• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Analisis Struktur Pada Novel Impian di Bilik Merah Karya Cao

4.1.3 Alur Cerita (Plot)

Alur yang dipakai dalam penulisan novel Impian di Bilik Merah adalah alur bolak-balik/flash back/balikan, yaitu alur yang menceritakan suatu peristiwa dengan cara menceritakan suatu kejadian yang telah terlewati untuk menjelaskan peristiwa yang berhubungan dengan alur berikutnya. Hal itu dilakukan Cao Xue Qin sebagai penulis novel Impian di Bilik Merah karena ia ingin menyampaikan pemikiran bahwa tidak hanya alur linier saja yang digunakan untuk mengungkapkan perubahan emosi tokoh-tokohnya. Alur dalam novel Impian di Bilik Merah tersebut terlihat dari uraian di bawah ini:

1. Tahap Pertama

Pada tahap ini pembaca akan diajak menyaksikan awal mula

riwayat „Si Batu‟ yang tertarik pada dunia manusia dan minta dibawa ke

dunia manusia. Cerita dimulai dengan memperkenalkan tokoh Shi Yin sang penjaga Kuil Labu.dan Jia Yu Cun, seorang pelajar dari kalangan miskin, yang bertetangga dengan Shi Yin karena tinggal di Kuil Labu.

Dengan kesaktiannya, Dewi Nuwa mencurahkan sinar kehidupan pada batu itu, dan memberkatinya dengan daya kekuatan sakti. Dengan demikian, batu itu dapat muncul ataupun lenyap secara mendadak.

Pada suatu hari, ketika si Batu sedang meratapi nasibnya, ia melihat seorang biksu Buddha dan pendeta Tao berjalan mendekatinya. Keduanya sedang berbicara tentang keindahan di Debu Merah.

Mendengar hal itu, timbul godaan duniawi pada si Batu. Ia tergugah ingin merasakan kenikmatan kehidupan fana. Karena itu, disapanya biksu dan pendeta itu. (Impian di Bilik Merah, 2014:1-2).

Lalu cerita akan berlanjut ke masa lalu Yu Cun yang lulus ujian negara sehingga memperoleh gelar Jin Shi. Kemudian diceritakan kisah Lin Ruhai yang merupakan ayah dari Lin Daiyu. Yu Cun adalah guru Lin Daiyu semasa kecil. Setelah ibunya meninggal, Lin Daiyu pun berhenti belajar. Yu Cun bepergian ke luar kota dan bertemu dengan teman lama yang bernama Leng Zixing. Zixing menceritakan kepada Yu Cun kisah dua keluarga besar bernama Griya Ning Guo dan Griya Rong Guo. Setelah mereka bercerita tentang dua keluarga besar tersebut, mereka pun pulang ke tempat masing-masing. Esok harinya, Ruhai minta tolong kepada Yu Cun agar mengantarkan anaknya Lin Daiyu ke tempat neneknya di ibu kota.

“Aku akan senang sekali kalau kau bisa membantuku.

Kebetulan, ibu mertuaku ingin agar anak perempuanku, Lin

Daiyu alias „Batu Giok Hitam‟, tinggal bersamanya untuk

merawat neneknya.

“Karena kau ingin pergi ke ibu kota, maukah kau ikut

berlayar bersama anakku?”

Yu Cun menyetujui saran itu. (Impian di Bilik Merah, 2014:48).

2. Tahap Kedua

Pada tahap ini akan terlihat Lin Daiyu telah tiba di kediaman neneknya, yaitu di Griya Rong Guo. Dia disambut dengan hangat oleh neneknya. Kemudian diceritakan pertemuan pertama antara Lin Daiyu dengan Jia Baoyu. Cerita berlanjut ke flash back masa lalu Xue Pan dan cerita mengenai keluarganya. Xue Pan merupakan kakak laki-laki Xue Baochai yang suka congkak, pemarah, boros dan mata keranjang. Pada novel ini, semua kisah tokoh-tokohnya akan diceritakan dengan alur flash back.

Selanjutnya cerita akan bergulir pada perayaan Pesta Bunga Prem di Griya Ning Guo. Kerabat di Griya Rong Guo semuanya diundang. Karena seringnya Lin Daiyu dan Baoyu bertemu, benih-benih cinta pun muncul. Tapi karena takdir, Baoyu harus menikah dengan Baochai yang memiliki permata seperti dirinya, sedangkan Lin Daiyu tidak memiliki permata sedikit pun. Selanjutnya akan diceritakan betapa seringnya Lin Daiyu bertengkar dengan Baoyu karena perasaan sensitif yang dimiliki Daiyu. Jika Daiyu bertengkar dengan Baoyu, dia sering mengekspresikan perasaannya dengan menangis dan menulis syair-syair puisi.

Dalam novel ini banyak menceritakan perayaan-perayaan atau perkumpulan, seperti Perayaan Pesta Bunga, Perayaan Lentera Perayaan Ulang Tahun, Perkumpulan Para Penyair, bahkan Upacara Pemakaman pun diceritakan pada novel ini.

Di dalam novel ini juga diceritakan bagaimana peran wanita dalam mengurus keuangan istana yang biasanya hanya diurus oleh kaum laki-laki. Peran Wang Xifeng sangat berpengaruh dalam Griya Rong Guo. Dia sering diangkat jadi ketua pengawas, pengatur keuangan, bahkan akan diangkat menjadi Perdana Mentri.

3. Tahap Ketiga

Pada tahap inilah peran feminisme akan muncul. Seorang pelayan kesayangan Nyonya Besar, Yuanyang, diminta untuk menjadi selir Jia She yang memang suka dengan wanita-wanita muda dan cantik. Yuanyang menolak dengan tegas, bahkan berani bertindak kasar kepada atasannya, Nyonya Xing, istri Jia She, untuk mempertahankan pendiriannya. Dia lebih memilih mati atau menjadi biarawati, daripada harus menikah

dengan “Si Tua Mata Keranjang” itu.

Sampai pada akhirnya Nyonya Besar pun memarahi Jia She yang merupakan anaknya sendiri. Dia lebih membela pelayannya karena dia tahu anaknya itu hanya ingin wanita yang muda dan cantik, setelah bosan akan mencari yang lain lagi. Nyonya Besar pun mencari solusi dengan menyuruh istri anaknya membeli gadis yang disukainya dengan harga berapapun asalkan tidak menjadikan Yuanyang selirnya. Jia She yang telah

dihina oleh orang tuanya pun menjadi malu. Dia pura-pura sakit, tapi tetap membeli seorang gadis sebagai pengganti Yuanyang.

Cerita berakhir dengan Xue Pan, kakak laki-laki Xue Baochai, yang ingin merayu Liu Xiang Lian, pemuda yang gemar main sandiwara yang merupakan teman Baoyu dan Qin Zhong. Sepanjang Pesta Pengangkatan Lai Shang Rong menjadi pegawai kehakiman, Xue Pan terus memandangi Liu Xiang Lian dan diam-diam mengajaknya berduaan saja. Xiang Lian pun mengusulkan pergi ke tempat yang sepi untuk bicara berdua saja. Sampai di suatu rawa yang sepi, jauh dari desa dan kuil, mereka pun bertemu. Xiang Lian ingin mereka melakukan sumpah. Belum lagi Xue Pan selesai mengucapkan sumpah, tiba-tiba dari belakang Xiang Lian memukulnya. Kemudian Xue Pan ditendang, dipukul habis-habisan sampai disuruh minum air rawa yang kotor.Setelah puas, Xiang Lian pun pergi. Tak lama, Jia Rong menemukannya, lalu membawanya pulang ke rumah menggunakan tandu. Setelah sembuh, Xue Pan terpaksa meninggalkan ibu kota agar teman-temannya melupakan tingkah lakunya yang hina.

Alur yang terdapat dalam novel Impian di Bilik Merah tersebut dapat dikaitkan dengan feminisme Marxis yang pengarang angkat dalam novel ini, yaitu tentang kehidupan masayarakat China yang feodal yang mana wanita selalu direndahkan dan dijadikan pemuas nafsu belaka. Para feminisme Marxis menentang paham feodalisme tersebut karena telah memanfaatkan kaum perempuan sebagai daya tarik untuk kebutuhan

pribadinya, berdasarkan budaya Patriarki yang selalu menganggap bahwa perempuan itu lebih rendah.

4.2 Analisis Kandungan Feminisme pada Novel Impian di Bilik Merah

Dokumen terkait