• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik dan Produksi Minyak Tanaman Jarak Pagar

Produksi bahan bakar dari tanaman disebut biodisel atau minyak nabati. Biodiesel didefinisikan sebagai metil ester yang diproduksi dari minyak tumbuhan atau hewan dan memenuhi kualitas untuk digunakan sebagai bahan bakar di dalam mesin diesel (Vicente et al. 2006 dalam Indartono 2006). Dahulu minyak jarak pagar jarang diproduksi karena harga BBM yang rendah karena adanya subsidi dari pemerintah yang mengakibatkan minyak dari tumbuhan tidak dapat bersaing dengan minyak dari penambangan. Meningkatnya harga bahan bakar dunia saat ini menyebabkan minyak jarak pagar diproduksi kembali yang sebelumnya pada zaman Jepang tanaman jarak pagar pernah diproduksi sebagai bahan bakar pesawat terbang dan minyak lampu di perumahan (Indartono 2006).

Kandungan minyak jarak pagar dipengaruhi oleh tingkat kemasakan buah. Buah jarak pagar dapat dibedakan dalam beberapa tingkatan dalam satu ranting dalam hubungannya dengan kandungan minyaknya yaitu (1) buah muda ditandai dengan kulit buah berwarna hijau muda, biji berwarna putih, daging biji belum terbentuk masih berupa air yang keruh, biji ini belum mengandung minyak, (2) buah setengah tua ditandai dengan kulit buah berwarna hijau, kulit biji berwarna coklat muda keputih-putihan, daging biji telah terbentuk namun masih lunak, biji juga belum mengandung minyak, (3) buah tua, ditandai dengan kulit buah berwarna hijau tua, biji berwarna hitam dan keras, biji telah mengandung minyak walaupun masih rendah, (4) buah masak kulit buah berwarna kuning sampai hitam, biji telah berwarna hitam mengkilat dan keras, kandungan minyak paling tinggi, dan (5) buah lewat masak, buah telah kering atau telah jatuh, tergantung pada kondisi lingkungan, jika kondisi kering maka buah dapat tergantung di pohon selama 2–3 bulan ditandai dengan kulit buah telah mengering dengan warna coklat kehitaman, sedang jika kondisi basah, buah akan jatuh dan berkecambah, pada kondisi demikian kandungan minyak sangat rendah (Gambar 1) (Indartono 2006).

4

Gambar 1 Buah jarak pagar dengan berbagai tingkat kematangan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa panen buah pada tingkat 4 buah masak, memberikan hasil minyak tertinggi yaitu 30,32% untuk buah berwarna kuning dan 31,47% untuk buah hitam sedang buah pada tingkat 3 buah tua dengan kulit berwarna hijau tua dan biji berwarna hitam, kandungan minyaknya hanya 20,70% (Yeyen et al. 2006). Bila setiap hektar terdiri atas 2.500 tanaman jarak pagar unggul yang sudah dewasa (umur 4 tahun setelah tanam) dengan kondisi syarat tumbuh (tanah dan iklim) dan pemeliharaan yang optimal maka setiap pohon memiliki 40 cabang, setiap cabang mempunyai 3 tandan buah per tahun, setiap tandan menghasilkan 10–15 buah per tandan (30–45 biji). Dalam kondisi yang demikian, jumlah biji yang akan dihasilkan dari luasan 1 ha adalah 2.500 tanaman x 40 cabang x 3 tandan x (10–15) buah x 3 biji = 9.000.000–13.500.5000 biji. Bila 1 kg terdiri atas 2.000 biji kering maka produksi jarak pagar per hektar per tahun adalah 4,5–6,75 ton biji kering (Indartono 2006).

Morfologi dan Bioekologi Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas Linn.) Klasifikasi tanaman jarak pagar (J. curcas) yaitu:

Divisi : Spermathopyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledone Famili : Euphorbiaceae Genus : Jatropha

5

Gambar 2 Lahan pertanaman jarak pagar

Jarak pagar ialah tanaman perdu yang agak besar dengan cabang yang tidak teratur. Tanaman ini mulai berbuah pada umur lima bulan, dan mencapai produktivitas optimal pada umur lima tahun. Tanaman ini mencapai ketinggian 3–5 m. Daun jarak pagar berbentuk jantung dan bertangkai panjang, cabang pohonnya mengandung getah, buah berbentuk elips dengan panjang sekitar 2,5 cm, dan di dalamnya terdapat 2–3 biji. Bunga berwarna kuning kehijauan dan berupa bunga majemuk berumah satu, bunga ini tersusun dalam rangkaian berbentuk cawan yang tumbuh di ujung batang atau ketiak daun, setiap tandan memiliki lebih dari 15 bunga, serta jumlah bunga betina lima kali lebih banyak dari bunga jantan. Beberapa varietas jarak pagar yang dikenal saat ini ialah Cape Verde, Nicaragua, Ife Nigeria, dan Non-Toksik Mexico (Syah 2006). Tanaman jarak pagar mulai berbunga setelah umur 3–4 bulan, sedangkan pembentukan buah mulai pada umur 4–5 bulan. Pemanenan dilakukan jika buah telah masak, dicirikan kulit buah berwarna kuning dan kemudian mulai mengering. Buah biasanya masak setelah berumur 5–6 bulan. Tanaman jarak pagar merupakan tanaman tahunan yang dapat hidup lebih dari 20 tahun jika dipelihara dengan baik (Indartono 2006).

Tanaman jarak pagar sebagai tanaman yang mudah beradaptasi terhadap lingkungan tumbuhnya. Lingkungan tumbuh yang optimal bagi pertumbuhannya yaitu antara 50 °LU–40 °LS, ketinggian antara 0–2000 m dpl, suhu berkisar antara 18–30 °C, dan curah hujan antara 300–1200 mm/tahun. Pada daerah dengan suhu

6

rendah (< 18 °C) dapat menghambat pertumbuhan tanaman, sedangkan pada suhu tinggi (> 35 °C) dapat menyebabkan gugur daun dan bunga, serta buah menjadi kering sebelum waktunya, sehingga menurunkan produksi. Tanaman jarak pagar dapat tumbuh pada tanah yang kurang subur, tetapi memiliki drainase baik, tidak tergenang, dan pH tanah 5–6,5 (Indartono 2006).

Budidaya Tanaman Jarak Pagar

Tanaman jarak pagar hidup dengan baik pada curah hujan optimum 625 mm/tahun dan temperatur tahunan 20–28 °C. Tanaman jarak pagar tumbuh baik pada tanah gembur (Syah 2006). Suhu ekstrim <15 °C atau >35 °C akan menghambat pertumbuhan serta dapat mengurangi kadar minyak dalam biji dan mengubah komposisinya. Jarak pagar memiliki sistem perakaran yang mampu menahan air dan tanah sehingga tahan kekeringan serta berfungsi menahan erosi. Lahan hendaknya memiliki drainase baik, tidak tergenang dan pH tanah 5–6,5 (Djudawi 2006). Penanaman dengan jarak tanam 2 m x 3 m (populasi 1600 pohon/ha), 2 m x 2 m (populasi 2500 pohon/ha) atau 1,5 m x 2 m (populasi 3300 pohon/ha). Pada areal yang miring sebaiknya digunakan sistem kontur dengan jarak dalam barisan 1,5 m. Lubang tanam dibuat dengan ukuran 40 cm x 40 cm x 40 cm. Bibit dipilih yang sehat dan cukup kuat serta tinggi bibit sekitar 50 cm atau lebih.

Pembibitan dapat dilakukan di polibag atau bedengan. Setiap polibag diisi media tanam berupa tanah lapisan atas (top soil) yang dicampur dengan pupuk kandang, dan ditanami 1 benih/polibag. Pembibitan diberi penaung atau atap dengan bahan berupa daun kelapa, jerami atau paranet. Kegiatan yang dilakukan selama pembibitan antara lain penyiraman (2 kali sehari yaitu pagi dan sore), penyiangan, dan seleksi bibit. Setelah 2–3 bulan bibit dipindahkan ke lapang. Penanaman dapat juga dilakukan secara langsung di lapangan (tanpa pembibitan) dengan menggunakan stek cabang atau batang (Indartono 2006). Setelah tanaman cukup besar perlu dilakukan pemangkasan tanaman agar tumbuh banyak percabangan, dan dilakukan penjarangan yang berfungsi untuk mengurangi terjadinya kompetisi diantara tanaman yang akan digunakan sebagai sumber bibit atau stek. Pemangkasan dan penjarangan perlu dilakukan secara periodik dalam

7

usaha budidayanya. Selain itu tanaman juga perlu diberi pupuk NPK, karena jika tanah kekurangan nitrogen akan menyebabkan bunga akan gugur. Pemupukan dilakukan 2 kali dalam setahun, yaitu 150 kg SP dan pada pemupukan ke dua dengan dosis 180 kg NPK, dan tiap tahunnya ditingkatkan sebanyak 10% (Syah 2006).

Produksi bunga dan buah dipengaruhi oleh curah hujan dan unsur hara, jadi tanaman jarak pagar harus mendapatkan pengairan yang cukup. Jika dalam setahun terdapat satu kali musim hujan maka pembuahan biasanya hanya terjadi satu kali dalam setahun, tetapi jika diberi pengairan dapat berbuah hingga tiga kali setahun. Setelah tanaman berumur lima tahun tanaman jarak pagar dapat menghasilkan 4–12 ton biji/ha per tahun (Syah 2006) atau 1–4 ton rendemen.

Hama dan Penyakit Tanaman Jarak Pagar

Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) merupakan salah satu masalah yang terjadi pada setiap komoditas pertanian. OPT yang menyerang pertanaman jarak pagar ialah hama tanaman muda: ulat tanah (Agrotis ipsilon, Lepidoptera: Noctuidae), Lundi scarabaeid (Coleoptera: Acarabaeidae), belalang (Valanga spp. dan Locusta migratoria, Orthoptera: Acrididae), ulat grayak (Spodoptera litura, Lepidoptera: Noctuidae). Hama tanaman dewasa: hama pada batang (Ostrinia furnacalis, Lepidoptera: Pyralidae), ulat daun jarak (Achaea janata), ulat api (Parasa lepida, Lepidoptera: Limacodidae), wereng daun (Empoasca sp., Hemiptera), tungau (Tetranychus sp., Acarina: Tetranychidae), ulat tongkol jagung (Helicoverpa armigera, Lepidoptera: Noctuidae). Hama bunga dan buah: kepik hijau (Nezara viridula, Hemiptera: Pentatomidae), ulat penggerek pucuk jarak (Dichocrosis punctiferalis). Penyakit: bercak bibit, bercak alternaria (Alternaria ricini), karat (Melampsora ricini), bercak daun cercospora (Cercospora ricinella), layu fusarium (Fusarium oxysporum), busuk botrytis (Botrytis ricini), dan bercak daun bakteri (Xanthomonas ricinicola) (Hambali et al.2006).

8

Hama

Belalang (Valanga spp. dan Locusta migratoria, Orthoptera: Acrididae) Belalang tergolong ke dalam ordo Orthoptera dan famili Acrididae. Imago betina memiliki panjang tubuh 58–71 mm dan imago jantan 49–63 mm. Imago meletakan telurnya pada kedalaman 5–8 cm dan dibungkus material seperti busa. Serangga ini umumnya bertelur pada awal musim hujan dan menetas awal musim kemarau (Dadang et al. 2007). Anggota dari ordo ini umumnya memilki sayap dua pasang. Sayap depan lebih sempit daripada sayap belakang dengan vena-vena menebal/mengeras dan disebut tegmina. Sayap belakang membranus dan melebar dengan vena-vena yang teratur. Pada waktu istirahat sayap belakang melipat di bawah sayap depan. Serangga ini memiliki dua buah (sepasang) mata majemuk (facet), sepasang antena, serta tiga buah mata sederhana (oceli). Dua pasang sayap serta tiga pasang tungkai terdapat pada thorax. Pada segmen (ruas) pertama abdomen terdapat suatu membran alat pendengar yang disebut tympanum. Spirakel yang merupakan alat pernafasan luar terdapat pada tiap-tiap segmen abdomen maupun thorax. Anus dan alat genetalia luar dijumpai pada ujung abdomen (segmen terakhir abdomen), dan tipe alat mulut menggigit mengunyah. Metamorfose sederhana (paurometabola) dengan perkembangan melalui tiga stadia yaitu telur–nimfa–dewasa (imago) (Indartono 2006).

Belalang daun maupun belalang kembara dapat menyerang pertanaman setiap saat dan memiliki inang yang banyak/polifag. Serangan berat umumnya terjadi pada tanaman muda. Panjang belalang kembara dewasa jantan berkisar antara 3,4–4,1 cm, sedangkan yang betina relatif lebih panjang, yaitu sekitar 4–4,7 cm. Semakin tua umur belalang maka warnanya akan semakin cerah. Warna belalang dewasa yang semula coklat abu-abu akan berubah menjadi kuning mengkilat pada belalang jantan dan berwarna coklat kekuning-kuningan pada belalang betina. Adanya bintik coklat-hitam pada sayap depan yang berwarna kuning transparan, sedangkan untu sayap belakang tidak berbintik. Belalang memiliki kemampuan jelajah yang tinggi mencapai 200 km, kemampuan pembentukan kelompok dengan anggota yang sangat banyak, serta kemampuan makan yang sangat lahap. Kemampuan makan belalang yang sangat tinggi menyebabkan tanaman dalam jumlah besar akan habis dan rusak dalam waktu

9

yang sangat singkat. Sebagai contoh, tanaman padi akan rusak seluruhnya dan tanaman jagung hanya tinggal batangnya jika terjadi serangan berat oleh kawanan belalang kembara.

Populasi belalang kembara yang melimpah tersebut berhubungan dengan kemampuan bertelur belalang yang memang tinggi. Seekor belalang betina dapat bertelur mencapai 24 butir dan dapat bertelur hingga 9 kali. Hasil salah satu penelitian menunjukkan bahwa masa aktif bertelur seekor betina rata-rata selama 63 hari (Indartono 2006). Pengendalian yang selama ini dilakukan dalam mengatasi hama ini ialah sanitasi lahan, tidak menanam tanaman yang dapat menjadi inangnya di luar tanaman utama, dan pengandalian secara kimiawi yaitu dengan menggunakan insektisida berbahan aktif betasiflutrin, sipermetrin, tiodikarb, MIPC, dan fipronil (Dadang et al. 2007).

Ulat Api (Parasa lepida, Lepidoptera: Limacodidae)

Ulat api tergolong dalam ordo Lepidoptera, famili Limacodidae. Larva ulat ini berwarna hijau terang dengan garis membujur berwarna biru, pada bagian dorsal memiliki rambut-rambut/duri yang muncul dari tubuhnya. Ulat ini disebut ulat api karena apabila duri ulat ini tersentuh tangan akan terasa panas seperti terbakar. Pada awalnya ulat hidup secara berkelompok/gregarius pada daun jarak, kemudian menyebar ke seluruh bagian tanaman seiring dengan pertumbuhan larva. Imago meletakan telur pada bagian tanaman yang lunak dalam kelompok kecil. Hama ini bersifat polifag, satu ekor imago betina dapat menghasilkan 400– 600 butir telur dalam waktu 3–5 hari. Ulat dapat menyebabkan daun tanaman jarak berlubang, serangan berat daun akan habis. Pengendalian yang pernah dilakukan terhadap serangga ini ialah dengan memanfaatkan musuh alami seperti parasitoid Apanteles parasae, Chrysis shanghaiensis, Trachysphyrus (Cryptus) oxymorus (Tosq.), Chlorocryptus sp., Goryphus mesoxanthus (Br.), beberapa golongan Ichneumonidae, Fornicia sp. (Braconidae), Meteorus sp., Rogas sp., Euplectomorpha sp., dan Platyplectrus orthocraspedae Ferr., dan predator Canthecona sp. dan Sycanus sp.. Pengendalian juga dapat menggunakan musuh alami dari golongan cendawan atau disebut entomopatogen, cendawan yang digunakan dalam pengendalian hama ini yaitu Cordyceps coccinea. Selain itu

10

pengendalian sering dilakukan dengan penggunaan senyawa kimia yaitu insektisida dengan bahan aktif klorpirifos dan organofosfat lainnya, serta insektisida berbahan aktif Bacillus thuringiensis (Dadang et al. 2007).

Tungau (Tetranychus sp., Acarina: Tetranychidae)

Tetranychus sp. termasuk dalam ordo Acarina. Telur Tetranychus sp. yang berwarna merah tua dan berbentuk bulat adalah fase yang mudah untuk membedakan dari tungau jenis lain. Telur sebagian besar diletakkan di permukaan bagian atas sepanjang tulang daun, tetapi sebagian lainnya diletakkan pada permukaan daun bagian bawah atau secara bebas ke dalam jaringan makanan tanaman (Krantz 1978). Imago betina dari tungau ini berbentuk oval, berwarna merah tua dan mempunyai bulu-bulu yang panjang dan menarik perhatian. Tungau jantan ukuran tubuhnya lebih kecil, lebih runcing dan mempunyai kaki yang relatif panjang dan geraknya lebih aktif daripada yang betina. Tungau dapat memperbanyak diri scara seksual maupun partenogenesis (Oliver 1971).

Gambar 3 Hama tungau (Sumber:Taropest)

Populasi tungau merah banyak ditemukan di permukaan daun bagian atas, dan sebagian kecil menyerang buah dan cabang. Dalam proses pemangsaan, tungau merah menghisap klorofil dari daun, sehingga warnanya berubah menjadi bintik-bintik kelabu dan keperakan. Serangan lebih parah di musim kering di mana kelembapan dalam tanaman menurun. Pada kondisi demikian dari efek serangan tungau, iklim dan faktor fisiologis dapat mengakibatkan gugurnya buah dan ranting muda mati. Buah yang masih hijau lebih disenangi daripada yang tua,

11

tetapi gejala serangan lebih jelas terlihat pada buah yang tua dan bersifat permanen.

Varietas jarak yang lebih tahan terhadap serangan hama ini ternyata tanaman yang bunganya tidak dilapisi lilin. Tungau bersifat polifag, selain jarak banyak menyerang pada pertanaman kapas, tomat, kacang-kacangan, dan lain-lain. Penyebaran tungau dapat melalui daun-daun gugur yang terserang, lalu tertiup angin, selain itu dapat melalui sentuhan pakaian pekerja kebun. Musuh alami dapat sebagai pengendalian tungau ini, yaitu tungau predator dari famili Phytoseiidae yang menyerang telur dan larva (Anonim 2007). Selain itu kumbang Coccinelidae, Stethorus spp. juga memangsa tungau tanaman ini. Secara kimiawi pengendalian hama ini menggunakan akarisida Keethane 200EC dan Omite 570 EC. Selain itu dapat juga digunakanCuracron 500 EC dengan konsentrasi 2 ml/l air atau Pegasus 500 SC dengan konsentrasi 1.5 ml/l air atau Agrimec 18 EC dengan konsentrasi 0,5 ml/l air. Ketiga insektisida digunakan secara bergantian (Anonim 2002).

Kepik Hijau (Nezara viridula, Hemiptera: Pentatomidae)

Kepik hijau merupakan hama penting pada daerah tropik. Kepik hijau memiliki panjang tubuh 16 mm. Imago betina dapat menghasilkan telur sebanyak 10–90 butir dalam bentuk kelompok di permukaan daun. Telur menjadi dewasa membutuhkan waktu 4–8 minggu, siklus hidup 60–80 hari, maksimum mencapai 6 bulan. Imago betina hama ini menyerang pada fase pembungaan sehingga menimbulkan kerusakan pada kapsul buah yang sedang berkembang. Kepik hijau ini bersifat polifag pada tanaman padi, tomat, cabai, kapas, dan lain-lain. Kerusakan utama biasanya bukan karena tusukan dan hisapan langsung, tetapi karena racun yang dikeluarkan melalui kelenjar ludahnya. Racun ini dapat menimbulkan kelayuan, kematian daun dan pucuk tanaman (Dadang et al. 2007). Pengendaliannya dapat dilakukan dengan menggunakan tanaman perangkap seperti Caosalaria. Selain itu mengumpulkan telur dan larvanya kemudian dimusnahkan untuk menekan perkembangan hama ini. Pengendalian hayati dapat menggunakan Trissolcus basalis, Trichopoda pilipes dan Trichopoda pennipes sebagai parasitoid imago, dan predator telur Dolichoderus sp., Gryllidae, dan

A a ( W P b p t m p K p k P m b h t h h a Arachnida. aktif klorflu (Dadang et a Walang San Leptoc Panjang tubu berkembang paurometabo terbakar kar mulut menu pengumpula Kepik Lemb Salah peneliti Pusl kepik lembi Pentatomida metamorfosa berkelompok hitam denga thorax berw hama ini ya hitam pada e al. 2007). Jika popul uazuron, dif al. 2007). ngit (Leptoc corisa orato uh 7–30 mm g sempurna ola. Serang rena nutrisi usuk menghi an telur dan m Gambar bing (Chrys satu serang litbang Perk ng (Chrysoc ae, genus Ch a paurometa k di bawah an bintik mer warna hijau aitu serangg elitra, dan im C. javanus asi tinggi d flubenzuron, orisa orator orius memil m. Serangga (Kalshoven gan hama in jaringan ta isap. Penge memusnahka r 4 Hama L sochoris java gga yang me kebunan pad choris javan hrysochoris abola, telur permukaan rah, kuning, metalik dan ga didomina mago memili memiliki an dapat diaplik , alfametrin rius, Hemipt liki femur t ini berwarn n 1981). T ni membuat anaman dihi endalian L. o annya atau d . Oratorius ( anus, Hemip erupakan ha da pertanama nus Westw.), (Indartono 2 berbentuk s n daun. Pad , dan hijau m n hidup berk asi dengan w iki panjang t ntena yang kasikan inse n, lamda si tera: Alydid tungkai ke a coklat atau Tipe perkem tanaman m isap, hama oratorius da dengan peny (Sumber: pu ptera: Penta ama yang u an jarak pag , termasuk o 2006). Sera seperti tong da fase nim mengkilat, se kelompok. warna merah tubuh menca lebih panjan ktisida yang ihalotrin, da dae) tiga yang u hitam deng mbangbiakan menguning a ini memilik apat dilakuk yemprotan in ustaka-deptan atomidae) umum ditem gar di Indone ordo Hemipt angga ini me dan diletak mfa tubuhnya ementara bag Ciri khas f h dan mem apai 20 mm ng dari kepa 12 g berbahan an fusalon membesar. gan tungkai nnya ialah atau seperti ki tipe alat kan dengan nsektisida. n) mukan oleh esia adalah tera, famili emiliki tipe kkan secara a berwarna gian dorsal fase imago miliki corak (Dadang et ala, antena

13

terdiri dari tiga ruas, dan tubuh memiliki bentuk perisai yang khas. Scutellum berkembang dengan baik. Siklus hidup berkisar 60–80 hari, stadia nimfa dan kepik dewasa gerakannya lambat.

C. javanus menyerang jarak pagar pada saat pembungaan, menjelang pembentukan buah dan menghisap buah, sehingga menimbulkan kerusakan pada kapsul buah yang sedang berkembang. Bunga/buah yang terserang akan menjadi coklat kehitaman, bunga tidak bisa menjadi buah, sedangkan buah menjadi rusak tidak dapat dipanen (Djudawi 2006). Pengendalian yang biasanya dilakukan dalam mengatasi hama ini secara mekanik yaitu dengan mengumpulkan dan memusnahkan kelompok telur, nimfa, atau imago. Kegiatan pengendalian secara mekanis dapat dilakukan bersamaan dengan pemangkasan atau pemanenan sehingga dapat mengurangi biaya tenaga kerja. Pengendalian kimiawi dengan insektisida kontak maupun sistemik (Dadang et al. 2007).

Thrips (Selenothrips rubrocinctus: Thysanoptera: Thripidae)

Thrips merupakan ordo Thysanoptera (Borror et al. 1996). Tubuhnya ramping dan pipih, imago berwarna hitam dan panjangnya 1–2 mm (Kalshoven 1981). Semakin rendah suhu suatu lingkungan warna thrips biasanya akan lebih gelap. Thrips jantan tidak bersayap, sedangkan yang betina mempunyai dua pasang sayap yang halus dan berumbai. Hama ini berkembang biak secara partenogenesis atau dapat menghasilkan telur tanpa melalui perkawinan terlebih dahulu. Telur thrips berbentuk oval, diletakkan secara terpisah-pisah di permukaan bagian tanaman atau ditusukkan ke dalam jaringan tanaman oleh alat peletak telur. Telur diletakkan di bagian dalam jaringan daun, kemudian nimfa yang keluar menghisap jaringan mesofil daun, sehingga beberapa spot transparan dan mengering. Telur yang dihasilkan dapat mencapai 80–120 butir. Setelah 6–8 hari telur menetas menjadi instar pertama berwarna putih transparan (Indartono 2006). Thrips dewasa dapat hidup hingga 20 hari. Siklus hidup hama thrips lebih kurang 3 minggu. Di daerah tropis siklus hidup tersebut bisa lebih pendek (7–12 hari), sehingga dalam satu tahun dapat mencapai 5–10 generasi. Nimfa atau thrips dewasa menyerang tanaman dengan menggaruk jaringan daun dan menghisap cairan selnya, terutama daun yang masih muda (Anonim 2008).

14

Karakteristik stadia nimfa S. rubrocinctus memiliki tiga segmen pada abdomen dan terdapat pita/garis melintang berwarna merah-orange pada tengah segmen abdomen (Kalshoven 1981). Nimfa paling suka dengan daun yang masih muda atau kuncup daun. Karena itu, hama ini banyak ditemui di kuncup-kuncup daun. Gejala yang ditimbulkan adalah daun mula-mula bernoda putih mengkilat seperti perak, kemudian menjadi kecoklat-coklatan dengan bintik hitam. Serangan biasanya akan lebih berat jika terjadi hujan rintik-rintik, suhu di atas normal, dan kelembapan di atas 70%. Hama ini bersifat polifag, kadang-kadang menjadi vektor penyakit (Indartono 2006). Suhu optimum untuk perkembangan serangga ini anatara 26–28 °C dan kelembapan 85% (Kalshoven 1981).

Gambar 5 Hama thrips, sumber gambar : CABI

Pengendalian hama ini adalah dengan memasang perangkap likat IATP (Insect Adhesive Trap Papper) berupa kertas lembaran tahan air berwarna kuning (warna yang disukai thrips) yang telah diberi perekat. Selain dengan perangkap berperekat pemangkasan bagian tanaman yang terserang dan pemusnahan hama juga dapat dilakukan dalam mengendalikan thrips. Secara biologis dengan memanfaatkan musuh alami dari jenis Coccinellidae (Anonim 2008).

Ulat Jengkal (Lepidoptera: Geometridae)

Ulat jengkal dapat menghasilkan telur mencapai 50 butir, telur diletakan secara berkelompok. Lama stadia telur adalah 3 hari, telur berbentuk bulat dan berwarna hijau kebiruan. Pada saat menjelang menetas, telur menjadi kehitaman. Larva berwarna hijau dan bergerak seperti orang mengukur panjang atau lebar dengan jengkalnya, sehingga diberi nama ulat kilan atau ulat jengkal. Larva ulat jengkal merusak daun-daun yang agak tua, yaitu dengan cara menggigit daun dari arah pinggir. Jika serangan berat, bagian daun yang tersisa hanya tulang daunnya saja. Larva berpupa dalam anyaman daun. Pada tanaman kakao, jika daun sudah

15

habis, maka larva ini akan menyerang bunga dan buah. Saat larva sudah besar biasanya masuk ke dalam tanah yang gembur untuk berpupapada kedalaman 2–3 cm. Lama stadium pupa adalah 6 hari. Ngengat berwarna coklat keabu-abuan

Dokumen terkait