• Tidak ada hasil yang ditemukan

Inventarisasi Hama dan Penyakit pada Pertanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas Linn.) di Lampung dan Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Inventarisasi Hama dan Penyakit pada Pertanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas Linn.) di Lampung dan Jawa Barat"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

INVENTARISASI HAMA DAN PENYAKIT PADA

PERTANAMAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas Linn.) DI

LAMPUNG DAN JAWA BARAT

DAVID CHANDRA

PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

ABSTRAK

DAVID CHANDRA. Inventarisasi Hama dan Penyakit pada Pertanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas Linn.) di Lampung dan Jawa Barat. Dibimbing oleh DADANG dan GEDE SUASTIKA.

(3)

INVENTARISASI HAMA DAN PENYAKIT PADA

PERTANAMAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas Linn.) DI

LAMPUNG DAN JAWA BARAT

DAVID CHANDRA A44104055

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(4)

Judul : Inventarisasi Hama dan Penyakit pada Pertanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas Linn.) di Lampung dan Jawa Barat

Nama Mahasiswa : David Chandra

NIM : A44104055

Menyetujui,

Dosen Pembimbing 1

Dr. Ir. Dadang, M.Sc.

NIP 131879337

Dosen Pembimbing 2

Dr. Ir. Gede Suastika, M.Sc.

NIP 131669946

Mengetahui,

Dekan Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr.

NIP 131124019

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Krui, Lampung Barat pada tanggal 21 Oktober 1986 sebagai anak ke-enam dari tujuh bersaudara dari pasangan Bapak M. Rusdi Yahya dan Ibu Hilyati.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 5 Sukarame, Bandar Lampung pada tahun 1998 dan menyelesaikan sekolah lanjutan tingkat pertama di SLTPN 21 Bandar Lampung pada tahun 2001. Penulis melanjutkan ke SMUN 3 Bandar Lampung dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun yang sama penulis diterima di Program Studi Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Saringan Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).

(6)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena berkat kehadirat-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir penelitian dan skripsi yang berjudul Inventarisasi Hama dan Penyakit pada Pertanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas Linn.) di Lampung dan Jawa Barat.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua, Bapak M. Rusdi Yahya dan Ibu Hilyati beserta kakak-adikku (Iwan Setiawan, SE., Heri Wihansen alm., Yulian Handika, Riza Pahlevi, Febri Himawan, SS., Ria Lestari) yang telah memberikan kasih sayangnya. Kepada Dr. Ir. Dadang, M.Sc. dan Dr. Ir. Gede Suastika. M.Sc. selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing penelitian penulis hingga selesai. Kepada Dr. Ir. Kikin H. Mutaqin, M.Si. selaku dosen penguji dalam sidang skripsi atas saran dan kritik yang diberikan untuk kesempurnaan laporan akhir ini. Terima kasih juga kepada Bapak Abas, Ketua Perhimpunan Petani Jarak Pagar Indonesia-Lampung beserta staff (Pak Suhaili dan Mas Teddy), Bapak Ical, petani jarak pagar Lampung Selatan, Bapak H. Sofyan, petani jarak pagar Cigawir beserta staff (Pak Haris dan Pak Dindin), Bapak Suprianta, petani jarak pagar Ciawi beserta staff (Pak Maryanto dan Pak Tugiyo), PT. Indocement beserta staff (Mas Misnen) yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian ini hingga selesai. Kepada Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat selaku dosen pembimbing akademik yang membimbing penulis selama masa perkuliahan. Dr. Ir. Nina Maryana, Dr. Ir. Giyanto, M.Sc dan Dra. Dewi Sartiami, M.Si. yang telah memberikan dukungan kepada penulis selama ini. Kepada Dimas, Ferdi, Mika, Alfi, Heni, Budi, Amanda, Cok, Deri, Afiat beserta anak-anak HPT angkatan 41, anggota Laboratorium Fistok, The Kumbang’s, Rusdan SP. beserta HPT 40 lainnya, teman-teman KKP (Yohana, Dwi, Yamin, Sekar, Ari), temen-teman HIMASITA, BEM A, dan HMPTI, serta pihak-pihak yang membantu penelitian ini hingga penelitian ini selesai yang tidak dapat penulis sajikan satu persatu.

Bogor, Mei 2008

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Manfaat Penelitian ... 2

TINJAUAN PUSTAKA ... 3

Karakteristik dan Produksi Minyak Tanaman Jarak Pagar ... 3

Morfologi dan Bioekologi Tanaman Jarak Pagar ... 4

Budidaya Tanaman Jarak Pagar ... 6

Hama dan Penyakit Tanaman Jarak Pagar ... 7

Hama ... 8

Belalang (Valanganigricornis dan Locusta migratoria) ... 8

Ulat Api (Parasa lepida, Lepidoptera: Limacodidae) ... 9

Tungau (Tetranychus sp., Acarina: Tetranycidae) ... 10

Kepik Hijau (Nezara viridula, Hemiptera: Pentatomidae) ... 11

Walang Sangit (Leptocorisa oratorius, Hemiptera: Coreidae) 12 Kepik Lembing (Chrysochoris javanus, Hemiptera: Pentatomidae) ... 12

Thrips (Selenothrips rubrocinctus, Thysanoptera: Thripidae ) 13

Ulat Jengkal (Lepidoptera: Geometridae) ... 14

Kutu Putih, Ferrisia virgata (Hemiptera: Pseudococcidae) ... 15

Kumbang Moncong (Coleoptera: Curculionidae) ... 16

Wereng Daun (Empoasca sp., Hemiptera: Cicadellidae) ... 16

Penyakit ... 16

Bercak/Penyakit Kulit Botryodiplodia (Botryodiplodia sp.) ... 16

Embun Tepung (Oidium sp.) ... 17

(8)

Busuk Botrytis (Botrytis ricini) ... 19

Bercak Daun Bakteri (Xanthomonas ricinicola) ... 20

Musuh Alami Hama ... 20

Belalang Sembah (Mantodea: Mantidae) ... 20

CoccinellidaePredator (Coleoptera) ... 21

BAHAN DAN METODE ... 22

Tempat dan Waktu ... 22

Metode Penelitian ... 22

Penentuan Petak Tanaman Contoh dan Tanaman Contoh ... 22

(9)

Kesimpulan ... 50

Saran ... 51

DAFTAR PUSTAKA ... 52

(10)

DAFTAR TABEL

No Halaman

Teks

1. Luas serangan dan keparahan penyakit bercak daun bakteri ... 40

2. Luas serangan dan keparahan penyakit bercak daun coklat ... 43

3. Luas serangan dan keparahan penyakit busuk buah/bunga ... 48

(11)

INVENTARISASI HAMA DAN PENYAKIT PADA

PERTANAMAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas Linn.) DI

LAMPUNG DAN JAWA BARAT

DAVID CHANDRA

PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(12)

ABSTRAK

DAVID CHANDRA. Inventarisasi Hama dan Penyakit pada Pertanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas Linn.) di Lampung dan Jawa Barat. Dibimbing oleh DADANG dan GEDE SUASTIKA.

(13)

INVENTARISASI HAMA DAN PENYAKIT PADA

PERTANAMAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas Linn.) DI

LAMPUNG DAN JAWA BARAT

DAVID CHANDRA A44104055

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(14)

Judul : Inventarisasi Hama dan Penyakit pada Pertanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas Linn.) di Lampung dan Jawa Barat

Nama Mahasiswa : David Chandra

NIM : A44104055

Menyetujui,

Dosen Pembimbing 1

Dr. Ir. Dadang, M.Sc.

NIP 131879337

Dosen Pembimbing 2

Dr. Ir. Gede Suastika, M.Sc.

NIP 131669946

Mengetahui,

Dekan Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr.

NIP 131124019

(15)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Krui, Lampung Barat pada tanggal 21 Oktober 1986 sebagai anak ke-enam dari tujuh bersaudara dari pasangan Bapak M. Rusdi Yahya dan Ibu Hilyati.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 5 Sukarame, Bandar Lampung pada tahun 1998 dan menyelesaikan sekolah lanjutan tingkat pertama di SLTPN 21 Bandar Lampung pada tahun 2001. Penulis melanjutkan ke SMUN 3 Bandar Lampung dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun yang sama penulis diterima di Program Studi Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Saringan Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).

(16)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena berkat kehadirat-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir penelitian dan skripsi yang berjudul Inventarisasi Hama dan Penyakit pada Pertanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas Linn.) di Lampung dan Jawa Barat.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua, Bapak M. Rusdi Yahya dan Ibu Hilyati beserta kakak-adikku (Iwan Setiawan, SE., Heri Wihansen alm., Yulian Handika, Riza Pahlevi, Febri Himawan, SS., Ria Lestari) yang telah memberikan kasih sayangnya. Kepada Dr. Ir. Dadang, M.Sc. dan Dr. Ir. Gede Suastika. M.Sc. selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing penelitian penulis hingga selesai. Kepada Dr. Ir. Kikin H. Mutaqin, M.Si. selaku dosen penguji dalam sidang skripsi atas saran dan kritik yang diberikan untuk kesempurnaan laporan akhir ini. Terima kasih juga kepada Bapak Abas, Ketua Perhimpunan Petani Jarak Pagar Indonesia-Lampung beserta staff (Pak Suhaili dan Mas Teddy), Bapak Ical, petani jarak pagar Lampung Selatan, Bapak H. Sofyan, petani jarak pagar Cigawir beserta staff (Pak Haris dan Pak Dindin), Bapak Suprianta, petani jarak pagar Ciawi beserta staff (Pak Maryanto dan Pak Tugiyo), PT. Indocement beserta staff (Mas Misnen) yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian ini hingga selesai. Kepada Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat selaku dosen pembimbing akademik yang membimbing penulis selama masa perkuliahan. Dr. Ir. Nina Maryana, Dr. Ir. Giyanto, M.Sc dan Dra. Dewi Sartiami, M.Si. yang telah memberikan dukungan kepada penulis selama ini. Kepada Dimas, Ferdi, Mika, Alfi, Heni, Budi, Amanda, Cok, Deri, Afiat beserta anak-anak HPT angkatan 41, anggota Laboratorium Fistok, The Kumbang’s, Rusdan SP. beserta HPT 40 lainnya, teman-teman KKP (Yohana, Dwi, Yamin, Sekar, Ari), temen-teman HIMASITA, BEM A, dan HMPTI, serta pihak-pihak yang membantu penelitian ini hingga penelitian ini selesai yang tidak dapat penulis sajikan satu persatu.

Bogor, Mei 2008

(17)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Manfaat Penelitian ... 2

TINJAUAN PUSTAKA ... 3

Karakteristik dan Produksi Minyak Tanaman Jarak Pagar ... 3

Morfologi dan Bioekologi Tanaman Jarak Pagar ... 4

Budidaya Tanaman Jarak Pagar ... 6

Hama dan Penyakit Tanaman Jarak Pagar ... 7

Hama ... 8

Belalang (Valanganigricornis dan Locusta migratoria) ... 8

Ulat Api (Parasa lepida, Lepidoptera: Limacodidae) ... 9

Tungau (Tetranychus sp., Acarina: Tetranycidae) ... 10

Kepik Hijau (Nezara viridula, Hemiptera: Pentatomidae) ... 11

Walang Sangit (Leptocorisa oratorius, Hemiptera: Coreidae) 12 Kepik Lembing (Chrysochoris javanus, Hemiptera: Pentatomidae) ... 12

Thrips (Selenothrips rubrocinctus, Thysanoptera: Thripidae ) 13

Ulat Jengkal (Lepidoptera: Geometridae) ... 14

Kutu Putih, Ferrisia virgata (Hemiptera: Pseudococcidae) ... 15

Kumbang Moncong (Coleoptera: Curculionidae) ... 16

Wereng Daun (Empoasca sp., Hemiptera: Cicadellidae) ... 16

Penyakit ... 16

Bercak/Penyakit Kulit Botryodiplodia (Botryodiplodia sp.) ... 16

Embun Tepung (Oidium sp.) ... 17

(18)

Busuk Botrytis (Botrytis ricini) ... 19

Bercak Daun Bakteri (Xanthomonas ricinicola) ... 20

Musuh Alami Hama ... 20

Belalang Sembah (Mantodea: Mantidae) ... 20

CoccinellidaePredator (Coleoptera) ... 21

BAHAN DAN METODE ... 22

Tempat dan Waktu ... 22

Metode Penelitian ... 22

Penentuan Petak Tanaman Contoh dan Tanaman Contoh ... 22

(19)

Kesimpulan ... 50

Saran ... 51

DAFTAR PUSTAKA ... 52

(20)

DAFTAR TABEL

No Halaman

Teks

1. Luas serangan dan keparahan penyakit bercak daun bakteri ... 40

2. Luas serangan dan keparahan penyakit bercak daun coklat ... 43

3. Luas serangan dan keparahan penyakit busuk buah/bunga ... 48

(21)

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

Teks

1. Buah jarak pagar dengan berbagai tingkat kematangan ... 4

2. Lahan pertanaman jarak pagar ... 5

3. Hama tungau ... 10

4. Hama L. oratorius ... 12

5. Hama Thrips ... 14

6. Lahan jarak pagar di Lampung Selatan ... 25

7. Lahan jarak pagar di Cigawir ... 27

8. Lahan jarak pagar di Ciawi ... 27

9. Lahan jarak pagar di Citeureup (a) budidaya dan (b) persemaian ... 28

10. Gejala serangan hama F. virgata pada daun ... 29

11. Populasi hama F. virgata di beberapa lokasi ... 29

12. Gejala serangan hama S. rubrocinctus ... 31

13. Populasi hama S. rubrocinctus di beberapa lokasi ... 31

14. Persentase gejala S. rubrocinctus di beberapa lokasi ... 32

15. Gejala daun kerdil serangan hama Tetranychus sp. ... 33

16. Populasi hama Tetranychus sp. di beberapa lokasi ... 33

17. Persentase gejala daun kerdil di beberapa lokasi ... 34

18. Persentase gejala titik-titik merah di beberapa lokasi ... 35

19. Hama belalang, Valanga nigricornis ... 35

20. Populasi hama V. nigricornis di beberapa lokasi ... 36

21. (a) Imago dan (b) nimfa C. javanus... 37

22. Populasi hama C. javanus di beberapa lokasi ... 37

23. Populasi hama L. oratorius di beberapa lokasi ... 38

24. Gejala penyakit bercak daun jarak ... 40

25. Gejala penyakit daun melepuh/terbakar ... 42

26. Cendawan Curvularia sp. ... 42

(22)

28. Cendawan Helminthosporium sp. ... 43 29. Cendawan Bipolaris sp. ... 43 30. Busuk bunga/buah pada tanaman jarak pagar ... 44

31. Bercak/busuk batang tanaman jarak pagar (a) tanaman mulai

terserang, (b) tanaman rebah, (c) penghitaman bagian empulur

setelah batang dibelah melintang ... 46

(23)

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

Teks

1. Gambar hama tanaman jarak pagar ... 56

2. Gambar sarang semut pada pertanaman jarak pagar ... 56

3. Populasi rata-rata S. rubrocinctus ... 57 4. Populasi rata-rata hama F. virgata ... 57 5. Populasi rata-rata hama C. javanus ... 57 6. Populasi rata-rata hama L. oratorius ... 58 7. Populasi rata-rata hama V. nigricornis ... 58 8. Populasi rata-rata hama Tetranychus sp. ... 58 9. Rata-rata persentase gejala daun mengkerut atau kerdil oleh

Tetranychus sp. ... 59 10. Rata-rata persentase gejala titik-titik merah pada daun oleh

Tetranychus sp. ... 59 11. Rata-rata persentase gejala daun keperakan oleh S. rubrocinctus ... 59 12. Sidik ragam populasi hama di berbagai lokasi ... 58

13. Sidik ragam gejala serangan hama di berbagai lokasi ... 58

14. Sidik ragam luas serangan penyakit di berbagai lokasi ... 58

(24)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Jumlah penduduk di Indonesia tiap tahunnya meningkat, sehingga

kebutuhan akan bahan bakar minyak (BBM) pun akan meningkat. Sejak tahun

1995 konsumsi BBM di Indonesia telah melebihi produksi dalam negeri.

Diperkirakan 10-15 tahun ke depan cadangan minyak dalam negeri akan habis

(Hambali et al. 2006). Negara-negara anggota Organization of Petroleum Exporting Country (OPEC) yang penduduknya padat seperti Indonesia, harus

dapat mempersiapkan diri dalam menghadapi krisis energi, terutama kelangkaan

BBM yang menyebabkan harganya meningkat. Untuk menanggulangi kelangkaan

BBM, beberapa cara yang dapat ditempuh diantaranya gerakan hemat energi

hingga mencari sumber-sumber energi lain pengganti BBM, seperti

mengusahakan peningkatan pemanfaatan gas alam, energi panas bumi, tenaga air,

energi surya, energi angin, energi nuklir dan sebagainya. Pembangunan bukan

berarti merusak, tetapi suatu usaha yang bijak dengan memanfaatkan energi hijau

yang berasal dari tumbuhan (Sanusi 1984). Bahan bakar yang ramah lingkungan

yang berasal dari tumbuhan disebut bahan bakar nabati (BBN).

Menurut Riberio et al. (1997) dalam Indartono (2006) BBN telah memenuhi dua syarat utama sebagai sumber energi baru: (1) tidak menciptakan

ketergantungan, karena bahan baku BBN dapat dibudidayakan di Indonesia, dan

(2) ramah lingkungan. Emisi pembakaran BBN yang juga merupakan gas rumah

kaca yaitu CO2, pada prinsipnya akan diserap kembali oleh tanaman sumber BBN.

Terbukti telah terjadi penurunan emisi CO2 sebesar 12% di Brazil setelah negara

ini menggunakan bioetanol dalam skala besar. Komoditas perkebunan dapat

diolah menjadi minyak nabati yang bersifat seperti minyak disel/solar, diantaranya

minyak kelapa sawit, kelapa, jagung, kedelai, dan jarak pagar. Tetapi peluang

jarak pagar sebagai bahan bakar biodisel lebih besar dikarenakan minyak jarak

pagar tidak termasuk dalam kategori edible oil. Selain itu jarak pagar juga merupakan tanaman yang mudah untuk dibudidayakan karena tahan akan

kekeringan, juga mampu tumbuh dengan cepat dan kuat di lahan beriklim panas,

(25)

2

pertanaman monokultur sangat berpotensi munculnya hama dan penyakit tanaman

yang dapat menurunkan produksi buah atau biji (Hambali et al. 2006). Banyak orang beranggapan bahwa tanaman jarak pagar adalah jenis tanaman yang

beracun dan memiliki sifat fungisidal sehingga tidak perlu mengkhawatirkan

adanya serangan organisme pengganggu tanaman (OPT), tetapi dari hasil laporan

diketahui adanya beberapa hama dan penyakit pada pertanaman yang

menyebabkan kerusakan secara ekonomi (Djudawi 2006).

Informasi mengenai hama dan penyakit pada pertanaman jarak pagar hingga

saat ini belum banyak diketahui dan terbatas. Oleh karena itu, inventarisasi OPT

pada pertanaman jarak pagar perlu dilakukan agar pengelolaan tanaman jarak

pagar dapat dilakukan dengan baik.

Tujuan

Menginventarisasi hama dan penyakit pada pertanaman jarak pagar serta

mengevaluasi kerusakan yang ditimbulkannya di beberapa lokasi di Lampung dan

Jawa Barat.

Manfaat

Memberikan informasi hama dan penyakit pada pertanaman jarak pagar

agar dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam mengelola pertanaman

(26)

3

TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik dan Produksi Minyak Tanaman Jarak Pagar

Produksi bahan bakar dari tanaman disebut biodisel atau minyak nabati.

Biodiesel didefinisikan sebagai metil ester yang diproduksi dari minyak tumbuhan

atau hewan dan memenuhi kualitas untuk digunakan sebagai bahan bakar di dalam

mesin diesel (Vicente et al. 2006 dalam Indartono 2006). Dahulu minyak jarak pagar jarang diproduksi karena harga BBM yang rendah karena adanya subsidi

dari pemerintah yang mengakibatkan minyak dari tumbuhan tidak dapat bersaing

dengan minyak dari penambangan. Meningkatnya harga bahan bakar dunia saat

ini menyebabkan minyak jarak pagar diproduksi kembali yang sebelumnya pada

zaman Jepang tanaman jarak pagar pernah diproduksi sebagai bahan bakar

pesawat terbang dan minyak lampu di perumahan (Indartono 2006).

Kandungan minyak jarak pagar dipengaruhi oleh tingkat kemasakan buah.

Buah jarak pagar dapat dibedakan dalam beberapa tingkatan dalam satu ranting

dalam hubungannya dengan kandungan minyaknya yaitu (1) buah muda ditandai

dengan kulit buah berwarna hijau muda, biji berwarna putih, daging biji belum

terbentuk masih berupa air yang keruh, biji ini belum mengandung minyak, (2)

buah setengah tua ditandai dengan kulit buah berwarna hijau, kulit biji berwarna

coklat muda keputih-putihan, daging biji telah terbentuk namun masih lunak, biji

juga belum mengandung minyak, (3) buah tua, ditandai dengan kulit buah

berwarna hijau tua, biji berwarna hitam dan keras, biji telah mengandung minyak

walaupun masih rendah, (4) buah masak kulit buah berwarna kuning sampai

hitam, biji telah berwarna hitam mengkilat dan keras, kandungan minyak paling

tinggi, dan (5) buah lewat masak, buah telah kering atau telah jatuh, tergantung

pada kondisi lingkungan, jika kondisi kering maka buah dapat tergantung di

pohon selama 2–3 bulan ditandai dengan kulit buah telah mengering dengan

warna coklat kehitaman, sedang jika kondisi basah, buah akan jatuh dan

berkecambah, pada kondisi demikian kandungan minyak sangat rendah (Gambar

(27)

4

Gambar 1 Buah jarak pagar dengan berbagai tingkat kematangan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa panen buah pada tingkat 4 buah

masak, memberikan hasil minyak tertinggi yaitu 30,32% untuk buah berwarna

kuning dan 31,47% untuk buah hitam sedang buah pada tingkat 3 buah tua dengan

kulit berwarna hijau tua dan biji berwarna hitam, kandungan minyaknya hanya

20,70% (Yeyen et al. 2006). Bila setiap hektar terdiri atas 2.500 tanaman jarak pagar unggul yang sudah dewasa (umur 4 tahun setelah tanam) dengan kondisi

syarat tumbuh (tanah dan iklim) dan pemeliharaan yang optimal maka setiap

pohon memiliki 40 cabang, setiap cabang mempunyai 3 tandan buah per tahun,

setiap tandan menghasilkan 10–15 buah per tandan (30–45 biji). Dalam kondisi

yang demikian, jumlah biji yang akan dihasilkan dari luasan 1 ha adalah 2.500

tanaman x 40 cabang x 3 tandan x (10–15) buah x 3 biji = 9.000.000–13.500.5000

biji. Bila 1 kg terdiri atas 2.000 biji kering maka produksi jarak pagar per hektar

per tahun adalah 4,5–6,75 ton biji kering (Indartono 2006).

Morfologi dan Bioekologi Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas Linn.) Klasifikasi tanaman jarak pagar (J. curcas) yaitu:

Divisi : Spermathopyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledone

Famili : Euphorbiaceae

Genus : Jatropha

(28)

5

Gambar 2 Lahan pertanaman jarak pagar

Jarak pagar ialah tanaman perdu yang agak besar dengan cabang yang tidak

teratur. Tanaman ini mulai berbuah pada umur lima bulan, dan mencapai

produktivitas optimal pada umur lima tahun. Tanaman ini mencapai ketinggian

3–5 m. Daun jarak pagar berbentuk jantung dan bertangkai panjang, cabang

pohonnya mengandung getah, buah berbentuk elips dengan panjang sekitar 2,5

cm, dan di dalamnya terdapat 2–3 biji. Bunga berwarna kuning kehijauan dan

berupa bunga majemuk berumah satu, bunga ini tersusun dalam rangkaian

berbentuk cawan yang tumbuh di ujung batang atau ketiak daun, setiap tandan

memiliki lebih dari 15 bunga, serta jumlah bunga betina lima kali lebih banyak

dari bunga jantan. Beberapa varietas jarak pagar yang dikenal saat ini ialah Cape

Verde, Nicaragua, Ife Nigeria, dan Non-Toksik Mexico (Syah 2006). Tanaman

jarak pagar mulai berbunga setelah umur 3–4 bulan, sedangkan pembentukan

buah mulai pada umur 4–5 bulan. Pemanenan dilakukan jika buah telah masak,

dicirikan kulit buah berwarna kuning dan kemudian mulai mengering. Buah

biasanya masak setelah berumur 5–6 bulan. Tanaman jarak pagar merupakan

tanaman tahunan yang dapat hidup lebih dari 20 tahun jika dipelihara dengan baik

(Indartono 2006).

Tanaman jarak pagar sebagai tanaman yang mudah beradaptasi terhadap

lingkungan tumbuhnya. Lingkungan tumbuh yang optimal bagi pertumbuhannya

yaitu antara 50 °LU–40 °LS, ketinggian antara 0–2000 m dpl, suhu berkisar antara

(29)

6

rendah (< 18 °C) dapat menghambat pertumbuhan tanaman, sedangkan pada suhu

tinggi (> 35 °C) dapat menyebabkan gugur daun dan bunga, serta buah menjadi

kering sebelum waktunya, sehingga menurunkan produksi. Tanaman jarak pagar

dapat tumbuh pada tanah yang kurang subur, tetapi memiliki drainase baik, tidak

tergenang, dan pH tanah 5–6,5 (Indartono 2006).

Budidaya Tanaman Jarak Pagar

Tanaman jarak pagar hidup dengan baik pada curah hujan optimum 625

mm/tahun dan temperatur tahunan 20–28 °C. Tanaman jarak pagar tumbuh baik

pada tanah gembur (Syah 2006). Suhu ekstrim <15 °C atau >35 °C akan

menghambat pertumbuhan serta dapat mengurangi kadar minyak dalam biji dan

mengubah komposisinya. Jarak pagar memiliki sistem perakaran yang mampu

menahan air dan tanah sehingga tahan kekeringan serta berfungsi menahan erosi.

Lahan hendaknya memiliki drainase baik, tidak tergenang dan pH tanah 5–6,5

(Djudawi 2006). Penanaman dengan jarak tanam 2 m x 3 m (populasi 1600

pohon/ha), 2 m x 2 m (populasi 2500 pohon/ha) atau 1,5 m x 2 m (populasi 3300

pohon/ha). Pada areal yang miring sebaiknya digunakan sistem kontur dengan

jarak dalam barisan 1,5 m. Lubang tanam dibuat dengan ukuran 40 cm x 40 cm x

40 cm. Bibit dipilih yang sehat dan cukup kuat serta tinggi bibit sekitar 50 cm

atau lebih.

Pembibitan dapat dilakukan di polibag atau bedengan. Setiap polibag diisi

media tanam berupa tanah lapisan atas (top soil) yang dicampur dengan pupuk kandang, dan ditanami 1 benih/polibag. Pembibitan diberi penaung atau atap

dengan bahan berupa daun kelapa, jerami atau paranet. Kegiatan yang dilakukan selama pembibitan antara lain penyiraman (2 kali sehari yaitu pagi dan sore),

penyiangan, dan seleksi bibit. Setelah 2–3 bulan bibit dipindahkan ke lapang.

Penanaman dapat juga dilakukan secara langsung di lapangan (tanpa pembibitan)

dengan menggunakan stek cabang atau batang (Indartono 2006). Setelah tanaman

cukup besar perlu dilakukan pemangkasan tanaman agar tumbuh banyak

percabangan, dan dilakukan penjarangan yang berfungsi untuk mengurangi

terjadinya kompetisi diantara tanaman yang akan digunakan sebagai sumber bibit

(30)

7

usaha budidayanya. Selain itu tanaman juga perlu diberi pupuk NPK, karena jika

tanah kekurangan nitrogen akan menyebabkan bunga akan gugur. Pemupukan

dilakukan 2 kali dalam setahun, yaitu 150 kg SP dan pada pemupukan ke dua

dengan dosis 180 kg NPK, dan tiap tahunnya ditingkatkan sebanyak 10% (Syah

2006).

Produksi bunga dan buah dipengaruhi oleh curah hujan dan unsur hara, jadi

tanaman jarak pagar harus mendapatkan pengairan yang cukup. Jika dalam

setahun terdapat satu kali musim hujan maka pembuahan biasanya hanya terjadi

satu kali dalam setahun, tetapi jika diberi pengairan dapat berbuah hingga tiga kali

setahun. Setelah tanaman berumur lima tahun tanaman jarak pagar dapat

menghasilkan 4–12 ton biji/ha per tahun (Syah 2006) atau 1–4 ton rendemen.

Hama dan Penyakit Tanaman Jarak Pagar

Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) merupakan salah satu masalah

yang terjadi pada setiap komoditas pertanian. OPT yang menyerang pertanaman

(31)

8

Hama

Belalang (Valanga spp. dan Locusta migratoria, Orthoptera: Acrididae) Belalang tergolong ke dalam ordo Orthoptera dan famili Acrididae. Imago

betina memiliki panjang tubuh 58–71 mm dan imago jantan 49–63 mm. Imago

meletakan telurnya pada kedalaman 5–8 cm dan dibungkus material seperti busa.

Serangga ini umumnya bertelur pada awal musim hujan dan menetas awal musim

kemarau (Dadang et al. 2007). Anggota dari ordo ini umumnya memilki sayap dua pasang. Sayap depan lebih sempit daripada sayap belakang dengan vena-vena

menebal/mengeras dan disebut tegmina. Sayap belakang membranus dan melebar

dengan vena-vena yang teratur. Pada waktu istirahat sayap belakang melipat di

bawah sayap depan. Serangga ini memiliki dua buah (sepasang) mata majemuk

(facet), sepasang antena, serta tiga buah mata sederhana (oceli). Dua pasang sayap serta tiga pasang tungkai terdapat pada thorax. Pada segmen (ruas) pertama

abdomen terdapat suatu membran alat pendengar yang disebut tympanum.

Spirakel yang merupakan alat pernafasan luar terdapat pada tiap-tiap segmen

abdomen maupun thorax. Anus dan alat genetalia luar dijumpai pada ujung

abdomen (segmen terakhir abdomen), dan tipe alat mulut menggigit mengunyah.

Metamorfose sederhana (paurometabola) dengan perkembangan melalui tiga

stadia yaitu telur–nimfa–dewasa (imago) (Indartono 2006).

Belalang daun maupun belalang kembara dapat menyerang pertanaman

setiap saat dan memiliki inang yang banyak/polifag. Serangan berat umumnya

terjadi pada tanaman muda. Panjang belalang kembara dewasa jantan berkisar

antara 3,4–4,1 cm, sedangkan yang betina relatif lebih panjang, yaitu sekitar 4–4,7

cm. Semakin tua umur belalang maka warnanya akan semakin cerah. Warna

belalang dewasa yang semula coklat abu-abu akan berubah menjadi kuning

mengkilat pada belalang jantan dan berwarna coklat kekuning-kuningan pada

belalang betina. Adanya bintik coklat-hitam pada sayap depan yang berwarna

kuning transparan, sedangkan untu sayap belakang tidak berbintik. Belalang

memiliki kemampuan jelajah yang tinggi mencapai 200 km, kemampuan

pembentukan kelompok dengan anggota yang sangat banyak, serta kemampuan

makan yang sangat lahap. Kemampuan makan belalang yang sangat tinggi

(32)

9

yang sangat singkat. Sebagai contoh, tanaman padi akan rusak seluruhnya dan

tanaman jagung hanya tinggal batangnya jika terjadi serangan berat oleh kawanan

belalang kembara.

Populasi belalang kembara yang melimpah tersebut berhubungan dengan

kemampuan bertelur belalang yang memang tinggi. Seekor belalang betina dapat

bertelur mencapai 24 butir dan dapat bertelur hingga 9 kali. Hasil salah satu

penelitian menunjukkan bahwa masa aktif bertelur seekor betina rata-rata selama

63 hari (Indartono 2006). Pengendalian yang selama ini dilakukan dalam

mengatasi hama ini ialah sanitasi lahan, tidak menanam tanaman yang dapat

menjadi inangnya di luar tanaman utama, dan pengandalian secara kimiawi yaitu

dengan menggunakan insektisida berbahan aktif betasiflutrin, sipermetrin, tiodikarb, MIPC, dan fipronil (Dadang et al. 2007).

Ulat Api (Parasa lepida, Lepidoptera: Limacodidae)

Ulat api tergolong dalam ordo Lepidoptera, famili Limacodidae. Larva ulat

ini berwarna hijau terang dengan garis membujur berwarna biru, pada bagian

dorsal memiliki rambut-rambut/duri yang muncul dari tubuhnya. Ulat ini disebut

ulat api karena apabila duri ulat ini tersentuh tangan akan terasa panas seperti

terbakar. Pada awalnya ulat hidup secara berkelompok/gregarius pada daun jarak,

kemudian menyebar ke seluruh bagian tanaman seiring dengan pertumbuhan

larva. Imago meletakan telur pada bagian tanaman yang lunak dalam kelompok

kecil. Hama ini bersifat polifag, satu ekor imago betina dapat menghasilkan 400–

600 butir telur dalam waktu 3–5 hari. Ulat dapat menyebabkan daun tanaman

jarak berlubang, serangan berat daun akan habis. Pengendalian yang pernah

dilakukan terhadap serangga ini ialah dengan memanfaatkan musuh alami seperti

parasitoid Apanteles parasae, Chrysis shanghaiensis, Trachysphyrus (Cryptus) oxymorus (Tosq.), Chlorocryptus sp., Goryphus mesoxanthus (Br.), beberapa golongan Ichneumonidae, Fornicia sp. (Braconidae), Meteorus sp., Rogas sp., Euplectomorpha sp., dan Platyplectrus orthocraspedae Ferr., dan predator Canthecona sp. dan Sycanus sp.. Pengendalian juga dapat menggunakan musuh alami dari golongan cendawan atau disebut entomopatogen, cendawan yang

(33)

10

pengendalian sering dilakukan dengan penggunaan senyawa kimia yaitu

insektisida dengan bahan aktif klorpirifos dan organofosfat lainnya, serta insektisida berbahan aktif Bacillus thuringiensis (Dadang et al. 2007).

Tungau (Tetranychus sp., Acarina: Tetranychidae)

Tetranychus sp. termasuk dalam ordo Acarina. Telur Tetranychus sp. yang berwarna merah tua dan berbentuk bulat adalah fase yang mudah untuk

membedakan dari tungau jenis lain. Telur sebagian besar diletakkan di

permukaan bagian atas sepanjang tulang daun, tetapi sebagian lainnya diletakkan

pada permukaan daun bagian bawah atau secara bebas ke dalam jaringan makanan

tanaman (Krantz 1978). Imago betina dari tungau ini berbentuk oval, berwarna

merah tua dan mempunyai bulu-bulu yang panjang dan menarik perhatian.

Tungau jantan ukuran tubuhnya lebih kecil, lebih runcing dan mempunyai kaki

yang relatif panjang dan geraknya lebih aktif daripada yang betina. Tungau dapat

memperbanyak diri scara seksual maupun partenogenesis (Oliver 1971).

Gambar 3 Hama tungau (Sumber:Taropest)

Populasi tungau merah banyak ditemukan di permukaan daun bagian atas,

dan sebagian kecil menyerang buah dan cabang. Dalam proses pemangsaan,

tungau merah menghisap klorofil dari daun, sehingga warnanya berubah menjadi

bintik-bintik kelabu dan keperakan. Serangan lebih parah di musim kering di

mana kelembapan dalam tanaman menurun. Pada kondisi demikian dari efek

serangan tungau, iklim dan faktor fisiologis dapat mengakibatkan gugurnya buah

(34)

11

tetapi gejala serangan lebih jelas terlihat pada buah yang tua dan bersifat

permanen.

Varietas jarak yang lebih tahan terhadap serangan hama ini ternyata

tanaman yang bunganya tidak dilapisi lilin. Tungau bersifat polifag, selain jarak

banyak menyerang pada pertanaman kapas, tomat, kacang-kacangan, dan

lain-lain. Penyebaran tungau dapat melalui daun-daun gugur yang terserang, lalu

tertiup angin, selain itu dapat melalui sentuhan pakaian pekerja kebun. Musuh

alami dapat sebagai pengendalian tungau ini, yaitu tungau predator dari famili

Phytoseiidae yang menyerang telur dan larva (Anonim 2007). Selain itu kumbang

Coccinelidae, Stethorus spp. juga memangsa tungau tanaman ini. Secara kimiawi pengendalian hama ini menggunakan akarisida Keethane 200EC dan Omite 570

EC. Selain itu dapat juga digunakanCuracron 500 EC dengan konsentrasi 2 ml/l

air atau Pegasus 500 SC dengan konsentrasi 1.5 ml/l air atau Agrimec 18 EC

dengan konsentrasi 0,5 ml/l air. Ketiga insektisida digunakan secara bergantian

(Anonim 2002).

Kepik Hijau (Nezara viridula, Hemiptera: Pentatomidae)

Kepik hijau merupakan hama penting pada daerah tropik. Kepik hijau

memiliki panjang tubuh 16 mm. Imago betina dapat menghasilkan telur sebanyak

10–90 butir dalam bentuk kelompok di permukaan daun. Telur menjadi dewasa

membutuhkan waktu 4–8 minggu, siklus hidup 60–80 hari, maksimum mencapai

6 bulan. Imago betina hama ini menyerang pada fase pembungaan sehingga

menimbulkan kerusakan pada kapsul buah yang sedang berkembang. Kepik hijau

ini bersifat polifag pada tanaman padi, tomat, cabai, kapas, dan lain-lain.

Kerusakan utama biasanya bukan karena tusukan dan hisapan langsung, tetapi

karena racun yang dikeluarkan melalui kelenjar ludahnya. Racun ini dapat

menimbulkan kelayuan, kematian daun dan pucuk tanaman (Dadang et al. 2007). Pengendaliannya dapat dilakukan dengan menggunakan tanaman perangkap

seperti Caosalaria. Selain itu mengumpulkan telur dan larvanya kemudian dimusnahkan untuk menekan perkembangan hama ini. Pengendalian hayati dapat

(35)
(36)

13

terdiri dari tiga ruas, dan tubuh memiliki bentuk perisai yang khas. Scutellum

berkembang dengan baik. Siklus hidup berkisar 60–80 hari, stadia nimfa dan

kepik dewasa gerakannya lambat.

C. javanus menyerang jarak pagar pada saat pembungaan, menjelang pembentukan buah dan menghisap buah, sehingga menimbulkan kerusakan pada

kapsul buah yang sedang berkembang. Bunga/buah yang terserang akan menjadi

coklat kehitaman, bunga tidak bisa menjadi buah, sedangkan buah menjadi rusak

tidak dapat dipanen (Djudawi 2006). Pengendalian yang biasanya dilakukan

dalam mengatasi hama ini secara mekanik yaitu dengan mengumpulkan dan

memusnahkan kelompok telur, nimfa, atau imago. Kegiatan pengendalian secara

mekanis dapat dilakukan bersamaan dengan pemangkasan atau pemanenan

sehingga dapat mengurangi biaya tenaga kerja. Pengendalian kimiawi dengan

insektisida kontak maupun sistemik (Dadang et al. 2007).

Thrips (Selenothrips rubrocinctus: Thysanoptera: Thripidae)

Thrips merupakan ordo Thysanoptera (Borror et al. 1996). Tubuhnya ramping dan pipih, imago berwarna hitam dan panjangnya 1–2 mm (Kalshoven

1981). Semakin rendah suhu suatu lingkungan warna thrips biasanya akan lebih

gelap. Thrips jantan tidak bersayap, sedangkan yang betina mempunyai dua

pasang sayap yang halus dan berumbai. Hama ini berkembang biak secara

partenogenesis atau dapat menghasilkan telur tanpa melalui perkawinan terlebih

dahulu. Telur thrips berbentuk oval, diletakkan secara terpisah-pisah di

permukaan bagian tanaman atau ditusukkan ke dalam jaringan tanaman oleh alat

peletak telur. Telur diletakkan di bagian dalam jaringan daun, kemudian nimfa

yang keluar menghisap jaringan mesofil daun, sehingga beberapa spot transparan

dan mengering. Telur yang dihasilkan dapat mencapai 80–120 butir. Setelah 6–8

hari telur menetas menjadi instar pertama berwarna putih transparan (Indartono

2006). Thrips dewasa dapat hidup hingga 20 hari. Siklus hidup hama thrips lebih

kurang 3 minggu. Di daerah tropis siklus hidup tersebut bisa lebih pendek (7–12

hari), sehingga dalam satu tahun dapat mencapai 5–10 generasi. Nimfa atau thrips

dewasa menyerang tanaman dengan menggaruk jaringan daun dan menghisap

(37)

14

Karakteristik stadia nimfa S. rubrocinctus memiliki tiga segmen pada abdomen dan terdapat pita/garis melintang berwarna merah-orange pada tengah

segmen abdomen (Kalshoven 1981). Nimfa paling suka dengan daun yang masih

muda atau kuncup daun. Karena itu, hama ini banyak ditemui di kuncup-kuncup

daun. Gejala yang ditimbulkan adalah daun mula-mula bernoda putih mengkilat

seperti perak, kemudian menjadi kecoklat-coklatan dengan bintik hitam.

Serangan biasanya akan lebih berat jika terjadi hujan rintik-rintik, suhu di atas

normal, dan kelembapan di atas 70%. Hama ini bersifat polifag, kadang-kadang

menjadi vektor penyakit (Indartono 2006). Suhu optimum untuk perkembangan

serangga ini anatara 26–28 °C dan kelembapan 85% (Kalshoven 1981).

Gambar 5 Hama thrips, sumber gambar : CABI

Pengendalian hama ini adalah dengan memasang perangkap likat IATP

(Insect Adhesive Trap Papper) berupa kertas lembaran tahan air berwarna kuning (warna yang disukai thrips) yang telah diberi perekat. Selain dengan perangkap

berperekat pemangkasan bagian tanaman yang terserang dan pemusnahan hama

juga dapat dilakukan dalam mengendalikan thrips. Secara biologis dengan

memanfaatkan musuh alami dari jenis Coccinellidae (Anonim 2008).

Ulat Jengkal (Lepidoptera: Geometridae)

Ulat jengkal dapat menghasilkan telur mencapai 50 butir, telur diletakan

secara berkelompok. Lama stadia telur adalah 3 hari, telur berbentuk bulat dan

berwarna hijau kebiruan. Pada saat menjelang menetas, telur menjadi kehitaman.

Larva berwarna hijau dan bergerak seperti orang mengukur panjang atau lebar

dengan jengkalnya, sehingga diberi nama ulat kilan atau ulat jengkal. Larva ulat

jengkal merusak daun-daun yang agak tua, yaitu dengan cara menggigit daun dari

arah pinggir. Jika serangan berat, bagian daun yang tersisa hanya tulang daunnya

(38)

15

habis, maka larva ini akan menyerang bunga dan buah. Saat larva sudah besar

biasanya masuk ke dalam tanah yang gembur untuk berpupapada kedalaman 2–3

cm. Lama stadium pupa adalah 6 hari. Ngengat berwarna coklat keabu-abuan

dan aktif pada malam hari. Tanaman inang lain hama ini adalah kacang hijau,

kedelai, kentang, kakao, dan tembakau.

Kutu Putih (Ferrisia virgata, Hemiptera: Pseudococcidae)

Kutu dompolan tergolong dalam ordo Hemiptera dan famili Pseudococcidae

yaitu serangga yang menyerupai tepung. Karakteristik hama ini yaitu memiliki

tubuh berwarna putih dan lilin kuning, tubuhnya di lapisi oleh tepung berwarna

putih, pinggiran tubuhnya terdapat seperti benang-benang kecil, serta pada bagian

ekor memiliki 2 benang yang lebih panjang panjang dari benang lainnya di sekitar

tubuh. Hama ini bersifat polifag, imago betina dapat menghasilkan 200–450 telur

dalam waktu beberapa jam. Sedangkan perubahan bentuk dari telur menjadi

nimfa berlangsung 4–9 hari. Untuk jantan akan menjadi imago dalam waktu 20–

60 hari setelah nimfa menetas dan imago betina membutuhkan hanya 20–45 hari

untuk menyelesaikan masa nimfanya. Imago betina dapat hidup selama 1–2

bulan, sedangkan jantan hanya 1–3 hari. Selain dengan cara kopulasi,

perkembangbiakan hama ini dapat dilakukan secara partenogenesis oleh imago

betina (Kalshoven 1981). Pengendalian hama ini adalah dengan menggunakan

benih yang sehat dan secara mekanis memangkas bagian tanaman yang terserang

dan dimusnahkan (Dadang et al. 2007). Pengendalian secara biologis dengan memanfaatkan predator dari famili Coccinellidae yaitu Scymnus apiciflavus (Anonim 2007) dan Cryptolaemus montrouzieri, serta Syrphidae (Dadang et al. 2007). Selain predator, dapat juga memanfaatkan parasitoid Cocophagus gumeyi, Tetracnemus pretiosus, T. Peregrinus, Leptomastidae abnormis dan Anarhopus sydeyensis (Anonim 2007). Pengendalian kimiawi dengan menggunakan insektisida sistemik.

Kumbang Moncong (Coleoptera:Curculionidae)

Kumbang moncong memiliki warna hitam kotor/tidak mengkilap dengan

(39)

16

lubang pada batang tanaman. Larva menggerek ke jaringan batang atau masuk ke

pucuk/kuncup dan tangkai sampai menjadi pupa. Pupa terbungkus oleh sisa

makanan dan terletak di rongga dalam bekas gerekan batang. Kerusakan terjadi

karena larvanya menggerek daun dan memakan jaringan di bagian dalam batang

sehingga mengakibatkan aliran air dan hara dari akar terputus serta daun-daun

menjadi kuning dan layu. Kerusakan pada daun menyebabkan daun

berlubang-lubang. Larva juga menggerek batang umbi, pucuk dan batang untuk membentuk

pupa, sedangkan kumbang dewasa memakan epdermis/permukaan daun muda,

jaringan/tangkai bunga dan pucuk/kuntum sehingga dapat mengakibatkan

kematian bagian tanaman yang dirusak. Serangan pada titik tumbuh dapat

mematikan tanaman. Pada pembibitan Phalaenopsis sp. dapat terserang berat hama ini. Serangan kumbang gajah dapat terjadi sepanjang tahun, tetapi paling

banyak terjadi pada musim hujan, terutama pada awal musim hujan tiba (Anonim

2007). Inang lain dari hama ini adalah anggrek, kelapa, dan kelapa sawit.

Wereng Daun (Empoasca sp., Hemiptera: Cicadellidae)

Wereng daun merupakan salah satu hama utama pada tanaman jarak di

daerah tropik dan subtropik dan sangat berbahaya pada tanaman di lahan

pembibitan (Dadang et al. 2007). Imago betina meletakan telur di dalam jaringan daun, dekat dengan tulang daun di permukaan bawah. Nimfa dan imago

menghisap cairan daun hingga daun berubah warna menjadi merah atau coklat.

Kadang kala daun mengering dan mati. Pengendalian hama ini dengan

menggunakan insektisida imidaklrpid, betasiflutrin, atau karbosulfan (Dadang dkk. 2007).

Penyakit

Bercak/Penyakit Kulit Botryodiplodia (Botryodiplodia sp.)

Penyakit kulit botryodiplodia sering ditemui pada anggrek jenis Vanda sp. dan Arachnis sp. (Anonim 2007). Gejala dapat terjadi pada batang berupa bercak coklat hingga hitam pada permukaan berupa blendok, kulit menjadi gelap dan

lama kelamaan akan mengering. Bagian yang sakit akan menjadi luka yang

(40)

17

sehingga menimbulkan kerugian yang lebih besar dari penampakan luarnya

(Semangun 2000). Bercak tidak terbatas pada bagian-bagian yang tua saja tetapi

yang muda pun terserang. Penyakit memencar dengan spora yang terdapat pada

badan buahnya. Spora memencar bila terjadi perubahan cuaca yang mendadak

dari basah ke kering (Anonim 2007). Konidia berbentuk kapsul kecil berwarna

orange dengan sekat melintang (Agrios 1997). Konidium cendawan ini bersel

satu dan hialin pada waktu muda, serta bersel dua dan warna agak gelap dengan

ukuran 26–28 µm x 12–14 µm saat konidium dewasa. Cendawan ini bertahan

pada ranting-ranting dan kulit batang/cabang yang sakit.

Pengendalian penyakit kulit botryodiplodia dapat dilakukan dengan cara

yaitu dianjurkan untuk mengapur pangkal batang setelah pemangkasan dengan

campuran kapur dan garam dapur (25 kg kapur mati, 2 kg garam dapur, 25–35 l

air), dapat juga dilakukan dengan cara pengolesan dengan bubur Bordeaux 5% yang dicampur dengan lem kayu 0,5% (Muller 1940 dalam Semangun 2000). Selain itu pengendalian terhadap tanaman yang terserang penyakit dapat

dilakukan dengan memotong bagian yang terinfeksi dan bagian luka bekas

pemotongan tadi ditutup dengan lilin yang telah dicampur dengan karbolineum planetarium. Untuk mengurangi terjadinya serangan Botryodiplodia sp. pada buah, setelah dilakukan pemanenan buah segera dibawa ke tempat

penyimpanan/pemeraman secara tertutup dan mengusahakan tangkai buah masih

melekat pada buah untuk menghindari terjadinya luka pada buah (Semangun

2000).

Embun Tepung (Oidium sp.)

Embun Tepung ialah cendawan obligat. Konidia tumbuh baik pada suhu

7–31 °C dan kelembaban 30%–100%. Perkembangan patogen ini memerlukan

keadaan lingkungan yang lembap (optimum 90%), tetapi air tidak sampai

tergenang di atas permukaan tanah. Curah hujan yang tinggi merupakan kondisi

yang kurang menguntungkan untuk patogen ini, sebab dapat mengganggu

perkembangannya pada daun yang selalu basah. Terkena sinar matahari langsung,

suhu hingga 33 °C, dan kelembaban di bawah 20% akan mengganggu

(41)

18

hujan, tidak banyak sinar matahari, dan suhu yang agak rendah (Anonim 1962

dalam Semangun 2000). Dari penelitian di Malaysia pertumbuhan cendawan Oidium akan cepat pada suhu 15–16 °C dan kelembapan nisbi 75%–80% (Semangun 2000). Cendawan ini dapat menyerang berbagai bagian tanaman, baik

bagian batang, daun, atau bunga. Penyebarannya ke tanaman lain dengan bantuan

angin maupun kontak dengan tanaman yang terinfeksi. Cendawan ini memiliki

apresorium yang membulat, konidiofornya 60–120 x 12 µm, sedangkan

konidiumnya mebentuk rantai yang terdiri dari 4–8 konidium yang melekat pada

konidiofornya, konidium tidak berwarna, ukuran konidium sangat dipengaruhi

oleh tanaman inang dan cuaca (Semangun 2000).

Pada permukaan tanaman yang terserang tampak bercak-bercak berwarna

putih kelabu seperti beludru halus, yang terdiri dari miselium, konidiofor, dan

konidium cendawan. Bila serangan berat akan menimbulkan bercak coklat

kemerahan. Jika serangan terjadi pada daun yang baru saja berkembang akan

menyebabkan perubahan warna menjadi kusam, daun lemas dan tepi-tepinya agak

mengeriting. Serangan pada daun muda ini dalam beberapa hari akan menjadi

hitam dan gugur satu per satu. Jika serangan pada daun yang agak tua, daun akan

mengalami perubahan warna/pemudaran warna dan hanya 1 atau 2 daun yang

rontok. Di India telah dilaporkan penyakit ini menyerang pada pertanaman jarak

pagar (Lim 1972 dalam Semangun 2000). Pengendalian terhadap penyakit embun tepung dapat dilakukan dengan cara membuat kondisi lingkungan yang tidak

sesuai terhadap perkembangan cendawan ini dengan cara pemangkasan yang

dapat mengurangi kelembapan tanaman (Semangun 2000).

Di daerah dengan ketinggian <400 m dpl penyakit ini dapat dikendalikan

dengan penyerbukan tepung belerang. Untuk daerah >400 m dpl baiknya

dilakukan penyemprotan dengan bubur california (1:30) (Anonim 1984 dalam Semangun 2000). Pengendalian lainnya secara umum dapat menggunakan

fungisida, baik yang alami yaitu biofungisida dengan memanfaatkan

Ampelomyces quisqualis, maupun sintetik dengan menggunakan fungisida berbahan aktif triadimenol, propiconazole, dan fenarimol (Dadang et al. 2007). Kegiatan penyemprotan atau penyerbukan ini dilakukan selama masih ada

(42)

19

juga dilakukan pada waktu daun masih basah oleh embun, sehingga serbuk

belerang dapat melekat pada daun (Semangun 2000), pengaruh belerang juga akan

meningkat jika terkena sinar matahari langsung (Kauchenius 1931 dalam Semangun 2000). Vollema (1929 dalam Semangun 2000) menyatakan bahwa pemupukan dapat menambah ketahanan pohon terhadap embun tepung.

Layu Fusarium (Fusarium sp.)

Patogen Fusarium sp. menginfeksi tanaman melalui jaringan akar yang terluka. Setelah patogen ini berkembang maka bagian tanaman yang berada di atas

tanah akan merana seperti kekurangan air, daun menguning, layu dan keriput,

serta akar-akar membusuk. Pembusukan pada akar-akar ini dapat meluas ke atas

sampai ke pangkal batang. Jika akar rimpang dipotong akan terlihat epidermis dan

hipodermis berwarna ungu, sedang floem dan xylem berwarna ungu merah jambu

muda, akhirnya seluruh akar akan berwarna ungu. Pengendalian patogen ini dapat

menggunakan fungisida Benlate (Benomyl) untuk menyiram atau merendam tanaman, yang jika perlu diulang setelah 2 minggu (Burnett 1974 dalam Semangun 2000).

Busuk Botrytis (Botrytis ricini)

Masalah penyakit busuk botrytis akan serius pada saat musim hujan yang

bersamaan dengan pembentukkan kapsul buah. Bunga yang terinfeksi akan

timbul bercak kecil berwarna hitam kemudian menjadi busuk dan tertutup

cendawan berwarna abu-abu. Cendawan ini memiliki empat tipe propagul yaitu

askospora, konidia, miselia, dan sklerotia. Massa konidia berwarna coklat kelabu.

Penyakit ini disebarkan melalui vektor yaitu lalat buah dan thrips, sisa tanaman

mati yang terserang, serta udara (Dadang et al. 2007). Pencegahan dengan cara tindakan budidaya seperti penanaman varietas jarak yang tidak banyak duri pada

kapsul, irigasi yang tidak berlebihan, penanaman tidak terlalu rapat dan sanitasi.

Pemanfaatan Trichoderma harzianum juga dilaporkan efektif dalam mengendalikan patogen ini. Pencegahan secara kimiawi dengan aplikasi

(43)

20

pirimetanil diketahui memiliki keefektifan yang cukup tinggi dalam pengendalian penyakit ini (Dadang et al. 2007).

Bercak Daun Bakteri (Xanthomonas ricinicola)

Temperatur optimum untuk pertumbuhan bakteri Xanthomonas ricinicola adalah 36 °C dengan kelembaban 80%. Bakteri ini menyerang kutiledon dan

daun. Gejala yang ditimbulkan berupa bercak bulat berwarna coklat atau kuning

dan tidak beraturan, serta tepi dibatasi garis berwarna terang pada permukaan

bawah daun. Gejala ini dapat meluas hingga permukaan atas daun dan bercak

akan meluas berwarna coklat gelap atau hitam, dan disekitar bercak berwarna

kuning. Pada buah akan menyebabkan bercak dengan halo berwarna hijau terang.

Sedangkan pada ranting akan menyebabkan kanker dengan bercak hitam. Bakteri

ini dapat disebarkan melalui bantuan angin dan air hujan. Patogen ini dapat

menginfeksi tanaman melalui stomata maupun luka. Tindakan pengendalian

untuk meminimalkan serangan bakteri bercak daun ini dengan cara sanitasi lahan

dan perlakuan panas pada biji selama 10 menit. Pengendalian kimia dapat

digunakan bakterisida berbahan aktif streptosiklin atau dari golongan oksitetrasiklin, serta senyawa kimia yang mengandung seng seperti ziram dan seng sulfat (Dadang et al. 2007)

Musuh Alami Hama Belalang Sembah (Mantodea:Mantidae)

Belalang sembah adalah serangga yang memiliki tungkai depan yang selalu

berada di depan tubuhnya, hewan ini merupakan predator dari serangga-serangga

kecil yang berada di sekitar pertanaman (Kalshoven 1981). Mantidae memiliki

tipe metamorfosis paurometabola, yaitu telur–nimfa–imago. Predator ini dapat

bersifat kanibal, jantan dari serangga ini akan dimakan oleh betinanya setelah

melakukan kopulasi (Kalsohoven, 1981).

Coccinellidae Predator (Coleoptera)

(44)

21

dorsal cembung dan bagian ventral datar (Hodek 1973). Predator ini mampu

memangsa 200–400 ekor nimfa kutu kebul. Siklus hidup predator 18–24 hari, dan

satu ekor betina mampu menghasilkan 3000 butir telur (Anonim 2008).

(45)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Pengamatan hama dan penyakit dilakukan di pertanaman jarak pagar yang berlokasi di Lampung yaitu Karang Anyar (Lampung Selatan) dan Kedaton (Bandar Lampung), Jawa Barat yaitu Cigawir (Sukabumi), Ciawi (Bogor), Citeureup 1 (Bogor), Citeureup 2 (Bogor). Identifikasi OPT dilakukan di Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Laboratorium Biosistematika Serangga, Musium Serangga, Klinik Tanaman Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Kegiatan penelitian dilaksanakan mulai bulan Oktober 2007 sampai Februari 2008.

Metode Penelitian

Penentuan Petak Tanaman Contoh dan Tanaman Contoh

Pengamatan dilakukan pada lima petak tanaman contoh dengan pola diagonal, 1 petak pada pertemuan garis diagonal dan 4 petak lainnya pada ujung-ujung garis diagonal. Setiap petak contoh tanaman diamati 15 tanaman contoh, sehingga tiap lahan diamati 75 tanaman contoh.

Pengamatan Hama

Pengamatan hama tanaman jarak pagar dilakukan dengan mengamati secara langsung pada tiap tanaman contoh, dengan mengidentifikasi jenis dan menghitung jumlah populasi hama serta gejala serangan pada tiap tanaman contoh. Untuk hama yang tidak dapat diidentifikasi di tempat, dilakukan pengkoleksian contoh hama pada botol yang berisi alkohol 70% atau kantung plastik untuk diidentifikasi di Laboratorium Biosistematika Serangga Departemen Proteksi Tanaman IPB dengan menggunakan buku Borror et al. (1996) dan Musium Serangga Departemen Proteksi Tanaman IPB. Data diolah dengan menggunakan program Microsoft Excel dan diuji menggunakan program

(46)

23

Persentase kerusakan oleh hama dihitung dengan menggunakan rumus: KH = n/N x 100%

KH =Kerusakan oleh hama

n =Jumlah daun yang terserang dalam satu tanaman N =Jumlah daun dalam satu tanaman

Pengamatan Penyakit

Pengamatan penyakit dengan cara pengamatan langsung gejala yang terdapat pada tanaman contoh, sebagian contoh tanaman sakit yang bergejala dibawa ke Klinik Tanaman Departemen Proteksi Tanaman IPB untuk diidentifikasi jenis patogennya. Gejala yang terjadi pada tiap tanaman contoh dihitung untuk mengetahui persentase kerusakan dan kejadian penyakit. Persentase kejadian penyakit tersebut dihitung dengan rumus:

KP = n/N x 100% KP = Kejadian penyakit

n = Jumlah tanaman yang terserang

N = Jumlah seluruh tanaman contoh yang diamati

Berdasarkan gejala serangan penyakit, keparahan penyakit dapat dihitung dengan rumus Townsend dan Heuberger (1974 dalam Agrios 1997).

I = ∑(ni.vi)/N.V x 100% I = Keparahan penyakit

ni = Jumlah tanaman yang terserang pada kategori ke-i vi = Kategori kerusakan ke-i

N = Jumlah tanaman yang diamati V = Nilai kategori serangan tertinggi

Nilai kategori kerusakan tanaman (v) ditentukan berdasarkan tingkat kerusakan tiap tanaman contoh (x) sebagai berikut:

(47)

24

Nilai 4 = x > 75 %

(48)

   

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Lahan Lahan Lampung Selatan, Lampung

Tanaman jarak pagar di Karang Anyar, Lampung Selatan memiliki nama

lokal Asem Bagus. Lahan berada pada ketinggian lebih kurang 50 m dpl. Lahan

tanaman jarak pagar yang diamati di Karang Anyar seluas 250 m x 100 m dengan

jarak tanam 2 m x 2 m, dan jumlah tanaman lebih kurang 6125 tanaman.

Tanaman jarak pagar sedang memasuki fase generatif (Gambar 6). Pada saat awal

penanaman, tanaman diberi pupuk kandang (kotoran sapi) dengan dosis 1

kg/tanaman, setelah tanaman berumur 8 bulan diberi pupuk NPK sebanyak 100

mg/tanaman. Menurut informasi yang didapatkan, penyakit yang paling

merugikan di lokasi tersebut ialah penyakit leles atau busuk batang dengan

bercak-bercak hitam pada permukaan batang yang menyebabkan kematian

tanaman hingga 50% di persemaian. Pengamatan dilakukan pada saat tanaman

berumur 11 bulan dan musim kemarau.

Gambar 6 Lahan jarak pagar di Lampung Selatan

Lahan Bandar Lampung, Lampung

Tanaman jarak pagar Bandar Lampung memiliki nama lokal Asem Bagus.

Lahan berada pada ketinggian lebih kurang 70 m dpl. Lahan tanaman jarak pagar

(49)

26 

 

tanaman lebih kurang 1295 tanaman. Lahan ini adalah lahan percobaan

pengembangan tanaman jarak pagar oleh Perhimpunan Petani Jarak Pagar

Indonesia-Lampung (PPJPI-Lampung). Lahan ini terletak di tengah-tengah areal

tanaman padi masyarakat. Tanaman sedang memasuki fase generatif. Pada saat

awal penanaman, tanaman diberi pupuk kandang dengan dosis 3 ons/tanaman, dan

tidak ada teknik budidaya khusus yang dilakukan pada lahan ini. Penyakit yang

paling merugikan ialah penyakit leles atau busuk batang dengan bercak-bercak

hitam pada permukaan batang yang menyebabkan kematian tanaman hingga 70%

di persemaian. Pengamatan dilakukan pada saat tanaman umur 2 tahun dan

musim kemarau.

Lahan Cigawir, Sukabumi, Jawa Barat

Tanaman jarak pagar Cigawir memiliki nama lokal Asem Jawa. Lahan

berada pada ketinggian 600 m dpl. Lahan tanaman jarak pagar di daerah ini

memiliki luas 30 ha. Jarak tanamnya adalah 2 m x 2 m untuk lahan datar,

sedangkan pada lahan yang miring jarak tanamnya adalah 2 m x 1,5 m. Jumlah

tanaman lebih kurang 75000 tanaman. Lahan jarak pagar ini adalah bekas lahan

teh (Gambar 7). Pada saat awal penanaman, lahan dibersihkan dari sisa-sisa

tanaman teh, baik bagian tanaman yang tertinggal maupun tanaman teh yang

masih tumbuh di lahan. Tanaman diberi pupuk kandang (kotoran sapi) dengan

dosis 500 g/tanaman, setelah tanaman berumur 3 bulan diberi pupuk NPK

sebanyak 50 mg/tanaman. Pengendalian hama dan penyakit yang pernah

dilakukan yaitu pengendalian Tetranychus sp. dengan menggunakan rinso dan bubur california yang disemprot dengan dosis 250 cc/pohon. Selain itu

pengendalian juga dilakukan dengan cara pemangkasan tanaman yang terserang

hama atau penyakit. Selain untuk mengendalikan hama dan penyakit,

pemangkasan berfungsi untuk merangsang pembentukan bunga. Pengamatan

(50)

27 

 

Gambar 7 Lahan jarak pagar di Cigawir

Lahan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat

Bibit tanaman jarak pagar Ciawi berasal dari Lampung dengan nama lokal

Asem Bagus. Lahan berada pada ketinggian lebih kurang 400 m dpl. Lahan

tanaman jarak pagar di daerah ini memiliki luas 2,5 ha dan jarak tanamnya adalah

2 m x 2 m. Tanaman sedang memasuki fase generatif (Gambar 8). Pada saat

awal penanaman dilakukan pembersihan lahan dari gulma-gulma/rumput yang

ada, tanaman diberi pupuk kandang (kotoran sapi) dengan dosis 1 kg/tanaman dan

PSP/SP36 dengan dosis 50 g/lubang tanam. Perawatan dilakukan dengan cara

pembersihan gulma bila sudah banyak, biasanya 4 bulan sekali. Satu bulan

setelah tanam diberi pupuk NPK sebanyak 10 g/tanaman. Penyakit yang paling

merugikan ialah penyakit leles atau busuk batang dengan bercak-bercak hitam

pada permukaan batang yang menyebabkan kematian tanaman hingga 50% di

persemaian. Pengamatan dilakukan pada saat tanaman berumur 11 bulan dan

musim kemarau.

(51)

28 

 

Lahan Citeureup, Kabupaten Bogor, Jawa Barat

Tanaman jarak pagar Citeureup memiliki nama lokal Dompu. Lahan berada

pada ketinggian lebih kurang 200 m dpl. Lahan tanaman jarak pagar di daerah ini

memiliki luas 30 ha, jarak tanam 2 m x 2 m. Umur tanaman 11 bulan dengan

jenis tanah berkapur (Gambar 9a). Pada saat persemaian, media yang digunakan

adalah media tanam jadi yang dimasukan pada polibag 20 cm x 25 cm. Polibag

yang telah ditanami benih diletakan di tempat yang berpenaung (paranet 65%) (Gambar 9b). Tanaman yang telah berumur 12 minggu setelah tanam (MST)

dipindahkan ke lapang. Tanaman diberi pupuk kandang (kotoran sapi) dengan

dosis 3 kg/lubang dan Furadan sebanyak 2 g/lubang. Bibit dimasukan ke dalam

lubang tanam, pada umur ± 8 MST dilakukan pemangkasan ± 40 cm dari pangkal

batang. Umur 16 MST di lapangan sudah dapat dipanen. Perawatan dilakukan

dengan penyiraman air 1 kali dan penyiangan gulma. Pengendalian OPT

menggunakan bubur california 20–30 ml/l air. Pemupukan dilakukan 3 bulan

sekali, dengan dosis 2 kg pupuk kandang/pohon. Penelitian dilakukan pada saat

musim hujan

(a) (b)

Gambar 9 Lahan jarak pagar di Citeureup (a) budidaya dan (b) persemaian

Hama

Beberapa hama yang ditemukan pada pertanaman jarak pagar yaitu kepik

(52)

29 

 

Limacodidae), walang sangit (Leptocorisa oratorius, Hemiptera: Alydidae), belalang (Valanga nigricornis, Orthoptera: Acrididae), kepik hijau (Nezara viridula, Hemiptera: Pentatomidae), ulat api (Parasa lepida, Lepidoptera: Limacodidae), cengkerik (Orthoptera: Gryllidae), siput kecil (Mollusca),

Dyscheres curtus (Coleoptera: Curculionidae), Coreidae (Hemiptera), Pyrochroidae (Coleoptera), Amatidae (Lepidoptera), wereng daun (Empoasca sp., Hemiptera: Cicadellidae), dan ulat pengorok daun (Liriomyza sp., Diptera: Agromyzidae).

Kutu Putih (F. virgata, Hemiptera: Pseudococcidae)

Populasi F. virgata di lahan Lampung Selatan yaitu 3,35 ekor/daun yang menunjukan lebih tinggi daripada di lainnya. Populasi F. virgata di lahan Lampung Selatan tidak berbeda nyata dengan populasi di lahan Ciawi yaitu 3,08

ekor/daun (Gambar 11).

Gambar 10 Gejala serangan hama F. virgata pada daun

Gambar 11 Populasi hama F. virgata di beberapa lokasi a

Cigawir Ciawi Citeureup 1 Citeureup 2

Rata-rata populasi

(ekor/d

aun)

(53)

30 

 

Tingginya populasi F. virgata di lahan jarak pagar Lampung Selatan dan Ciawi dapat disebabkan lokasi kedua lahan ini berdekatan dengan pertanaman

kelapa yang juga merupakan salah satu inang hama ini. Curah hujan yang rendah

pada lahan Lampung Selatan merupakan kondisi lingkungan yang mendukung

perkembangan kutu dompolan. Tidak adanya tindakan pengendalian OPT di

lahan ini seperti sanitasi lahan, pemangkasan tanaman yang terserang hama,

maupun aplikasi insektisida menyebabkan populasi F. virgata menjadi tinggi. Pada lahan Ciawi yang memiliki curah hujan cukup tinggi yaitu kondisi

lahan yang tidak sesuai untuk perkembangan F. virgata, tetapi terdapat populasi yang tidak berbeda nyata dengan lahan Lampung Selatan. Tingginya populasi

hama di lahan Ciawi kemungkinan karena faktor inang yang cukup luas yang

salah satunya terdapat tanaman kelapa di sekitar pertanaman jarak pagar, serta

angin yang cukup kuat di lokasi ini yang dapat membantu penyebaran hama.

Populasi F. virgata sangat rendah di lahan Cigawir yaitu 0,05 ekor/daun. Hal ini karena lahan Cigawir memiliki curah hujan yang cukup tinggi yang dapat

menghambat perkembangan hama. Selain faktor alam yang tidak mendukung

perkembangan hama, adanya teknik pengendalian yang dilakukan dengan cara

pemangkasan tanaman yang terserang hama serta aplikasi pestisida berupa bubur

california dan detergen selain sebagai fungisida terbukti dapat menekan

perkembangan F. virgata.

Pada lahan Bandar Lampung, Citeureup 1, dan Citeureup 2 yang memiliki

curah hujan cukup rendah yaitu kondisi lingkungan yang sesuai untuk

perkembangan hama, tetapi populasi hama pada ketiga lahan ini rendah yaitu 0,55

ekor/daun, 1,51 ekor/daun, dan 0,19 ekor/daun. Hal ini kemungkinan karena

sumber hama seperti inang lainnya di sekitar tanaman jarak pagar tidak ada,

sehingga penyebarannya cukup lama. Selain itu pada lokasi Citeureup 2 tanaman

persemaian mendapatkan perlakuan budidaya yang cukup intensif yaitu tanaman

dinaungi paranet 65% yang menyebabkan sinar matahari tidak masuk penuh sehingga ketahanan tanaman cukup kuat terhadap hama. Pemangkasan tanaman

terserang dan aplikasi pestisida dilakukan di lahan Citeureup 2 upaya

(54)

31 

Cigawir Ciawi Citeureup 1 Citeureup 2

Rata-rata pop

ulasi

(ekor/daun)

Lokasi

karena hama dapat menyerang berbagai fase tanaman dan semua bagian tanaman,

serta memiliki kisaran inang yang luas yang menyebabkan hama ini dapat

ditemukan hampir diseluruh pertanaman jarak pagar.

Thrips (S. rubrocinctus, Thysanoptera: Thripidae)

Populasi tertinggi hama thrips terdapat di lahan Citeureup 1 yaitu 7,28

ekor/daun. Pada lahan di daerah lainnya tidak berbeda nyata yaitu berkisar antara

0,21-1,11 ekor/daun (Gambar 13).

Gambar 12 Gejala serangan hama S. rubrocinctus

Gambar 13 Populasi hama S. rubrocinctus di beberapa lokasi

Rata-rata gejala thrips tertinggi terdapat pada lahan Citeureup 1 yaitu 21,4%

(Gambar 14). Gejala hama ini terdapat juga pada lahan Lampung Selatan dan

(55)

32 

Cigawir Ciawi Citeureup 1Citeureup 2

Rata-rata gejala

(%)

Lokasi

Gambar 14 Persentase gejala S. rubrocinctus di beberapa lokasi

Populasi hama thrips tertinggi terdapat di lahan Citeureup 1 dibandingkan

lahan lainnya. Hal ini disebabkan di lahan jarak pagar Citeureup 1 memiliki

kondisi lingkungan yang baik untuk berkembangnya hama thrips yaitu dengan

suhu yang cukup panas lebih kurang 28 °C dan curah hujan yang cukup rendah.

Suhu optimum untuk perkembangan serangga ini anatara 26–28 °C dan

kelembapan 85%, serangan biasanya akan lebih berat jika terjadi hujan

rintik-rintik (Kalshoven 1981). Populasi hama thrips di lahan lainnya cukup rendah

yaitu pada lahan Lampung Selatan 0,21 ekor/daun, Bandar Lampung 0,29

ekor/daun, Cigawir 0, Ciawi 1,11 ekor/daun, dan Citeureup 2 yaitu 0,21

ekor/daun. Tidak adanya hama pada pertanaman jarak pagar di Cigawir dan

rendahnya hama di lahan Ciawi disebabkan kedua lahan ini berada di tempat yang

cukup tinggi yaitu mencapai 600 m dpl yang menyebabkan suhu cukup rendah

lebih kurang 24 °C, serta curah hujannya yang cukup tinggi. Pada kondisi lahan

seperti ini ialah kondisi lahan yang tidak disukai oleh thrips. Selain kondisi

lingkungan Cigawir yang tidak mendukung perkembangan thrips di lahan, teknik

pengendalian dengan pemangkasan tanaman yang terserang hama, aplikasi

pestisida, serta di lahan terdapat serangga predator Coccinelidae yang dapat

menekan perkembangan hama.

Gejala keperakan pada permukaan daun jarak pagar tertinggi terjadi di

(56)

33 

persentase gejala keperakan pada daun berkorelasi dengan tingginya populasi

hama thrips di lahan Citeureup 1. Sedangkan serangan pada lahan lainnya cukup

rendah. Pada lahan Cigawir, Ciawi, dan Citeureup 2 tidak terdapat gejala pada

pertanaman, hal ini disebabkan rendahnya populasi hama thrips pada ketiga lahan

tersebut.

Tungau (Tetranychus sp., Acarina: Tetranychidae)

Populasi hama tungau merah di lahan Citeureup 1 dan Citeureup 2 berbeda

nyata yaitu berturut-turut 1,00 ekor/daun dan 0,44 ekor/daun, sedangkan pada

lahan Lampung Selatan, Bandar Lampung, Cigawir, dan Ciawi hama tidak

ditemukan (Gambar 16).

Gambar 15 Gejala daun kerdil serangan hama Tetranychus sp.

Gambar

Gambar 3  Hama tungau (Sumber: Taropest)
Gambar 5  Hama thrips, sumber gambar : CABI
Gambar 10  Gejala serangan hama F.  virgata pada daun
Gambar 12  Gejala serangan hama S.  rubrocinctus
+7

Referensi

Dokumen terkait

molecule. As shown by the Western blot in Fig. 1, this We next examined the interaction of synapsin I with our spectrin antibody, termed Ab 921, demonstrated specific b SpII S 1

Permasalahan yang dihadapi oleh Ibu Ni Ketut Nami adalah masalah. ekonomi dan

Penelitian kualitatif bertujuan mempertahankan bentuk dan isi perilaku manusia dan menganalisis kualitas-kualitasnya, alih-alih mengubahnya menjadi entitas-entitas

MySQL adalah sebuah perangkat lunak sistem manajemen basis data SQL atau DBMS (Database Management System). Dengan PHP dan MySQL yang bisa Dynamic Duo akan menjadi

Kesimpulan yang di dapat dari penelitian ini adalah yang pertama pengawasan langsung, yang merupakan upaya untuk mengawasi dengan cara turun langsung ke lapangan,

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan profil kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas VII-A MTs Muhammadiyah 6 Karanganyar dalam menyelesaikan

Motivasi latihan kebugaran itu bervariasi antara individu satu dengan yang lain dikarenakan perbedaan kebutuhan dan kepentingan dan juga karena perbedaan umur,

5 nomor 1 Juni 2012 ini antara lain membicarakan tentang pembelajaran geometri dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kecerdasan emosional, pembelajaran yang