• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. HASIL PENELITIAN

B. Deskripsi Permasalahan Penelitian

3) Ceiling

Sebagai salah satu unsur pembentuk ruang, ceiling atau plafond merupakan penutup ruang bagian atas. Seperti halnya lantai dan dinding, ceiling juga mempunyai karakteristik tersendiri yang ikut menentukan terbentuknya kesan ruangan keseluruhan. Adapun pengertian ceiling menurut Pamudji J. Suptandar (1999:161) menyatakan bahwa : “pengertian ceiling atau langit-langit berasal dari kata ceil, yang artinya melindungi dengan suatu bidang penyekat sehingga terbentuk suatu ruang”. Dari pendapat tersebut mengandung pengertian bahwa ceiling atau langit-langit merupakan pembentuk suatu ruang. Secara umum ceiling atau langit-langit merupakan sebuah bidang yang berfungsi sebagai pelindung atau atap dan sekaligus sebagai pembentuk ruang dengan bidang yang ada di bawahnya.

Ceiling yang merupakan penutup bagian atas suatu bangunan berfungsi menambah kesan rapi pada bangunan bagian atas, sebab ceiling dapat menutupi bagian-bagian yang kurang rata pada bangunan bagian atas dan sebagai tempat beberapa instalasi yang berada di atas atau menempel pada ceiling, hal ini senada dengan pendapat Fred Lawson (1997:261) bahwa :

“The perspective of the ceiling is a major consideration in the design of the ballroom and its dividing rooms. In addition the contruction must incorporate meny funtional requiremants including access to technical equipment :

a) Air-conditioning ducting, terminals and diffusers, including the loadinh

and insulation of roof-mounted plant and balanced zone control equipment.

b) Lighting systems with a combination of decorative lamps, general

lighting, track lighting arrays, exhibition and asecial lighting requirements, emergency lighting, dimmer switches and controls for separate curcuits.

c) Fire detection and alarm systems automatic spinkler installations.

Ceiling meterials to satisfy low surface flame spread, low smoke generation and secure fixing requirements.

commit to user

d) Acoustic treatment over the whole or part to reduce reverberation time to

0. 8 seconds or lessin use.

e) Ceiling voids will require separation above the lines of partitions to meet

fire-resistance periods-usually ½ hour-and sealed sound flanking paths.

f) Thermal and sound insulation (particularly near airports, railways, major

roads) under roof construction and plant.

g) Mechanical equipment for moving partitions, projection screens and

other retractable equipment.

Pendapat di atas mengandung pengertian presfektif pada ceiling menjadi perhatian utama di dalam ballroom / ruang dansa dan ruang pemisah. Di dalam pemasangan pada konstruksi harus menggabungkan banyak fungsi yang penting termasuk akses / jalan masuk pada peralatan teknis :

a) Saluran udara / AC, sambungan dan pembesar termasuk pemuatan dan penyekatan pada susunan atap gedung dan keseimbangan pada daerah kontrol peralatan.

b) Sistem penerangan dengan kombinasi dekoratif lampu, penerangan umum, penerangan jalan, pertunjukan dan keperluan penerangan khusus, penerangan dalam keadaan darurat, tombol lampu dan kontrol untuk kontak terpisah.

c) Deteksi kebakaran dan sistem alarm, alat pemadam otomatis, bahan-bahan ceiling untuk menghambat penjalaran api, pembangkit asap rendah dan keperluan bahan-bahan yang aman.

d) Tindakan akustik yang lebih pada semua atau sebagian untuk mengurangi waktu gema sampai 0, 8 detik atau sisa dalam penggunaan. e) Menghindari ceiling akan membutuhkan pemisahan di atas garis pada

dinding untuk menemukan waktu pemadam kebakaran biasanya 0, 5 jam dan tertutup oleh bunyi sisa garis edar.

f) Yang berhubungan dengan panas dan penyekat bunyi (terutama sekali di dekat bandara, rel kereta api dan jalan utama) di bawah konstruksi atap dan gedung.

g) Peralatan mesin untuk perpindahan sekat, layar proyeksi dan peralatan yang dapat ditarik masuk lainnya.

commit to user

Karakteristik suatu ceiling merupakan ciri tertentu yang minimal harus ada pada suatu ruang yang bersangkutan dengan jenis kegiatan yang berlangsung dalam ruang. Pada ruang pertemuan atau ruang rapat dimana diharapkan tercapai suatu pendapat yang membutuhkan ketenangan dan konsentrasi, diusahakan agar ceilingnya berbentuk sederhana tidak mencolok karena akan mengganggu konsentrasi pengguna ruangan tersebut, hal ini senada dengan pendapat Pamudji J. Suptandar (1999:166) yang menyatakan bahwa : “pada ruang rapat di mana diharapkan tercapainya suatu pendapat yang membutuhkan konsentrasi, diusahakan agar ceiling berbentuk sederhana tidak menyolok karena akan mengganggu konsentrasi”.

Dari beberapa pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa : 1. Ceiling adalah bagian dari bangunan yang merupakan suatu bidang yang terletak dibagian atas, bersatu dengan dinding dan lantai akan membentuk suatu ruangan.

2. Ceiling akan menambah kesan rapi ruangan karena ceiling dapat menutupi bagian-bagian yang kurang rata pada bangunan bagian atas dan sebagai tempat beberapa instalasi di dalamnya seperti instalasi lampu (pencahayaan), instalasi AC (pengkondisian udara), alarm pemadam, pemadam kebakaran dan lain-lain.

3. Ceiling ruang pertemuan diusahakan berbentuk sederhana agar tidak menyolok karena akan mengganggu konsentrasi.

Gambar 4. Ceiling

commit to user

4) Furniture

Istilah furniture sering disama artikan dengan kata “meubel” dalam bahasa Perancis dan “mobel” dalam bahasa Jerman, yang berarti “mebel” dalam bahasa Indonesia. Pada hakekatnya furniture dibedakan menjadi dua, yaitu furniture yang dapat dipindahkan, seperti meja, kursi dan sebagainya. Yang kedua yaitu furniture yang tidak dapat dipindahkan atau tidak bergerak, seperti almari tanam, kursi tanam, meja tanam.

Desain furniture harus diselaraskan dengan kebutuhan pengguna, perancangan ini akan menimbulkan berbagai aspek yang berhubungan dengan jenis aktifitas, fungsi, maupun segi-segi visual. Lebih lanjut Pamudji J. Suptandar (1999:173) menerangkan bahwa :

Desain furniture dibagi atas dua kategori :

1. Furnituree yang berbentuk case (kotak) termasuk chests, meja tulis meja, lemari buku dan kursi yang tidak mempunyai pelapis, type furnituree semacam ini di Indonesia masih dibuat dari kayu walaupun bahan-bahan lain makin bartambah populer.

2. Furnituree yang dilapisi, misalnya sofa, kursi-kursi yang seluruhnya atau sebagian diberi pelapis termasuk perlengkapan-perlengkapan tidur.

Pendapat di atas mengandung suatu pengertian desain furniture dibagi dalam dua kategori yaitu furniture yang berbentuk case (kotak) termasuk chests, furniture ini tanpa dilapisi, seperti meja, kursi, lemari buku tanpa pelapis dan furniture yang diberi pelapis misalnya sofa, kursi-kursi yang seluruhnya diberi pelapis atau sebagian saja yang diberi pelapis.

Dalam hal ini Fred lawson (1997:262-263) berpendapat bahwa : “Essentianlly furniture sould be :

● lightweight but strong : stackable into mobile carriers

● linkable to form rows : interchangeable (e.g.tops and frames)

● styled to suit character of room and hotel

● durable, resistent to staining, scraping and marking

● protected to prevent damage to floor or walls”.

Pendapat di atas mengandung suatu pengertian bahwa pada dasarnya furniture seharusnya :

1) Ringan tapi kuat : Penyambungannya dimasukkan pada alat pengikat yang ringan

commit to user

2) Dapat dihubungkan untuk membentuk satu kesatuan : yang dapat dipertukarkan (seperti atap dan kerangka)

3) Dapat dibentuk dalam karakter yang bagus pada ruangan dan hotel 4) Dapat tahan lama, melindungi dari noda, kikisan dan tanda-tanda 5) Dilindungi untuk mencegah bahaya pada lantai atau dinding.

Dari beberapa pendapat yang telah dikemukakan di atas, maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa, pada hakekatnya furniture dapat dibedakan menjadi dua, yaitu furniture yang dapat dipindahkan dan furniture yang tidak dapat dipindahkan. Penggunaan bahan tidak keras dan kuat, mudah dipertukarkan, dapat membentuk karakter yang bagus pada ruangan atau hotel, tahan lama dan dilindungi sehingga tidak merusak lantai maupun dinding.

5) Warna

Warna adalah corak, intensitas dan nada pada permukaan suatu bentuk. Warna merupakan atribut yang paling mencolok yang membedakan suatu bentuk terhadap lingkungannya. Warna mempunyai peranan yang sangat besar dalam tata ruang, terutama dalam pembentukan suasana keseluruhan dari ruang. Warna adalah kekuatan yang berpengaruh terhadap manusia dan memberikan rasa sehat atau rasa lesu. Pengaruh warna terhadap manusia terjadi secara tidak langsung melalui pengaruh fisiologis. Pengaruh tersebut terjadi secara langsung melalui kekuatan pengaruh impuls.

Menurut Munsell, satu warna ditentukan oleh 3 (tiga) komponen, yaitu :

a) Hue : menyatakan kualitas warna atau intensitas panjang gelombang

b) Value : kesan kemudahan warna

c) Chroma : penyimpangan terhadap warna putih atau kejenuhan warna.

Selanjutnya itu juga dikenal adanya percampuran antara warna murni dengan warna kutub yang disebut dengan :

commit to user

a) Tint

Merupakan warna murni dicampur dengan warna putih sehingga terjadi warna muda.

b) Shade

Yaitu warna murni dicampur dengan hitam sehingga terjadi warna tua. c) Tone

Adalah warna murni dicampur dengan warna abu-abu (percampuran putih dan hitam) sehingga terjadi warna tanggung.

Setiap warna memberi kesan tersendiri. Perasaan hangat ditimbulkan oleh warna-warna matahari, diantaranya warna kuning, merah, kuning kemerahan, dan warna serumpun lainnya. Kesan dingin diperoleh dari warna-warna musim dingin, yaitu biru, biru kehijauan, putih, dan hitam. Warna-warna muda musim semi seperti kuning muda, hijau daun muda, merah jambu, dan coklat serta memberi kesan hangat dan berjiwa remaja. Warna musim gugur yang bercampuran abu-abu dan hitam terasa tenang dan hangat.

6) Pencahayaan, Penghawaan, dan Akustik Ruang

a) Pencahayaan

(1)Pencahayaaan Alami

Cahaya merupakan syarat bagi pengelihatan manusia. Penerangan yang baik dalam suatu ruangan memberikan kontribusi terhadap penampilan elemen dekoratif maupun arsitektural ruangan. Untuk memperoleh cahaya dalam suatu ruangan dapat diperoleh dari sumber cahaya alami, yaitu cahaya sinar matahari. Penggunaan pencahayaan ini dapat dilakukan pada siang hari.

Setyo Soetiadji (1997:7) mengemukakan bahwa : “pada umumnya pancapaian terang dalam suatu ruang dapat dilakukan dengan teknik alami dan buatan”. Pendapat tersebut di atas mengandung pengertian bahwa sumber cahaya sebagai penerangan berasal dari cahaya alami dan cahaya buatan. Selanjutnya Setyo Soetiadji (1997:8) menerangkan lebih lanjut bahwa :

“Dalam penerangan alami, sinar matahari yang masuk dalam ruangan terdiri atas beberapa unsur, yaitu :

commit to user

2. Sinar matahari yang berasal dari pantulan awan yang berasal dari langit 3. Sinar matahari refleksi luar, hasil pantulan cahaya dari benda-benda

yang ada di luar bangunan

4. Sinar matahari refleksi dalam, yaitu hasil pantulan cahaya dari dalam melalui elemen ruang atau benda yang ada dalam ruang”.

Dari pendapat yang dikemukakan di atas mengandung suatu pengertian bahwa, cahaya matahari yang masuk ke dalam suatu ruangan itu dapat berupa cahaya langsung, cahaya pantulan dan cahaya refleksi, baik refleksi luar maupun refleksi dalam. Biasanya untuk memperoleh cahaya alami dalam suatu ruangan adalah dengan menggunakan ventilasi, jendela dan lain sebagainya.

Sedangkan Y. B. Mangunwijaya (1980:211) mengemukakan bahwa : “ada dua macam terang. Yaitu terang berasal dari matahari secara langsung dan secara tidak langsung”. Terang secara tidak langsung sebagai pantulan cahaya matahari oleh awan-awan serta benda-benda di keliling bangunan dan terang dari lampu atau sumber-sumber cahaya buatan manusia.

Dari beberapa pendapat yang telah dikemukakan di atas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa, pencahayaan alami dapat digunakan pada siang hari, yaitu cahaya yang bersumber dari matahari, yang dapat diperoleh melalui media jendela, ventilasi, dan lain-lain. Biasanya unsur cahaya yang masuk dalam ruangan merupakan pencahayaan refleksi atau pantulan.

Cahaya dari atas kanan dan kiri Cahaya dari atas kanan

Cahaya dari samping atas

commit to user

Cahaya dari samping lurus Gambar 5. Pencahayaan alami Sumber : Setyo Soetiadji (1997:8) (2)Pencahayaan Buatan

Pencahayaan buatan sangat berfungsi pada malam hari, bahkan untuk memperoleh cahaya yang cukup, pada siang hari pun pencahayaan buatan dapat dipergunakan. Untuk memperoleh penyesuaian pencahayaan dan suasana yang nyaman dengan fungsi ruangan maka dapat dilakukan dengan sistem pencahayaan yang tetap.

Adapun beberapa sistem pencahayaan menurut Setyo Soetiadji (1997:48) adalah sebagai berikut :

Secara umum pencahayaan yang dihasilkan oleh penerangan ruangan dapat digolongkan ke dalam lima macam :

- pencahayaan tidak langsung (indirect lighting)

- pencahayaan semi tidak langsung (semi indirect lighting) - pencahayaan langsung tidak langsung (direct-indirect lighting) - pencahayaan setengah langsung (semi direct lighting)

- pencahayaan langsung (direct lighting)

Pendapat tersebut di atas mengandung suatu pengertian sebagai berikut :

(a) Pencahayaan tidak langsung (indirect lighting)

Adalah pencahayaan yang diarahkan kepada langit-langit dan bagian atas dari dinding ruangan, yang penerangannya sebesar 90 % sampai 100 %. Kemudian dipantulkan keseluruh ruangan untuk menghasilkan diffuse.

(b) Pencahayaan semi tidak langsung (semi indirect lighting)

Adalah pencahayaan yang penerangannya diarahkan ke permukaan langit-langit dan bagian atas dari dinding ruangan yang penerangannya sebesar 60 % sampai 90 % sedang sisanya untuk penerangan bidang kerja.

commit to user

(c) Pencahayaan langsung tidak langsung (direct-indirect lighting)

Adalah pencahayaan yang penerangannya diarahkan ke permukaan langit-langit dan bagian atas dari dinding ruangan yang penerangannya sebesar 50 % dan 50 % sisanya untuk penerangan bidang kerja.

(d) Pencahayaan setengah langsung (semi direct lighting)

Adalah suatu pencahayaan yang dipancarkan ke arah bidang kerja sebesar 60 % sampai 90 % dan selebihnya untuk penerangan pantul.

(e) Pencahayaan langsung (direct lighting)

Adalah pencahayaan yang diarahkan secara langsung ke arah bidang kerja yang diterangi dengan penerangannya sebesar 90 % sampai 100 %.

Pencahayaan langsung

Pencahayaan tak langsung

Pencahayaan setempat

commit to user

Pencahayaan khusus Gambar 6. Pencahayaan buatan Sumber : Setyo Soetiadji (1997:48)

Standar penerangan untuk suatu ruang pertemuan yang mencakup

direct lighting dan indirect lighting harus memenuhi persyaratan terang baca,

sehingga penerangan langsung yang diarahkan ke bidang kerja atau tempat duduk harus memenuhi persyaratan.

Tabel 2. Tingkat pencahayaan minimum untuk Hotel dan Restaurant yang dirokemendasikan. Fungsi Ruangan Tingkat Pencahayaan (lux) Keterangan Lobby, koridor 100

Pencahayaan pada bidang vertikal sangat penting untuk menciptakan suasana/kesan ruang yang baik. Ballroom/ruang

sidang

200

Sistem pencahayaan harus dirancang untuk menciptakan suasana yang sesuai. Sistem pengendalian ”switching” dan ”dimming” dapat digunakan untuk memperoleh berbagai efek pencahayaan.

Ruang makan 250

Cafetaria 250 Kamar tidur

150

Diperlukan lampu tambahan pada bagian kepala tempat tidur dan cermin.

Dapur 300

Sumber : Tata cara perancangan sistem pencahayaan buatan pada bangunan gedung (SNI 03-6575-2001).

Sedangkan teknik penempatan lampu Pamudji J. Suptandar (1999:228) mengemukakan :

commit to user

“Beberapa cara teknik penempatan lampu dalam ruangan : 1. Teknik pencahayaan pada dinding

2. Teknik pencahayaan pada plafond

3. Teknik pencahayaan yang dapat dipindah-pindahkan 4. Teknik pencahayaan yang digantung

5. Teknik penempatan khusus”.

Pendapat di atas mengandung suatu pengertian sebagai berikut : (1) Teknik pencahayaan pada dinding meliputi

(a) Valance yaitu penempatan lampu dengan penyinaran tidak langsung

dan ditempatkan di atas jendela.

(b)Penutup dinding atau bracket yaitu salah satu dari variasi valance

dengan cara memasang penutup pada dinding dengan mempergunakan lampu cahaya atau lampu dekorasi dan tidak memerlukan jendela seperti halnya valances, sistem ini dapat diletakkan pada berbagai ketinggian dan lebar.

(c) Cornices adalah salah satu tipe valance yang melekat pada plafond di

mana seluruh cahaya dipancarkan langsung ke bawah.

(d)Ceiling mounted spot / flood light adalah pemasangan lampu dengan penempatan lampu pijar di dalam plafond, hal ini untuk mengurangi jumlah udara yang panas.

(e) Luminous panels/wall yaitu pencahayaan yang penempatannya pada

dinding bagian dalam sehingga tembok sebagai pelindung sumber cahaya.

(2) Teknik pencahayaan dari plafond meliputi :

(a) Cove pencahayaan ini dapat dipergunakan pada ke empat dinding yang berseberangan dan ini termasuk dalam pencahayaan tak langsung.

(b)Luminous panel dari plafond adalah menutup dari langit-langit atau

sebagian dari langit-langit, ini cara yang efisien untuk menerangi beberapa area dengan menggunakan sheet yang transparan dan sangat mudah pemasangannya. Kebanyakan dipergunakan pada kamar mandi, dapur dimana cahaya bayangan bebas dari lampu sangat penting. (3) Teknik pencahayaan yang dapat dipindah-pindah

commit to user

Dalam penggunaan cahaya ini ada beberapa petunjuk umum untuk menentukan lampu-lampu dari tipe ini. Misalnya portable lamp, standard lamp dan sebagainya.

(4) Teknik pencahayaan yang digantung

Teknik ini penempatan lampu-lampu yang digantungkan dengan alat-alat penggantung.

(5) Teknik penempatan khusus

Pemasangan lampu ini biasanya dipergunakan untuk keperluan-keperluan yang sifatnya khusus dan tidak lazim dipergunakan oleh umum, contohnya adalah pemasangan lampu operasi, ruang pameran dan lain sebagainya.

(b) Penghawaan

Kondisi yang nyaman dan segar dalam suatu ruangan merupakan tuntutan bagi setiap penghuninya. Demikian pula dalam ruang pertemuan, penghawaan yang baik dalam suatu ruangan sangat mendukung berlangsungnya kegiatan yang ada di dalamnya.

Diratmaja E. (1983:17) berpendapat bahwa, “faktor penentu suhu dalam ruangan antara lain : suhu udara, suhu pancaran, gerakan udara, kelembapan udara dan kemurnian udara”. Pendapat tersebut di atas jelas mengandung suatu pengertian bahwa besarnya suhu udara dalam suatu ruangan akan dipengaruhi beberapa faktor, yaitu suhu udara itu sendiri, suhu pancaran, gerakan udara, kelembapan udara, dan kemurnian udara.

Selanjutnya James C. Snyner dan Anthony J. Catanese yang diterjemahkan oleh Hendro Sangkoyo dan Yani Sianipar (1985:481) menerangkan lebih lanjut, bahwa “…pencapaian udara segar dalam suatu ruangan dapat dipakai alat mekanis (AC, kipas angin/ van), karena suhu dapat dikondisikan dan dijaga”.

Pamudji J. Suptandar (1999:277) berpendapat bahwa : “dalam pasaran umum kita kenal ada tiga jenis AC, yaitu AC window, AC central dan AC split”. AC window umumnya dipakai pada perumahan dan dipasang pada salah satu dinding ruang dengan batas ketinggian yang terjangkau dan

commit to user

penyemprotan udara tidak mengganggu si pemakai. AC central biasa digunakan pada unit-unit perkantoran, hotel, supermarket dengan pengontrolan atau pengendalian yang dilakukan dari satu tempat. Sedangkan AC split hampir sama bentuknya dengan AC window bedanya hanya pada konstruksi di mana alat condensator terletak di luar ruang.

Sedangkan suhu udara yang dipergunakan dalam ruang pertemuan menurut Fred Lawson (1997:300) dalam pernyataannya adalah : “The temperature of heated public space and office may be limited to 20° C (60° F)”.

Gambar 7. Penghawaan Alami Sumber : Setyo Soetiadji (1997:39)

Gambar 8. AC Split Sumber : www. google.co.id

(c) Akustik Ruang

Akustik merupakan bagian dari ilmu suara (since of sound), secara umum siatem akustik merupakan suatu usaha untuk mendukung kelancaran komunikasi yang terjadi dalam suatu ruangan. Dalam arti akustik ruang adalah

commit to user

sebagai pengendalian terhadap suara-suara yang tidak diinginkan dan lebih menguatkan suara-suara yang dibutuhkan yang menjadi tujuan utama dalam akustik ruang. Dalam hal ini James C. Snyner & Anthony J. Catanese yang diterjemahkan oleh Hendro Sangkoyo dan Yani Sianipar (1985:448) berpendapat bahwa “ada dua tujuan pokok akustik arsitektural, meningkatkan dan memperkuat suara-suara yang diinginkan dan mengurangi atau melenyapkan kebisingan yang mengganggu dan tidak diinginkan yang pertama biasa disebut akustik ruang, dan yang kedua disebut kontrol kebisingan”. Pendapat tersebut mengandung pengertian bahwa akustik arsitektural mempunyai dua tujuan yaitu untuk meningkatkan suara-suara yang diinginkan (disebut akustik ruang) dan untuk melenyapkan kebisingan (disebut kontrol kebisingan).

Gambar 9. Akustik Ruang Sumber : Leslie L. Doelloe (1990:56)

Selanjutnya untuk memperoleh kondisi akustik yang baik dalam ruangan Leslie L. Doelloe yang diterjemahkan oleh Lea Prasetyo (1990:53) berpendapat bahwa untuk mendapat kondisi akustik yang baik adalah :

1. Harus ada kekerasan (nudness lodnes) yang cukup dalam tiap bagian ruangan, terutama pada tempat-tempat yang jauh dari sumber suara. 2. Energi bunyi harus dapat didistribusikan kesemua arah secara merata. 3. Ruangan harus bebas dari cacat akustik seperti : gema, pemantulan yang

berkepanjangan (longdelayetd reflection), gaung dan sebagainya.

Pendapat tersebut di atas mengandung pengertian bahwa ada 3 faktor yang penting untuk memperoleh kondisi akustik ruang yang baik yaitu : adanya kekerasan permukaan yang cukup, terutama pada tempat-tempat yang

commit to user

jauh dari sumber bunyi, bunyi yang ke luar harus dapat disebar ke seluruh arah ruangan secara merata dan ruangan harus bebas dari cacat akustik.

Selanjutnya dijelaskan lebih lanjut oleh Leslie L. Doelloe yang diterjemahkan oleh Lea Prasetyo (1985:448) menerangkan bahwa “…sumber bunyi harus dikelilingi oleh meterial absorsi yang baik (parporated akustic) yang dipasang pada permukaan ceiling, dinding atau lantai sebagai pengendali akustik”. Pendapat tersebut mengandung suatu pengertian bahwa untuk mendapatkan akustik ruang yang baik maka dapat dipasang material peredam suara yang dapat dipasang pada dinding, plafond atau lantai.

Dari berbagai pendapat yang telah dikemukakan di atas, maka dapat diambil suatu kesimpulan sementara bahwa :

1. Tujuan akustik adalah untuk menguatkan suara yang dibutuhkan dan menghilangkan kebisingan.

2. Karena sifat suara atau bunyi dapat memantulkan setelah menumbuk rintangan dan dapat menimbulkan gema serta kebisingan maka dapat dipasang material absorsi pada dinding, plafond dan lantai sebagai bahan penyerap suara.

7) Ornamen dan Aksesori a) Ornamen

Menurut Soepratno (1997:11) “Ornamen berasal dari bahasa Yunani yaitu dari kata ornae yang artinya hiasan atau perhiasan”. Ragam hias atau ornamen itu sendiri terdiri dari berbagai jenis motif dan motif-motif itulah yang digunakan sebagai penghias sesuatu yang ingin kita hiasi. Oleh karena itu motif adalah dasar untuk menghias sesuatu ornamen.

Ungkapan hasil pikiran dan daya cipta untuk memberikan tambahan pada sesuatu benda dengan tujuan agar lebih indah merupakan bagian dari seni hias atau ornamen. Ornamen atau seni hias tersebut mendorong manusia untuk menikmati berbagai corak hiasan sehingga dapat menimbulkan rasa menyenangkan.

commit to user

(1) Motif Ornamen

Terjadinya ornamen merupakan hasil dari suatu susunan atau pengolahan unsur-unsur ornamen. Karena unsur-unsur ornamen tersebut mempunyai persamaan-persamaan tertentu dengan unsur seni rupa lainnya. Diantara unsur-unsur ornamen tersebut ialah motif geometrik,

Dokumen terkait