• Tidak ada hasil yang ditemukan

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Lahan Lahan Lampung Selatan, Lampung

Tanaman jarak pagar di Karang Anyar, Lampung Selatan memiliki nama lokal Asem Bagus. Lahan berada pada ketinggian lebih kurang 50 m dpl. Lahan tanaman jarak pagar yang diamati di Karang Anyar seluas 250 m x 100 m dengan jarak tanam 2 m x 2 m, dan jumlah tanaman lebih kurang 6125 tanaman. Tanaman jarak pagar sedang memasuki fase generatif (Gambar 6). Pada saat awal penanaman, tanaman diberi pupuk kandang (kotoran sapi) dengan dosis 1 kg/tanaman, setelah tanaman berumur 8 bulan diberi pupuk NPK sebanyak 100 mg/tanaman. Menurut informasi yang didapatkan, penyakit yang paling merugikan di lokasi tersebut ialah penyakit leles atau busuk batang dengan bercak-bercak hitam pada permukaan batang yang menyebabkan kematian tanaman hingga 50% di persemaian. Pengamatan dilakukan pada saat tanaman berumur 11 bulan dan musim kemarau.

Gambar 6 Lahan jarak pagar di Lampung Selatan

Lahan Bandar Lampung, Lampung

Tanaman jarak pagar Bandar Lampung memiliki nama lokal Asem Bagus. Lahan berada pada ketinggian lebih kurang 70 m dpl. Lahan tanaman jarak pagar di daerah ini memiliki luas 324 m2, jarak tanam 0,5 m x 0,5 m, dan jumlah

26   

tanaman lebih kurang 1295 tanaman. Lahan ini adalah lahan percobaan pengembangan tanaman jarak pagar oleh Perhimpunan Petani Jarak Pagar Indonesia-Lampung (PPJPI-Lampung). Lahan ini terletak di tengah-tengah areal tanaman padi masyarakat. Tanaman sedang memasuki fase generatif. Pada saat awal penanaman, tanaman diberi pupuk kandang dengan dosis 3 ons/tanaman, dan tidak ada teknik budidaya khusus yang dilakukan pada lahan ini. Penyakit yang paling merugikan ialah penyakit leles atau busuk batang dengan bercak-bercak hitam pada permukaan batang yang menyebabkan kematian tanaman hingga 70% di persemaian. Pengamatan dilakukan pada saat tanaman umur 2 tahun dan musim kemarau.

Lahan Cigawir, Sukabumi, Jawa Barat

Tanaman jarak pagar Cigawir memiliki nama lokal Asem Jawa. Lahan berada pada ketinggian 600 m dpl. Lahan tanaman jarak pagar di daerah ini memiliki luas 30 ha. Jarak tanamnya adalah 2 m x 2 m untuk lahan datar, sedangkan pada lahan yang miring jarak tanamnya adalah 2 m x 1,5 m. Jumlah tanaman lebih kurang 75000 tanaman. Lahan jarak pagar ini adalah bekas lahan teh (Gambar 7). Pada saat awal penanaman, lahan dibersihkan dari sisa-sisa tanaman teh, baik bagian tanaman yang tertinggal maupun tanaman teh yang masih tumbuh di lahan. Tanaman diberi pupuk kandang (kotoran sapi) dengan dosis 500 g/tanaman, setelah tanaman berumur 3 bulan diberi pupuk NPK sebanyak 50 mg/tanaman. Pengendalian hama dan penyakit yang pernah dilakukan yaitu pengendalian Tetranychus sp. dengan menggunakan rinso dan bubur california yang disemprot dengan dosis 250 cc/pohon. Selain itu pengendalian juga dilakukan dengan cara pemangkasan tanaman yang terserang hama atau penyakit. Selain untuk mengendalikan hama dan penyakit, pemangkasan berfungsi untuk merangsang pembentukan bunga. Pengamatan dilakukan pada tanaman umur 1 tahun dan pada musim hujan.

27   

Gambar 7 Lahan jarak pagar di Cigawir

Lahan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat

Bibit tanaman jarak pagar Ciawi berasal dari Lampung dengan nama lokal Asem Bagus. Lahan berada pada ketinggian lebih kurang 400 m dpl. Lahan tanaman jarak pagar di daerah ini memiliki luas 2,5 ha dan jarak tanamnya adalah 2 m x 2 m. Tanaman sedang memasuki fase generatif (Gambar 8). Pada saat awal penanaman dilakukan pembersihan lahan dari gulma-gulma/rumput yang ada, tanaman diberi pupuk kandang (kotoran sapi) dengan dosis 1 kg/tanaman dan PSP/SP36 dengan dosis 50 g/lubang tanam. Perawatan dilakukan dengan cara pembersihan gulma bila sudah banyak, biasanya 4 bulan sekali. Satu bulan setelah tanam diberi pupuk NPK sebanyak 10 g/tanaman. Penyakit yang paling merugikan ialah penyakit leles atau busuk batang dengan bercak-bercak hitam pada permukaan batang yang menyebabkan kematian tanaman hingga 50% di persemaian. Pengamatan dilakukan pada saat tanaman berumur 11 bulan dan musim kemarau.

28   

Lahan Citeureup, Kabupaten Bogor, Jawa Barat

Tanaman jarak pagar Citeureup memiliki nama lokal Dompu. Lahan berada pada ketinggian lebih kurang 200 m dpl. Lahan tanaman jarak pagar di daerah ini memiliki luas 30 ha, jarak tanam 2 m x 2 m. Umur tanaman 11 bulan dengan jenis tanah berkapur (Gambar 9a). Pada saat persemaian, media yang digunakan adalah media tanam jadi yang dimasukan pada polibag 20 cm x 25 cm. Polibag yang telah ditanami benih diletakan di tempat yang berpenaung (paranet 65%) (Gambar 9b). Tanaman yang telah berumur 12 minggu setelah tanam (MST) dipindahkan ke lapang. Tanaman diberi pupuk kandang (kotoran sapi) dengan dosis 3 kg/lubang dan Furadan sebanyak 2 g/lubang. Bibit dimasukan ke dalam lubang tanam, pada umur ± 8 MST dilakukan pemangkasan ± 40 cm dari pangkal batang. Umur 16 MST di lapangan sudah dapat dipanen. Perawatan dilakukan dengan penyiraman air 1 kali dan penyiangan gulma. Pengendalian OPT menggunakan bubur california 20–30 ml/l air. Pemupukan dilakukan 3 bulan sekali, dengan dosis 2 kg pupuk kandang/pohon. Penelitian dilakukan pada saat musim hujan

(a) (b)

Gambar 9 Lahan jarak pagar di Citeureup (a) budidaya dan (b) persemaian

Hama

Beberapa hama yang ditemukan pada pertanaman jarak pagar yaitu kepik lembing (Chrysocoris javanus, Hemiptera: Pentatomidae), tungau merah (Tetranychus sp., Acarina: Tetranychidae), thrips (Selenothrips rubrocinctus, Thysanoptera: Thripidae), kutu putih (Ferrisia virgata, Hemiptera: Pseudococcidae), ulat kolang-kaling (Chalcocelis albiguttata, Lepidoptera:

29   

Limacodidae), walang sangit (Leptocorisa oratorius, Hemiptera: Alydidae), belalang (Valanga nigricornis, Orthoptera: Acrididae), kepik hijau (Nezara viridula, Hemiptera: Pentatomidae), ulat api (Parasa lepida, Lepidoptera: Limacodidae), cengkerik (Orthoptera: Gryllidae), siput kecil (Mollusca), Dyscheres curtus (Coleoptera: Curculionidae), Coreidae (Hemiptera), Pyrochroidae (Coleoptera), Amatidae (Lepidoptera), wereng daun (Empoasca sp., Hemiptera: Cicadellidae), dan ulat pengorok daun (Liriomyza sp., Diptera: Agromyzidae).

Kutu Putih (F. virgata, Hemiptera: Pseudococcidae)

Populasi F. virgata di lahan Lampung Selatan yaitu 3,35 ekor/daun yang menunjukan lebih tinggi daripada di lainnya. Populasi F. virgata di lahan Lampung Selatan tidak berbeda nyata dengan populasi di lahan Ciawi yaitu 3,08 ekor/daun (Gambar 11).

Gambar 10 Gejala serangan hama F. virgata pada daun

Gambar 11 Populasi hama F. virgata di beberapa lokasi a c c ab bc c 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 Lampung Selatan Bandar Lampung

Cigawir Ciawi Citeureup 1 Citeureup 2

Rata-rata populasi

(ekor/d

aun)

30   

Tingginya populasi F. virgata di lahan jarak pagar Lampung Selatan dan Ciawi dapat disebabkan lokasi kedua lahan ini berdekatan dengan pertanaman kelapa yang juga merupakan salah satu inang hama ini. Curah hujan yang rendah pada lahan Lampung Selatan merupakan kondisi lingkungan yang mendukung perkembangan kutu dompolan. Tidak adanya tindakan pengendalian OPT di lahan ini seperti sanitasi lahan, pemangkasan tanaman yang terserang hama, maupun aplikasi insektisida menyebabkan populasi F. virgata menjadi tinggi.

Pada lahan Ciawi yang memiliki curah hujan cukup tinggi yaitu kondisi lahan yang tidak sesuai untuk perkembangan F. virgata, tetapi terdapat populasi yang tidak berbeda nyata dengan lahan Lampung Selatan. Tingginya populasi hama di lahan Ciawi kemungkinan karena faktor inang yang cukup luas yang salah satunya terdapat tanaman kelapa di sekitar pertanaman jarak pagar, serta angin yang cukup kuat di lokasi ini yang dapat membantu penyebaran hama. Populasi F. virgata sangat rendah di lahan Cigawir yaitu 0,05 ekor/daun. Hal ini karena lahan Cigawir memiliki curah hujan yang cukup tinggi yang dapat menghambat perkembangan hama. Selain faktor alam yang tidak mendukung perkembangan hama, adanya teknik pengendalian yang dilakukan dengan cara pemangkasan tanaman yang terserang hama serta aplikasi pestisida berupa bubur california dan detergen selain sebagai fungisida terbukti dapat menekan perkembangan F. virgata.

Pada lahan Bandar Lampung, Citeureup 1, dan Citeureup 2 yang memiliki curah hujan cukup rendah yaitu kondisi lingkungan yang sesuai untuk perkembangan hama, tetapi populasi hama pada ketiga lahan ini rendah yaitu 0,55 ekor/daun, 1,51 ekor/daun, dan 0,19 ekor/daun. Hal ini kemungkinan karena sumber hama seperti inang lainnya di sekitar tanaman jarak pagar tidak ada, sehingga penyebarannya cukup lama. Selain itu pada lokasi Citeureup 2 tanaman persemaian mendapatkan perlakuan budidaya yang cukup intensif yaitu tanaman dinaungi paranet 65% yang menyebabkan sinar matahari tidak masuk penuh sehingga ketahanan tanaman cukup kuat terhadap hama. Pemangkasan tanaman terserang dan aplikasi pestisida dilakukan di lahan Citeureup 2 upaya pengendalian hama, serta sering dilakukan monitoring yang baik terhadap lahan tersebut. F. virgata menyerang hampir seluruh pertanaman jarak pagar, hal ini

31    b b b b a b 0 1 2 3 4 5 6 7 8 Lampung Selatan Bandar Lampung

Cigawir Ciawi Citeureup 1 Citeureup 2

Rata-rata pop

ulasi

(ekor/daun)

Lokasi

karena hama dapat menyerang berbagai fase tanaman dan semua bagian tanaman, serta memiliki kisaran inang yang luas yang menyebabkan hama ini dapat ditemukan hampir diseluruh pertanaman jarak pagar.

Thrips (S. rubrocinctus, Thysanoptera: Thripidae)

Populasi tertinggi hama thrips terdapat di lahan Citeureup 1 yaitu 7,28 ekor/daun. Pada lahan di daerah lainnya tidak berbeda nyata yaitu berkisar antara 0,21-1,11 ekor/daun (Gambar 13).

Gambar 12 Gejala serangan hama S. rubrocinctus

Gambar 13 Populasi hama S. rubrocinctus di beberapa lokasi

Rata-rata gejala thrips tertinggi terdapat pada lahan Citeureup 1 yaitu 21,4% (Gambar 14). Gejala hama ini terdapat juga pada lahan Lampung Selatan dan Bandar Lampung.

32    b c c c a c 0 5 10 15 20 25 Lampung Selatan Bandar Lampung

Cigawir Ciawi Citeureup 1Citeureup 2

Rata-rata gejala

(%)

Lokasi

Gambar 14 Persentase gejala S. rubrocinctus di beberapa lokasi

Populasi hama thrips tertinggi terdapat di lahan Citeureup 1 dibandingkan lahan lainnya. Hal ini disebabkan di lahan jarak pagar Citeureup 1 memiliki kondisi lingkungan yang baik untuk berkembangnya hama thrips yaitu dengan suhu yang cukup panas lebih kurang 28 °C dan curah hujan yang cukup rendah. Suhu optimum untuk perkembangan serangga ini anatara 26–28 °C dan kelembapan 85%, serangan biasanya akan lebih berat jika terjadi hujan rintik-rintik (Kalshoven 1981). Populasi hama thrips di lahan lainnya cukup rendah yaitu pada lahan Lampung Selatan 0,21 ekor/daun, Bandar Lampung 0,29 ekor/daun, Cigawir 0, Ciawi 1,11 ekor/daun, dan Citeureup 2 yaitu 0,21 ekor/daun. Tidak adanya hama pada pertanaman jarak pagar di Cigawir dan rendahnya hama di lahan Ciawi disebabkan kedua lahan ini berada di tempat yang cukup tinggi yaitu mencapai 600 m dpl yang menyebabkan suhu cukup rendah lebih kurang 24 °C, serta curah hujannya yang cukup tinggi. Pada kondisi lahan seperti ini ialah kondisi lahan yang tidak disukai oleh thrips. Selain kondisi lingkungan Cigawir yang tidak mendukung perkembangan thrips di lahan, teknik pengendalian dengan pemangkasan tanaman yang terserang hama, aplikasi pestisida, serta di lahan terdapat serangga predator Coccinelidae yang dapat menekan perkembangan hama.

Gejala keperakan pada permukaan daun jarak pagar tertinggi terjadi di lokasi lahan jarak pagar Citeureup 1 yaitu mencapai 21,4 %. Tingginya

33    c c c c a b 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 Lampung Selatan Bandar Lampung

Cigawir Ciawi Citeureup

1 Citeureup 2 Rata-rata p opulasi (ekor/daun) Lokasi

persentase gejala keperakan pada daun berkorelasi dengan tingginya populasi hama thrips di lahan Citeureup 1. Sedangkan serangan pada lahan lainnya cukup rendah. Pada lahan Cigawir, Ciawi, dan Citeureup 2 tidak terdapat gejala pada pertanaman, hal ini disebabkan rendahnya populasi hama thrips pada ketiga lahan tersebut.

Tungau (Tetranychus sp., Acarina: Tetranychidae)

Populasi hama tungau merah di lahan Citeureup 1 dan Citeureup 2 berbeda nyata yaitu berturut-turut 1,00 ekor/daun dan 0,44 ekor/daun, sedangkan pada lahan Lampung Selatan, Bandar Lampung, Cigawir, dan Ciawi hama tidak ditemukan (Gambar 16).

Gambar 15 Gejala daun kerdil serangan hama Tetranychus sp.

34    a a bc bc b c 0 5 10 15 20 25 Lampung Selatan Bandar Lampung

Cigawir Ciawi Citeureup 1Citeureup 2

Rata-rata gejala

(%)

Lokasi

Tungau merah hanya ditemukan di lahan Citeureup 1 dan Citeureup 2 (Gambar 16). Hal ini diduga karena faktor lingkungan di dua lahan ini yang sesuai untuk perkembangan tungau merah. Lokasi Citeureup yaitu daerah yang memiliki jenis tanah berkapur, sehingga penyerapan air kurang baik. Kondisi tanah seperti ini membuat kelembapan dalam tanah menurun. Aktifitas tungau semakin tinggi pada daerah yang memiliki kelembapan tanah rendah. Populasi tungau merah yang hanya mencapai 1 ekor/daun diduga karena pengaruh musuh alami yaitu Coccinelidae.

Gejala daun kerdil tertinggi berada di lahan jarak pagar Lampung Selatan dan Bandar Lampung yang mencapai 22,8 % (Gambar 17). Padahal pada kedua lahan ini tidak ditemukan tungau merah, diduga populasi hama sedang turun karena pengaruh perubahan iklim dari panas memasuki musim hujan, sehingga yang tersisa pada tanaman hanya gejala serangan tungau. Sementara itu pada lahan Cigawir dan Ciawi populasi dan gejala serangan tungau rendah. Hal ini karena kondisi lingkungan kedua lahan ini yang cukup lembap yang mana kondisi lingkungan seperti ini kurang sesuai untuk perkembangannya. Selain faktor lingkungan yang tidak sesuai bagi tungau, kedua lahan ini memiliki perawatan tanaman yang cukup baik seperti pemangkasan tanaman yang terserang hama, sanitasi sumber hama, maupun pengendalian dengan aplikasi pestisida.

Gambar 17 Persentase gejala daun kerdil di beberapa lokasi

Selain gejala daun kerdil, terdapat gejala titik-titik merah pada permukaan daun. Gejala titik-titik merah hanya terlihat di lahan Citeureup 1 dan Citeureup 2

35    b b b b a a 0 2 4 6 8 10 12 Lampung Selatan Bandar Lampung

Cigawir Ciawi Citeureup 1Citeureup 2

R ata-ra ta geja la (%) Lokasi

dengan rata-rata gejala masing-masing yaitu 10,60 % dan 10,07 % (Gambar 18). Pada lahan lainnya tidak ditemukan gejala serangan. Pada lahan Lampung Selatan, Bandar Lampung, Cigawir, dan Ciawi serangan tungau sudah lama dan hama tidak berada di lahan lagi, sehingga hanya menyisakan gejala daun mengkerut atau kerdil.

Gambar 18 Persentase gejala titik-titik merah di beberapa lokasi

Belalang (V. nigricornis, Orthoptera: Acrididae)

Populasi hama belalang tertinggi ditemukan di lahan Ciawi yaitu 0,31 ekor/tanaman dan lahan Ciawi yaitu 0,17 ekor/tanaman (Gambar 19). Pada lahan Citeureup 1 tidak ditemukannya hama belalang.

36    bc c b a c bc 0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 Lampung Selatan Bandar Lampung

Cigawir Ciawi Citeureup 1 Citeureup 2

Rata-rata populasi (ek o r/tanam an) Lokasi

Gambar 20 Populasi hama V. nigricornis di beberapa lokasi

Populasi hama belalang tertinggi di lahan jarak pagar Ciawi dan Cigawir. Hal ini dapat disebabkan karena kedua lokasi ini memiliki curah hujan yang cukup tinggi dibandingkan daerah lainnya. Pada saat musim hujan imago betina hama ini mulai meletakan telur-telurnya pada tanaman (Dadang et al. 2007). Belalang hampir ditemukan di seluruh lokasi pertanaman jarak pagar, karena hama ini memiliki kisaran inang yang cukup luas dan memiliki sayap sebagai alat mobilisasi yang mampu berpindah tempat hingga 200 km. Populasi belalang di lahan jarak pagar di Lampung Selatan, Bandar Lampung, Citeureup 1, dan Citeureup 2 yang cukup rendah masing-masing yaitu 0,05 ekor/tanaman, 0,01 ekor/tanaman, 0, dan 0,09 ekor/tanaman. Pada lahan Citeureup 1 dan Citeureup 2 kondisi tanaman cukup terisolasi.

Kepik Lembing (C. javanus, Hemiptera: Pentatomidae)

Populasi kepik lembing di lahan Lampung Selatan, Bandar Lampung, Ciawi, dan Citeureup 1 tidak berbeda nyata yaitu berkisar antara 0,13–0,99 ekor/tanaman (Gambar 22). Hama kepik lembing tidak ditemukan di lahan Cigawir dan Citeureup 2.

37   

(a) (b) Gambar 21 (a) Imago dan (b) nimfa C. javanus

Gambar 22 Populasi hama C. javanus di beberapa lokasi

Hama ini tidak ditemukan di lahan jarak pagar Cigawir dan Citeureup 2. Hal ini karena pada lahan Cigawir tanaman belum mulai berbuah dan sering dilakukannya sanitasi lahan, pemangkasan tanaman, serta aplikasi pestisida, sedangkan pada lahan Citeureup 2 belum memasuki masa generatif karena umur tanaman persemaian lebih kurang 4 bulan dan tanaman dilindungi oleh paranet 65%. Kepik lembing merupakan hama buah atau bunga jarak pagar yang menghisap nutrisi pada buah maupun bunga jarak pagar, sehingga hama ini sering ditemukan pada lahan tanaman yang berada pada fase generatif. Gejala serangan hama kepik lembing yaitu menimbulkan kerusakkan pada kapsul buah yang sedang berkembang sehingga bunga/buah yang terserang menjadi coklat

ab ab b a ab b 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 Lampung Selatan Bandar Lampung

Cigawir Ciawi Citeureup 1Citeureup 2

Rata-rata populasi (ek o r/tanam an) Lokasi

38    a a a a a a 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 Lampung Selatan Bandar Lampung

Cigawir Ciawi Citeureup 1 Citeureup 2

Rata-rata po

pulasi

(ekor/tanam

an)

Lokasi

kehitaman, bunga tidak bisa menjadi buah, sedangkan buah menjadi rusak tidak dapat dipanen (Djudawi 2006).

Walang Sangit (L. oratorius, Hemiptera: Alydidae)

Hama L. oratorius hanya ditemukan di lahan Lampung Selatan dan Bandar Lampung. Populasi hama L. oratorius di kedua lahan ini yaitu berturut-turut 0,01 ekor/tanaman dan 1,16 ekor/tanaman (Gambar 23).

Gambar 23 Populasi hama L. oratorius di beberapa lokasi

Hama ini ditemukan di lahan tanaman jarak pagar Lampung Selatan dan Bandar Lampung. Pada lahan lainnya tidak ditemukan hama ini. Hal ini dapat disebabkan karena lahan jarak pagar Lampung Selatan dan Bandar Lampung berdekatan dengan areal pertanaman tanaman padi masyarakat. Pada kedua lahan ini juga tidak dilakukannya teknik budidaya yang baik yaitu semasa hidup tanaman jarak pagar dibiarkan saja tumbuh tanpa perlakuan, sehingga L. oratorius dapat hinggap dan bertahan di lahan tersebut. Pada lahan Bandar Lampung jarak tanam yang sangat dekat yaitu 0,5 m x 0,5 m menyebabkan persebaran dari tanaman satu ke tanaman lainya cukup cepat. Akan tetapi populasi hama masih rendah karena diduga walang sangit merupakan hama padi yang baru saja berpindah dari tanaman padi ke tanaman jarak pagar. Jadi diduga L. oratorius berasal dari areal pertanaman padi yang baru saja dipanen disekitar pertanaman jarak pagar Lampung Selatan dan Bandar Lampung. Pada keempat lahan lainnya

39   

tidak ditemukan hama ini karena keempat lahan lainnya jauh dari pertanaman padi atau inang utama L. oratorius.

Hama lainnya

Pada lahan jarak pagar ditemukan juga beberapa jenis hama selain hama-hama tersebut di atas dalam populasi yang rendah, yaitu kepik hijau (Nezara viridula, Hemiptera: Pentatomidae), ulat jengkal (Lepidoptera: Geometridae), ulat api (Parasa lepida, Lepidoptera: Limacodidae), ulat kolang kaling (Calchocelis albiguttata, Lepidoptera: Limacodidae), wereng daun (Empoasca sp., Hemiptera: Cicadellidae), ulat pengorok daun (Liriomyza sp., Diptera: Agromyzidae), Coreidae (Hemiptera), cengkerik (Orthoptera: Gryllidae), Pyrochroidae (Coleoptera), Dyscheres curtus (Coleoptera: Curculionidae), siput kecil (Molusca). Hama-hama ini terdapat di lahan jarak pagar Cigawir dan Ciawi. Hal ini mungkin disebabkan pada lahan Cigawir dan Ciawi memiliki tumbuhan sekitar pertanaman yang beraneka ragam, kemungkinan tumbuhan-tumbuhan tersebut dapat menjadi inang alternatif hama.

Penyakit

Beberapa jenis penyakit yang ditemukan pada pertanaman jarak pagar diantaranya bercak daun bakteri, bercak daun coklat, busuk buah, busuk batang, dan embun tepung.

Bercak Daun Bakteri

Pada permukaan daun terdapat bercak-bercak kuning tidak beraturan, lama-kelamaan daun akan menjadi kuning seluruhnya. Dadang et al. (2007) menyatakan bahwa daun pada tanaman jarak pagar dengan gejala berupa bercak bulat berwarna coklat atau kuning dan tidak beraturan, serta tepi dibatasi garis berwarna terang pada permukaan bawah daun disebabkan oleh Xanthomonas ricinicola. Gejala ini dapat meluas hingga permukaan atas daun dan menjadi coklat gelap atau hitam yang dikelilingi oleh halo berwarna kuning. Berdasarkan kesamaan gejala di lapangan diduga penyebab penyakit ini ialah X. ricinicola.

40   

Gambar 24 Gejala penyakit bercak daun bakteri

Tingkat kerusakan akibat penyakit ini di lahan Bandar Lampung berbeda nyata dengan lahan lainnya. Luas serangan tertinggi terjadi di lahan Bandar Lampung yaitu 84,00% dengan keparahan penyakit mencapai 26,30%. Pada lahan Lampung Selatan luas serangan yaitu 57,30% dan keparahan penyakit yaitu 16,70%, sedangkan di keempat lahan lainnya kerusakan masih cukup rendah (Tabel 1).

Tabel 1 Luas serangan dan keparahan penyakit bercak daun

Lokasi Luas serangan (%)a) Keparahan penyakit (%)a)

Lampung Selatan 57,30b 16,70b

Bandar Lampung 84,00a 26,30a

Cigawir 45,33b 13,67b

Ciawi 46,67b 12,67b

Citeureup 1 10,67c 2,67c

Citeureup 2 0,00c 0,00c

a)

Untuk setiap angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata (uji selang ganda Duncan, alpha=0,05)

Tingginya kerusakan yang terjadi di lahan Bandar Lampung disebabkan oleh jarak tanaman yang cukup dekat yaitu 0,5 m x 0,5 m, tidak adanya perawatan seperti pemangkasan tanaman sakit, sanitasi lahan, pemupukan yang teratur, serta tindakan pengendalian. Pada lahan Lampung Selatan dengan luas serangan 57,30% dan keparahan penyakit 16,70%, hal ini karena lahan Lampung Selatan memiliki beberapa kesamaan dengan kondisi Bandar Lampung seperti perawatan

41   

tanaman yang kurang baik, sehingga luas serangan dan keparahan penyakit cukup tinggi.

Pada lahan Citeureup 2 tidak ditemukan gejala serangan bercak daun, diduga karena tanaman masih berada pada fase bibit di polibag, sehingga untuk terjadinya kontaminasi penyakit sangat rendah. Serangan penyakit cukup rendah pada lahan jarak pagar Cigawir, Ciawi, dan Citeureup 1. Ketiga lokasi lahan ini memiliki teknik budidaya dan pengendalian yang cukup baik yaitu dilakukan pemupukan secara teratur untuk meningkatkan ketahanan tanaman, dan pemangkasan pada bagian tanaman sakit.

Bercak Daun Coklat

Pada permukaan daun terdapat bercak-bercak coklat tidak beraturan, lama-kelamaan bercak meluas dan daun akan menjadi kering, jika ada angin kencang pada bagian bercak akan sobek. Pada daerah bercak ditemukan empat jenis cendawan, yaitu (1) cendawan dengan ciri konidia berwarna coklat, konidia mudanya berbentuk lonjong dengan salah satu ujung agak menyempit dan dibatasi sekat melintang. Sedangkan konidia dewasanya yaitu konidia memanjang dan bersiku, konidia dibatasi oleh 3 buah sekat dan membentuk empat sel, pada bagian yang menyiku terjadi pembesaran sel. Menurut Barnett dan Hunter (1999) ciri patogen seperti itu ialah Curvularia sp.. (2) Ditemukan konidia dengan ciri konidia berwarna coklat, konidia berbentuk bulat telur dengan dibatasi sekat melintang. Menurut Barnett dan Hunter (1999) ciri patogen seperti itu ialah Botryodiplodia sp.. (3) Pada bercak daun coklat ditemukan juga cendawan dengan ciri konidia memanjang dengan ujung agak menyempit, berwarna coklat. Konidia dibatasi 4 buah sekat melintang dan membagi konidia menjadi lima sel. Menurut Barnett dan Hunter (1999) ciri patogen seperti itu ialah Helminthosporium sp.. (4) Selain ketiga jenis cendawan di atas, ditemukan juga cendawan dengan ciri konidia berbentuk seperti kapsul kecil berwarna coklat. Konidia dibatasi 3 buah sekat melintang dan membagi konidia menjadi empat sel.

Dokumen terkait