• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGAWASAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR KALI WONOKROMO SURABAYA (Studi tentang Pengawasan Badan Lingkungan Hidup Kota Surabaya ).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGAWASAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR KALI WONOKROMO SURABAYA (Studi tentang Pengawasan Badan Lingkungan Hidup Kota Surabaya )."

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

(Studi tentang Pengawasan Badan Lingkungan Hidup Kota Sur abaya )

SKRIPSI

Oleh:

Gusti Sisilia Kar en

0941010019

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL

”VETERAN” J AWA TIMUR

(2)
(3)
(4)

Dengan mengucapkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

berkat, rahmat serta karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal

ini dengan judul “Pengawasan Pengendalian Pencemaran Air Kali

Wonokr omo Surabaya”.

Dalam penulisan penelitian ini, penulis masih banyak mendapatkan

bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan yang baik ini

penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada Bapak DR. Lukman Arif,

MSi selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk

memberikan bimbingan kepada penulis. selain itu penulis juga menyampaikan

terima kasih kepada :

1. Ibu Dra. Hj. Suparwati, Msi selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

2. Bapak DR. Lukman Arif, MSi, selaku Ketua Program Studi Ilmu Administrasi

Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan

Nasional “Veteran” Jawa Timur.

3. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Ilmu Administrasi Negara atas bimbingan

dan didikannya selama ini.

4. Segenap pegawai yang bertugas di Badan Lingkungan Hidup Kota Surabaya

atas kerjasamanya dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis selama

mengadakan penelitian.

5. Kepada kedua Orang tua saya yang telah memberikan segala yang mereka

(5)

7. Semua teman – teman, Ima, Chany, dan lainnya yang tidak disebutkan satu

persatu, suwun yo rek.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan penelitian ini tidak terlepas dari

kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan adanya saran dan kritik yang

bersifat membangun dari semua pihak sehingga Skripsi ini dapat memberikan

manfaat bagi pembaca.

Surabaya, April 2013

(6)

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 9

1.3 Tujuan Penelitian ... 9

1.4 Kegunaan Penelitian ... 9

BAB II KAJ IAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu ... 11

2.2 Landasan Teori ... 14

2.2.1 Konsep Pengawasan ... 14

2.2.2 Tujuan dan Fungsi Pengawasan ... 18

2.2.3 Prinsip – Prinsip Pengawasan ... 21

2.2.4 Sifat – Sifat Pengawasan ... 22

2.2.5 Macam Pengawasan ... 24

2.2.6 Proses Pengawasan ... 28

2.2.7 Syarat – Syarat Pengawasan ... 30

(7)

2.2.11 Pencemaran Air ... 34

2.3 Perda Kota Surabaya No. 2 Tahun 2004 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air ... 37

2.3.1 Maksud dan tujuan dalam pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air ... 37

2.3.2 Ruang lingkup pengelolaan kualitas air ... 37

2.3.3 Sanksi Pidana ... 38

2.4 Kerangka Berfikir ... 38

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 41

3.2 Fokus Penelitian ... 42

3.3 Lokasi Penelitian dan Situs Penelitian ... 45

3.4 Sumber dan Jenis Data ... 46

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 47

3.6 Analisa Data ... 49

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian ... 52

4.1.1 Sejarah Singkat Wajah Kali Surabaya ... 52

(8)

Hidup ... 62

4.1.5. Struktur Organisasi ... 73

4.1.6. Komposisi Pegawai Badan Lingkungan Hidup Kota Surabaya ... 74

4.2 Hasil Penelitian ... 77

4.2.1 Pengawasan Langsung ... 77

4.2.2 Pengawasan Tidak Langsung ... 85

4.3 Pembahasan ... 90

4.3.1 Pengawasan Langsung ... 90

4.3.2 Pengawasan Tidak Langsung ... 94

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 97

5.2 Saran ... 99

DAFTAR PUSTAKA ...

(9)

AIR KALI WONOKROMO SURABAYA.

Penelitian ini didasarkan pada fenomena masih banyaknya masyarakat dan instansi yang melanggar peraturan agar tidak membuang limbah ke dalam kali. Dari hasil pengamatan di lapangan, ternyata masih banyak pelanggar baik beberapa instansi perusahaan atau indrustiawan maupun masyarakat yang membuang limbah ke dalam sungai tanpa melihat efek yang terjadi pada jangka panjang dalam kehidupan manusia baik secara langsung atau tidak langsung melalui air. Maka tujuan penelitian ini adalah ingin mengetahui bagaimana pengawasan terhadap kualitas air di Kali Wonokromo oleh Badan Lingkungan Hidup Kota Surabaya. Karena pengawasan merupakan salah satu cara untuk menjaga agar peraturan tetap berjalan sesuai dengan apa yang telah ditetapkan. Dalam hal ini diperlukan kerjasama dari berbagai pihak untuk dapat saling mengawasi agar mencegah terjadinya pelanggaran. Berdasarkan hal diatas, maka dibuatlah rumusan masalah penelitian “Bagaimanakah pengawasan pengendalian pencemaran air di Kali Wonokromo Surabaya oleh Badan Lingkungan Hidup Kota Surabaya?”.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptif melalui pendekatan kualitatif dengan fokus penelitian lima hal yaitu : pertama, pengawasan langsung : pemantauan usaha, memasuki tempat usaha, pemeriksaan peralatan, dan pemeriksaan instalasi. Kedua, pengawasan tidak langsung : meminta keterangan penanggungjawab usaha, dan membuat salinan dokumen. Sumber dan jenis data dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data diperoleh melalui wawancara, observasi dan dokumentasi. Analisis data dilakukan reduksi data, display data, instrument penelitian ini adalah pedoman wawancara, catatan di lapangan dan koneksi internet.

Kesimpulan yang di dapat dari penelitian ini adalah yang pertama pengawasan langsung, yang merupakan upaya untuk mengawasi dengan cara turun langsung ke lapangan, dan pengawasan dengan cara tersebut sejauh ini telah berjalan dengan baik. Yang kedua yaitu pengawasan tidak langsung, yang merupakan pengawasan dari jarak jauh, maka pengawasan ini dilakukan melalui tim pengawas yang bertugas untuk membuat salinan dari dokumen dan atau catatan yang diperlukan dari perusahaan atau tersebut.

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Menurut Perda Kota Surabaya No. 02 Tahun 2004 tentang Pengelolaan

Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, pencemaran terjadi karena

adanya zat, energi, makhluk hidup atau komponen lain dalam lingkungan, karena

kegiatan manusia maupun proses alam, sehingga lingkungan tidak dapat atau

kurang berfungsi sesuai dengan peruntukannnya. Pencemaran lingkungan

merupakan perubahan lingkungan yang tidak menguntungkan, sebagian karena

tindakan manusia yang disebabkan perubahan pola penggunaan materi dan energi,

tingkatan radiasi, bahan-bahan fisika dan kimia, dan jumlah organisme. Perbuatan

ini dapat mempengaruhi manusia baik langsung atau tidak langsung melalui air,

hasil pertanian, peternakan, benda-benda, perilaku dalam apresiasi di alam bebas.

Pencemaran lingkungan bisa menjadi masalah bila melihat Badan

Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dalam Rencana Kerja

Pemerintah telah menetapkan tujuh prioritas pembangunan nasional. Ketujuh

prioritas tersebut adalah penanggulangan kemiskinan dan kesenjangan;

peningkatan kesempatan kerja, investasi, dan ekspor; revitalisasi pertanian dan

pedesaan; peningkatan aksesibilitas dan kualitas pendidikan dan kesehatan;

penegakan hukum, pemberantasan korupsi, dan reformasi birokrasi; pemantapan

keamanan dan ketertiban serta penyelesaian konflik; rehabilitasi dan rekonstruksi.

Melihat rencana kerja tersebut, isu lingkungan atau pembangunan lingkungan

(11)

Lembaga dan kebijakan lingkungan yang ditetapkan belum menjadi

solusi bagi pemecahan masalah lingkungan hidup di Indonesia karena tidak

didukung dengan penegakan hukum sanksi yang belum sepenuhnya diberlakukan

dengan tegas. Kenyataan ini dapat dilihat dengan tetap terjadinya illegal-logging,

pencemaran limbah B3 (merkuri) yang dilakukan oleh pertambangan dan industri,

masalah pengelolaan sampah, polusi udara yang tinggi di perkotaan, dan masalah

destruksi lingkungan hidup lainnya yang diakibatkan oleh pembangunan yang

egois dan mengabaikan daya dukung lingkungan. Tidak terkecuali di Kota

Surabaya, kasus-kasus pencemaran lingkungan masih banyak yang menggantung.

Kota Surabaya dengan slogan “Bersih dan Hijau” memang jauh dari

realitas. Minimnya ruang terbuka hijau dan polusi udara dan air merupakan

pencemaran lingkungan yang utama. Hasil pemantauan Badan Lingkungan Hidup

Provinsi Jatim menyebutkan, setidaknya sebanyak 3 dari 10 perusahaan di

sepanjang Kali Surabaya dinilai belum maksimal mengelola lingkungan di sekitar

kali. Ketiga perusahaan itu dipastikan akan sulit mengakses bantuan perbankan

untuk modal usaha perusahaan.

Berdasarkan data perolehan proper perusahaan yang berlokasi sepanjang

Kali Surabaya, tiga perusahaan yang memperoleh proper merah itu adalah PT

Keramik Diamond, PT Miwon, dan PT Platinum Keramik.

''Predikat proper ini sangat penting untuk keberlangsungan perusahaan,

sebab hasil proper berpengaruh pada peminjaman kredit di bank,'' kata Kasubid

Pengawasan dan Pengendalian Pencemaran Air, Badan Lingkungan Hidup

(12)

Sementara tujuh perusahaan lainnya mendapatkan proper biru yang

berarti perusahaan itu telah melakukan upaya pengelolaan lingkungan yang

dipersyaratkan sesuai ketentuan atau peraturan yang berlaku. Ketujuh perusahaan

itu adalah PT Wings Surya, PT Titani Alam Semesta, PT Surya Agung Kertas, PT

Surabaya Mekabox, PT Adiprima Suraprinta, PT Timur Megah Steel, dan PT

Suparma Tbk.

Ada lima peringkat warna dalam pemberian proper yang akan diberikan

langsung oleh Menteri Lingkungan Hidup kepada perusahaan itu, yakni emas,

hijau, biru, merah, dan hitam. Proper emas yaitu perusahaan sudah dianggap dapat

menerapkan sistem pengelolaan lingkungan yang berkesinambungan, serta

melakukan upaya-upaya berguna bagi kepentingan masyarakat dalam jangka

panjang.

Kemudian warna hijau, dimana perusahaan dianggap telah menerapkan

sistem pengelolaan lingkungan yang berkesinambungan. Lalu ada warna merah

yang mengindikasikan bahwa perusahaan telah melakukan upaya pengelolaan

lingkungan, namun baru sebagian mencapai hasil yang sesuai dengan persyaratan.

Dan terakhir atau paling parah adalah warna hitam, perusahaan tersebut dinilai

belum melakukan upaya lingkungan yang berarti atau bahkan tidak melakukan

upaya, serta berpotensi mencemari lingkungan.

Bagi perusahaan yang ingin mendapatkan perbaikan peringkat warna

proper yang lebih baik, kata Ainul, membutuhkan waktu lama. ''Dalam transisi itu,

semua bisa terjadi, bahkan kondisi lingkungan bisa menjadi lebih buruk, karena

faktor pendukungnya juga dari lingkungan eksternal, bukan hanya internal,''

(13)

Banyak pabrik yang beroperasi di sepanjang Kali Surabaya tidak

memiliki IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) banyak juga pabrik yang hanya

menggunakan bak kontrol untuk menampung limbah tanpa pengolahan lebih

lanjut. Meskipun nantinya perusahaan itu terbukti mencemari Kali Surabaya,

sanksi hukum yang diberikan tidak sebanding dengan kejahatan lingkungan yang

dilakukan perusahaan-perusahaan tersebut. Menurut Peraturan Daerah Kota

Surabaya Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan

Pengendalian Pencemaran Air di Kota Surabaya, ketentuan pidana atas tindakan

pencemaran air yaitu pidana kurungan selama-lamanya enam bulan atau denda

sebanyak-banyaknya lima juta rupiah. Betapa minimnya sanksi hukum atas suatu

tindakan kejahatan lingkungan yang berdampak sangat buruk bagi seluruh

organisme termasuk manusia yang menggunakan air Kali Surabaya untuk

kelangsungan hidupnya.

Parahnya, berdasarkan data dari Perum Jasa Tirta I, saat ini kualitas air

DPS (Daerah Pengairan Sungai) Kali Surabaya berada pada kategori C (dapat

digunakan untuk keperluan perikanan dan peternakan), tetapi air Kali Surabaya

digunakan oleh enam instalasi pengolahan air (IPA) sebagai sumber air baku

untuk air minum oleh PDAM Surabaya. Seharusnya air untuk bahan baku air

minum adalah masuk dalam kategori B. Yang akan menjadi korban atas

ketidaklayakan air Kali Surabaya tentu saja adalah para pelanggan air PDAM

Kota Surabaya (Keputusan Gubernur Jawa Timur No. 28 Th 2000: Penggolongan

(14)

Menurut Prigi Arisandi, Direktur Eksekutif ECOTON (Ecological

Observation and Wetland Conservation), setidaknya ada empat faktor penyebab

makin parahnya tingkat pencemaran di Kali Surabaya. Pertama, lemahnya sistem

pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah. Instansi pemerintah dalam hal ini

Bapedal Propinsi Jatim, Perum Jasa Tirta I, Pemerintah Daerah Kotamadya

Surabaya, Pemda Kotamadya Mojokerto, Pemda Kabupaten Gresik, dan Pemda

Kabupaten Sidoarjo. Kedua, rendahnya kesadaran industriawan untuk ikut serta

dalam pengelolaan lingkungan badan air Kali Surabaya, dan menganggap Kali

Surabaya adalah tempat pembuangan akhir. Ketiga, tidak jelasnya instansi

pemerintah yang bertanggung jawab atas pengelolaan badan air Kali Surabaya,

sehingga instansi pemerintah yang terkait dengan kali sulit diharapkan mampu

menangani masalah ini karena mereka merasa tidak bertanggung jawab atas

pengelolaan Kali Surabaya. Keempat, lemahnya perangkat hukum yang mengatur

pencemaran air di wilayah Jawa Timur. Tindakan pembuangan limbah yang

mengakibatkan perubahan pada lingkungan hanya dikenai denda maksimal lima

juta rupiah atau kurungan maksimal enam bulan, padahal dalam UU Nomor 32

Tahun 2009 tentang Perlindungan Pengelolaan Lingkungan Hidup, tindakan

pidana yang tergolong pada pencemaran lingkungan dapat dikenai denda

sebesar-besarnya seratus juta rupiah atau sepuluh tahun kurungan penjara. Pemerintah

Propinsi Jawa Timur dan juga Pemerintah Kota Surabaya lebih menyukai

(15)

Sebenarnya tidak hanya perusahaan yang terbukti membuang limbah B3

di Kali Surabaya. Setiap harinya sekitar tiga ratus tiga puluh ton limbah cair

dibuang di Kali Surabaya, sebagian besar limbah berasal dari industri yang

terletak disepanjang Kali Tengah (anak Kali Surabaya). Selain industri, sejumlah

rumah sakit dan hotel di Surabaya pun turut menyumbangkan zat kimia yang

mencemari Kali Surabaya. Masyarakat yang tinggal di sekitar bantaran Kali

Surabaya yang belum memiliki kamar mandi atau saluran pembuangan yang

layak, juga menyumbang limbah domestik berupa tinja dan deterjen (Kompas:

2012).

Kali Wonokromo adalah merupakan salah satu anak Kali Mas dan

merupakan Kali buatan pada zaman penjajahan Belanda yang mengalir ke arah

timur di kota Surabaya. Kali Wonokromo terletak di sepanjang Jl. Jagir

Wonokromo. Di Kali ini terdapat juga berbagai macam sumber daya, di antaranya

ikan air tawar, yang terkenal salah satunya ialah Iwak Keting, ada juga udang.

Setiap beberapa periode (beberapa bulan) sekali diadakan pembuangan endapan

lumpur dari PDAM atau yang sering disebut warga sebagai "pengglontoran" ke

aliran Kali Wonokromo, biasanya ini menyebabkan ikan, udang, serta beberapa

jenis hewan air tawar lainnya mabuk, ini dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar

untuk mendapat ikan tanpa bersusah payah, hanya dengan menggunakan jaring

maka akan terjaring ikan-ikan yang mabuk tadi.

Di Kali Wonokromo juga terdapat Pintu Air peninggalan penjajah

Belanda yang saat ini masih dipergunakan untuk pengaturan debit air Kali Mas,

yaitu pecahan Kali Brantas di kota Surabaya untuk dibuang ke Kali Wonokromo.

(16)

PDAM Surabaya. Air dari Kali Wonokromo juga diolah menjadi Air PAM dan

dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan air bersih warga Surabaya.

Zaman dahulu, Kali Wonokromo berair jernih, sehingga banyak juga

dimanfaatkan masyarakat untuk MCK, atau sekadar berenang. Namun sayang,

akibat pencemaran air Kali Wonokromo berwarna keruh, dan saat ini Pemkot

Surabaya telah memulai membersihkan Kali Wonokromo. Kawasan Kali

Wonokromo di Kota Surabaya menunjukan kemunduran kualitas air akibat

limbah domestik mengingat sebagian besar penduduk mengandalkan air kali

tersebut untuk sumber kebutuhan airnya disamping adanya penurunan kualitas

lingkungan kali itu sendiri, selain itu pabrik – pabrik yang berada dekat dengan

pinggir kali turut juga membuang limbahnya ke dalam kali (Sinar Harapan, 2002).

Kualitas air kali merupakan hal yang sangat penting karena kali adalah sumber air

utama yang digunakan untuk kebutuhan air minum, pertanian, perikanan, dan

kepentingan industri. Kualitas air ini mengalami degradasi sebagai akibat beban

pencemaran kali yang berasal dari aktivitas manusia seperti intensifikasi pertanian

dan pengembangan kota.

Sudah dapat dipastikan bersama bahwa setiap Perda maupun peraturan

yang ada selain untuk dijalankan dan ditaati juga memerlukan sebuah kegiatan

yang berjalan mengiringi terlaksananya peraturan tersebut. Kegiatan tersebut

merupakan sebuah pengawasan. Menurut Henry Fayol, pengawasan adalah

mencakup upaya memeriksa apakah semua terjadi sesuai dengan rencana yang

ditetapkan, perintah yang dikeluarkan, dan prinsip yang dianut. Juga dimaksudkan

untuk mengetahui kelemahan dan kesalahan agar dapat dihindari kejadiannya di

(17)

Pengawasan juga dapat diartikan sebagai suatu bentuk pengamatan yang

pada umumnya dilakukan secara menyeluruh dengan jalan mengadakan

pemeriksaan yang ketat secara teratur. Berdasarkan hal tersebut, maka

pengawasan tidaklah hanya dilakukan pada awal kegiatan saja, akan tetapi juga

harus dilakukan seiring dengan berjalannya peraturan yang dikeluarkan untuk

mencegah hal – hal yang tidak diinginkan atau dapat menghasilkan sebuah

pelanggaran.

Walaupun Perda ini telah diterapkan, tetapi peneliti masih saja

menemukan pelanggaran yang dilakukan oleh beberapa instansi atau masyarakat

dalam pencemaran Kali tersebut. Hal ini semakin menguatkan dugaan bahwa

pengawasan yang dilakukan terhadap proses pelaksanaan Perda ini masih kurang

maksimal. Di lingkungan pemerintah terdapat sejumlah aparat yang tugas

pokoknya adalah melakukan pengawasan. Kegiatan ini disebut sebagai

pengawasan fungsional (Hadari Nawawi : 1995).

Pengawasan yang dilakukan dalam proses mengawal berjalannya Perda ini

masih kurang maksimal karena masih ditemukan pelanggaran. Bentuk

pengawasan yang dilakukan juga akan dapat mempengaruhi berjalannya serta

berhasil atau tidaknya peraturan yang telah dikeluarkan tersebut. Hal ini yang

mendasari peneliti untuk melakukan penelitian guna mengetahui lebih dalam

tentang bentuk pengawasan yang dilaksanakan oleh instansi terkait mengenai

berjalannya Perda tersebut dengan judul “Pengawasan Kualitas Air Kali

(18)

1.2 Perumusan Masalah

Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka

penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut :

“ Bagaimanakah Pengawasan Pengendalian Pencemaran Air di

Kali Wonokromo oleh Badan Lingkungan Hidup Kota Surabaya?”.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini pada dasarnya bertujuan untuk mendiskripsikan pengawasan

pengendalian pencemaran air oleh Badan Lingkungan Hidup kota Surabaya

berdasarkan informasi dan data yang diperoleh.

1.4 Kegunaan Penelitian

Adapun yang menjadi kegunaan penelitian ini adalah :

1. Bagi Penulis

Memberikan tambahan wawasan dan pengetahuan tentang pengawasan

terhadap sebuah kebijakan dan diharapkan mampu meningkatkan

pengetahuan penulis dalam aplikasi dan teori pengawasan. Sehingga dapat

menjadi bekal saat penulis terjun secara langsung ke dunia kerja.

2. Bagi Instansi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan pertimbangan

dalam pengambilan keputusan terkait topic penelitian penulis dan

merupakan sumbangan pemikiran bagi kampus UPN “Veteran” Jawa

Timur sebagai wujud terima kasih penulis selama menempuh pendidikan

(19)

3. Bagi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Diharapkan dapat menambah perbendaharaan referensi perpustakaan bagi

(20)

BAB II

KAJ IAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

1) Penelitian yang dilakukan oleh Diswo Rismi, mahasiswa jurusan Hukum

Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa

Timur yang berjudul “Penyelesaian Sengketa Non Litigasi Atas

Pencemaran Air Sungai Brantas oleh Limbah Pabrik Kertas PT.X Di

Gresik”. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis sosiologis

melalui wawancara.

Adapun teknik pengumpulan datanya dengan wawancara,

hasil-hasil penelitian, perilaku faktual dari masyarakat, jurnal ilmiah lingkungan

hidup dan juga Undang-undang Lingkungan Hidup. Analisa data

menggunakan deskriptif kualitatif ynag hasil penelitian dapat disimpulkan

bahwa Pencemaran air Sungai Brantas yang di timbulkan oleh pabrik

Kertas PT.X baru terdeteksi sejak tahun 2005-2006, dan penyelesaian

sengketa lingkungan yang dipilih adalah melalui mediasi yaitu luar

pengadilan ( non litigasi) dengan seorang mediator diluar sangkut pautnya

dengan PT.X dan warga. Dalam proses mediasi tersebut mengalami

hambatan secara eksternal dan internal dan hambatan yang paling dominan

(21)

2) Penelitian yang dilakukan oleh Elfrida J. Hutagaol, mahasiswa jurusan

Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatra Utara

yang berjudul “Perilaku Masyarakat Dalam Penggunaan Air sungai

Lau Gerbong dan Keluhan Kesehatan Kulit di Desa Perbesi

Kecamatan Tiga Binanga Kabupaten Karo Tahun 2010”. Penelitian ini

menggunakan metode penelitian survei deskriptif dengan populasi adalah

seluruh KK di Desa Perbesi, serta menggunakan metode penelitian

Purposive Sampling.

Adapun hasil penelitian yang didapatkan mengenai tingkat

pengetahuan responden di Desa Perbesi dalam penggunaan air sungai Lau

Gerbong dalam kategori sedang (91,2%) dan kategori kurang (8,8%).

Sikap responden pada kategori sedang (79,1%) dan kategori baik (20,9%).

Tindakan responden dalam kategori baik hanya (2,2%), selebihnya pada

kategori sedang (68,1%) dan kategori buruk (29,7%) dan juga terdapat

78% responden mengalami keluhan kesehatan kulit.

3) Jurnal ilmiah oleh Hendra Adiwijaya, mahasiswa jurusan Teknik

Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas

Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur yang berjudul “Kondisi

Mangr ove Pantai Timur Surabaya dan Dampaknya Ter hadap

Lingkungan Hidup”. Penelitian ini menggunakan metode penelitian

(22)

Adapun pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan data

primer dan sekunder. Pengumpulan data Primer pada penelitian ini

menggunakan teknik observasi lapangan, teknik kuisioner, teknik

dokumentasi dan teknik wawancara.

4) Penelitian yang dilakukan oleh Yuli Wardhani, mahasiswa jurusan

Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur yang berjudul “Pengaruh

Pengawasan Melekat dan Motivasi Ter hadap Disiplin Kerja

Karyawan PT. Bank J atim Surabaya”. Penelitian ini menggunakan

metode deskriptif kuantitatif dengan menggunakan analisis koefisien

korelasi spearman rank dengan menggunakan 140 responden sebagai

sample.

Kesimpulan yang diperoleh dalam penelitian ini adalah

pengawasan melekat yang ada di Bank Jatim berada pada kategori baik

dibuktikan dengan 55,71% atau 78 responden berada pada kelompok

kategori baik dan motivasi kerja karyawan Bank Jatim berada pada

kategori baik dibuktikan dengan 65,71% atau 92 responden berada pada

kelompok kategori baik serta disiplin kerja karyawan Bank Jatim berada

pada kategori sangat baik dibuktikan dengan 51,42% atau 72 responden

(23)

2.2 Landasan Teori

Sebagai tolak ukur berpikir maupun bertindak maka teori sangat

dibutuhkan dalam berpikir secara ilmiah karena teori merupakan suatu kebenaran

yang sudah dibuktikan kebenarannya, walaupun mempunyai keterbatasan waktu

dan tempat. Adapun tujuan dari landasan teori adalah untuk memberikan suatu

landasan berpikir pada penulis dalam usahanya mencari kebenaran yang berkaitan

dengan masalah yang akan dibahas.

2.2.1 Konsep Pengawasan

Pengawasan dilaksanakan sebagai suatu usaha preventif, atau juga untuk

memperbaiki apabila terjadi kekeliruan, sebagai tindakan represif. Pengawasan

merupakan tindakan yang dimaksudkan untuk mencegah kemungkinan terjadinya

penyimpangan tugas pemerintahan sebagaimana dasar – dasarnya diatur dalam

konstitusi dan jabarannya diatur dalam Undang – Undang.

Pemahaman tentang pengawasan dikenal dan dikembangkan dalam ilmu

manajemen. Pengawasan merupakan salah satu unsur dalam kegiatan pengelolaan.

Di dalam manajemen ataupun hukum administrasi, pengawasan diartikan sebagai

kegiatan mengawasi dalam arti melihat sesuatu dengan seksama, sehingga tidak

ada kegiatan lain di luar itu. Dengan pengawasan, berbagai aktivitas yang telah

digariskan dalam peraturan perundang-undangan maka dapat dilaksanakan secara

baik dalam arti sesuai dengan apa yang dimaksud.

Menurut Suriansyah (2008 : 3) menyatakan bahwa pada dasarnya

pengawasan adalah segala usaha atau kegiatan untuk mengetahui dan menilai

kenyataan yang sebenarnya mengenai pelaksanaan tugas atau kegiatan, apakah

(24)

kinerja pengawasan adalah kegiatan untuk menilai suatu pelaksanaan tugas secara

de facto, sedangkan tujuan pengawasan itu pada hakekatnya adalah sebagai media

terbatas untuk melakukan semacam cross-check atau pencocokan apakah kegiatan

yang dilaksanakan telah sesuai dengan tolok ukur yang telah ditentukan

sebelumnya atau tidak.

Sedangkan menurut Siagian (2003 : 112) memberikan pengertian tentang

pengawasan sebagai berikut :

“Proses pengamatan pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk

menjamin agar semua pekerjaan yang sedang dilakukan berjalan sesuai dengan

rencana yang telah ditentukan sebelumnya”.

Hasibuan (1997 : 174) mengemukakan bahwa pengawasan tidak mungkin

dapat dilaksanakan tanpa kegiatan perencanaan dan rencana tidak akan tercapai

secara optimal jika tidak disertai dengan pelaksanaan fungsi pengawasan.

Menurut Mokler (2002 : 194) mengartikan pengawasan sebagai suatu

usaha sistematik untuk menetapkan standar prestasi dengan sasaran perencanaan.

Merancang sistem umpan balik informasi, membandingkan prestasi aktual dengan

standar yang ditetapkan menentukan apa terdapat penyimpangan dan mengukur

signifikansi penyimpangan tersebut serta mengambil tindakan perbaikan yang

diperlukan untuk menjamin sumber daya perusahaan yang sedang digunakan

sedapat mungkin lebih efisien dan efektif.

Sedangkan menurut Nawawi (2007 : 183) menyatakan pengawasan

merupakan fungsi manajer untuk memelihara aktivitas organisasi dalam limit –

limit yang diijinkan, dan diukur dengan harapan – harapan. Ia saling berjalin dan

(25)

pekerjaan, bersamaan dengan itu, umpan balik dan tahap pengawasan sering kali

menunjukkan perlunya rencana baru atau sekurang – kurangnya penyesuaian dari

rencana yang telah ada sekarang.

Henry Fayol (1999 : 83) menyatakan bahwa pengawasan adalah ketetapan

dalam menguji apapun sesuatu persetujuan, yang disesuaikan dengan instruksi dan

prinsip perencanaan, yang sudah tidak dapat dipungkiri lagi. Pengawasan

merupakan kewajiban setiap orang dalam organisasi secara terus-menerus,

memperhatikan dan mengawasi jalannya tugas masing – masing bidang, sesuai

dengan rencana semula.

Sedangkan menurut Ndraha (2003 : 201) menyatakan bahwa pengawasan

merupakan budaya prometheanistik, lawan budaya epimetheanistik. Salah satu

versi pengawasan yang pernah popular di Indonesia, yaitu pengawasan melekat

atau kontrol atasan terhadap bawahan. Di Indonesia, pengawasan diartikan

sebagai pengawasan sebelum, sepanjang dan sesudah sesuatu terjadi. Oleh karena

itu, dikenal adanya pengawasan preventif dan pengawasan represif (korektif).

Dalam PP Nomor 20 Tahun 2002 yang dikutip oleh Hanif dalam bukunya

yang berjudul Pemerintahan dan Otonomi Daerah (2005 : 195) dijelaskan bahwa

yang dimaksud dengan pengawasan atas penyelenggaraan pemerintah daerah

adalah proses kegiatan yang ditujukan untuk menjamin agar pemerintahan daerah

berjalan sesuai dengan rencana dan ketentuan peraturan perundang – undangan

(26)

Menurut Sujamto dalam Hendro (1995 : 18) menyatakan bahwa

pengertian pengawasan adalah segala usaha – usaha atau kegiatan untuk

mengetahui dan menilai kenyataan yang sebenarnya mengenai sasaran yang

diperiksa.

Pendapat yang terakhir menurut Tjitrosidojo dalam Hendro (1996 : 8)

yang mengartikan pengawasan sebagai suatu bentuk pengamatan yang pada

umumnya dilakukan secara menyeluruh dengan jalan mengadakan pemeriksaan

yang ketat secara teratur.

Dari beberapa pendapat para ahli yang telah diuraikan sebelumnya, maka

dapat diambil suatu kesimpulan bahwa pengawasan merupakan suatu kegiatan

mengawal suatu kebijakan maupun peraturan yang telah ditetapkan dan sedang

dijalankan guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan dan diharapkan terjadi

efektifitas dan efisensi daripada kebijakan yang telah dikeluarkan tersebut agar

tidak melenceng dari apa yang diharapkan. selain itu pada dasarnya tujuan dari

semua kegiatan pengawasan yang dilakukan adalah guna menjamin dan

merealisasikan apa yang telah direncanakan menjadi sebuah kenyataan.

Pengawasan ditujukan terutama untuk mencegah jangan sampai terjadi kesalahan

– kesalahan yang merugikan dan kalau sampai terjadi penyimpangan dan

kekeliruan dapat segera ditanggulangi dengan memberikan koreksi dan

(27)

2.2.2 Tujuan dan Fungsi Pengawasan

a. Tujuan Pengawasan

Menurut Wursanto dalam Hendro (1993 : 158), Pengawasan pada

umumnya bertujuan untuk :

1. Menemukan dan menghilangkan sebab – sebab yang menimbulkan

kemacetan.

2. Mengadakan pencegahan dan perbaikan terhadap kesalahan –

kesalahan yang timbul.

3. mencegah penyimpangan – penyimpangan.

4. Mendidik pegawai agar mempertebal rasa tanggung jawab.

5. memperbaiki efisiensi dan efektifitas.

Sedangkan Manullang dalam Yuli Wardhani (2001 : 173)

menyatakan tujuan pengawasan untuk mengetahui apakah segala sesuatu

berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan; sudah berjalan

sesuai instruksi serta prinsip – prinsip yang telah ditetapkan; apakah ada

kelemahan, kesulitan dan kegagalannya sehingga dapat diadakan

perubahan untuk memperbaiki serta mencegah pengulangan kegiatan yang

salah; apakah segala sesuatu berjalan efisien dan apakah mungkin

mengadakan perbaikan kemudian.

Di dalam instruksi Presiden nomor 15 tahun 1983 tentang

Pedoman Pelaksanaan Pengawasan disebutkan bahwa tujuan pengawasan

adalah agar sejauh mungkin mencegah terjadinya pemborosan, kebocoran

(28)

perlengkapan milik Negara, sehingga dapat terbina aparatur yang tertib,

bersih, berwibawa, berhasil guna dan berdaya guna.

b. Fungsi Pengawasan

Untuk mewujudkan tujuan pengawasan dalam melaksanakan tugas,

pimpinan unit kerja melakukan tindakan untuk mengatasi bawahannya

sesuai dengan fungsinya.

Menurut pendapat Abdurrachman dalam Hendro (1989 : 99)

menyatakan fungsi pengawasan pada umumnya adalah untuk :

1. Mencegah penyimpangan – penyimpangan.

2. Memperbaiki kesalahan – kesalahan.

3. Mendinamisir organisasi serta segenap kegiatan manajemen yang

lainnya.

4. Mempertebal rasa tanggung jawab.

5. Mendidik tenaga kerja.

Sedangkan menurut pendapat Nawawi dalam Hendro (1994 : 4)

menyatakan fungsi pengawasan dapat dibagi dalam dua kelompok besar,

yaitu :

a. Fungsi pengawasan yang dilaksanakan oleh aparatur pemerintah di

bidang pengawasan dalam membantu Presiden sebagai

Administrator Pemerintahan yang tertinggi dalam mengendalikan

Sistem Administrasi Negara. Dengan kata lain, fungsi – fungsi

pengawasan dilaksanakan oleh badan/unit kerja/organisasi yang

volume dan beban kerja atau tugas pokoknya dibidang

(29)

aparatur Pemerintah dalam melaksanakan tugas – tugas umum

Pemerintahan dan pembangunan, disebut juga sebagai pengawasan

dari luar.

b. Fungsi pengawasan yang dilakukan oleh setiap atasan langsung

terhadap bawahannya dalam mewujudkan manajemen yang sehat

di lingkungan organisasi/unit kerja masing – masing. Pengawasan

ini disebut juga pengawasan atasan langsung sebagai wujud

pelaksanaan fungsi pengawasan melekat. Untuk melaksanakan

tugas pengawasan ini, setiap atasan langsung dapat melakukannya

sendiri dan dapat pula menunjuk sejumlah pembantu, misalnya

berupa tim tetap atau berkala.

Berdasarkan dari uraian fungsi pengawasan tersebut, maka fungsi

pengawasan dalam hal ini lebih menunjukkan kegunaan atau manfaat

dari pengawasan itu sendiri, yaitu sebagai salah satu dari fungsi

manajemen. dengan demikian setiap atasan langsung sebagai

pemimpin suatu unit kerja/organisasi dari yang tertinggi sampai yang

terendah harus mampu melakukan tindakan – tindakan atau kegiatan

untuk mengawasi bawahannya, agar dapat melaksanakan tugas dengan

(30)

2.2.3 Pr insip – Prinsip Pengawasan

Mengutip dari jurnal Djunita Warsita (2006 : 104), untuk memungkinkan

adanya suatu sistem pengawasan yang efektif dan agar pengawasan itu dapat

terarah, maka perlu dipenuhi beberapa prinsip pengawasan, yaitu sebagai berikut

1. Obyektif dan menghasilkan fakta, pengawasan harus bersifat obyektif dan

harus dapat menemukan fakta – fakta tentang pelaksanaan pekerjaan dan

berbagai faktor yang mempengaruhinya.

2. Berpangkal tolak dari keputusan pimpinan, untuk mengetahui dan menilai

ada tidaknya kesalahan dan penyimpangan, pengawasan harus berpangkal

tolak dari putusan pimpinan yang tercermin dalam :

a. tujuan yang telah ditetapkan

b. rencana kerja yang telah ditentukan

c. kebijakan dan pedoman kerja yang telah digariskan

d. perintah yang telah diberikan

e. peraturan – peraturan yang telah ditetapkan

3. Preventif, karena pengawasan pada dasarnya adalah untuk menjamin

tercapainya tujuan yang telah ditetapkan harus efektif dan efisien, maka

pengawasan harus bersifat mencegah jangan sampai terjadi kesalahan,

yang semakin berkembang dan terulang lagi kesalahannya.

4. Bukan tujuan tetapi sarana, pengawasan hendaknya tidak dijadikan tujuan,

tetapi sarana untuk menjamin dan meningkatkan efektifitas dan efisiensi

(31)

5. Efisiensi pengawasan sangatlah diperlukan, dan jangan sampai malah

menjadi penghambat agar pengawasan dapat berjalan secara efisien

bahkan menghambat pelaksanaan pekerjaan itu sendiri.

6. Dalam pengawasan jangan mencari siapa yang salah, tetapi apa yang

salah, bagaimana timbulnya sifat kesalahan itu.

7. Manajemen merupakan pengambangan manusia dan benda. Sebagai suatu

fungsi manajemen, maka pengawasan harus bersifat membimbing dan

mendidik supaya pelaksana atau pegawai meningkatkan kemampuannya

dan dedikasinya untuk melakukan tugas – tugas yang telah ditetapkan.

2.2.4 Sifat – Sifat Pengawasan

Menurut Siagian (2003 :114) mengungkapkan ciri – ciri pengawasan

dalam pelaksanaannya adalah sebagai berikut :

1. Pengawasan harus bersifat fact finding dalam arti bahwa pelaksanaan

fungsi pengawasan harus menemukan fakta – fakta tentang bagaimana

tugas – tugas dijalankan dalam organisasi. Terpaut dengan tugas tentunya

ada factor – factor lain, seperti faktor biaya, tenaga kerja, sistem, dan

prosedur kerja, struktur organisasi dan factor – factor psikologis seperti

rasa dihormati, dihargai, kemajuan dalam karier, dan sebagainya.

2. Pengawasan harus bersifat preventif yang berarti bahwa proses

pengawasan itu dijalankan untuk mencegah timbulnya penyimpangan –

penyimpangan dan penyelewengan – penyelewengan dari rencana yang

(32)

3. Pengawasan diarahkan kepada masa sekarang yang berarti bahwa

pengawasan hanya dapat ditujukan terhadap kegiatan – kegiatan yang kini

sedang dilaksanakan.

4. Pengawasan hanyalah sekedar alat untuk meningkatkan efisiensi.

Pengawasan tidak boleh dipandang sebagai tujuan.

5. Karena pengawsan hanya sekedar alat administrasi dan manajemen maka

pelaksanaan pengawasan itu harus mempermudah tercapainya tujuan.

6. Proses pelaksanaan pengawasan harus efisien. Jangan sampai terjadi

pengawasan malahan akan menghambat usaha peningkatan efisiensi.

7. Pengawasan tidak dimaksudkan untuk menentukan siapa yang salah jika

ada ketidakberesan, akan tetapi untuk menemukan apa yang tidak betul.

8. Pengawasan harus bersifat membimbing agar para pelaksana

meningkatkan kemampuannya untuk melakukan tugas yang ditentukan

baginya.

Jelaslah kiranya bahwa pengawasan memainkan peran yang sangat

menentukan dalam usaha pencapaian tujuan. Secara filosofis dapat dikatakan

bahwa pengawasan itu mutlak perlu karena manusia bersifat salah, palling sedikit

bersifat khilaf. Manusia dalam organisasi perlu diamati, bukan dengan maksud

untuk mencari kesalahannya dan kemudian menghukumnya, akan tetapi untuk

mendidik dan membimbing. Hal ini kiranya sangat penting untuk diperhatikan

karena para pimpinan dalam suatu organisasi sering lupa bahwa seorang

pemimpin yang baik adalah seseorang yang dengan ikhlas memberikan

kesempatan yang seluas – luasnya kepada para bawahannya untuk bertindak

(33)

sesuatu kesalahan diperbuat adalah menjadi tugas pimpinan untuk memperbaiki

kesalahan itu dengan jalan memberikan bimbingan kepada bawahannya untuk

menyebabkan dia tidak lagi mengulangi berbuat kesalahan yang sama, akan tetapi

berani untuk bertindak dengan resiko berbuat kesalahan yang lain.

Jika seseorang bawahan selalu diancam dengan hukuman setiap kali ia

berbuat kesalahan maka bawahan yang demikian itu tidak akan berkembang

karena dalam setiap tindakannya ia akan selalu dibayangi oleh rasa takut.

Akibatnya ia tidak akan beranimempunyai prakarsa, takut mengambil keputusan,

dan akhirnya akan kehilangan kepercayaan pada dirinya sendiri.

Meskipun demikian perlu diperhatikan pula bahwa pernyataan diatas tidak

berarti bahwa seorang pimpinan tidak boleh menghukum bawahannya. Memang

seorang pimpinan dapat bertindak apabila seorang bawahan, meskipun telah

berulang kali dibimbing, terus menerus berbuat kesalahan yang sama. Hanya saja

tindakan seperti itu bersifat objektif dan didasarkan pada kriteria yang rasional.

2.2.5 Macam Pengawasan

Untuk mengantisipasi setiap permasalahan dalam melaksanakan tugas

pegawai pada unit kerja, diperlukan pengawasa yang tepat yakni berbagai macam

pengawasan. Irmansyah dalam Hendro (1996 : 99) membedakan macam – macam

pengawasan sebagai berikut :

1. Pengawasan Intern

Pengawasan ini kalau dalam instansi – instansi atau lembaga biasanya

dilakukan oleh kepala bagian/seksi terhadap kolega kolega yang ada

(34)

2. Pengawasan Ekstern

Pengawasan yang dilakukan oleh pihak luar, misalnya kepal urusan

kepegawaian melakukan pengawasan terhadap seorang pegawai disalah

satu seksi pada organisasi tersebut.

3. Pengawasan Formal

Pengawasan yang dilakukan oleh pejabat yang berwenang dan dapat

dilakukan dengan cara mendadak/inspeksi mendadak, sidak.

4. Pengawasan Informal

Pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat, baik secara langsung

maupun tidak langsung, misalnya melalui surat kabar, majalah, dan media

massa yang lainnya.

Berdasarkan instruksi Presiden nomor 1 tahun 1989 ditegaskan mengenai

macam – macam pengawasan :

1. Pengawasan melekat, adalah serangkaian kegiatan yang bersifat sebagai

pengendali terus menerus secara preventif atau represif agar pelaksanaan

tugas berjalan secara berdaya guna sesuai dengan rencana yang ditetapkan

oleh atasan langsung masing – masing.

2. Pengawasan fungsional, adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat

pengawasan secara fungsional baik intern maupun ekstern pemerintah

yang dilaksanakan terhadap pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan

pembangunan agar sesuai dengan rencana dan peraturan perundang –

(35)

3. Pengawasan legislatif (politik), adalah pengawasan yang dilakukan oleh

lembaga perwakilan rakyat terhadap kebijaksanaan dalam pelaksanaan

tugas – tugas umum pemerintahan dan pembangunan.

Menurut Nurcholis (2005 : 195) menyatakan bahwa terdapat 2 macam

pengawasan, yaitu :

1. Pengawasan preventif

Arti harfiah pengawasan preventif adalah pengawasan yang bersifat

mencegah. Mencegah artinya menjaga jangan sampai suatu kegiatan itu

terjerumus pada kesalahan. Pengawasan preventif adalah pengawasan yang

bersifat mencegah agar pemerintah daerah tidak mengambil kebijakan

yang bertentangan dengan peratuarn perundang – undangan yang berlaku.

Dalam pengertian yang lebih operasional yang dimaksud dengan

pengawasan preventif adalah pengawasan terhadap pemerintahan daerah

agar pemerintah daerah tidak menetapkan kebijakan yang bertentangan

dengan kepentingan umum dan peraturan perundang – undangan yang

lebih tinggi atau peraturan perundang – undangan lainnya.

2. Pengawasan represif

Pengawasan represif yaitu pengawasan yang berupa penangguhan atau

pembatalan terhadap kebijakan yang telah ditetapkan daerah, baik berupa

Peraturan Daerah, keputusan Kepala Daerah, Keputusan DPRD, maupun

Keputusan Pimpinan DPRD dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan

daerah. Pengawasan represif berupa penangguhan atau pembatalan

terhadap kebijakan daerah yang dinilai bertentangan dengan kepentingan

(36)

peraturan perundang – undangan lainnya. Yang dimaksud kepentingan

umum adalah kepentingan masyarakat luas yang mencakup hal – hal yang

berkaitan dengan kepatutan atau kebiasaan yang berlaku di suatu daerah,

seperti norma agama, adapt istiadat, budaya serta susila serta hal – hal

yang yang membebani masyarakat dan menimbulkan biaya ekonomi

tinggi. Yang dimaksud dengan peraturan perundang – undangan yang lebih

tinggi yaitu UUD 1945, TAP MPR, Undang – Undang, Peraturan

Pemerintah, Keputusan Presiden, dan Keputusan Menteri. Sedangkan yang

dimaksud dengan pertauran perundang – undangan lainnya yaitu Peraturan

Daerah Provinsi dan/atau Keputusan Gubernur serta Peraturan Daerah

Kabupaten/Kota atau Keputusan Bupati/Walikota yang mengatur obyek

sejenis.

Menurut pendapat Handoko dalam Hendro (1992 : 362), ada tiga tipe

dasar pengawasan, yaitu :

1. Pengawasan pendahuluan, merupakan pengawasan yang dirancang untuk

mengantisipasi masalah – masalah atau penyimpangan – penyimpangan

dari standar atau tujuan yang memungkinkan koreksi dibuat sebelum suatu

tahap kegiatan tertentu diselesaikan.

2. Pengawasan yang dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan kegiatan,

merupakan pengawasan dimana aspek tertentu dari suatu prosedur harus

disetujui labih dahulu atau syarat tertentu harus dipenuhi dulu sebelum

kegiatan bias dilanjutkan.

3. Pengawasan umpan balik, merupakan pengawasan untuk mengatur hasil –

(37)

2.2.6 Pr oses Pengawasan

Proses pengawasan merupakan suatu tindakan tertentu dan bersifat

fundamental. Hal ini sesuai dengan pendapat Sarwoto dalam Hendro (1994 : 100),

bahwa proses pengawasan terdiri dari beberapa tindakan/langkah pokok tertentu

yang bersifat fundamental bagi semua pengawasan, langkah – langkah tersebut

antara lain sebagai berikut :

1. Penentuan ukuran, pedoman buku atau standart.

2. Perbandingan antara tugas atau pekerjaan dengan ukuran (pedoman) yang

telah ditentukan untuk mengetahui penyimpangan – penyimpangan yang

terjadi.

3. Perbaikan atau pembetulan terhadap penyimpangan – penyimpangan yang

terjadi sehingga pekerjaan tugas tadi sesuai dengan apa yang telah

direncanakan.

4. Penilaian atau pengukuran terhadap pekerjaan yang sudah dikerjakan.

Secara singkat, Manullang dalam Hendro (1992 :183) mengatakan bahwa

proses pengawasan terdiri dari fase – fase atau tahap – tahap sebagai berikut :

1. Penetapan alat pengukur/standart.

Pada fase pertama, kata menetapkan bukan diidentikkan dengan

menyusun atau menciptakan, namun pengawas tinggal mengambil atau

menentukan diantara materi yang sudah ada, karena standart tersebut

memang tidak dibuat oleh pengawas. Yang dimaksud menetapkan standart

adalah tindakan pengawasan dalam menentukan suatu alat pengukur yang

dipergunakan sebagai ukuran/patokan bagi pengawas untuk menilai

(38)

obyek yang diawasi dapat berjalan sesuai dengan semestinya atau tidak.

Kemudian dalam menetapkan alat pengukur (standart) ini, dapat terwujud

dalam tiga aspek, yaitu :

a. Rencana yang telah ditetapkan.

b. Ketentuan serta kebijaksanaan yang berlaku.

c. Adanya prinsip daya guna dan berhasil guna.

2. Mengadakan penilaian/evaluasi.

Setiap organisasi ingin mencapai tujuan sesuai dengan rencananya.

Dalam proses mencapai tujuan tersebut, seringkali dijumpai hambatan –

hambatan,maka dari itu perlu diadakan penilaian (evaluasi) terhadap

pelaksanaan tugas pegawai dalam organisasi tersebut. Tindakan evaluasi

merupakan kegiatan untuk membandingkan antara hasil pelaksanaan tugas

pegawai dengan standart yang telah ditetapkan atau dengan kata lain untuk

mencocokkan sampai sejauh mana hasil pekerjaan itu sesuai atau tidak

dengan rencana yang telah ditetapkan. Pada umumnya kegiatan penilaian

meliputi antara lain :

a. Penilaian terhadap pelaksanaan tugas pegawai.

b. Meminta laporan kepada bawahan, dan sebagainya.

3. Mengadakan tindakan perbaikan/korektif.

Pada fase ketiga ini tindakan korektif diperlukan apabila terjadi

adanya penyimpangan atau kesalahan terhadap pelaksanaan tugas

bawahan, maka tindakan koreksi dilakukan untuk menyelaraskan

penyimpangan atau kesalahan tersebut agar sesuai dengan rencana atau

(39)

melalui melakukan pembetulan atau perbaikan terhadap pelaksanaan tugas

yang menyalahi proses kerja, memberikan teguran ataupun sanksi kepada

bawahan yang memang terbukti melakukan kesalahan. Upaya tindakan

koreksi perlu memperhatikan adanya keseimbangan, kejelasan serta

bersifat edukatif dan konstruktif. Hal ini untuk menghindari ketidak

obyektifan ataupun memastikan semangat para bawahan.

Berdasarkan dari beberapa pendapat diatas, maka proses pengawasan

dapat dikatakan sebagai langkah – langkah, fase – fase, urutan – urutan dalam

kegiatan dalam melakukan pengawasan, yaitu pelaksanaan mengawasi secara

bertahap, tertib dan berkesinambungan.

2.2.7 Syar at – Syarat Pengawasan

Untuk menciptakan kondisi daripada pengawasan, maka diperlukan

syarat-syarat daripada pengawasan :

1. Menentukan standar pengawasan yang baik dan dapat dilaksanakan.

2. Menghindarkan adanya tekanan, paksaan yang dapat menyebabkan

penyimpangan dari tujuan pengawasan itu sendiri.

3. Melakukan konveksi rencana yang dapat digunakan untuk mengadakan

(40)

2.2.8 Teknik - Teknik Pengawasan

Menurut Siagian (2003 : 115) menyatakan bahwa proses pengawasan pada

dasarnya dilaksanakan oleh administrasi dan manajemen dengan mempergunakan

dua macam teknik, yaitu :

1. Pengawasan Langsung

Yang dimaksud dengan pengawasan langsung ialah pengawasan

yang dilakukan secara langsung pada lokasi pelaksanaan pekerjaan.

Pengawasan langsung ini dapat berbentuk :

a. inspeksi langsung

b. verifikatif

c. investigasi

Yang sekaligus berarti pengambilan keputusan on-the-spot pula

jika diperlukan. Akan tetapi, karena banyaknya dan kompleksnya tugas –

tugas seorang pimpinan, terutama dalam organisasi yang besar seorang

pemimpin tidak mungkin dapat selalu menjalankan pengawasan langsung

itu. Karena itu sering pula ia harus melakukan pengawasan yang bersifat

tidak langsung.

2. Pengawasan Tidak langsung

Yang dimaksud dengan pengawasan tidak langsung adalah

pengawasan dari jarak jauh. Pengawasan ini dilakukan melalui laporan

yang disampaikan oleh para bawahan. Laporan itu dapat berbentuk :

a. tertulis, dan

(41)

Kelemahan dari pengawasan tidak langsung itu ialah bahwa sering

para bawahan hanya melaporkan hal – hal yang positif saja. Dengan

perkataan lain, para bawahan itu mempunyai kecenderungan hanya

melaporkan hal – hal yang diduganya akan menyenangkan pimpinan.

Padahal, seorang pimpinan yang baik akan menuntut bawahannya

melaporkan hal – hal, baik yang bersifat positif maupun yang bersifat

negative. Sebabnya ialah bahwa kalau hanya hal – hal yang positif saja

yang dilaporkan, pimpinan tidak akan mengetahui keadaan yang

sesungguhnya. Akibatnya ialah bahwa dia mungkin akan mengambil

kesimpulan yang salah. Lebih jauh lagi ia akan mengambil keputusan yang

salah. Meskipun demikian kiranya perlu ditekankan juga bahwa

kecenderungan bawahan untuk hanya melaporkan hal – hal yang positif

saja sering adalah akibat sifat pimpinan yang suka menghukum orang –

orang yang melaporkan hal – hal yang sifatnya negative dan merangsang

orang – orang yang memberikan laporan yang baik. Untuk mendapatkan

gambaran yang tepat dan untuk mempunyai perspektif yang objektif,

pimpinan sering lebih perlu mengetahui hal – hal yang bersifat negative,

terutama kegagalan – kegagalan yang dihadapi serta masalah – masalah

yang belum dipecahkan. Kesimpulannya ialah bahwa pengawasan tidak

akan dapat berjalan dengan baik apabila hanya bergantung kepada laporan

saja. Karena itu pengawasan tidak langsung saja tidak cukup. Adalah

bijaksana apabila pimpinan organisasi menggabungkan teknik pengawasan

langsung dengan pengawasan tidak langsung dalam melakukan fungsi

(42)

2.2.9 Sasaran Pengawasan

Pelaksanaan fungsi pengawasan dengan baik akan memberikan

sumbangan yang besar pula dalam meningkatkan efisiensi. Meskipun efisiensi

merupakan sasaran akhir dari pengawasan, ada sasaran – sasaran yang perlu

dicapai pula. Sasaran – sasaran itu adalah sebagai berikut :

1. Bahwa melalui pengawasan, pelaksanaan tugas – tugas yang telah

ditentukan berjalan sungguh – sungguh sesuai dengan pola yang telah

digariskan dalam rencana.

2. Bahwa struktur serta hierarki organisasi sesuai dengan pola yang telah

ditentukan dalam rencana.

3. bahwa seseorang sungguh – sungguh ditempatkan sesuai dengan bakat,

keahlian dan pendidikan, serta pengalamannya dan bahwa usaha

pengembangan keterampilan bawahan dilaksanakan secara berencana,

kontinyu, dan sistematis.

4. Bahwa penggunaan alat – alat disesuaikan agar sehemat mungkin.

5. Bahwa sistem dan prosedur kerja tidak menyimpang dari garis – garis

kebijakan yang telah tercermin dalam rencana.

6. Bahwa pembagian tugas, wewenang, dan tanggung jawab didasarkan pada

pertimbangan – pertimbangan yang objektif dan rasional, dan tidak atas

dasar personal likes and dislikes.

7. Bahwa tidak terdapat penyimpangan dan/atau penyelewengan dalam

(43)

2.2.10 Fakt or-Fakt or Yang M em pengaruhi Pengaw asan

Menurut Mulyadi (2007: 770), mengemukakan beberapa faktor-faktor

yang mempengaruhi pengawasan adalah:

a. Perubahan yang selalu terjadi baik dari luar maupun dari dalam organisasi

b. Kompleksitas organisasi memerlukan pengawasan formal karena adanya

desentralisasi kekuasaan.

c. Kesalahan/Penyimpangan yang dilakukan anggota organisasi memerlukan

pengawasan.

2.2.11 Pencemaran Air

Menurut UU Perlindungan Pengelolaan Lingkungan Hidup Nomer 32

Tahun 2009, pencemaran terjadi karena adanya zat, energi, makhluk hidup atau

komponen lain dalam lingkungan, karena kegiatan manusia maupun proses alam,

sehingga lingkungan tidak dapat atau kurang berfungsi sesuai dengan

peruntukannnya. Pencemaran lingkungan merupakan perubahan lingkungan yang

tidak menguntungkan, sebagian karena tindakan manusia yang disebabkan

perubahan pola penggunaan materi dan energi, tingkatan radiasi, bahan-bahan

fisika dan kimia, dan jumlah organisme. Perbuatan ini dapat mempengaruhi

langsung manusia atau tidak langsung melalui air, hasil pertanian, peternakan,

benda-benda, perilaku dalam apresiasi di alam bebas.

Pencemaran air merupakan masuknya bahan yang tidak diinginkan ke

dalam air (oleh kegiatan manusia dan atau secara alami) yang mengakibatkan

turunnnya kualitas air sehingga tidak dapat digunakan sesuai dengan

(44)

makhluk hidup, tetapi juga mengakibatkan gangguan secara estetika, seperti air

yang mengandung minyak atau bahan lain yang mengapung.

Menurut Dix, pencemaran air Kali umumnya berasal dari :

1. sanitary sewage adalah pencemaran yang berasal dari sampah yang

dibuang oleh manusia

2. domestic sawage adalah pencemaran yang berasal dari aktivitas domestic

seperti, sampah dapur dan detergen

3. municipal sewage adalah pencemaran yang berasal dari limbah industri

4. agricultural sewage adalah pencemaran karena aktivitas pertanian

(pestisida)

Tabel 2.1

Bahan Pencemar Yang Umum Ter dapat Dalam Air Tawar

(45)

Kualitas air dan ada atau tidaknya pencemaran dapat ditentukan dengan

mengukur beberapa parameter fisika-kimia. Parameter fisika adalah sifat fisik air

yang dapat dirasakan dengan panca indera kita, misalnya suhu, kekeruhan, warna,

dan bau. Air yang tercemar umumnya memiliki suhu yang tinggi, berbau tidak

sedap, berwarna, dan keruh. Suhu air dipengaruhi oleh adanya vegetasi yang

menaungi Kali dan adanya limbah panas atau dingin yang dibuang ke perairan

serta jumlah limbah organik yang ada di dalam perairan. Kekeruhan air

menunjukkan banyaknya padatan yang terlarut di dalam air. Kekeruhan dapat

mengurangi daya tembus cahaya kedalam air dan menghambat proses fotosintesa

yang dilakukan oleh fitoplankton dan tumbuhan air lainnya. Kekeruhan Kali

disebabkan oleh sedimentasi dari hulu Kali dan adanya limbah lumpur yang

dibuang ke Kali. Untuk parameter kimia yaitu sifat kimiawi yang terkandung di

dalam air, misalnya kandungan oksigen, kandungan bahan pencemar, dan tingkat

keasaman (pH), nilai pH berkisar 1-14. air netral memilki pH 7, air asam memiliki

pH dibawah 7, dan air yang basa memiliki pH diatas 7, besarnya pH air Kali

dipengaruhi oleh masuknya limbah yang bersifat asam atau basa ke badan air dan

juga adanya penguraian limbah oleh mikroba pengurai (Ecoton. 2004).

Terdapat tiga sumber pencemar di Kali Surabaya yaitu :

1. limbah cair industri yang beroperasi di sepanjang bantaran Kali Surabaya

2. limbah cair domestik yang berasal dari rumah tangga di bantaran kali

Surabaya

3. limbah yang dibawa dari anak Kali yaitu Kali tengah, Kali Marmoyo, dan

(46)

Pencemaran air oleh logam berat juga terjadi di Kali Surabaya.

Pencemaran air oleh logam berat akan menggangu kehidupan karena

mengakibatkan keracunan yang terakumulasi pada jaringan biota perairan, yang

akhirnya akan meracuni manusia dan ternak yang mengkonsumsinya.

2.3 Perda Kota Sur abaya No. 2 Tahun 2004 Tentang Pengelolaan

Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air

2.3.1 Maksud dan tujuan dalam pengelolaan kualitas air dan pengendalian

pencemaran air, yakni :

1. Pengelolaan kualitas air dimaksudkan untuk memelihara kondisi

kualitas air sebagaimana kondisi alamiahnya dengan melestarikan atau

mengendalikannya (pasal 2 ayat 1 ).

2. Pengendalian pencemaran air dilakukan untuk menjamin kualitas air

agar sesuai dengan baku mutu air melalui upaya pencegahan dan

penanggulangan air serta pemulihan kualitas air. (pasal 2 ayat 2).

3. Pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air bertujuan

untuk mewujudkan kelestarian fungsi air dan memperbaiki kualitas air

agar air pada sumber-sumber air dapat dimanfaatkan secara

berkelanjutan sesuai dengan peruntukannya. (pasal 3 ).

2.3.2 Ruang lingkup pengelolaan kualitas air meliputi (pasal 4) :

Upaya pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air

(47)

2.3.3 Sanksi Pidana

Pada pasal 32 ayat 1 dijelaskan pelanggaran terhadap ketentuan pasal 16,

17, 18, dan 20 Peraturan Daerah ini dipidana paling lama 6 (enam) bulan atau

denda paling banyak Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah); pasal 32 ayat 2

dijelaskan tindakan pidana sebagaimana dimaksud pada pasal 32 ayat (1) adalah

pelanggaran.

2.4 Kerangka Berpikir

Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Kota Surabaya merupakan

Instansi Pemerintah yang mempunyai peran strategis untuk berinteraksi dengan

berbagai macam lapisan dalam masyarakat. Untuk itu Pemerintah Kota Surabaya

dengan tanggap menatap kedepan pada kualitas air dengan mengeluarkan suatu

peraturan daerah yang bertujuan untuk melindungi serta meningkatkan kualitas

kesehatan masyarakat dari bahaya akibat pencemaran air di sepanjang kali

Surabaya. Maka dari itu telah disahkan Perda Kota Kota Surabaya No. 2 Tahun

2004 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air yang

berlaku untuk setiap badan hukum dan perseorangan yang berada di dalam

yurisdiksi Kota Surabaya.

Melihat uraian di atas maka dipandang perlu untuk mengkaji secara lebih

mendalam mengenai pelaksanaan peraturan yang bertujuan mulia berdasarkan

Peraturan Walikota Surabaya no. 25 tahun 2009 tentang pelaksanaan Peraturan

(48)

Tindakan pengawasan sangat perlu untuk mengawal jalannya perda

tersebut agar senantiasa berjalan seiring guna mencegah celah untuk terjadinya

kesalahan yang dilakukan oleh seseorang. Pengawasan itu sendiri terletak pada

pimpinan atau penanggung jawab kawasan yang dimaksud disini adalah Kepala

Badan Pengendalian Dampak Lingkungan kota Surabaya. Dimana kepala dinas

tersebut adalah orang yang karena jabatannya memimpin dan atau bertanggung

jawab atas kegiatan dan usaha di kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan yang

terjadi pencemaran air. Dalam pengawasannya, Pemimpin tersebut dapat

melakukan dengan 2 cara, yaitu pengawasan secara langsung dan tidak langsung.

Pengawasan secara langsung tersebut dapat berupa turun langsung ke lapangan

untuk melakukan inspeksi langsung terhadap kenyataan yang terjadi di lapangan.

Sedangkan pengawasan tidak langsung disini dapat berasal dari laporan para

bawahan maupun dari pihak lain yang mempunyai wewenang melakukan

pengawasan yang kemudian hasilnya ditunjukkan atau diserahkan kepada kepala

(49)

Peraturan Walikota Surabaya no 25 tahun 2009 tentang pelaksanaan Perda Kota Surabaya no 5 tahun

2008

Penanggung Jawab Kawasan (SKPD)

Untuk lebih jelasnya akan diuraikan dalam sebuah alur berfikir pada

gambar berikut :

Gambar 2.1 Kerangka Ber fikir

Kerangka Berpikir

Sumber : Per da dan Teor i Pengawasan

Perda Kota Surabaya No. 2 Th. 2004 Tentang

Pengelolaan Kualitas dan Pengendalian Pencemaran Air

Pengawasan Langsung Pengawasan tidak Langsung

M enghasilkan Kualit as Air

(50)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 J enis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

diskriftif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian yang bersifat diskriftif adalah

bertujuan untuk menggambarkan secara sistematis mengenai fakta dan

karakteristik objek dan subjek yang diteliti (seseorang, lembaga, masyarakat,

pabrik, dan lain – lain) secara tepat.

Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian, maka penelitian ini

menggunakan pendekatan kualitatif dengan maksud ingin memperoleh gambaran

tentang Pengawasan kualitas air Kali Wonokromo Surabaya. Menurut Creswell

(2003), pendekatan kualitatif adalah pendekatan untuk membangun pernyataan

pengetahuan berdasarkan perspektif-konstruktif (misalnya, makna-makna yang

bersumber dari pengalaman individu, nilai-nilai sosial dan sejarah, dengan tujuan

untuk membangun teori atau pola pengetahuan tertentu), atau berdasarkan

perspektif partisipatori (misalnya: orientasi terhadap politik, isu, kolaborasi, atau

perubahan), atau keduanya.

Penelitian ini dititik beratkan pada Pengawasan kualitas air Kali

Wonokromo Surabaya, yang diatur dalam Peraturan Daerah Kota Surabaya

Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian

(51)

3.2 Fokus Penelitian

Penentuan fokus penelitian diperlukan dalam membantu pelaksanaan

penelitian, jika fokus penelitian ditentukan secara tepat sesuai dengan tujuan dan

masalah penelitian, maka penelitian yang dilakukan akan terarah dan berhasil

dengan baik.

Menurut Moleong dalam Syahrul (2004 : 12) menyatakan bahwa

penelitian kuaitatif menghendaki ditetapkan adanya batas dalam penelitian dasar

fokus yang timbul sebagai masalah dalam penelitian. Dengan penetapan fokus

sebagai pokok masalah peneliltian penting artinya dalam usaha menemukan batas

penelitian. Fokus penelitian adalah hal – hal yang akan dijadikan sebagai pusat

penelitian dalam penelitian ini dan untuk memudahkan dalam menentukan data

yang akan diperlukan untuk suatu penelitian, berdasarkan hal tersebut bahwa

fokus pada dasarnya adalah masalah pokok yang bersumber dari pengalaman

peneliti atau meelalui pengetahuan yang diperoleh melalui kepustakaan ilmiah

atau kepustakaan lainnya. Dengan fokus penelitian, peneliti akan dapat tahu

secara persis data yang perlu dikumpulkan dan yang tidak perlu dikumpulkan.

Selain itu fokus penelitian juga dapat berkembang atau berubah sesuai dengan

perkembangan masalah penelitian di lapangan.

Penelitian kualitatif menggunakan variabel mandiri tanpa membuat

perbandingan atau menghubungkan dengan variabel yang lain. Dalam penelitian

ini yang menjadi variabel penelitian adalah Pengawasan kualitas air Kali

(52)

Berdasarkan rumusan masalah dalam penelitian ini, maka yang menjadi

fokus yaitu perda kota Surabaya no. 2 tahun 2004 pasal 24, bagaimana

Pengawasan kualitas air Kali Wonokromo Surabaya yang dilakukan melalui :

1. pemantauan terhadap usaha dan atau kegiatan yang berpotensi

menimbulkan pencemaran air yang meliputi pengamatan, pemotretan,

perekaman audio visual dan pengukuran;

2. meminta keterangan kepada penanggungjawab usaha dan atau kegiatan

masyarakat yang berkepentingan, karyawan yang bersangkutan, konsultan,

kontraktor dan perangkat Daerah;

3. membuat salinan dari dokumen dan atau catatan yang diperlukan antara

lain dokumen perizinan, dokumen AMDAL, UKL, UPL, data hasil

swapantau , dokumen surat keputusan organisasi perusahaan;

4. memasuki tempat tertentu yang diduga menjadi penyebab terjadinya

pencemaran air;

5. memeriksa peralatan yang digunakan dalam proses produksi, utilitas, dan

instalasi pengolahan limbah;

6. memeriksa instalasi dan atau alat transportasi.

Secara teori menurut Siagian (2003 : 115) menyatakan bahwa proses

pengawasan pada dasarnya dilaksanakan oleh administrasi dan manajemen

dengan mempergunakan dua macam teknik, yaitu :

1. Pengawasan Langsung

Yang dimaksud dengan pengawasan langsung ialah pengawasan yang

dilakukan secara langsung pada lokasi pelaksanaan pekerjaan. Pengawasan

Gambar

Tabel 2.1
Gambar 2.1 Kerangka Berfikir
Gambar 3.1 Komponen Dalam Analisis Data Interaktif
Tabel 4.1
+6

Referensi

Dokumen terkait

Variabel yang diamati pada penelitian ini adalah komposisi minyak atsiri pada ekstrak temu putih dan jahe gajah dan daya hambat rimpang temu putih dalam bentuk

1) .Merumuskan dan sepakat dengan klien mengenai proses, Peraturan-peraturan dasar dan tanggapan-tanggapan. 2) .Mengkonfirmasi klien tentang program kebutuhan yang

Formula lainnya yang berasa manis adalah formula 4 dan formula 6, ketiganya mempunyai rata-rata nilai atribut rasa dan aroma tidak berbeda, tetapi berbeda

1.. pendidikan yang tinggi akan berusaha keras memperoleh pekerjaan yang baik untuk memenuhi kebutuhannya. b) tingkat pendidikan non formal di Desa Margasari dan Desa Muara

Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan tahun Mei 2017, menunjukan bahwa pengetahuan terhadap sanitasi dan higienis makanan pada pedagang di Kampus UIN Sunan Gunung

Penelitian tentang, Upaya Meningkatkan Kedisiplinan Siswa Dalam Menaati Tata Tertib Melalui Layanan Penguasaan Konten Dengan Menggunakan Teknik Modelling pada Siswa SMP

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan, dapat disimpulkan bahwa islamic parenting mempengaruhi self regulation pada remaja sebesar 0,369 dan

Untuk memuluskan langkah para produsen dalam menjual produk kosmetik berbahaya biasanya para produsen membuat para calon konsumen dan konsumen percaya dengan produk kosmetik