• Tidak ada hasil yang ditemukan

Teori Manajemen Kebidanan 1. Pengertian Asuhan Kebidanan 1.Pengertian Asuhan Kebidanan

Asuhan kebidanan adalah proses pengambilan keputusan dan tindakan yang dilakukan oleh bidan sesuai dengan wewenang dan ruang lingkup praktiknya berdasarkan ilmu dan kiat kebidanan (Depkes RI, 2007).

2. Pengertian Manajemen Kebidanan

Manajemen asuhan kebidanan adalah pendekatan dan kerangka pikir yang digunakan oleh bidan dalam menerapkan metode pemecahan masalah secara sistematis mulai dari pengumpulan data, analisa data, diagnosa kebidanan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi (Sofyan, 2007).

Manajemen kebidanan menurut Varney terdiri dari 7 langkah yaitu pengkajian, interpretasi data, diagnosa potensial dan antisipasi, tindakan segera, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi (Varney, 2007).

Teori manajemen kebidanan adalah suatu metode pendekatan masalah-masalah ibu dan anak serta keluarga berencana yang khususnya diberikan oleh bidan dalam memberikan asuhan kebidanan baik secara individu, keluarga maupun masyarakat. Dimana didalam melaksanakan asuhan kebidanan menggunakan 7 langkah Varney (Varney, 2007) 3. Manajemen Kebidanan 7 Langkah Varney

Penerapan manajemen kebidanan pada gangguan reproduksi dengan Perdarahan Uterus Disfungsional menurut 7 langkah Varney meliputi:

a. Langkah I (Tahap Pengumpulan Data Dasar)

Langkah pertama adalah mengumpulkan data dasar yang menyeluruh untuk mengevaluasi ibu. Data dasar ini meliputi pengkajian riwayat, pemeriksaan fisik dan pelviks sesuai indikasi, meninjau kembali proses perkembangan perawatan saat ini atau dengan meninjau catatan rumah sakit terdahulu, dan meninjau kembali data hasil laboratorium dan laporan penelitian terkait secara singkat, data dasar yang diperlukan adalah semua data yang berasal dari sumber informasi yang berkaitan dengan kondisi ibu (Varney, 2007). Data yang terkumpul bisa berupa data subyektif dan data obyektif

1) Data Subyektif

Data subjektif adalah data yang diperoleh melalui tanya jawab dengan klien atau anamnesis. Anamnesis dilakukan untuk mendapatkan biodata, alasan dirawat, data kebidanan, data kebiasaan sehari-hari, bio-psiko-sosio-spiritual, serta pengetahuan klien (Soepardan, 2008).

a) Identitas (biodata)

(1). Nama pasien harus jelas dan lengkap untuk menghindari kesalahan dalam pemberian terapi.

(2). Umur sebaiknya didapat dari tanggal lahir, yang ditanyakan untuk mengantisipasi diagnosis masalah kesehatan dan tindakan yang dilakukan. Dalam kasus

ini, perdarahan uterus disfungsional lebih umum terjadi pada usia dibawah 19 tahun dan diatas 39 tahun (Llewellyn, 2001).

(3). Suku atau bangsa: Merupakan kemungkinan adanya adat dan kebiasaan yang berpengaruh dalam kesehatan. (4). Agama berisi mengenai kayakinan ibu yang digunakan

untuk mempermudah dalam memberi support mental kepada ibu dan keluarga.

(5). Nama suami harus ditulis dengan jelas agar tidak keliru dengan orang lain, mengingat banyak sekali nama yang sama.

(6). Pendidikan dan pekerjaan selain sebagai tambahan identitas, informasi tentang pendidikan dan pekerjaan, baik istri maupun suami, dapat menggambarkan keakuratan data yang akan diperoleh serta dapat ditentukan pola pendekatan dalam anamnesis.

(7). Alamat tempat tinggal pasien harus ditulis dengan lengkap dan jelas. Kejelasan alamat ini diperlukan agar sewaktu-waktu dapat dihubungi.

b) Keluhan Utama

Alasan wanita tersebut mengunjungi tenaga kesehatan di klinik, kantor, kamar gawat darurat, pusat pelayanan persalinan, rumah sakit atau rumahnya, seperti yang

diungkapkan dengan kata – katanya sendiri (dapat berhubungan dengan sistem tubuh) (Wiknjosastro, 2007). Keluhan yang dirasakan klien diperlukan untuk menentukan tindak lanjut dalam memberikan asuhan kebidanan. Keluhan yang biasanya muncul dalam kasus perdarahan uterus disfungsional dapat berupa perdarahan akut dan banyak, perdarahan irreguler dan menoragia (Robe, 2002).

c) Data Kebidanan

(1). Riwayat menstruasi meliputi umur menarche, frekuensi menstruasi, lama menstruasi, banyaknya darah yang keluar, gangguan sewaktu menstruasi. Pada kasus perdarahan uterus disfungsional riwayat menstruasi digunakan sebagai indikator ketidaknormalan perdarahan, apakah didahului oleh siklus yang pendek atau oleh oligomenorea atau amenorea, sifat perdarahan (banyak atau sedikit-sedikit, sakit atau tidak), lama perdarahan, dan sebagainya (Wiknjosastro, 2007).

(2). Status perkawinan ditanyakan untuk mengetahui ibu kawin atau tidak kawin, usia menikah pertama, sudah berapa lama ibu menikah dan berapa kali ibu menikah.

(3). Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu disajikan dalam bentuk table yang berisi tentang berapa kali ibu hamil, umur kehamilan selama hamil, tanggal lahir

bayi, jenis persalinan, tempat persalinan, penolong persalinan dan penyulit. Keadaan anak dan nifas yang lalu berisi mengenai jenis kelamin putra putri ibu, berat badan waktu lahir, panjang badan waktu lahir, keadaan anak sekarang, riwayat laktasi, perdarahan dan lamanya ibu nifas.

(4). Riwayat keluarga berencana yang perlu ditanyakan adalah jenis kontrasepsi apa yang pernah dipakai ibu, alasan pemberhentian, lama dan keluhan. Hal tersebut untuk mengetahui apakah perdarahan yang diderita pasien sebagai akibat penggunaan alat kontrasepsi hormonal atau bukan (Hestiantoro, 2007).

d) Data Kesehatan

(1). Data kesehatan sekarang adalah keadaan yang dirasakan ibu sekarang dan riwayat penyakit kronis yang sedang diderita ibu, misalnya ibu sedang menderita asma, DM, hipertensi, TBC, hepatitis dan lain-lain.

(2). Riwayat kesehatan yang lalu dapat mengetahui penyakit yang pernah diderita pasien sebelumnya, misalnya DM, hipertensi, jantung, asma, TBC, hepatitis dan lain-lain. (3). Riwayat kesehatan keluarga perlu dikaji untuk mengetahui

penyakit yang ada di keluarga pasien khususnya penyakit menular.

(4). Riwayat penyakit keturunan dikaji untuk mengetahui apakah ibu memiliki riwayat penyakit menurun atau memiliki keturunan kembar baik dari keluarga ibu maupun suami.

e) Data Kebiasaan Sehari – hari

(1). Nutrisi dikaji untuk mengetahui status gizi pasien sebelum dan selama sakit apakah mengalami perubahan, frekuensi makan dan minum, jenis makanan dan minuman, apakah punya makanan pantangan, apakah ibu alergi terhadap suatu makanan. Penderita perdarahan uterus disfungsional sering mengalami anemia karena perdarahan berlebih yang dialaminya, anemia ini bisa didukung karena kurangnya nutrisi. Untuk menaikkan Hb ke dalam batas normal bisa dilakukan dengan asupan gizi yang cukup.

(2). Eliminasi yang meliputi kebiasaan BAB, BAK, frekuensi, warna urin, bau urin, konsistensi feses dan keluhan misalnya obstipasi.

(3). Istirahat dan tidur perlu ditanyakan frekuensi tidur dalam sehari apakah ada keluhan atau tidak.

(4). Personal hygiene ditanyakan untuk mengetahui kebersihan tubuh yang meliputi frekuensi mandi, gosok gigi, ganti bajuataupakaian dalam, keramas, dan cara membersihkan alat genetalianya.

(5). Pola seksual perlu dikaji untuk mengetahui berapa kali ibu melakukan hubungan seksual dalam seminggu dan ada atau tidaknya keluhan.

f) Data Psikososial dan Agama

(1). Hubungan dengan keluarga untuk mnegetahui psikologis ibu dalam keluarga, mungkin ibu memiliki masalah dengan keluarga sehingga menyebabkan ibu berfikir terlalu berat dan mempengaruhi hipotalamus ibu dan mengganggu pola menstruasi ibu.

(2). Hubungan dengan masyarakat untuk mnegetahui pergaulan ibu dalam masyarakat.

(3). Kegiatan ibadah perlu ditanyakan untuk mempermudah dalam memberi motivasi kepada ibu.

2) Data Obyektif

Data obyektif adalah data yang diperoleh dari hasil observasi, pemeriksaan dan penelaahan catatan keluarga, masyarakat dan lingkungan (Syahlan JH, 2006). Data yang dikaji pada ibu dengan Perdarahan Uterus Disfungsional adalah :

a) Keadaan umum

Pengkajian ini terdiri dari pemeriksaan umum seperti pemeriksaan status kesadaran dan keadaan umum ibu meliputi pemeriksaan vital sign (Nadi, Suhu, Respirasi dan

Tekanan Darah) dan tinggi badan ibu, berat badan ibu serta lingkar lengan atas ibu.

b) Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan dengan melihat, meraba dan mendengar dimulai dari ujung rambut sampai kaki.

Pada kasus perdarahan uterus disfungsional, pemeriksaan fisik biasanya normal kecuali terdapat kehilangan darah yang banyak dan menyebabkan hipovolemia atau anemia (Manuaba, 2008).

(1). Kepala

(a) Rambut : pola rambut, kerontokan, ada tidaknya infeksi kulit kepala, ketombe, kutu rambut, lesi, bagian yang botak dan karakter umum (misal : kering, berminyak).

(b) Muka : bentuk, kontur, kesimetrisan, kondisi (pucat, lesu, segar), ada tidaknya ruam atau lesi dan kelengkapan organ.

(c) Mata : ukuran, bentuk dan kesamaan ukuran pupil, warna konjungtiva merah jika tidak anemi dan putih jika anemi, warna sklera putih pada batas normal.

(d) Hidung : ada tidaknya sumbatan pada hidung atau polip (kesulitan nafas), perdarahan melalui hidung, kesimetrisan bentuk, dan cedera.

(e) Mulut dan gigi : ada tidaknya perdarahan gusi, lesi, nyeri, kesimetrisan bibir, kelengkapan bibir, caries gigi, dan posisi lidah.

(f) Telinga : evaluasi pasien tentang ketajaman pendengarannya dan perubahan terbaru terhadap pendengaran, bentuk, kesimetrisan telinga,benjolan dan kebersihan telinga.

(2). Leher : ada tidaknya nyeri atau kekakuan pada leher, pembesaran atau nyeri tekan pada kelenjar getah bening, pemebesaran tyroid.

(3). Dada : pemeriksaan payudara mengenai bentuk, kesimetrisan, ada tidaknya benjolan, nyeri tekan, menonjol atau tidaknya putting dan hiperpigmentasi areola.

(4). Abdomen : kesimetrisan, ukuran, kontur, ada tidaknya lesi, pigmentasi, memar, bekas luka, massa, nyeri tekan, pembesaran organ dalam, kekakuan, dan aktivitas peristaltik.

Pada kasus perdarahan uterus disfungsional temuan – temuannya normal (Manuaba, 2008). Pada kasus perdarahan uterus disfungsional seperti metropathia hemorrhagica sering kali disertai oleh pembesaran rahim (Chalik, 2000).

(5). Genetalia : bentuk genetalia, pengeluaran (warna, bau, jumlah dan karakter) dan ada tidaknya lesi. Pemeriksaan dalam (vagina toucher dan inspekulo) dikaji untuk mengetahui kondisi vagina urethra, dinding vagina, portio, Orifisium urethra eksterna, korpus uteri, pengeluaran,dan discharge. Pemeriksaan panggul dan kemaluan dengan spekulum, digunakan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya trauma atau benda asing (Rayburn, 2001).

c) Data Penunjang

Uji Laboratorium pada kasus perdarahan uterus disfungsional menurut Morgan, 2009

(1). Pap Smear, biopsi endometrium, quantitative beta human chorionic gonadotropin (QBHCG), hitung darah lengkap, uji koagulasi, TSH, dan DHEAS bila ada maskulinisasi

(2). Ultrasonografi (USG)

Pemeriksaan ultrasonografi pelvis dapat menemukan adanya pembesaran satu atau kedua ovarium. Namun yang perlu diingat bahwa pada PUD tidak selalu terjadi pembesaran ovarium sehingga diagnosa PUD dapat diduga tanpa harus melakukan pemeriksaan ultrasonografi terlebih dulu (Manuaba, 2004)

Data diagnostik tambahan pada kasus perdarahan uterus disfungsional menurut Manuaba, 2008

(1). Biopsi endometrium

Pada kasus perdarahan uterus disfungsional, endometrium hampir selalu proliferative atau hiperplastik, mengindikasikan perangsangan estrogenic berlebihan tanpa pengaruh progesterone yang berkaitan dengan ovulasi.

(2). Tes Kehamilan terhadap HCG

Suatu tes negativ membantu dalam menyingkirkan kemungkinan kehamilan.

(3). Tes koagulasi

Hitung trombosit atau waktu perdarahan atau kedua – duanya diindikasikan bila terdapat kecurigaan

terhadap trombositopenia atau penyakit Von Willebrand (kelainan koagulasi)

(4). Gonadotropin serum

Pada kasus perdarahan uterus disfungsional yang persisten selama bertahun – tahun reproduktif sering memerlukan prosedur diagnostik lanjutan. Peningkatan LH dan penurunan kadar FSH dikaitkan dengan sindrom ovarium polikistik.

(5). Tes fungsi tiroid

Diindikasikan apabila terdapat kecurigaan terhadap hipo atau hiper tiroidi.

(6). Prolaktin serum

Diindikasikan bila peningkatan kadarnya memberi kesan adanya adenoma hipofise yang mensekresi prolaktin.

b. Langkah II (Tahap Interpretasi Data)

Interpretasi data menjadi masalah atau diagnosa yang teridentifikasi secara spesifik. Kata masalah dan diagnosa keduanya digunakan karena masalah tidak dapat didefinisikan sebagai diagnosa tetapi dibutuhkan sebagai pertimbangan dalam mengembangkan rencana perawatan yang komprehensif kepada pasien (Varney, 2007).

1) Diagnosa Kebidanan

Diagnosa kebidanan adalah diagnosa yang ditegakkan bidan dalam lingkup praktek kebidanan dan memenuhi standar nomenklatur diagnosa kebidanan (Salmah, 2006). Ditulis secara lengkap berdasarkan anamnesa, data subyektif, pemeriksaan fisik dan diagnosa penunjang.

Pada kasus perdarahan uterus disfungsional diagnosis ditegakkan berdasarkan beberapa kriteria, yaitu: terjadinya perdarahan pervaginam yang tidak normal (lamanya, frekuensi dan jumlah) yang terjadi di dalam maupun di luar siklus haid, tidak ditemukan kelainan organik maupun kelainan hematologi (faktor pembekuan), hanya ditemukan kelainan fungsi poros hipotalamus-hipofisis-ovarium dan organ (endometrium), terjadi pada usia perimenars, masa reproduksi, dan perimenopause (Achadiat, 2004).

Diagnosa kebidanan yang dapat ditegakkan pada kasus pasien ibu dengan ganguan reproduksi Perdarahan Uterus Disfungsional adalah Ny. A umur 43 tahun, P4A1 dengan perdarahan uterus disfungsional, dengan dasar data subyektif dan data obyektif.

2) Masalah

Masalah adalah hal-hal yang berkaitan dengan pengalaman klien yang ditemukan dari hasil pengkajian atau yang menyertai diagnosis (Salmah, 2006)

Masalah pada kasus perdarahan uterus disfungsional yang adalah timbulnya rasa cemas akibat perdarahan akut dan banyak (Hestiantoro, 2007).

3) Kebutuhan

Kebutuhan adalah hal-hal yang dibutuhkan oleh klien dan belum teridentifikasi dalam diagnosis dan masalah yang didapatkan dengan melakukan analisis data (Salmah, 2006). Kebutuhan muncul setelah dilakukan pengkajian (Varney, 2007).

c. Langkah III (Tahap Mengidentifikasi Diagnosa atau Masalah Potensial dan Mengantisipasi Penanganannya)

Mengidentifikasi masalah atau diagnosa potensial lain berdasarkan seperangkat masalah dan diagnosa terbaru adalah suatu hal untuk antisipasi, pencegahan jika mungkin, pengawasan penuh dan persiapan untuk kejadian apapun. Langkah ini vital untuk perawatan apapun (Varney, 2007).

Diagnosa potensial pada kasus perdarahan uterus disfungsional adalah anemia berat sampai dengan syok (Achadiat, 2004). Pada kasus perdarahan uterus disfungsional yang berlangsung selama

beberapa tahun, gambaran endometrium menjadi tipis dan berpotensi menjadi kanker (Chalik, 2000). Rangsangan estrogen yang kuat dan terlalu lama akan menimbulkan mammae karsinoma, hiperplasia endometrium edematosa atau atipik, yang keduanya dianggap sebagai batu loncatan menuju karsinoma endometrium (Manuaba, 2004)

Antisipasi yang bisa dilakukan bidan menghadapi kasus perdarahan uterus disfungsional pada wanita dewasa muda, identifikasi apakah sudah aktif melakukan hubungan seksual. Pada wanita dewasa muda yang belum aktif melakukan hubungan seksual dan dengan keadaan baik, bidan masih dapat mencobanya dengan terapi hormonal pil KB, berhati – hatilah dalam memberi keterangan agar keluarganya tidak tersinggung (Manuaba, 2008).

Pada kasus perdarahan uterus disfungsional antisipasi yang dilakukan yaitu istirahat baring dan pemberian nutrisi yang cukup (Wiknjosastro, 2007).

d. Langkah IV (Tahap Menetapkan Kebutuhan Terhadap Tindakan Segera)

Langkah keempat menggambarkan sifat berkelanjutan dari manajemen proses tidak hanya selama perawatan primer tetapi selama para bidan terus-menerus bersama pasien tersebut. Beberapa data mengindikasikan situasi darurat dimana bidan harus bertindak secepatnya untuk keselamatan ibu atau bayi, data lain

mengindikasikan situasi yang membutuhkan tindakan segera sambil menunggu bantuan dokter, situasi lain tidaklah darurat tapi mungkin membutuhkan konsultasi atau manajemen kolaborasi dengan dokter (Varney, 2007).

Kebutuhan terhadap tindakan segera pada kasus perdarahan uterus disfungsional yang mungkin dilakukan bidan adalah melakukan rujukan sehingga mendapatkan terapi yang adekuat (Manuaba, 2008). Sedangkan kebutuhan tindakan segera yang berhubungan dengan anemia ringan karena perdarahan kronik adalah dengan mengobati sebab perdarahan dan pemberian preparat Fe (Manuaba, 2001).

e. Langkah V (Tahap Menyusun Rencana Tindakan)

Langkah kelima mengembangkan rencana perawatan yang komprehensif yang ditentukan oleh langkah sebelumnya. Suatu rencana perawatan yang komprehensif meliputi hal-hal yang diindikasikan oleh kondisi pasien dan masalah lain yang berkaitan. Apapun yang berkaitan dengan aspek apapun dari perawatan harus disetujui oleh kedua pihak baik oleh bidan atau wanita tersebut agar bersifat efektif (Varney, 2007).

Rencana asuhan kebidanan secara umum yang dilakukan pada kasus perdarahan uterus disfungsional adalah :

1) Memberikan penjelasan tentang perdarahan uterus disfungsional.

2) Memberikan motivasi dan support mental kepada klien (Manuaba, 2008).

3) Menganjurkan klien untuk rawat inap untuk mendapatkan perawatan intensif (Achadiat, 2004)

4) Melakukan observasi dengan memperhatikan gejala-gejala klinik yang berhubungan dengan perdarahan uterus disfungsional (Manuaba, 2008).

5) Konsultasi atau kolaborasi dengan dokter spesialis (obstetri ginekologi dan atau haematologi) (Manuaba, 2008).

6) Memberikan transfusi darah jika Hb < 10 mg/dl (Achadiat, 2004)

7) Memberikan medikamentosa (Errol, 2007). f. Langkah VI (Tahap Implementasi)

Langkah keenam adalah pelaksanaan perawatan yang komprehensif. Hal ini dapat dilakukan seluruhnya oleh bidan atau wanita yang bersangkutan, bidan atau anggota tim kesehatan lain. Jika bidan tidak melakukan sendiri, dia bertanggung jawab atas pengarahan pelaksanaannya. Pada keadaan melakukan kolaborasi dengan dokter dan memberi kontribusi terhadap penatalaksanaan perawatan ibu dengan komplikasi, bidan dapat mengambil tanggung jawab mengimplementasikan rencana perawatan kolaborasi yang menyeluruh. Implementasi yang efisien akan meminimalkan waktu dan biaya serta meningkatkan kualitas perawatan kesehatan. Suatu

komponen implementasi yang sangat penting adalah pendokumentasian secara berkala, akurat, dan menyeluruh (Varney, 2007).

Implementasi pada kasus perdarahan uterus disfungsional mengacu pada rencana tindakan yang sudah disetujui oleh pasien. g. Langkah VII (Tahap Evaluasi)

Langkah terakhir evaluasi adalah salah satu langkah pemeriksaan dari rencana perawatan, apakah kebutuhan ”butuh-bantuan” yang teridentifikasi dalam masalah dan diagnosa. Rencana dianggap efektif jika terlaksana dan tidak efektif jika tidak terlaksana (Varney, 2007).

Evaluasi dari pelaksanaan asuhan kebidanan pada klien dengan kasus perdarahan uterus disfungsional adalah:

1) Ibu mengerti tentang penyakitnya setelah diberikan penjelasan oleh bidan (Manuaba, 2008).

2) Ibu telah merasa lebih baik setelah mendapatkan motivasi dari bidan (Manuaba, 2008)

3) Klien bersedia melaksanakan rawat inap untuk pemberian terapi yang intensif (Achadiat, 2004)

4) Gejala-gejala klinik dari perdarahan uterus disfungsional sudah teratasi (Manuaba, 2008).

5) Hasil kuretase dipastikan tidak adanya patologi anatomi endometrium (Llewellyn, 2001).

6) Obat anti-inflamasi nonsteroid berupa asam mefenamat terlihat dapat mengurangi kehilangan darah (Errol, 2007). Sedangkan preparat Fe untuk meningkatan kadar haemoglobin (Manuaba, 2001).

4. Follow Up Catatan Perkembangan Kondisi Pasien

Dari hasil evaluasi sebelumnya dapat dilakukan asuhan kebidanan menggunakan langkah SOAP. 7 langkah Varney disarikan menjadi 4 langkah, yaitu SOAP (Subjektif, Objektif, Assesment, dan Planing). SOAP disarikan dari proses pemikiran penatalaksanaan kebidanan sebagai perkembangan catatan kemajuan keadaan klien. Menurut KepMenKes RI No:936/MenKes/SK/VII/2007 adalah sebagai berikut: a. S: Subjektif

Menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data klien, melalui anamnesa sebagai langkah I Varney.

b. O: Objektif

Menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik klien, hasil laboratorium dan tes diagnostik lain yang dirumuskan dalam data fokus untuk mendukung asuhan sebagai langkah I Varney. c. A: Assesment

Menggambarkan pendokumentasian hasil analisa dan interpretasi data subjektif dan objektif dalam suatu identifikasi:

1) Diagnosa atau masalah.

3) Perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter, konsultasi atau kolaborasi dan rujukan sebagai langkah 2,3 dan 4 Varney.

d. P: Planing

Menggambarkan pendokumentasian dari tindakan dan evaluasi perencanan berdasarkan Assesment sebagai langkah 5, 6 dan 7 Varney.

BAB III

Dokumen terkait