 12.00 WIB. KU: Sedang, Kesadaran: Compos mentis Vital sign: Tekanan Darah: 120/80 mmHg, Suhu: 36,40C

Respirasi: 20 kali/menit, Nadi: 88 kali/menit 3) Jam 20.00 WIB. KU: sedang, Kesadaran: Compos mentis

Vital sign: Tekanan Darah: 120/80 mmHg, Suhu: 36,40C Respirasi: 24 kali/menit, Nadi: 84 kali/menit b. Kolaborasi dengan dokter SpOG dalam pemberian terapi

3) Terapi per oral (per os): Cefadroxyl 2 x 500 mg /hari Asam traneksamat 3 x 500 mg /hari Vitamin B.Complek 2 x 250 mg /hari Hasil : Obat telah diminum sesuai anjuran.

4) Usul boleh pulang jika kondisi baik. c. Melepas infus

Hasil : Selang infus telah dilepas jam 11.00 WIB d. Menginformasikan pada keluarga tentang :

1) Kondisi ibu yang sudah baik dan sudah diperbolehkan pulang. 2) Anjurkan ibu untuk mematuhi terapi yang diberikan dokter.

3) Anjurkan ibu untuk kembali kontrol pada tanggal 22 Maret 2011 di Poli Kebidanan dan Kandungan.

Hasil :Ibu paham mengenai kondisinya. Ibu bersedia untuk mematuhi anjuran dokter dan berjanji akan kontrol pada tanggal 22 Maret 2011. Administrasi telah diselesaikan oleh keluarga. Ibu pulang jam 12.00 WIB.

CATATAN PERKEMBANGsAN IV (KONTROL I)

Tanggal : 22 Maret 2011 Jam : 10.00 WIB

1. Subjective (S)

a. Ibu mengatakan datang untuk mengontrolkan kesehatannya.

b. Ibu mengatakan sudah tidak mengalami perdarahan dan merasa sehat. 2. Objective (O)

a. KU : Baik, Kesadaran: Compos mentis

b. Vital sign : Tekanan darah: 120/80 mmHg, Suhu: 36,5 0C Respirasi: 20 kali/menit, Nadi: 84 kali/menit c. Pemeriksaan fisik

Muka :Tidak pucat, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, muka tidak oedem.

Abdomen : Supel, tidak ada pembesaran, tidak terdapat bekas luka operasi.

PPV : Darah (-), discharge (-)

d. Hasil pemeriksaan Patologi Anatomi (16 April 2011)

Makros : diterima jaringan: I Endoserviks 0,5 cc, coklat, cetak semua II Endometrium sebanyak 0,5 cc, coklat, cetak semua.

Mikros: I Keping-keping sediaan endoserviks terdiri atas jaringan endoserviks sembab, terdapat epitel silindris.

II Kerokan kavum uteri menunjukkan keping jaringan endometrium, kelenjar hipertrofi dan berproliferasi, berbentuk tubulus, stroma padat, tidak dijumpai tanda ganas. Kesimpulan: Tidak tampak kelainan anatomis

3. Assasment (A)

Ny A P4A1 umur 43 tahun dengan post kuretase atas indikasi perdarahan uterus disfungsional dengan anemia ringan pada usia perimanopause.

4. Planning (P)

a. Menginformasikan hasil pemeriksaan KU, VS dan hasil pemeriksaan laboratorium.

Hasil: Ibu sudah mengerti dan paham tentang keadaannya saat ini, ibu mengerti bahwa hasil pemeriksaan laboratoriumnya tidak mengarah pada keganasan, respon ibu baik.

b. Melakukan kolaborasi dengan dokter SpOG dalam pemberian terapi. Terapi oral (per os): Cefadroxyn X 3 x 500 mg /hari

Asam Traneksamat XV 3 x 500 mg /hari Asam Mefenamat XV 3 x 500 mg /hari Vitamin B.Complek X 2 x 250 mg /hari c. Menganjurkan ibu untuk mematuhi terapi yang diberikan dokter.

Hasil : Ibu mengerti dan bersedia untuk mematuhi anjuran dokter.

d. Menganjurkan ibu untuk tetap makan makanan yang bergizi seperti nasi, sayuran hijau (kangkung, daun singkong, dan lain-lain), lauk pauk (tempe, telur, dan lain-lain), buah-buahan (pepaya, pisang, dan lain-lain), dan susu.

Hasil : Ibu berjanji untuk makan makanan yang bergizi.

e. Menganjurkan ibu agar tetap menjaga kesehatannya dengan baik. Hasil : Ibu berjanji akan tetap menjaga kesehatannya dengan baik.

B. Pembahasan

Pada tahap ini, penulis akan memaparkan kesesuaian dan kesenjangan antara konsep teori medis serta teori asuhan kebidanan terhadap penatalakasanaan kasus asuhan kebidanan pada Ny. A P4A1 dengan perdarahan uterus disfungsional dengan anemia ringan pada usia perimenopause di Bangsal Mawar I RS Dr. Moewardi Surakarta dan masalah-masalah yang dijumpai selama pelaksanaan studi kasus, sehingga dapat diketahui keberhasilan proses manajemen kebidanan yang telah dilaksanakan. Berdasarkan data-data yang didapatkan, penulis telah melakukan analisis data dengan menggunakan prinsip-prinsip manajemen asuhan kebidanan menurut Varney dan untuk catatan perkembangan dengan menggunakan metode SOAP. 1. Pengumpulan Data Dasar

a. Data Subjektif

Perdarahan uterus disfungsional lebih umum terjadi pada usia di bawah 19 tahun dan diatas 39 tahun (Llewellyn, 2001). Dalam kasus ini, Ny. A berumur 43 tahun. Keluhan yang biasanya muncul dalam perdarahan uterus disfungsional dapat berupa perdarahan akut dan banyak, perdarahan irreguler dan menoragia (Robe, 2002). Keluhan yang

dirasakan oleh Ny. A mendukung teori tersebut. Ibu mengeluh mengalami perdarahan yang banyak dan dalam waktu yang lama.

Pada kasus perdarahan uterus disfungsional riwayat menstruasi digunakan sebagai indikator ketidak normalan perdarahan, apakah di dahului oleh siklus yang pendek atau oleh oligomenorea/amenorea, sifat perdarahan (banyak atau sedikit-sedikit, sakit atau tidak), lama perdarahan, dan sebagainya (Wiknjosastro, 2005). Sesuai dengan teori tersebut, gangguan perdarahan yang dialami oleh Ny. A bersifat lama dan banyak, ibu mengalami menstruasi selama 14 hari dengan 4-5 kali ganti pembalut/hari dan pada bulan sebelumnya tidak menstruasi.

Riwayat kontrasepsi yang perlu ditanyakan dalam kasus perdarahan uterus disfungsional adalah mengenai jenis kontrasepsi yang pernah dipakai ibu, alasan pemberhentian, lama dan keluhan. Hal tersebut untuk mengetahui apakah perdarahan uterus disfungsional yang diderita pasien sebagai akibat penggunaan alat kontrasepsi hormonal atau bukan (Hestiantoro, 2007). Terjadi pada wanita yang bukan akseptor kontrasepsi (Chalik, 200). Dalam hal ini, Ny. A mengatakan baru menggunakan kontrasepsi implan setelah kelahiran anak ketiga selama 5 tahun kemudian beralih dengan kontrasepsi suntik 3 bulan setelah kelahiran anak keempat selama 2 tahun. Setelah itu ibu tidak menggunakan kontrasepsi jenis apapun.

b. Data Objektif

Data objektif meliputi pemeriksaan secara umum, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada pemeriksaan umum, keadaan umum pasien sedang, kesadaran compos mentis dan pemeriksaan tanda-tanda vital dalam batas normal.

Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik melalui inspeksi, didapatkan bahwa muka pucat, konjungtiva tidak anemis, tidak tampak adanya pembesaran abdomen, pada genital terdapat pengeluaran darah haid yang merongkol - merongkol. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Manuaba (2008), biasanya didapatkan hasil normal kecuali jika terdapat kehilangan darah yang banyak dan menyebabkan hipovolemia atau anemia.

Pemeriksaan dalam (vagina toucher dan inspekulo) dikaji untuk mengetahui kondisi vagina urethra, dinding vagina, portio, orifisium urethra eksterna, korpus uteri, pengeluaran, dan discharge. Pemeriksaan panggul dan kemaluan dengan spekulum, digunakan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya trauma atau benda asing (Rayburn, 2001). Dari pemeriksaan inspekulo pada Ny. A, diperoleh hasil Vagina urethra normal, dinding vagina dalam batas normal, portio utuh, orifisium uretra eksterna tertutup, pengeluaran berupa darah, tidak ada discharge. Vaginal Toucher : Vulva uretra normal, dinding vagina dalam batas normal, portio utuh kenyal, orifisium uretra eksterna tercutup, cavum uteri sebesar telur ayam kampung.

Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis perdarahan uterus disfungsional adalah biopsi endometrium (dilatasi dan kuretase diagnostik), pemeriksaan USG, pemeriksaan hematologik, dan pemeriksaan hormon (Manuaba, 2008). Pemeriksaan penunjang yang dilakukan dalam menegakkan kasus ini adalah kuretase diagnostik, USG, dan pemeriksaan darah lengkap.

Pemeriksaan USG (16 Maret 2011) menunjukkan tidak terdapat kelainan ginekologis. Dari pemeriksaan darah lengkap diperoleh kadar Hb 10,0 gr%. Sementara hasil dari pemeriksaan patologi anatomi (18 Maret 2011) adalah tidak tampak kelainan anatomis dan tidak dijumpai tanda ganas pada endometrium. Pada tahap ini tidak terdapat kesenjangan antara teori dan kasus nyata yang penulis kaji.

2. Interpretasi Data Dasar

Interpretasi data meliputi diagnosis kebidanan, masalah dan kebutuhan. Dari pengumpulan data dasar dapat ditegakkan diagnosis kebidanan yaitu Ny. A P4A1 umur 43 tahun dengan perdarahan uterus disfungsional dengan anemia ringan pada usia perimenopause. Dasar untuk menegakkan diagnosis pada Ny. A diperoleh dari data subjektif dan data objektif.

Masalah pada kasus perdarahan uterus disfungsional adalah timbulnya rasa cemas akibat perdarahan akut dan banyak (Hestiantoro, 2007). Dalam kasus ini, Ny. A mengeluh merasa cemas karena perdarahan yang dialaminya.

Bidan memberikan penjelasan dan motivasi tentang perdarahan uterus disfungsional setelah menetapkan diagnosis tersebut (Manuaba, 2008). Kebutuhan untuk menangani diagnosis kebidanan dan masalah yang timbul dalam kasus ini adalah memberikan informasi pada ibu tentang kondisinya, serta memberikan support mental agar rasa cemas pada ibu berkurang. Dalam tahap ini tidak terdapat kesenjangan antara teori dengan kasus nyata.

3. Mengidentifikasikan Diagnosis atau Masalah Potensial dan Mengantispasi Penanganannya

Diagnosis potensial yang muncul pada kasus perdarahan uterus disfungsional adalah terjadi anemia (Achadiat, 2004). Untuk mengantisipasi hal tersebut dapat dilakukan dengan istirahat tirah baring dan asupan nutrisi yang cukup (Winkjosastro, 2007). Sesuai dengan teori tersebut, diagnosis potensial dalam kasus perdarahan uteru disfungsional pada Ny.A adalah terjadi anemia dan diantisipasi dengan anjuran untuk istirahat tirah baring serta pemberian nutrisi yang adekuat. Dalam tahap ini tidak ditemukan kesenjangan antara teori dan kasus nyata.

4. Identifikasi Kebutuhan Terhadap Tindakan Segera

Tindakan yang perlu segera dilakukan oleh bidan dalam penanganan kasus PUD adalah melakukan kolaborasi dengan dokter SpOG untuk pemberian terapi dan tindakan serta kolaborasi dengan bagian laboratorium (Manuaba, 2008). Dalam tahap ini, penulis tidak menemukan adanya kesenjangan antara teori dan kasus nyata.

5. Menyusun Rencana Asuhan yang Menyeluruh.

Rencana asuhan kebidanan secara umum yang dilakukan pada kasus perdarahan uterus disfungsional adalah memberikan informasi dan motivasi, melakukan observasi terhadap perdarahan, dan konsultasi/kolaborasi dengan dokter ahli dan laboratorium. Kolaborasi dengan dokter SpOG diantaranya dalam pemberian antiprostaglandin atau antifibrinolisis, dalam tindakan dilatasi dan kuretase (Manuaba, 2008).

Perencanaan dalam kasus perdarahan uterus pada Ny.A yaitu observasi keadaan umum, observasi vital sign dan perdarahan, pemberian informasi mengenai hasil pemeriksaan kepada ibu dan keluarga, perawatan intensif, kolaborasi dengan dokter SpOG untuk pemberian terapi dan tindakan, pemberian support mental, pemberian posisi dan lingkungan yang aman dan nyaman pada ibu, dan pemenuhan kebutuhan nutrisi ibu. Terapi yang diberikan meliputi asam traneksamat (antifibrinolisis), asam mefenamat (antiprostaglandin), cefadroxyl (antibiotik) dan Vitamin B.Complek. Dalam teori menyebutkan bahwa pada perdarahan uterus disfungsional kronis keadaan anemia ringan seringkali dapat diatasi dengan diberikan sediaan besi, sedangkan anemia berat membutuhkan transfusi darah (Kahn, 2000). Namun pada praktek lahan tidak diberikan tablet besi. Maka dari itu terdapat kesenjangan antara teori dan praktek dalam perencanaan kasus.

Kesenjangan lain terdapat pada kuretase. Dalam teori ada yang menyebutkan bahwa kuretase pada perdarahan uterus disfungsional masih

diperdebatkan, karena yang diselesaikan hanyalah masalah pada organ sasaran tanpa menghilangkan kausa. Oleh karena itu kemungkinan kambuhnya cukup tinggi (30-40% sehingga acapkali diperlukan kuretase berulang. Beberapa ahli bahkan tidak menganjurkan kuretase sebagai pilihan utama untuk menghentikan perdarahan pada perdarahan uterus disfungsional, kecuali jika pengobatan hormonal gagal menghentikan perdarahan (Manuaba, 2004). Namun teori lain menjelaskan dilatasi dan kuretase merupakan tahap yang ringan dari jenis pengobatan operatif pada perdarahan uterus disfungsional. Tujuan pokok dari kuretase pada perdarahan uterus disfungsional adalah untuk diagnostik, terutama pada umur diatas 35 tahun atau perimenopause (Kahn, 2000). Teori juga menyebutkan bahwa sebelum dilakukan kuretase, hendaknya dilakukan pemeriksaan hemoglobin darah. Namun dalam prakteknya hal tersebut tidak dilakukan. Pemeriksaan kadar hemoglobin dilakukan saat pasien masuk (16 Maret 2011) didapatkan hasil 10,0 gr%. Tidak dilakukannya pemeriksaan ulang hemoglobin pada tanggal 18 Maret 2011 dikarenakan hasil pemeriksaan hemoglobin sebelumnya telah memenuhi syarat untuk dilakukan kuretase (minimal 10 gr%).

6. Pelaksanaan Langsung Asuhan dengan Efisien dan Aman

Pada kasus perdarahan uterus disfungsional ini, bidan melakukan rencana asuhan menyeluruh yang mengacu pada perencanaan. Setiap rencana dapat dilakukan dengan baik. Hal ini didukung oleh adanya kerja sama yang baik antara ibu, keluarga ibu, bidan maupun tenaga kesehatan

yang lain. Dalam tahap ini, penulis tidak menemukan kesenjangan antara teori dan kasus nyata.

7. Evaluasi

Evaluasi yang diharapkan dari pelaksanaan asuhan kebidanan adalah ibu mengerti tentang penyakitnya dan diharapkan gejala-gejala klinik dari perdarahan uterus disfungsional teratasi (Manuaba, 2008). Hasil kuretase dipastikan tidak adanya patologi anatomi endometrium (Llewellyn, 2001). Sementara, dengan mengobati sebab perdarahan, anemia dapat teratasi (Manuaba, 2001)

Evaluasi dalam kasus ini adalah perdarahan uterus disfungsional yang dialami Ny. A dapat diatasi dengan baik, ditandai dengan keadaan umum baik, kesadaran compos mentis, vital sign dalam batas normal dan perdarahan berhenti. Hasil dari kuretase diagnostik tidak menunjukkan tanda ganas dan kelainan anatomis. Ibu paham mengenai kondisinya. Terdapat kesenjangan antara teori dan praktek di lahan yaitu tidak dilakukannya pemeriksaan haemoglobin sebelum dilakukan kuretase dan tidak diberikannya tablet besi dalam mengatasi anemia ringan.

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Asuhan kebidanan pada Ny. A P4A1 umur 43 tahun dengan perdarahan uterus disfungsional di Bangsal Mawar 1 RS Dr. Moewardi Surakarta, dianalisis dengan menggunakan Tujuh Langkah Varney, sehingga dapat disimpulkan bahwa :

1. Hasil pengumpulan data dasar didapatkan data-data yang mendukung adanya perdarahan uterus disfungsional, dari data subjektif diperoleh bahwa ibu mengalami menstruasi yang terlalu lama, banyak, dan belum berhenti. Dari data objektif ditemukan bahwa konjungtiva tidak anemis, muka pucat, dan terdapat perdarahan per vaginam merongkol - merongkol. 2. Diagnosis kebidanan dalam kasus ini adalah Ny. A P4A1 umur 43 tahun dengan perdarahan uterus disfungsional dengan anemia ringan pada usia perimenopause. Masalah yang timbul yaitu gangguan rasa cemas. Sedangkan kebutuhan untuk menanganinya adalah dengan memberikan informasi dan motivasi pada ibu tentang keadaannnya.

3. Diagnosis potensial yang muncul pada kasus ini adalah potensial terjadinya anemia sehubungan dengan perdarahan yang dialami ibu. Diantisipasi dengan istirahat tirah baring dan pemberian nutrisi adekuat. 4. Kebutuhan akan tindakan segera dalam kasus ini adalah kolaborasi dengan

diberikan meliputi asam traneksamat (antifibrinolisis), asam mefenamat (antiprostaglandin), cefadroxyl (antibiotik) dan Vitamin B.Complek. 5. Perencanaan asuhan kebidanan pada kasus perdarahan uterus disfungsional

adalah observasi keadaan umum, vital sign dan perdarahan, pemberian informasi tentang keadaan pasien, kolaborasi dengan dokter SpOG untuk pemberian terapi dan tindakan kuretase, pemberian support mental dan motivasi pada pasien, serta anjuran untuk istirahat cukup dan pemenuhan nutrisi.

6. Pelaksanaan tindakan dilakukan sesuai dengan rencana dan tidak mengalami hambatan.

7. Evaluasi dari pelaksanaan asuhan kebidanan sudah sesuai dengan yang diharapkan. Perdarahan uterus disfungsional yang dialami Ny. A dapat diatasi dengan baik, ditandai dengan keadaan umum baik, kesadaran compos mentis, vital sign dalam batas normal dan perdarahan berhenti. Hasil dari kuretase diagnostik tidak menunjukkan tanda ganas dan kelainan anatomis.

8. Terdapat sedikit kesenjangan antara teori dengan kasus nyata dalam tahap perencanaan. Dimana tidak dilakukannya pemeriksaan haemoglobin sebelum tindakan kuretase dan tidak diberikan tablet besi sebagai penambah darah. Meski demikian, secara garis besar antara teori dengan prakteknya telah sesuai.

B. Saran

1. Bagi Rumah Sakit

Diharapkan untuk mempertahankan kualitas asuhan kebidanan pada klien dengan perdarahan uterus disfungsional di RS Dr. Moewardi Surakarta.

2. Bagi Masyarakat

Ibu hendaknya segera memeriksakan diri pada tenaga kesehatan jika mengalami perdarahan per vaginam yang lama dan banyak, sehingga segera mendapatkan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kasus yang dialami.

3. Bagi Klien

Pasien yang sudah mengalami perdarahan uterus disfungsional hendaknya menjalani pengobatan secara tuntas dalam mengkonsumsi obat ataupun periksa ulang sesuai anjuran tenaga kesehatan dan hendaknya untuk menjaga psikologis ibu supaya tidak terlalu memikirkan sesuatu lebih berat agar tidak terjadi perdarahan uterus disfungsional yan berulang.

Dokumen terkait