• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PEMBAHASAN

B. Bentuk dan Isi Cerita

2. Isi Cerita

Gua Jlamprong yang terletak di Kelurahan Ngeposari Kecamatan Semanu, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan cerita lisan yang didapat secara turun-temurun dan mempunyai beberapa versi cerita. Salah satu yang menjadi data utama dari cerita ini adalah data yang di peroleh dari informan utama yaitu juru kunci gua Jlamprong Mbah Arjo. Juru kunci yang dulu adalah ibunya yang merupakan orang tertua di kelurahan Ngeposari yang kemudian digantikan olehnya. Selain itu data yang digunakan untuk pelengkap adalah para informan yang didalamnya ada juru kunci Mbah Arjo dan lain-lain.

Cerita rakyat Gua Jlamprong yang di percaya oleh masyarakat sekitar berkembang dari mulut ke mulut dan dituturkan dari generasi ke generasi berikutnya. Kerajaan Majapahit saat itu terjadi perang antara ayah dan anak dimana terjadi perperangan antara kerajaan Majapahit dengan Kerajaan Demak. Kerajaan Majapahit dalam peperangan itu akhirnya kalah karena mengalami kekalahan maka kekuasaan berpindah ke kerajaan Demak dan sang Raja Majapahit Prabu Brawijaya V dan keluarga beserta abdi dalemnya tidak mau tunduk dan mereka memutuskan untuk pergi ke Jawa Tengah untuk memenuhi sasmito gaib bahwa wahyu keraton selamanya ada di Jawa Tengah.

Seorang Punggawa Majapahit yaitu Gus Bandhol dan beberapa prajurit lainnya sampai di daerah yang banyak pohon Mojonya dan di situ yang dikenal

commit to user

dengan pedukuhan Mojo, Gus Bandhol beserta para prajurit lainnya menyatu dengan rakyat, dan memberi bimbingan pada para kawula di bidang pertanian dan juga mengajarkan seni dan kebudayaan antara lain seni ukir batu ornamen.

Pedukuhan Mojo merupakan pedukuhan yang ada di kelurahan Ngeposari Kabupaten Gunung Kidul. Padukuhan Mojo sendiri diambil dari nama pohon yang banyak tumbuh di daerah tersebut. Gus bandhol dan dua anak buahnya Gus Kartijo dan Gus Kartiman ketika sampai Kelurahan Ngeposari menemukan Gua yang sangat indah, yang terletak dibawah dan di ketiga mulut guanya ditumbuhi pepohonan rindang yang membuat udara disekitar gua menjadi sejuk sampai menusuk ke hati. Gua tersebut dinamakan Gua Jlamprong, Gua Jlamprong sendiri terdiri dari tiga mulut gua. Mulut Gua yang pertama yaitu disebut mulut Gua Gesing, dimana Gesing berarti gegesing ati. Gegesing ati mempunyai makna merasa kecil, ringkih, tak berdaya, nalongso, ataupun tanpa daya dibandingkan dengan kekuasaan Sang Pencipta sehingga tempat tersebut yang sangat bagus untuk menenangkan hati, karena didalam gua kita dapat merenung dan mendekatkan diri dengan Sang Pencipta. Dengan merenung kita dapat berinstropeksi diri dengan apa yang sudah kita tindakan selama hidup sehingga kita dapat memperbaiki yang masih kurang dalam menjalani hidup selanjutnya. Kemudian mulut gua yang selanjutnya yaitu Gua Jlamprong itu sendiri, konon nama Jlamprong tersebut berasal dari harimau yang menunggu gua. Harimau tersebut merupakan keturunan dari harimau putih yang bernama Kyai Kepek. Pada suatu hari ketika Jlamprong berburu ke hutan kemudian ia mencari sasaran hewan lain yang akan menjadi santapannya. Dapatlah ia seekor mangsa lalu

commit to user

memakannya, namun disaat ia memakan mangsa hasil buruannya itu, mulutnya tertusuk tulang rusuk mangsa tersebut dan tidak bisa dikeluarkan. Harimau tersebut hanya bisa meraung-raung kesakitan. Beberapa saat kemudian Jlamprong bertemu dengan Mbah Bodho, yang ingin menolongnya namun rasa takut menghinggapi diri Mbah Bodho. Karena niatnya yang kuat untuk menolong maka Mbah Bodho mengumpulkan keberaniannya untuk mengambil tulang yang menancap di mulut Jlamprong. Akhirnya tulang tersebut dapat diambil dan si Jlamprong sangat berterima kasih karena telah ditolong. Jlamprong berjanji akan membalas budi karena telah terlepas dari maut yang mengancam jiwanya. Jlamprong membalas budi baik Mbah Bodo dengan cara selalu membawakan binatang hasil buruannya dan sangat menurut dengan Mbah Bodho. Setiap malam saat panen ketela Jlamprong selalu setia menemani Mbah Bodho di dekat perapian yang dibuat dari kumpulan kotoran hewan untuk menunggu hasil tanaman yang akan dipanen Mbah Bodho. Karena begitu setianya maka harimau tersebut diberi kalung Gentho sebagai tanda kasih sayang karena telah sering membantu manusia terutama penduduk sekitar Desa Ngeposari. Harimau yang bernama Jlamprong itu tinggalnya di gua dan masyarakat akhirnya menyebut gua tersebut sebagai gua Jlamprong.

Melihat gua tersebut Gus Bandhol dan beberapa pengikut Sang Prabu yang terpesona dengan keindahan alam Gua Jlamprong memutuskan tinggal ditempat itu untuk bersemedi hingga muksa atau jasadnya hilang tanpa bekas. Sebelum kepergiannya beliau sempat berpesan “ Papan kang suci iki ora kena dileboni wanita kang lagi sesuker, apa maneh kanggo tumindak kang murang susila” maksud dari

commit to user

pesan tersebut yaitu tempat tersebut tidak boleh dimasuki wanita yang sedang menstruasi serta tidak boleh digunakan untuk berbuat yang tidak senonoh. Hingga saat ini arwah dari Gus Bandhol dipercaya masih berada di dalam gua jlamprong dan jlamprong menjadi hewan peliharaannya yang akan selalu melindungi masyarakat sekitar. Sampai saat ini masyarakat sekitar masih mengingat dan mengenang kebaikan budi Gus Bandhol beserta para punggawa majapahit lainnya yang telah banyak memberikan bimbingan pada masyarakat sekitar gua dengan cara pada waktu tertentu memberikan sesaji dan membersihkan gua. yang menjadi tempat tinggal Jlamprong dan sekitar tempat Gus Bandol bertapa hingga muksa. Mulut gua yang terakhir yaitu Gua Sinden, nama Gua Sinden sendiri berasal dari mitos yang berkembang dimana orang yang masuk kedalam Gua Sinden harus bernyanyi

nembang”. Konon barang siapa yang mandi didalam Gua Sinden seni suaranya akan

bagus. Dahulu kala Gua Sinden disebut dengan Gua Lonthe, karena yang banyak melakukan ritual didalam Gua Lonthe adalah “wiranggana” sinden yang sangat identik dengan dunia hiburan (seni) malam. Namun nama itu sekarang diubah menjadi lebih halus karena “wiranggana” sinden bukanlah “lonthe” pelacur namun

orang yang menjual suaranya pada seni hiburan yang biasa diselenggarakan pada malam hari seperti wayang kulit, seni tayub, seni campursari, dan lain-lain.

Masyarakat Kelurahan Ngeposari masih percaya dengan cerita rakyat Gua Jlamprong. Mereka meyakini kalau Jlamprong hewan harimau putih keturunan Kyai Kepek, masih melindungi mereka dan menjadi hewan piaraan sang penguasa di wilayah tersebut yaitu Gus Bandhol dengan dua rekannya yang bernama Gus Kartijo,

commit to user

dan Gus Kartiman. Setiap kali setelah musim panen kemarau tepatnya pada hari Senin Legi, masyarakat Padukuhan Mojo dan Semuluh mengadakan ritual dan sesaji yang disebut dengan rasulan untuk bersih dusun. Dalam acara tersebut masyarakat menggunakan beberapa sesajen yang dipersembahkan untuk Tuhan Yang Maha Kuasa serta roh disekitar yang melindungi. Salah satunya Nyi Ageng Kramawati sebagai penguasa daerah Sumber Kecemut.sumber kecemut, dimana sumber kecemut adalah sumber mata air yang mengaliri gua jlamprong. Sesaji tersebut, yang pertama yaitu tumpeng. Tumpeng itu nasi. Lauk pauknya apa saja yang dimasak: mi, sambel goreng, iwak, tempe. Kemudian rangkaian minuman seperti: kacang, roti, pisang, peyek. Kemudian yang paling pokok adalah gantal kembang. Gantal kembang ditakir (tempat/wadah makanan yang dibuat dari daun pisang atau semacamnya dibentuk melengkung/seperti wajan kemudian disematkan lidi pada kanan dan kiri wadah itu) sendiri. Isi dari gantal kembang yang ditakir adalah mbako, suruh, gambir, enjet serta menyan semua sesaji itu akan ditempatkan di wadah panjang ilang. Tradisi kirim sesaji itu masih berlangsung sampai saat ini bukan hanya pada saat rasulan namun juga saat penduduk ada yang mempunyai hajat. Sumber Kecemut masih terawat dan dimanfaatkan masyarakat hingga saat ini karena merupakan sumber mata air bagi masyarakat Mojo dan sekitarnya, tanah berkapur Gunung Kidul sehingga menyebabkan sulitnya mata air yang mendorong masyarakat Gunung Kidul begitu memuja sumber mata air salah satunya yaitu Sumber Kecemut.

Salah satu syarat sesajen yang tidak boleh dilupakan untuk Jlamprong dan Gus Bandol adalah burung sriti yang dipanggang, yang jumlahnya ditentukan oleh Arwah

commit to user

Gus Bandol dan Jlamprong dengan perantara juru kunci Gua Jlamprong. Sriti panggang digunakan sebagai sesaji dalam pajangan di rumah., tidak diletakkan di pohon dekat dengan mulut gua. Sesaji tersebut hanya boleh dibuat dan disajikan orang tertentu atau keturunannya yang dianggap sebagai istri atau pasangan dari penguasa tersebut. Sedangkan yang menyajikanpun hanya boleh satu orang tertentu atau keturunannya yang telah turun temurun menyajikan sesaji tersebut.

Dokumen terkait