(Studi tentang Pengawasan Badan Lingkungan Hidup Kota Sur abaya )
SKRIPSI
Oleh:
Gusti Sisilia Kar en
0941010019
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL
”VETERAN” J AWA TIMUR
Dengan mengucapkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat, rahmat serta karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal
ini dengan judul “Pengawasan Pengendalian Pencemaran Air Kali
Wonokr omo Surabaya”.
Dalam penulisan penelitian ini, penulis masih banyak mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan yang baik ini
penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada Bapak DR. Lukman Arif,
MSi selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk
memberikan bimbingan kepada penulis. selain itu penulis juga menyampaikan
terima kasih kepada :
1. Ibu Dra. Hj. Suparwati, Msi selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2. Bapak DR. Lukman Arif, MSi, selaku Ketua Program Studi Ilmu Administrasi
Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran” Jawa Timur.
3. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Ilmu Administrasi Negara atas bimbingan
dan didikannya selama ini.
4. Segenap pegawai yang bertugas di Badan Lingkungan Hidup Kota Surabaya
atas kerjasamanya dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis selama
mengadakan penelitian.
5. Kepada kedua Orang tua saya yang telah memberikan segala yang mereka
7. Semua teman – teman, Ima, Chany, dan lainnya yang tidak disebutkan satu
persatu, suwun yo rek.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan penelitian ini tidak terlepas dari
kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan adanya saran dan kritik yang
bersifat membangun dari semua pihak sehingga Skripsi ini dapat memberikan
manfaat bagi pembaca.
Surabaya, April 2013
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR LAMPIRAN ... viii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 9
1.3 Tujuan Penelitian ... 9
1.4 Kegunaan Penelitian ... 9
BAB II KAJ IAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu ... 11
2.2 Landasan Teori ... 14
2.2.1 Konsep Pengawasan ... 14
2.2.2 Tujuan dan Fungsi Pengawasan ... 18
2.2.3 Prinsip – Prinsip Pengawasan ... 21
2.2.4 Sifat – Sifat Pengawasan ... 22
2.2.5 Macam Pengawasan ... 24
2.2.6 Proses Pengawasan ... 28
2.2.7 Syarat – Syarat Pengawasan ... 30
2.2.11 Pencemaran Air ... 34
2.3 Perda Kota Surabaya No. 2 Tahun 2004 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air ... 37
2.3.1 Maksud dan tujuan dalam pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air ... 37
2.3.2 Ruang lingkup pengelolaan kualitas air ... 37
2.3.3 Sanksi Pidana ... 38
2.4 Kerangka Berfikir ... 38
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 41
3.2 Fokus Penelitian ... 42
3.3 Lokasi Penelitian dan Situs Penelitian ... 45
3.4 Sumber dan Jenis Data ... 46
3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 47
3.6 Analisa Data ... 49
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian ... 52
4.1.1 Sejarah Singkat Wajah Kali Surabaya ... 52
Hidup ... 62
4.1.5. Struktur Organisasi ... 73
4.1.6. Komposisi Pegawai Badan Lingkungan Hidup Kota Surabaya ... 74
4.2 Hasil Penelitian ... 77
4.2.1 Pengawasan Langsung ... 77
4.2.2 Pengawasan Tidak Langsung ... 85
4.3 Pembahasan ... 90
4.3.1 Pengawasan Langsung ... 90
4.3.2 Pengawasan Tidak Langsung ... 94
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 97
5.2 Saran ... 99
DAFTAR PUSTAKA ...
AIR KALI WONOKROMO SURABAYA.
Penelitian ini didasarkan pada fenomena masih banyaknya masyarakat dan instansi yang melanggar peraturan agar tidak membuang limbah ke dalam kali. Dari hasil pengamatan di lapangan, ternyata masih banyak pelanggar baik beberapa instansi perusahaan atau indrustiawan maupun masyarakat yang membuang limbah ke dalam sungai tanpa melihat efek yang terjadi pada jangka panjang dalam kehidupan manusia baik secara langsung atau tidak langsung melalui air. Maka tujuan penelitian ini adalah ingin mengetahui bagaimana pengawasan terhadap kualitas air di Kali Wonokromo oleh Badan Lingkungan Hidup Kota Surabaya. Karena pengawasan merupakan salah satu cara untuk menjaga agar peraturan tetap berjalan sesuai dengan apa yang telah ditetapkan. Dalam hal ini diperlukan kerjasama dari berbagai pihak untuk dapat saling mengawasi agar mencegah terjadinya pelanggaran. Berdasarkan hal diatas, maka dibuatlah rumusan masalah penelitian “Bagaimanakah pengawasan pengendalian pencemaran air di Kali Wonokromo Surabaya oleh Badan Lingkungan Hidup Kota Surabaya?”.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptif melalui pendekatan kualitatif dengan fokus penelitian lima hal yaitu : pertama, pengawasan langsung : pemantauan usaha, memasuki tempat usaha, pemeriksaan peralatan, dan pemeriksaan instalasi. Kedua, pengawasan tidak langsung : meminta keterangan penanggungjawab usaha, dan membuat salinan dokumen. Sumber dan jenis data dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data diperoleh melalui wawancara, observasi dan dokumentasi. Analisis data dilakukan reduksi data, display data, instrument penelitian ini adalah pedoman wawancara, catatan di lapangan dan koneksi internet.
Kesimpulan yang di dapat dari penelitian ini adalah yang pertama pengawasan langsung, yang merupakan upaya untuk mengawasi dengan cara turun langsung ke lapangan, dan pengawasan dengan cara tersebut sejauh ini telah berjalan dengan baik. Yang kedua yaitu pengawasan tidak langsung, yang merupakan pengawasan dari jarak jauh, maka pengawasan ini dilakukan melalui tim pengawas yang bertugas untuk membuat salinan dari dokumen dan atau catatan yang diperlukan dari perusahaan atau tersebut.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Menurut Perda Kota Surabaya No. 02 Tahun 2004 tentang Pengelolaan
Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, pencemaran terjadi karena
adanya zat, energi, makhluk hidup atau komponen lain dalam lingkungan, karena
kegiatan manusia maupun proses alam, sehingga lingkungan tidak dapat atau
kurang berfungsi sesuai dengan peruntukannnya. Pencemaran lingkungan
merupakan perubahan lingkungan yang tidak menguntungkan, sebagian karena
tindakan manusia yang disebabkan perubahan pola penggunaan materi dan energi,
tingkatan radiasi, bahan-bahan fisika dan kimia, dan jumlah organisme. Perbuatan
ini dapat mempengaruhi manusia baik langsung atau tidak langsung melalui air,
hasil pertanian, peternakan, benda-benda, perilaku dalam apresiasi di alam bebas.
Pencemaran lingkungan bisa menjadi masalah bila melihat Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dalam Rencana Kerja
Pemerintah telah menetapkan tujuh prioritas pembangunan nasional. Ketujuh
prioritas tersebut adalah penanggulangan kemiskinan dan kesenjangan;
peningkatan kesempatan kerja, investasi, dan ekspor; revitalisasi pertanian dan
pedesaan; peningkatan aksesibilitas dan kualitas pendidikan dan kesehatan;
penegakan hukum, pemberantasan korupsi, dan reformasi birokrasi; pemantapan
keamanan dan ketertiban serta penyelesaian konflik; rehabilitasi dan rekonstruksi.
Melihat rencana kerja tersebut, isu lingkungan atau pembangunan lingkungan
Lembaga dan kebijakan lingkungan yang ditetapkan belum menjadi
solusi bagi pemecahan masalah lingkungan hidup di Indonesia karena tidak
didukung dengan penegakan hukum sanksi yang belum sepenuhnya diberlakukan
dengan tegas. Kenyataan ini dapat dilihat dengan tetap terjadinya illegal-logging,
pencemaran limbah B3 (merkuri) yang dilakukan oleh pertambangan dan industri,
masalah pengelolaan sampah, polusi udara yang tinggi di perkotaan, dan masalah
destruksi lingkungan hidup lainnya yang diakibatkan oleh pembangunan yang
egois dan mengabaikan daya dukung lingkungan. Tidak terkecuali di Kota
Surabaya, kasus-kasus pencemaran lingkungan masih banyak yang menggantung.
Kota Surabaya dengan slogan “Bersih dan Hijau” memang jauh dari
realitas. Minimnya ruang terbuka hijau dan polusi udara dan air merupakan
pencemaran lingkungan yang utama. Hasil pemantauan Badan Lingkungan Hidup
Provinsi Jatim menyebutkan, setidaknya sebanyak 3 dari 10 perusahaan di
sepanjang Kali Surabaya dinilai belum maksimal mengelola lingkungan di sekitar
kali. Ketiga perusahaan itu dipastikan akan sulit mengakses bantuan perbankan
untuk modal usaha perusahaan.
Berdasarkan data perolehan proper perusahaan yang berlokasi sepanjang
Kali Surabaya, tiga perusahaan yang memperoleh proper merah itu adalah PT
Keramik Diamond, PT Miwon, dan PT Platinum Keramik.
''Predikat proper ini sangat penting untuk keberlangsungan perusahaan,
sebab hasil proper berpengaruh pada peminjaman kredit di bank,'' kata Kasubid
Pengawasan dan Pengendalian Pencemaran Air, Badan Lingkungan Hidup
Sementara tujuh perusahaan lainnya mendapatkan proper biru yang
berarti perusahaan itu telah melakukan upaya pengelolaan lingkungan yang
dipersyaratkan sesuai ketentuan atau peraturan yang berlaku. Ketujuh perusahaan
itu adalah PT Wings Surya, PT Titani Alam Semesta, PT Surya Agung Kertas, PT
Surabaya Mekabox, PT Adiprima Suraprinta, PT Timur Megah Steel, dan PT
Suparma Tbk.
Ada lima peringkat warna dalam pemberian proper yang akan diberikan
langsung oleh Menteri Lingkungan Hidup kepada perusahaan itu, yakni emas,
hijau, biru, merah, dan hitam. Proper emas yaitu perusahaan sudah dianggap dapat
menerapkan sistem pengelolaan lingkungan yang berkesinambungan, serta
melakukan upaya-upaya berguna bagi kepentingan masyarakat dalam jangka
panjang.
Kemudian warna hijau, dimana perusahaan dianggap telah menerapkan
sistem pengelolaan lingkungan yang berkesinambungan. Lalu ada warna merah
yang mengindikasikan bahwa perusahaan telah melakukan upaya pengelolaan
lingkungan, namun baru sebagian mencapai hasil yang sesuai dengan persyaratan.
Dan terakhir atau paling parah adalah warna hitam, perusahaan tersebut dinilai
belum melakukan upaya lingkungan yang berarti atau bahkan tidak melakukan
upaya, serta berpotensi mencemari lingkungan.
Bagi perusahaan yang ingin mendapatkan perbaikan peringkat warna
proper yang lebih baik, kata Ainul, membutuhkan waktu lama. ''Dalam transisi itu,
semua bisa terjadi, bahkan kondisi lingkungan bisa menjadi lebih buruk, karena
faktor pendukungnya juga dari lingkungan eksternal, bukan hanya internal,''
Banyak pabrik yang beroperasi di sepanjang Kali Surabaya tidak
memiliki IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) banyak juga pabrik yang hanya
menggunakan bak kontrol untuk menampung limbah tanpa pengolahan lebih
lanjut. Meskipun nantinya perusahaan itu terbukti mencemari Kali Surabaya,
sanksi hukum yang diberikan tidak sebanding dengan kejahatan lingkungan yang
dilakukan perusahaan-perusahaan tersebut. Menurut Peraturan Daerah Kota
Surabaya Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air di Kota Surabaya, ketentuan pidana atas tindakan
pencemaran air yaitu pidana kurungan selama-lamanya enam bulan atau denda
sebanyak-banyaknya lima juta rupiah. Betapa minimnya sanksi hukum atas suatu
tindakan kejahatan lingkungan yang berdampak sangat buruk bagi seluruh
organisme termasuk manusia yang menggunakan air Kali Surabaya untuk
kelangsungan hidupnya.
Parahnya, berdasarkan data dari Perum Jasa Tirta I, saat ini kualitas air
DPS (Daerah Pengairan Sungai) Kali Surabaya berada pada kategori C (dapat
digunakan untuk keperluan perikanan dan peternakan), tetapi air Kali Surabaya
digunakan oleh enam instalasi pengolahan air (IPA) sebagai sumber air baku
untuk air minum oleh PDAM Surabaya. Seharusnya air untuk bahan baku air
minum adalah masuk dalam kategori B. Yang akan menjadi korban atas
ketidaklayakan air Kali Surabaya tentu saja adalah para pelanggan air PDAM
Kota Surabaya (Keputusan Gubernur Jawa Timur No. 28 Th 2000: Penggolongan
Menurut Prigi Arisandi, Direktur Eksekutif ECOTON (Ecological
Observation and Wetland Conservation), setidaknya ada empat faktor penyebab
makin parahnya tingkat pencemaran di Kali Surabaya. Pertama, lemahnya sistem
pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah. Instansi pemerintah dalam hal ini
Bapedal Propinsi Jatim, Perum Jasa Tirta I, Pemerintah Daerah Kotamadya
Surabaya, Pemda Kotamadya Mojokerto, Pemda Kabupaten Gresik, dan Pemda
Kabupaten Sidoarjo. Kedua, rendahnya kesadaran industriawan untuk ikut serta
dalam pengelolaan lingkungan badan air Kali Surabaya, dan menganggap Kali
Surabaya adalah tempat pembuangan akhir. Ketiga, tidak jelasnya instansi
pemerintah yang bertanggung jawab atas pengelolaan badan air Kali Surabaya,
sehingga instansi pemerintah yang terkait dengan kali sulit diharapkan mampu
menangani masalah ini karena mereka merasa tidak bertanggung jawab atas
pengelolaan Kali Surabaya. Keempat, lemahnya perangkat hukum yang mengatur
pencemaran air di wilayah Jawa Timur. Tindakan pembuangan limbah yang
mengakibatkan perubahan pada lingkungan hanya dikenai denda maksimal lima
juta rupiah atau kurungan maksimal enam bulan, padahal dalam UU Nomor 32
Tahun 2009 tentang Perlindungan Pengelolaan Lingkungan Hidup, tindakan
pidana yang tergolong pada pencemaran lingkungan dapat dikenai denda
sebesar-besarnya seratus juta rupiah atau sepuluh tahun kurungan penjara. Pemerintah
Propinsi Jawa Timur dan juga Pemerintah Kota Surabaya lebih menyukai
Sebenarnya tidak hanya perusahaan yang terbukti membuang limbah B3
di Kali Surabaya. Setiap harinya sekitar tiga ratus tiga puluh ton limbah cair
dibuang di Kali Surabaya, sebagian besar limbah berasal dari industri yang
terletak disepanjang Kali Tengah (anak Kali Surabaya). Selain industri, sejumlah
rumah sakit dan hotel di Surabaya pun turut menyumbangkan zat kimia yang
mencemari Kali Surabaya. Masyarakat yang tinggal di sekitar bantaran Kali
Surabaya yang belum memiliki kamar mandi atau saluran pembuangan yang
layak, juga menyumbang limbah domestik berupa tinja dan deterjen (Kompas:
2012).
Kali Wonokromo adalah merupakan salah satu anak Kali Mas dan
merupakan Kali buatan pada zaman penjajahan Belanda yang mengalir ke arah
timur di kota Surabaya. Kali Wonokromo terletak di sepanjang Jl. Jagir
Wonokromo. Di Kali ini terdapat juga berbagai macam sumber daya, di antaranya
ikan air tawar, yang terkenal salah satunya ialah Iwak Keting, ada juga udang.
Setiap beberapa periode (beberapa bulan) sekali diadakan pembuangan endapan
lumpur dari PDAM atau yang sering disebut warga sebagai "pengglontoran" ke
aliran Kali Wonokromo, biasanya ini menyebabkan ikan, udang, serta beberapa
jenis hewan air tawar lainnya mabuk, ini dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar
untuk mendapat ikan tanpa bersusah payah, hanya dengan menggunakan jaring
maka akan terjaring ikan-ikan yang mabuk tadi.
Di Kali Wonokromo juga terdapat Pintu Air peninggalan penjajah
Belanda yang saat ini masih dipergunakan untuk pengaturan debit air Kali Mas,
yaitu pecahan Kali Brantas di kota Surabaya untuk dibuang ke Kali Wonokromo.
PDAM Surabaya. Air dari Kali Wonokromo juga diolah menjadi Air PAM dan
dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan air bersih warga Surabaya.
Zaman dahulu, Kali Wonokromo berair jernih, sehingga banyak juga
dimanfaatkan masyarakat untuk MCK, atau sekadar berenang. Namun sayang,
akibat pencemaran air Kali Wonokromo berwarna keruh, dan saat ini Pemkot
Surabaya telah memulai membersihkan Kali Wonokromo. Kawasan Kali
Wonokromo di Kota Surabaya menunjukan kemunduran kualitas air akibat
limbah domestik mengingat sebagian besar penduduk mengandalkan air kali
tersebut untuk sumber kebutuhan airnya disamping adanya penurunan kualitas
lingkungan kali itu sendiri, selain itu pabrik – pabrik yang berada dekat dengan
pinggir kali turut juga membuang limbahnya ke dalam kali (Sinar Harapan, 2002).
Kualitas air kali merupakan hal yang sangat penting karena kali adalah sumber air
utama yang digunakan untuk kebutuhan air minum, pertanian, perikanan, dan
kepentingan industri. Kualitas air ini mengalami degradasi sebagai akibat beban
pencemaran kali yang berasal dari aktivitas manusia seperti intensifikasi pertanian
dan pengembangan kota.
Sudah dapat dipastikan bersama bahwa setiap Perda maupun peraturan
yang ada selain untuk dijalankan dan ditaati juga memerlukan sebuah kegiatan
yang berjalan mengiringi terlaksananya peraturan tersebut. Kegiatan tersebut
merupakan sebuah pengawasan. Menurut Henry Fayol, pengawasan adalah
mencakup upaya memeriksa apakah semua terjadi sesuai dengan rencana yang
ditetapkan, perintah yang dikeluarkan, dan prinsip yang dianut. Juga dimaksudkan
untuk mengetahui kelemahan dan kesalahan agar dapat dihindari kejadiannya di
Pengawasan juga dapat diartikan sebagai suatu bentuk pengamatan yang
pada umumnya dilakukan secara menyeluruh dengan jalan mengadakan
pemeriksaan yang ketat secara teratur. Berdasarkan hal tersebut, maka
pengawasan tidaklah hanya dilakukan pada awal kegiatan saja, akan tetapi juga
harus dilakukan seiring dengan berjalannya peraturan yang dikeluarkan untuk
mencegah hal – hal yang tidak diinginkan atau dapat menghasilkan sebuah
pelanggaran.
Walaupun Perda ini telah diterapkan, tetapi peneliti masih saja
menemukan pelanggaran yang dilakukan oleh beberapa instansi atau masyarakat
dalam pencemaran Kali tersebut. Hal ini semakin menguatkan dugaan bahwa
pengawasan yang dilakukan terhadap proses pelaksanaan Perda ini masih kurang
maksimal. Di lingkungan pemerintah terdapat sejumlah aparat yang tugas
pokoknya adalah melakukan pengawasan. Kegiatan ini disebut sebagai
pengawasan fungsional (Hadari Nawawi : 1995).
Pengawasan yang dilakukan dalam proses mengawal berjalannya Perda ini
masih kurang maksimal karena masih ditemukan pelanggaran. Bentuk
pengawasan yang dilakukan juga akan dapat mempengaruhi berjalannya serta
berhasil atau tidaknya peraturan yang telah dikeluarkan tersebut. Hal ini yang
mendasari peneliti untuk melakukan penelitian guna mengetahui lebih dalam
tentang bentuk pengawasan yang dilaksanakan oleh instansi terkait mengenai
berjalannya Perda tersebut dengan judul “Pengawasan Kualitas Air Kali
1.2 Perumusan Masalah
Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka
penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut :
“ Bagaimanakah Pengawasan Pengendalian Pencemaran Air di
Kali Wonokromo oleh Badan Lingkungan Hidup Kota Surabaya?”.
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini pada dasarnya bertujuan untuk mendiskripsikan pengawasan
pengendalian pencemaran air oleh Badan Lingkungan Hidup kota Surabaya
berdasarkan informasi dan data yang diperoleh.
1.4 Kegunaan Penelitian
Adapun yang menjadi kegunaan penelitian ini adalah :
1. Bagi Penulis
Memberikan tambahan wawasan dan pengetahuan tentang pengawasan
terhadap sebuah kebijakan dan diharapkan mampu meningkatkan
pengetahuan penulis dalam aplikasi dan teori pengawasan. Sehingga dapat
menjadi bekal saat penulis terjun secara langsung ke dunia kerja.
2. Bagi Instansi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan pertimbangan
dalam pengambilan keputusan terkait topic penelitian penulis dan
merupakan sumbangan pemikiran bagi kampus UPN “Veteran” Jawa
Timur sebagai wujud terima kasih penulis selama menempuh pendidikan
3. Bagi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Diharapkan dapat menambah perbendaharaan referensi perpustakaan bagi
BAB II
KAJ IAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
1) Penelitian yang dilakukan oleh Diswo Rismi, mahasiswa jurusan Hukum
Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa
Timur yang berjudul “Penyelesaian Sengketa Non Litigasi Atas
Pencemaran Air Sungai Brantas oleh Limbah Pabrik Kertas PT.X Di
Gresik”. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis sosiologis
melalui wawancara.
Adapun teknik pengumpulan datanya dengan wawancara,
hasil-hasil penelitian, perilaku faktual dari masyarakat, jurnal ilmiah lingkungan
hidup dan juga Undang-undang Lingkungan Hidup. Analisa data
menggunakan deskriptif kualitatif ynag hasil penelitian dapat disimpulkan
bahwa Pencemaran air Sungai Brantas yang di timbulkan oleh pabrik
Kertas PT.X baru terdeteksi sejak tahun 2005-2006, dan penyelesaian
sengketa lingkungan yang dipilih adalah melalui mediasi yaitu luar
pengadilan ( non litigasi) dengan seorang mediator diluar sangkut pautnya
dengan PT.X dan warga. Dalam proses mediasi tersebut mengalami
hambatan secara eksternal dan internal dan hambatan yang paling dominan
2) Penelitian yang dilakukan oleh Elfrida J. Hutagaol, mahasiswa jurusan
Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatra Utara
yang berjudul “Perilaku Masyarakat Dalam Penggunaan Air sungai
Lau Gerbong dan Keluhan Kesehatan Kulit di Desa Perbesi
Kecamatan Tiga Binanga Kabupaten Karo Tahun 2010”. Penelitian ini
menggunakan metode penelitian survei deskriptif dengan populasi adalah
seluruh KK di Desa Perbesi, serta menggunakan metode penelitian
Purposive Sampling.
Adapun hasil penelitian yang didapatkan mengenai tingkat
pengetahuan responden di Desa Perbesi dalam penggunaan air sungai Lau
Gerbong dalam kategori sedang (91,2%) dan kategori kurang (8,8%).
Sikap responden pada kategori sedang (79,1%) dan kategori baik (20,9%).
Tindakan responden dalam kategori baik hanya (2,2%), selebihnya pada
kategori sedang (68,1%) dan kategori buruk (29,7%) dan juga terdapat
78% responden mengalami keluhan kesehatan kulit.
3) Jurnal ilmiah oleh Hendra Adiwijaya, mahasiswa jurusan Teknik
Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur yang berjudul “Kondisi
Mangr ove Pantai Timur Surabaya dan Dampaknya Ter hadap
Lingkungan Hidup”. Penelitian ini menggunakan metode penelitian
Adapun pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan data
primer dan sekunder. Pengumpulan data Primer pada penelitian ini
menggunakan teknik observasi lapangan, teknik kuisioner, teknik
dokumentasi dan teknik wawancara.
4) Penelitian yang dilakukan oleh Yuli Wardhani, mahasiswa jurusan
Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur yang berjudul “Pengaruh
Pengawasan Melekat dan Motivasi Ter hadap Disiplin Kerja
Karyawan PT. Bank J atim Surabaya”. Penelitian ini menggunakan
metode deskriptif kuantitatif dengan menggunakan analisis koefisien
korelasi spearman rank dengan menggunakan 140 responden sebagai
sample.
Kesimpulan yang diperoleh dalam penelitian ini adalah
pengawasan melekat yang ada di Bank Jatim berada pada kategori baik
dibuktikan dengan 55,71% atau 78 responden berada pada kelompok
kategori baik dan motivasi kerja karyawan Bank Jatim berada pada
kategori baik dibuktikan dengan 65,71% atau 92 responden berada pada
kelompok kategori baik serta disiplin kerja karyawan Bank Jatim berada
pada kategori sangat baik dibuktikan dengan 51,42% atau 72 responden
2.2 Landasan Teori
Sebagai tolak ukur berpikir maupun bertindak maka teori sangat
dibutuhkan dalam berpikir secara ilmiah karena teori merupakan suatu kebenaran
yang sudah dibuktikan kebenarannya, walaupun mempunyai keterbatasan waktu
dan tempat. Adapun tujuan dari landasan teori adalah untuk memberikan suatu
landasan berpikir pada penulis dalam usahanya mencari kebenaran yang berkaitan
dengan masalah yang akan dibahas.
2.2.1 Konsep Pengawasan
Pengawasan dilaksanakan sebagai suatu usaha preventif, atau juga untuk
memperbaiki apabila terjadi kekeliruan, sebagai tindakan represif. Pengawasan
merupakan tindakan yang dimaksudkan untuk mencegah kemungkinan terjadinya
penyimpangan tugas pemerintahan sebagaimana dasar – dasarnya diatur dalam
konstitusi dan jabarannya diatur dalam Undang – Undang.
Pemahaman tentang pengawasan dikenal dan dikembangkan dalam ilmu
manajemen. Pengawasan merupakan salah satu unsur dalam kegiatan pengelolaan.
Di dalam manajemen ataupun hukum administrasi, pengawasan diartikan sebagai
kegiatan mengawasi dalam arti melihat sesuatu dengan seksama, sehingga tidak
ada kegiatan lain di luar itu. Dengan pengawasan, berbagai aktivitas yang telah
digariskan dalam peraturan perundang-undangan maka dapat dilaksanakan secara
baik dalam arti sesuai dengan apa yang dimaksud.
Menurut Suriansyah (2008 : 3) menyatakan bahwa pada dasarnya
pengawasan adalah segala usaha atau kegiatan untuk mengetahui dan menilai
kenyataan yang sebenarnya mengenai pelaksanaan tugas atau kegiatan, apakah
kinerja pengawasan adalah kegiatan untuk menilai suatu pelaksanaan tugas secara
de facto, sedangkan tujuan pengawasan itu pada hakekatnya adalah sebagai media
terbatas untuk melakukan semacam cross-check atau pencocokan apakah kegiatan
yang dilaksanakan telah sesuai dengan tolok ukur yang telah ditentukan
sebelumnya atau tidak.
Sedangkan menurut Siagian (2003 : 112) memberikan pengertian tentang
pengawasan sebagai berikut :
“Proses pengamatan pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk
menjamin agar semua pekerjaan yang sedang dilakukan berjalan sesuai dengan
rencana yang telah ditentukan sebelumnya”.
Hasibuan (1997 : 174) mengemukakan bahwa pengawasan tidak mungkin
dapat dilaksanakan tanpa kegiatan perencanaan dan rencana tidak akan tercapai
secara optimal jika tidak disertai dengan pelaksanaan fungsi pengawasan.
Menurut Mokler (2002 : 194) mengartikan pengawasan sebagai suatu
usaha sistematik untuk menetapkan standar prestasi dengan sasaran perencanaan.
Merancang sistem umpan balik informasi, membandingkan prestasi aktual dengan
standar yang ditetapkan menentukan apa terdapat penyimpangan dan mengukur
signifikansi penyimpangan tersebut serta mengambil tindakan perbaikan yang
diperlukan untuk menjamin sumber daya perusahaan yang sedang digunakan
sedapat mungkin lebih efisien dan efektif.
Sedangkan menurut Nawawi (2007 : 183) menyatakan pengawasan
merupakan fungsi manajer untuk memelihara aktivitas organisasi dalam limit –
limit yang diijinkan, dan diukur dengan harapan – harapan. Ia saling berjalin dan
pekerjaan, bersamaan dengan itu, umpan balik dan tahap pengawasan sering kali
menunjukkan perlunya rencana baru atau sekurang – kurangnya penyesuaian dari
rencana yang telah ada sekarang.
Henry Fayol (1999 : 83) menyatakan bahwa pengawasan adalah ketetapan
dalam menguji apapun sesuatu persetujuan, yang disesuaikan dengan instruksi dan
prinsip perencanaan, yang sudah tidak dapat dipungkiri lagi. Pengawasan
merupakan kewajiban setiap orang dalam organisasi secara terus-menerus,
memperhatikan dan mengawasi jalannya tugas masing – masing bidang, sesuai
dengan rencana semula.
Sedangkan menurut Ndraha (2003 : 201) menyatakan bahwa pengawasan
merupakan budaya prometheanistik, lawan budaya epimetheanistik. Salah satu
versi pengawasan yang pernah popular di Indonesia, yaitu pengawasan melekat
atau kontrol atasan terhadap bawahan. Di Indonesia, pengawasan diartikan
sebagai pengawasan sebelum, sepanjang dan sesudah sesuatu terjadi. Oleh karena
itu, dikenal adanya pengawasan preventif dan pengawasan represif (korektif).
Dalam PP Nomor 20 Tahun 2002 yang dikutip oleh Hanif dalam bukunya
yang berjudul Pemerintahan dan Otonomi Daerah (2005 : 195) dijelaskan bahwa
yang dimaksud dengan pengawasan atas penyelenggaraan pemerintah daerah
adalah proses kegiatan yang ditujukan untuk menjamin agar pemerintahan daerah
berjalan sesuai dengan rencana dan ketentuan peraturan perundang – undangan
Menurut Sujamto dalam Hendro (1995 : 18) menyatakan bahwa
pengertian pengawasan adalah segala usaha – usaha atau kegiatan untuk
mengetahui dan menilai kenyataan yang sebenarnya mengenai sasaran yang
diperiksa.
Pendapat yang terakhir menurut Tjitrosidojo dalam Hendro (1996 : 8)
yang mengartikan pengawasan sebagai suatu bentuk pengamatan yang pada
umumnya dilakukan secara menyeluruh dengan jalan mengadakan pemeriksaan
yang ketat secara teratur.
Dari beberapa pendapat para ahli yang telah diuraikan sebelumnya, maka
dapat diambil suatu kesimpulan bahwa pengawasan merupakan suatu kegiatan
mengawal suatu kebijakan maupun peraturan yang telah ditetapkan dan sedang
dijalankan guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan dan diharapkan terjadi
efektifitas dan efisensi daripada kebijakan yang telah dikeluarkan tersebut agar
tidak melenceng dari apa yang diharapkan. selain itu pada dasarnya tujuan dari
semua kegiatan pengawasan yang dilakukan adalah guna menjamin dan
merealisasikan apa yang telah direncanakan menjadi sebuah kenyataan.
Pengawasan ditujukan terutama untuk mencegah jangan sampai terjadi kesalahan
– kesalahan yang merugikan dan kalau sampai terjadi penyimpangan dan
kekeliruan dapat segera ditanggulangi dengan memberikan koreksi dan
2.2.2 Tujuan dan Fungsi Pengawasan
a. Tujuan Pengawasan
Menurut Wursanto dalam Hendro (1993 : 158), Pengawasan pada
umumnya bertujuan untuk :
1. Menemukan dan menghilangkan sebab – sebab yang menimbulkan
kemacetan.
2. Mengadakan pencegahan dan perbaikan terhadap kesalahan –
kesalahan yang timbul.
3. mencegah penyimpangan – penyimpangan.
4. Mendidik pegawai agar mempertebal rasa tanggung jawab.
5. memperbaiki efisiensi dan efektifitas.
Sedangkan Manullang dalam Yuli Wardhani (2001 : 173)
menyatakan tujuan pengawasan untuk mengetahui apakah segala sesuatu
berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan; sudah berjalan
sesuai instruksi serta prinsip – prinsip yang telah ditetapkan; apakah ada
kelemahan, kesulitan dan kegagalannya sehingga dapat diadakan
perubahan untuk memperbaiki serta mencegah pengulangan kegiatan yang
salah; apakah segala sesuatu berjalan efisien dan apakah mungkin
mengadakan perbaikan kemudian.
Di dalam instruksi Presiden nomor 15 tahun 1983 tentang
Pedoman Pelaksanaan Pengawasan disebutkan bahwa tujuan pengawasan
adalah agar sejauh mungkin mencegah terjadinya pemborosan, kebocoran
perlengkapan milik Negara, sehingga dapat terbina aparatur yang tertib,
bersih, berwibawa, berhasil guna dan berdaya guna.
b. Fungsi Pengawasan
Untuk mewujudkan tujuan pengawasan dalam melaksanakan tugas,
pimpinan unit kerja melakukan tindakan untuk mengatasi bawahannya
sesuai dengan fungsinya.
Menurut pendapat Abdurrachman dalam Hendro (1989 : 99)
menyatakan fungsi pengawasan pada umumnya adalah untuk :
1. Mencegah penyimpangan – penyimpangan.
2. Memperbaiki kesalahan – kesalahan.
3. Mendinamisir organisasi serta segenap kegiatan manajemen yang
lainnya.
4. Mempertebal rasa tanggung jawab.
5. Mendidik tenaga kerja.
Sedangkan menurut pendapat Nawawi dalam Hendro (1994 : 4)
menyatakan fungsi pengawasan dapat dibagi dalam dua kelompok besar,
yaitu :
a. Fungsi pengawasan yang dilaksanakan oleh aparatur pemerintah di
bidang pengawasan dalam membantu Presiden sebagai
Administrator Pemerintahan yang tertinggi dalam mengendalikan
Sistem Administrasi Negara. Dengan kata lain, fungsi – fungsi
pengawasan dilaksanakan oleh badan/unit kerja/organisasi yang
volume dan beban kerja atau tugas pokoknya dibidang
aparatur Pemerintah dalam melaksanakan tugas – tugas umum
Pemerintahan dan pembangunan, disebut juga sebagai pengawasan
dari luar.
b. Fungsi pengawasan yang dilakukan oleh setiap atasan langsung
terhadap bawahannya dalam mewujudkan manajemen yang sehat
di lingkungan organisasi/unit kerja masing – masing. Pengawasan
ini disebut juga pengawasan atasan langsung sebagai wujud
pelaksanaan fungsi pengawasan melekat. Untuk melaksanakan
tugas pengawasan ini, setiap atasan langsung dapat melakukannya
sendiri dan dapat pula menunjuk sejumlah pembantu, misalnya
berupa tim tetap atau berkala.
Berdasarkan dari uraian fungsi pengawasan tersebut, maka fungsi
pengawasan dalam hal ini lebih menunjukkan kegunaan atau manfaat
dari pengawasan itu sendiri, yaitu sebagai salah satu dari fungsi
manajemen. dengan demikian setiap atasan langsung sebagai
pemimpin suatu unit kerja/organisasi dari yang tertinggi sampai yang
terendah harus mampu melakukan tindakan – tindakan atau kegiatan
untuk mengawasi bawahannya, agar dapat melaksanakan tugas dengan
2.2.3 Pr insip – Prinsip Pengawasan
Mengutip dari jurnal Djunita Warsita (2006 : 104), untuk memungkinkan
adanya suatu sistem pengawasan yang efektif dan agar pengawasan itu dapat
terarah, maka perlu dipenuhi beberapa prinsip pengawasan, yaitu sebagai berikut
1. Obyektif dan menghasilkan fakta, pengawasan harus bersifat obyektif dan
harus dapat menemukan fakta – fakta tentang pelaksanaan pekerjaan dan
berbagai faktor yang mempengaruhinya.
2. Berpangkal tolak dari keputusan pimpinan, untuk mengetahui dan menilai
ada tidaknya kesalahan dan penyimpangan, pengawasan harus berpangkal
tolak dari putusan pimpinan yang tercermin dalam :
a. tujuan yang telah ditetapkan
b. rencana kerja yang telah ditentukan
c. kebijakan dan pedoman kerja yang telah digariskan
d. perintah yang telah diberikan
e. peraturan – peraturan yang telah ditetapkan
3. Preventif, karena pengawasan pada dasarnya adalah untuk menjamin
tercapainya tujuan yang telah ditetapkan harus efektif dan efisien, maka
pengawasan harus bersifat mencegah jangan sampai terjadi kesalahan,
yang semakin berkembang dan terulang lagi kesalahannya.
4. Bukan tujuan tetapi sarana, pengawasan hendaknya tidak dijadikan tujuan,
tetapi sarana untuk menjamin dan meningkatkan efektifitas dan efisiensi
5. Efisiensi pengawasan sangatlah diperlukan, dan jangan sampai malah
menjadi penghambat agar pengawasan dapat berjalan secara efisien
bahkan menghambat pelaksanaan pekerjaan itu sendiri.
6. Dalam pengawasan jangan mencari siapa yang salah, tetapi apa yang
salah, bagaimana timbulnya sifat kesalahan itu.
7. Manajemen merupakan pengambangan manusia dan benda. Sebagai suatu
fungsi manajemen, maka pengawasan harus bersifat membimbing dan
mendidik supaya pelaksana atau pegawai meningkatkan kemampuannya
dan dedikasinya untuk melakukan tugas – tugas yang telah ditetapkan.
2.2.4 Sifat – Sifat Pengawasan
Menurut Siagian (2003 :114) mengungkapkan ciri – ciri pengawasan
dalam pelaksanaannya adalah sebagai berikut :
1. Pengawasan harus bersifat fact finding dalam arti bahwa pelaksanaan
fungsi pengawasan harus menemukan fakta – fakta tentang bagaimana
tugas – tugas dijalankan dalam organisasi. Terpaut dengan tugas tentunya
ada factor – factor lain, seperti faktor biaya, tenaga kerja, sistem, dan
prosedur kerja, struktur organisasi dan factor – factor psikologis seperti
rasa dihormati, dihargai, kemajuan dalam karier, dan sebagainya.
2. Pengawasan harus bersifat preventif yang berarti bahwa proses
pengawasan itu dijalankan untuk mencegah timbulnya penyimpangan –
penyimpangan dan penyelewengan – penyelewengan dari rencana yang
3. Pengawasan diarahkan kepada masa sekarang yang berarti bahwa
pengawasan hanya dapat ditujukan terhadap kegiatan – kegiatan yang kini
sedang dilaksanakan.
4. Pengawasan hanyalah sekedar alat untuk meningkatkan efisiensi.
Pengawasan tidak boleh dipandang sebagai tujuan.
5. Karena pengawsan hanya sekedar alat administrasi dan manajemen maka
pelaksanaan pengawasan itu harus mempermudah tercapainya tujuan.
6. Proses pelaksanaan pengawasan harus efisien. Jangan sampai terjadi
pengawasan malahan akan menghambat usaha peningkatan efisiensi.
7. Pengawasan tidak dimaksudkan untuk menentukan siapa yang salah jika
ada ketidakberesan, akan tetapi untuk menemukan apa yang tidak betul.
8. Pengawasan harus bersifat membimbing agar para pelaksana
meningkatkan kemampuannya untuk melakukan tugas yang ditentukan
baginya.
Jelaslah kiranya bahwa pengawasan memainkan peran yang sangat
menentukan dalam usaha pencapaian tujuan. Secara filosofis dapat dikatakan
bahwa pengawasan itu mutlak perlu karena manusia bersifat salah, palling sedikit
bersifat khilaf. Manusia dalam organisasi perlu diamati, bukan dengan maksud
untuk mencari kesalahannya dan kemudian menghukumnya, akan tetapi untuk
mendidik dan membimbing. Hal ini kiranya sangat penting untuk diperhatikan
karena para pimpinan dalam suatu organisasi sering lupa bahwa seorang
pemimpin yang baik adalah seseorang yang dengan ikhlas memberikan
kesempatan yang seluas – luasnya kepada para bawahannya untuk bertindak
sesuatu kesalahan diperbuat adalah menjadi tugas pimpinan untuk memperbaiki
kesalahan itu dengan jalan memberikan bimbingan kepada bawahannya untuk
menyebabkan dia tidak lagi mengulangi berbuat kesalahan yang sama, akan tetapi
berani untuk bertindak dengan resiko berbuat kesalahan yang lain.
Jika seseorang bawahan selalu diancam dengan hukuman setiap kali ia
berbuat kesalahan maka bawahan yang demikian itu tidak akan berkembang
karena dalam setiap tindakannya ia akan selalu dibayangi oleh rasa takut.
Akibatnya ia tidak akan beranimempunyai prakarsa, takut mengambil keputusan,
dan akhirnya akan kehilangan kepercayaan pada dirinya sendiri.
Meskipun demikian perlu diperhatikan pula bahwa pernyataan diatas tidak
berarti bahwa seorang pimpinan tidak boleh menghukum bawahannya. Memang
seorang pimpinan dapat bertindak apabila seorang bawahan, meskipun telah
berulang kali dibimbing, terus menerus berbuat kesalahan yang sama. Hanya saja
tindakan seperti itu bersifat objektif dan didasarkan pada kriteria yang rasional.
2.2.5 Macam Pengawasan
Untuk mengantisipasi setiap permasalahan dalam melaksanakan tugas
pegawai pada unit kerja, diperlukan pengawasa yang tepat yakni berbagai macam
pengawasan. Irmansyah dalam Hendro (1996 : 99) membedakan macam – macam
pengawasan sebagai berikut :
1. Pengawasan Intern
Pengawasan ini kalau dalam instansi – instansi atau lembaga biasanya
dilakukan oleh kepala bagian/seksi terhadap kolega kolega yang ada
2. Pengawasan Ekstern
Pengawasan yang dilakukan oleh pihak luar, misalnya kepal urusan
kepegawaian melakukan pengawasan terhadap seorang pegawai disalah
satu seksi pada organisasi tersebut.
3. Pengawasan Formal
Pengawasan yang dilakukan oleh pejabat yang berwenang dan dapat
dilakukan dengan cara mendadak/inspeksi mendadak, sidak.
4. Pengawasan Informal
Pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat, baik secara langsung
maupun tidak langsung, misalnya melalui surat kabar, majalah, dan media
massa yang lainnya.
Berdasarkan instruksi Presiden nomor 1 tahun 1989 ditegaskan mengenai
macam – macam pengawasan :
1. Pengawasan melekat, adalah serangkaian kegiatan yang bersifat sebagai
pengendali terus menerus secara preventif atau represif agar pelaksanaan
tugas berjalan secara berdaya guna sesuai dengan rencana yang ditetapkan
oleh atasan langsung masing – masing.
2. Pengawasan fungsional, adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat
pengawasan secara fungsional baik intern maupun ekstern pemerintah
yang dilaksanakan terhadap pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan
pembangunan agar sesuai dengan rencana dan peraturan perundang –
3. Pengawasan legislatif (politik), adalah pengawasan yang dilakukan oleh
lembaga perwakilan rakyat terhadap kebijaksanaan dalam pelaksanaan
tugas – tugas umum pemerintahan dan pembangunan.
Menurut Nurcholis (2005 : 195) menyatakan bahwa terdapat 2 macam
pengawasan, yaitu :
1. Pengawasan preventif
Arti harfiah pengawasan preventif adalah pengawasan yang bersifat
mencegah. Mencegah artinya menjaga jangan sampai suatu kegiatan itu
terjerumus pada kesalahan. Pengawasan preventif adalah pengawasan yang
bersifat mencegah agar pemerintah daerah tidak mengambil kebijakan
yang bertentangan dengan peratuarn perundang – undangan yang berlaku.
Dalam pengertian yang lebih operasional yang dimaksud dengan
pengawasan preventif adalah pengawasan terhadap pemerintahan daerah
agar pemerintah daerah tidak menetapkan kebijakan yang bertentangan
dengan kepentingan umum dan peraturan perundang – undangan yang
lebih tinggi atau peraturan perundang – undangan lainnya.
2. Pengawasan represif
Pengawasan represif yaitu pengawasan yang berupa penangguhan atau
pembatalan terhadap kebijakan yang telah ditetapkan daerah, baik berupa
Peraturan Daerah, keputusan Kepala Daerah, Keputusan DPRD, maupun
Keputusan Pimpinan DPRD dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan
daerah. Pengawasan represif berupa penangguhan atau pembatalan
terhadap kebijakan daerah yang dinilai bertentangan dengan kepentingan
peraturan perundang – undangan lainnya. Yang dimaksud kepentingan
umum adalah kepentingan masyarakat luas yang mencakup hal – hal yang
berkaitan dengan kepatutan atau kebiasaan yang berlaku di suatu daerah,
seperti norma agama, adapt istiadat, budaya serta susila serta hal – hal
yang yang membebani masyarakat dan menimbulkan biaya ekonomi
tinggi. Yang dimaksud dengan peraturan perundang – undangan yang lebih
tinggi yaitu UUD 1945, TAP MPR, Undang – Undang, Peraturan
Pemerintah, Keputusan Presiden, dan Keputusan Menteri. Sedangkan yang
dimaksud dengan pertauran perundang – undangan lainnya yaitu Peraturan
Daerah Provinsi dan/atau Keputusan Gubernur serta Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota atau Keputusan Bupati/Walikota yang mengatur obyek
sejenis.
Menurut pendapat Handoko dalam Hendro (1992 : 362), ada tiga tipe
dasar pengawasan, yaitu :
1. Pengawasan pendahuluan, merupakan pengawasan yang dirancang untuk
mengantisipasi masalah – masalah atau penyimpangan – penyimpangan
dari standar atau tujuan yang memungkinkan koreksi dibuat sebelum suatu
tahap kegiatan tertentu diselesaikan.
2. Pengawasan yang dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan kegiatan,
merupakan pengawasan dimana aspek tertentu dari suatu prosedur harus
disetujui labih dahulu atau syarat tertentu harus dipenuhi dulu sebelum
kegiatan bias dilanjutkan.
3. Pengawasan umpan balik, merupakan pengawasan untuk mengatur hasil –
2.2.6 Pr oses Pengawasan
Proses pengawasan merupakan suatu tindakan tertentu dan bersifat
fundamental. Hal ini sesuai dengan pendapat Sarwoto dalam Hendro (1994 : 100),
bahwa proses pengawasan terdiri dari beberapa tindakan/langkah pokok tertentu
yang bersifat fundamental bagi semua pengawasan, langkah – langkah tersebut
antara lain sebagai berikut :
1. Penentuan ukuran, pedoman buku atau standart.
2. Perbandingan antara tugas atau pekerjaan dengan ukuran (pedoman) yang
telah ditentukan untuk mengetahui penyimpangan – penyimpangan yang
terjadi.
3. Perbaikan atau pembetulan terhadap penyimpangan – penyimpangan yang
terjadi sehingga pekerjaan tugas tadi sesuai dengan apa yang telah
direncanakan.
4. Penilaian atau pengukuran terhadap pekerjaan yang sudah dikerjakan.
Secara singkat, Manullang dalam Hendro (1992 :183) mengatakan bahwa
proses pengawasan terdiri dari fase – fase atau tahap – tahap sebagai berikut :
1. Penetapan alat pengukur/standart.
Pada fase pertama, kata menetapkan bukan diidentikkan dengan
menyusun atau menciptakan, namun pengawas tinggal mengambil atau
menentukan diantara materi yang sudah ada, karena standart tersebut
memang tidak dibuat oleh pengawas. Yang dimaksud menetapkan standart
adalah tindakan pengawasan dalam menentukan suatu alat pengukur yang
dipergunakan sebagai ukuran/patokan bagi pengawas untuk menilai
obyek yang diawasi dapat berjalan sesuai dengan semestinya atau tidak.
Kemudian dalam menetapkan alat pengukur (standart) ini, dapat terwujud
dalam tiga aspek, yaitu :
a. Rencana yang telah ditetapkan.
b. Ketentuan serta kebijaksanaan yang berlaku.
c. Adanya prinsip daya guna dan berhasil guna.
2. Mengadakan penilaian/evaluasi.
Setiap organisasi ingin mencapai tujuan sesuai dengan rencananya.
Dalam proses mencapai tujuan tersebut, seringkali dijumpai hambatan –
hambatan,maka dari itu perlu diadakan penilaian (evaluasi) terhadap
pelaksanaan tugas pegawai dalam organisasi tersebut. Tindakan evaluasi
merupakan kegiatan untuk membandingkan antara hasil pelaksanaan tugas
pegawai dengan standart yang telah ditetapkan atau dengan kata lain untuk
mencocokkan sampai sejauh mana hasil pekerjaan itu sesuai atau tidak
dengan rencana yang telah ditetapkan. Pada umumnya kegiatan penilaian
meliputi antara lain :
a. Penilaian terhadap pelaksanaan tugas pegawai.
b. Meminta laporan kepada bawahan, dan sebagainya.
3. Mengadakan tindakan perbaikan/korektif.
Pada fase ketiga ini tindakan korektif diperlukan apabila terjadi
adanya penyimpangan atau kesalahan terhadap pelaksanaan tugas
bawahan, maka tindakan koreksi dilakukan untuk menyelaraskan
penyimpangan atau kesalahan tersebut agar sesuai dengan rencana atau
melalui melakukan pembetulan atau perbaikan terhadap pelaksanaan tugas
yang menyalahi proses kerja, memberikan teguran ataupun sanksi kepada
bawahan yang memang terbukti melakukan kesalahan. Upaya tindakan
koreksi perlu memperhatikan adanya keseimbangan, kejelasan serta
bersifat edukatif dan konstruktif. Hal ini untuk menghindari ketidak
obyektifan ataupun memastikan semangat para bawahan.
Berdasarkan dari beberapa pendapat diatas, maka proses pengawasan
dapat dikatakan sebagai langkah – langkah, fase – fase, urutan – urutan dalam
kegiatan dalam melakukan pengawasan, yaitu pelaksanaan mengawasi secara
bertahap, tertib dan berkesinambungan.
2.2.7 Syar at – Syarat Pengawasan
Untuk menciptakan kondisi daripada pengawasan, maka diperlukan
syarat-syarat daripada pengawasan :
1. Menentukan standar pengawasan yang baik dan dapat dilaksanakan.
2. Menghindarkan adanya tekanan, paksaan yang dapat menyebabkan
penyimpangan dari tujuan pengawasan itu sendiri.
3. Melakukan konveksi rencana yang dapat digunakan untuk mengadakan
2.2.8 Teknik - Teknik Pengawasan
Menurut Siagian (2003 : 115) menyatakan bahwa proses pengawasan pada
dasarnya dilaksanakan oleh administrasi dan manajemen dengan mempergunakan
dua macam teknik, yaitu :
1. Pengawasan Langsung
Yang dimaksud dengan pengawasan langsung ialah pengawasan
yang dilakukan secara langsung pada lokasi pelaksanaan pekerjaan.
Pengawasan langsung ini dapat berbentuk :
a. inspeksi langsung
b. verifikatif
c. investigasi
Yang sekaligus berarti pengambilan keputusan on-the-spot pula
jika diperlukan. Akan tetapi, karena banyaknya dan kompleksnya tugas –
tugas seorang pimpinan, terutama dalam organisasi yang besar seorang
pemimpin tidak mungkin dapat selalu menjalankan pengawasan langsung
itu. Karena itu sering pula ia harus melakukan pengawasan yang bersifat
tidak langsung.
2. Pengawasan Tidak langsung
Yang dimaksud dengan pengawasan tidak langsung adalah
pengawasan dari jarak jauh. Pengawasan ini dilakukan melalui laporan
yang disampaikan oleh para bawahan. Laporan itu dapat berbentuk :
a. tertulis, dan
Kelemahan dari pengawasan tidak langsung itu ialah bahwa sering
para bawahan hanya melaporkan hal – hal yang positif saja. Dengan
perkataan lain, para bawahan itu mempunyai kecenderungan hanya
melaporkan hal – hal yang diduganya akan menyenangkan pimpinan.
Padahal, seorang pimpinan yang baik akan menuntut bawahannya
melaporkan hal – hal, baik yang bersifat positif maupun yang bersifat
negative. Sebabnya ialah bahwa kalau hanya hal – hal yang positif saja
yang dilaporkan, pimpinan tidak akan mengetahui keadaan yang
sesungguhnya. Akibatnya ialah bahwa dia mungkin akan mengambil
kesimpulan yang salah. Lebih jauh lagi ia akan mengambil keputusan yang
salah. Meskipun demikian kiranya perlu ditekankan juga bahwa
kecenderungan bawahan untuk hanya melaporkan hal – hal yang positif
saja sering adalah akibat sifat pimpinan yang suka menghukum orang –
orang yang melaporkan hal – hal yang sifatnya negative dan merangsang
orang – orang yang memberikan laporan yang baik. Untuk mendapatkan
gambaran yang tepat dan untuk mempunyai perspektif yang objektif,
pimpinan sering lebih perlu mengetahui hal – hal yang bersifat negative,
terutama kegagalan – kegagalan yang dihadapi serta masalah – masalah
yang belum dipecahkan. Kesimpulannya ialah bahwa pengawasan tidak
akan dapat berjalan dengan baik apabila hanya bergantung kepada laporan
saja. Karena itu pengawasan tidak langsung saja tidak cukup. Adalah
bijaksana apabila pimpinan organisasi menggabungkan teknik pengawasan
langsung dengan pengawasan tidak langsung dalam melakukan fungsi
2.2.9 Sasaran Pengawasan
Pelaksanaan fungsi pengawasan dengan baik akan memberikan
sumbangan yang besar pula dalam meningkatkan efisiensi. Meskipun efisiensi
merupakan sasaran akhir dari pengawasan, ada sasaran – sasaran yang perlu
dicapai pula. Sasaran – sasaran itu adalah sebagai berikut :
1. Bahwa melalui pengawasan, pelaksanaan tugas – tugas yang telah
ditentukan berjalan sungguh – sungguh sesuai dengan pola yang telah
digariskan dalam rencana.
2. Bahwa struktur serta hierarki organisasi sesuai dengan pola yang telah
ditentukan dalam rencana.
3. bahwa seseorang sungguh – sungguh ditempatkan sesuai dengan bakat,
keahlian dan pendidikan, serta pengalamannya dan bahwa usaha
pengembangan keterampilan bawahan dilaksanakan secara berencana,
kontinyu, dan sistematis.
4. Bahwa penggunaan alat – alat disesuaikan agar sehemat mungkin.
5. Bahwa sistem dan prosedur kerja tidak menyimpang dari garis – garis
kebijakan yang telah tercermin dalam rencana.
6. Bahwa pembagian tugas, wewenang, dan tanggung jawab didasarkan pada
pertimbangan – pertimbangan yang objektif dan rasional, dan tidak atas
dasar personal likes and dislikes.
7. Bahwa tidak terdapat penyimpangan dan/atau penyelewengan dalam
2.2.10 Fakt or-Fakt or Yang M em pengaruhi Pengaw asan
Menurut Mulyadi (2007: 770), mengemukakan beberapa faktor-faktor
yang mempengaruhi pengawasan adalah:
a. Perubahan yang selalu terjadi baik dari luar maupun dari dalam organisasi
b. Kompleksitas organisasi memerlukan pengawasan formal karena adanya
desentralisasi kekuasaan.
c. Kesalahan/Penyimpangan yang dilakukan anggota organisasi memerlukan
pengawasan.
2.2.11 Pencemaran Air
Menurut UU Perlindungan Pengelolaan Lingkungan Hidup Nomer 32
Tahun 2009, pencemaran terjadi karena adanya zat, energi, makhluk hidup atau
komponen lain dalam lingkungan, karena kegiatan manusia maupun proses alam,
sehingga lingkungan tidak dapat atau kurang berfungsi sesuai dengan
peruntukannnya. Pencemaran lingkungan merupakan perubahan lingkungan yang
tidak menguntungkan, sebagian karena tindakan manusia yang disebabkan
perubahan pola penggunaan materi dan energi, tingkatan radiasi, bahan-bahan
fisika dan kimia, dan jumlah organisme. Perbuatan ini dapat mempengaruhi
langsung manusia atau tidak langsung melalui air, hasil pertanian, peternakan,
benda-benda, perilaku dalam apresiasi di alam bebas.
Pencemaran air merupakan masuknya bahan yang tidak diinginkan ke
dalam air (oleh kegiatan manusia dan atau secara alami) yang mengakibatkan
turunnnya kualitas air sehingga tidak dapat digunakan sesuai dengan
makhluk hidup, tetapi juga mengakibatkan gangguan secara estetika, seperti air
yang mengandung minyak atau bahan lain yang mengapung.
Menurut Dix, pencemaran air Kali umumnya berasal dari :
1. sanitary sewage adalah pencemaran yang berasal dari sampah yang
dibuang oleh manusia
2. domestic sawage adalah pencemaran yang berasal dari aktivitas domestic
seperti, sampah dapur dan detergen
3. municipal sewage adalah pencemaran yang berasal dari limbah industri
4. agricultural sewage adalah pencemaran karena aktivitas pertanian
(pestisida)
Tabel 2.1
Bahan Pencemar Yang Umum Ter dapat Dalam Air Tawar
Kualitas air dan ada atau tidaknya pencemaran dapat ditentukan dengan
mengukur beberapa parameter fisika-kimia. Parameter fisika adalah sifat fisik air
yang dapat dirasakan dengan panca indera kita, misalnya suhu, kekeruhan, warna,
dan bau. Air yang tercemar umumnya memiliki suhu yang tinggi, berbau tidak
sedap, berwarna, dan keruh. Suhu air dipengaruhi oleh adanya vegetasi yang
menaungi Kali dan adanya limbah panas atau dingin yang dibuang ke perairan
serta jumlah limbah organik yang ada di dalam perairan. Kekeruhan air
menunjukkan banyaknya padatan yang terlarut di dalam air. Kekeruhan dapat
mengurangi daya tembus cahaya kedalam air dan menghambat proses fotosintesa
yang dilakukan oleh fitoplankton dan tumbuhan air lainnya. Kekeruhan Kali
disebabkan oleh sedimentasi dari hulu Kali dan adanya limbah lumpur yang
dibuang ke Kali. Untuk parameter kimia yaitu sifat kimiawi yang terkandung di
dalam air, misalnya kandungan oksigen, kandungan bahan pencemar, dan tingkat
keasaman (pH), nilai pH berkisar 1-14. air netral memilki pH 7, air asam memiliki
pH dibawah 7, dan air yang basa memiliki pH diatas 7, besarnya pH air Kali
dipengaruhi oleh masuknya limbah yang bersifat asam atau basa ke badan air dan
juga adanya penguraian limbah oleh mikroba pengurai (Ecoton. 2004).
Terdapat tiga sumber pencemar di Kali Surabaya yaitu :
1. limbah cair industri yang beroperasi di sepanjang bantaran Kali Surabaya
2. limbah cair domestik yang berasal dari rumah tangga di bantaran kali
Surabaya
3. limbah yang dibawa dari anak Kali yaitu Kali tengah, Kali Marmoyo, dan
Pencemaran air oleh logam berat juga terjadi di Kali Surabaya.
Pencemaran air oleh logam berat akan menggangu kehidupan karena
mengakibatkan keracunan yang terakumulasi pada jaringan biota perairan, yang
akhirnya akan meracuni manusia dan ternak yang mengkonsumsinya.
2.3 Perda Kota Sur abaya No. 2 Tahun 2004 Tentang Pengelolaan
Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air
2.3.1 Maksud dan tujuan dalam pengelolaan kualitas air dan pengendalian
pencemaran air, yakni :
1. Pengelolaan kualitas air dimaksudkan untuk memelihara kondisi
kualitas air sebagaimana kondisi alamiahnya dengan melestarikan atau
mengendalikannya (pasal 2 ayat 1 ).
2. Pengendalian pencemaran air dilakukan untuk menjamin kualitas air
agar sesuai dengan baku mutu air melalui upaya pencegahan dan
penanggulangan air serta pemulihan kualitas air. (pasal 2 ayat 2).
3. Pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air bertujuan
untuk mewujudkan kelestarian fungsi air dan memperbaiki kualitas air
agar air pada sumber-sumber air dapat dimanfaatkan secara
berkelanjutan sesuai dengan peruntukannya. (pasal 3 ).
2.3.2 Ruang lingkup pengelolaan kualitas air meliputi (pasal 4) :
Upaya pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air
2.3.3 Sanksi Pidana
Pada pasal 32 ayat 1 dijelaskan pelanggaran terhadap ketentuan pasal 16,
17, 18, dan 20 Peraturan Daerah ini dipidana paling lama 6 (enam) bulan atau
denda paling banyak Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah); pasal 32 ayat 2
dijelaskan tindakan pidana sebagaimana dimaksud pada pasal 32 ayat (1) adalah
pelanggaran.
2.4 Kerangka Berpikir
Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Kota Surabaya merupakan
Instansi Pemerintah yang mempunyai peran strategis untuk berinteraksi dengan
berbagai macam lapisan dalam masyarakat. Untuk itu Pemerintah Kota Surabaya
dengan tanggap menatap kedepan pada kualitas air dengan mengeluarkan suatu
peraturan daerah yang bertujuan untuk melindungi serta meningkatkan kualitas
kesehatan masyarakat dari bahaya akibat pencemaran air di sepanjang kali
Surabaya. Maka dari itu telah disahkan Perda Kota Kota Surabaya No. 2 Tahun
2004 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air yang
berlaku untuk setiap badan hukum dan perseorangan yang berada di dalam
yurisdiksi Kota Surabaya.
Melihat uraian di atas maka dipandang perlu untuk mengkaji secara lebih
mendalam mengenai pelaksanaan peraturan yang bertujuan mulia berdasarkan
Peraturan Walikota Surabaya no. 25 tahun 2009 tentang pelaksanaan Peraturan
Tindakan pengawasan sangat perlu untuk mengawal jalannya perda
tersebut agar senantiasa berjalan seiring guna mencegah celah untuk terjadinya
kesalahan yang dilakukan oleh seseorang. Pengawasan itu sendiri terletak pada
pimpinan atau penanggung jawab kawasan yang dimaksud disini adalah Kepala
Badan Pengendalian Dampak Lingkungan kota Surabaya. Dimana kepala dinas
tersebut adalah orang yang karena jabatannya memimpin dan atau bertanggung
jawab atas kegiatan dan usaha di kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan yang
terjadi pencemaran air. Dalam pengawasannya, Pemimpin tersebut dapat
melakukan dengan 2 cara, yaitu pengawasan secara langsung dan tidak langsung.
Pengawasan secara langsung tersebut dapat berupa turun langsung ke lapangan
untuk melakukan inspeksi langsung terhadap kenyataan yang terjadi di lapangan.
Sedangkan pengawasan tidak langsung disini dapat berasal dari laporan para
bawahan maupun dari pihak lain yang mempunyai wewenang melakukan
pengawasan yang kemudian hasilnya ditunjukkan atau diserahkan kepada kepala
Peraturan Walikota Surabaya no 25 tahun 2009 tentang pelaksanaan Perda Kota Surabaya no 5 tahun
2008
Penanggung Jawab Kawasan (SKPD)
Untuk lebih jelasnya akan diuraikan dalam sebuah alur berfikir pada
gambar berikut :
Gambar 2.1 Kerangka Ber fikir
Kerangka Berpikir
Sumber : Per da dan Teor i Pengawasan
Perda Kota Surabaya No. 2 Th. 2004 Tentang
Pengelolaan Kualitas dan Pengendalian Pencemaran Air
Pengawasan Langsung Pengawasan tidak Langsung
M enghasilkan Kualit as Air
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 J enis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
diskriftif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian yang bersifat diskriftif adalah
bertujuan untuk menggambarkan secara sistematis mengenai fakta dan
karakteristik objek dan subjek yang diteliti (seseorang, lembaga, masyarakat,
pabrik, dan lain – lain) secara tepat.
Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian, maka penelitian ini
menggunakan pendekatan kualitatif dengan maksud ingin memperoleh gambaran
tentang Pengawasan kualitas air Kali Wonokromo Surabaya. Menurut Creswell
(2003), pendekatan kualitatif adalah pendekatan untuk membangun pernyataan
pengetahuan berdasarkan perspektif-konstruktif (misalnya, makna-makna yang
bersumber dari pengalaman individu, nilai-nilai sosial dan sejarah, dengan tujuan
untuk membangun teori atau pola pengetahuan tertentu), atau berdasarkan
perspektif partisipatori (misalnya: orientasi terhadap politik, isu, kolaborasi, atau
perubahan), atau keduanya.
Penelitian ini dititik beratkan pada Pengawasan kualitas air Kali
Wonokromo Surabaya, yang diatur dalam Peraturan Daerah Kota Surabaya
Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
3.2 Fokus Penelitian
Penentuan fokus penelitian diperlukan dalam membantu pelaksanaan
penelitian, jika fokus penelitian ditentukan secara tepat sesuai dengan tujuan dan
masalah penelitian, maka penelitian yang dilakukan akan terarah dan berhasil
dengan baik.
Menurut Moleong dalam Syahrul (2004 : 12) menyatakan bahwa
penelitian kuaitatif menghendaki ditetapkan adanya batas dalam penelitian dasar
fokus yang timbul sebagai masalah dalam penelitian. Dengan penetapan fokus
sebagai pokok masalah peneliltian penting artinya dalam usaha menemukan batas
penelitian. Fokus penelitian adalah hal – hal yang akan dijadikan sebagai pusat
penelitian dalam penelitian ini dan untuk memudahkan dalam menentukan data
yang akan diperlukan untuk suatu penelitian, berdasarkan hal tersebut bahwa
fokus pada dasarnya adalah masalah pokok yang bersumber dari pengalaman
peneliti atau meelalui pengetahuan yang diperoleh melalui kepustakaan ilmiah
atau kepustakaan lainnya. Dengan fokus penelitian, peneliti akan dapat tahu
secara persis data yang perlu dikumpulkan dan yang tidak perlu dikumpulkan.
Selain itu fokus penelitian juga dapat berkembang atau berubah sesuai dengan
perkembangan masalah penelitian di lapangan.
Penelitian kualitatif menggunakan variabel mandiri tanpa membuat
perbandingan atau menghubungkan dengan variabel yang lain. Dalam penelitian
ini yang menjadi variabel penelitian adalah Pengawasan kualitas air Kali
Berdasarkan rumusan masalah dalam penelitian ini, maka yang menjadi
fokus yaitu perda kota Surabaya no. 2 tahun 2004 pasal 24, bagaimana
Pengawasan kualitas air Kali Wonokromo Surabaya yang dilakukan melalui :
1. pemantauan terhadap usaha dan atau kegiatan yang berpotensi
menimbulkan pencemaran air yang meliputi pengamatan, pemotretan,
perekaman audio visual dan pengukuran;
2. meminta keterangan kepada penanggungjawab usaha dan atau kegiatan
masyarakat yang berkepentingan, karyawan yang bersangkutan, konsultan,
kontraktor dan perangkat Daerah;
3. membuat salinan dari dokumen dan atau catatan yang diperlukan antara
lain dokumen perizinan, dokumen AMDAL, UKL, UPL, data hasil
swapantau , dokumen surat keputusan organisasi perusahaan;
4. memasuki tempat tertentu yang diduga menjadi penyebab terjadinya
pencemaran air;
5. memeriksa peralatan yang digunakan dalam proses produksi, utilitas, dan
instalasi pengolahan limbah;
6. memeriksa instalasi dan atau alat transportasi.
Secara teori menurut Siagian (2003 : 115) menyatakan bahwa proses
pengawasan pada dasarnya dilaksanakan oleh administrasi dan manajemen
dengan mempergunakan dua macam teknik, yaitu :
1. Pengawasan Langsung
Yang dimaksud dengan pengawasan langsung ialah pengawasan yang
dilakukan secara langsung pada lokasi pelaksanaan pekerjaan. Pengawasan