• Tidak ada hasil yang ditemukan

commit to user BAB II

LANDASAN TEORI

Pendekatan yang akan diterapkan dalam melakukan penelitian folklor. Secara etimologis kata folklor adalah pengindonesiaan kata Inggris Folklore. Kata itu adalah kata majemuk yang berasal dari dua kata dasar folk dan lore. Folk adalah sinonim dengan kolektif yang memiliki ciri-ciri pengenal fisik atau kebudayaan yang sama serta mempunyai kesadaran kepribadian sebagai kesatuan masyarakat. Sedangkan lore adalah tradisi folk yaitu sebagian kebudayaan yang diwariskan secara turun temurun secara lisan atau melalui suatu contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat (mnemonic device). (James Dananjaja, 1997: 2)

Penelitian Folklor meliputi tiga tahap yaitu pengumpulan, pengulangan dan penganalisisan. Sedangkan menurut James Danandjaja peneliti dapat melakukan tiga tahap penelitian terhadap objek penelitian yang meliputi:

1. Pendekatan Folklor

a. Tahap Pra Penelitian di Tempat

Sebelum melakukan penelitian, dimana peneliti terjun langsung ke daerah yang akan dijadikan objek penelitian dalam bentuk folklor maka harus mengadakan persiapan yang matang, ini akan lebih meminimalisir hambatan yang akan terjadi saat penelitian.

commit to user

b. Tahap Penelitian di Tempat Sesungguhnya

Tahap ini dimaksudkan untuk menjalin hubungan yang harmonis dengan informan, maka sebagai peneliti harus jujur, rendah hati dan tidak bersikap menggurui. Sikap yang demikian akan membuat informan dengan cepat menerima dan memberikan semua keterangan yang diperlukan. Di lapangan peneliti harus bersikap yang jujur, rendah hati, dan tidak sombong ataupun menggurui, sehingga tercipta hubungan yang harmonis dengan informan. Adapun cara yang digunakan untuk memperoleh bahan folklor ditempat adalah melalui wawancara dengan informan dan melakukan pengamatan. Jika sikap kita dengan informan sopan maka kemungkinan informan akan menerima peneliti dengan baik dan memberikan keterangan selengkap-lengkapnya yang diperlukan untuk bahan penelitian.

c. Cara Pembuatan Naskah Folklor Bagi Kearsipan

Sebelum kita membuat naskah bagi kearsipan maka harus dipastikan bahwa folklor tersebut diakui dan dipercaya oleh masyarakat. Cerita Rakyat Gua Jlamprong diakui keberadaannya dan dipercaya masyarakat sekitar. Pada setiap naskah koleksi folklor harus mengandung tiga macam bahan yaitu : 1) Teks bentuk foklor yang dikumpulkan.

2) Konteks teks yang bersangkutan.

3) Pendekatan dan penilaian informasi maupun pengumpulan foklor.

Jadi kesimpulannya foklor adalah sebagian kebudayaan yang diwariskan secara turun temurun dan jika foklor itu belum diakui atau

commit to user

dipercaya oleh masyarakat, maka bukan termasuk cerita rakyat. Masyarakat di Desa Ngeposari sebagai pemilik cerita tersebut masih melaksanakan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat yang timbul karena adanya cerita tersebut.

Menurut James Danandjaja pada setiap naskah koleksi folklor harus mengandung tiga bahan yaitu teks bentuk folklor yang dikumpulkan, konteks teks yang bersangkutan, pendekatan dan penilaian informasi serta pengumpulan foklor. James Danandjaja, 1984:Bab III menerangkan bahwa foklor terdiri dari dua bentuk yaitu folklor lisan dan folklor sebagian lisan. Adapun bentuk folklor lisan terdiri dari:

1) Bahasa rakyat, yaitu bentuk folklor Indonesia yang termasuk dalam bahasa rakyat berupak logat atau dialek bahasa – bahasa Nusantara.

2) Ungkapan tradisional, yakni termasuk dalam bentuk folklor semacam ini adalah peribahasa (peribahasa yang sesungguhnya, peribahasa tidak lengkap kalimatnya, peribahasa perumpmaan) dan ungkapan (ungkapan yang mirip peribahasa).

3) Pertanyaan tradisional, yakni yang lebih dikenal sebagai teka – teki merupakan pertanyaan yang bersifat tradisional dan mempunyai jawaban yang tradisional pula.

4) Sajak dan puisi rakyat, yakni folklor lisan yang memiliki kekhususan, kalimatnya tidak berbentuk bebas, tetapi terikat. Sajak dan puisi rakyat merupakan kesusastraan yang sudah tertentu bentuknya, baik dari segi

commit to user

jumlah larik maupun persajakan yang mengakhiri setiap lariknya. Yang termasuk ke dalam jenis ini adalah paparikan, rarakitan, wawangian, serta tembang berpupuh (sinom, dhandhanggula, dan seterusnya) juga termasuk mantra.

5) Cerita prosa rakyat, yaitu jenis folklor yang paling banyak di teliti oleh para ahli. Menurut Bascom ( 1965 : 44, dalam James Danandjaja, 1984 : 50), cerita prosa rakyat dibagi dalam tiga golongan besar yaitu mite (myth), legenda (legend), dan dongeng (folktale).

6) Nyanyian rakyat menurut Jan Harold Bruvand ( 1963 : 130, dalam Danandjaja, 1984 :141 ) adalah salah satu genre atau bentuk folklore yang terdiri atas kata – kata dan lagu, yang beredar secara lisan diantara anggota kolektif tertentu, berbentuk tradisional serta mempunyai banyak varian.

Folklor berbentuk sebagian lisan antara lain kepercayaan rakyat, yang sering kali juga disebut takhayul. Takhayul adalah kepercayaan yang oleh orang berpendidikan barat dianggap sederhana, bahkan pander, tidak berdasarkan logika, sehinga secara ilmiah tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenaranya ( James Danadjaja, 1984 : 153).

2. Pengertian Cerita Rakyat

Menurut James Danandjaja (1984:4) cerita rakyat adalah suatu karya sastra yang lahir dan berkembang dalam masyarakat tradisional dan disebarkan dalam bentuk relatif tetap, atau dalam bentuk baku disebarkan diantara kolektif tertentu dalam waktu yang cukup lama.

commit to user

Cerita rakyat menurut kejadiannya dalam ruang dan waktu, cerita dapat dibedakan atas cerita factual adalah cerita yang terjadi dalam ruang dan waktu. Cerita fiktif yaitu yang tidak terjadi dalam ruang dan waktu, sedangkan cerita factual adalah cerita yang terjadi dalam ruang dan waktu (Yus Rusyana, 1981: 14).

Sedangkan Winick (dalam Yus Rusyana, 1981: 14) berpendapat bahwa cerita rakyat sebagai bagian dari foklor mengandung survival, yaitu sesuatu yang masih terdapat dalam budaya masa kini sebagai peninggalan masa-masa sebelumnya. Cerita rakyat sebagai bagian dari foklor merupakan bagian dari persediaan cerita yang telah lama hidup dalam tradisi suatu masyarakat, baik masyarakat itu telah lama dalam tradisi atau masyarakat, baik masyarakat itu telah mengenal huruf atau belum. Perbedaannya dengan sastra tulisan yaitu sastra lisan tidak mempunyai naskah, jika pun sastra lisan dituliskan, naskah itu hanyalah merupakan catatan dari sastra lisan itu, misalnya mengenai gunanya dan perilaku yang menyertainya (Elli Kongas Maranda dan Pierre Maranda dalam Yus Rusyana, 1981: 10).

Cerita rakyat adalah bentuk penuturan cerita yang pada dasarnya tersebar secara lisan, diwariskan secara turun temurun di kalangan masyarakat pendukungnya secara tradisional. Cerita rakyat yang di dalam bahasa Inggris disebut dengan istilah foklates adalah sangat inklusif. Secara singkat dikatakan bahwa setiap jenis cerita yang hidup di kalangan masyarakat, yang ditularkan dari mulut ke mulut adalah cerita rakyat.

commit to user

Elli Konggas Maranda (dalam Yus Rusyana 1981 : 10) berpendapat bahwa cerita lisan sebagai bagian dari folklor merupakan bagian persediaan cerita yang telah mengenal huruf atau belum. Perbedaannya dengan sastra tulis yaitu sastra lisan tidak mempunyai naskah, jikapun sastra lisan dituliskan, naskah itu hanyalah merupakan catatan dari sastra lisan itu, misalnya mengenai gunanya dan perilaku yang menyertainya.

Sastra lisan atau dalam bahasa Inggris oral literature diartikan sebagai unwritten literature, yaitu bentuk-bentuk sastra yang hidup dan tersebar secara tidak tertulis (Finnegan, 1992: 9; Rusyana, 1978:1; Teeuw, 1984: 279). Sastra lisan sering dipertukarkan dengan istilah tradisi lisan. Tradisi merupakan budaya yang berguna, cara untuk melakukan suatu hal, unik, berproses dalam hal pekerjaan, ide, atau nilai, dan kadang-kadang berkonotasi kuno serta muncul secara alami. Jadi, tradisi lisan adalah tradisi yang bersifat verbal atau tidak tertulis, milik masyarakat (folk), dan memiliki nilai (Finnegan, 1992: 7).

Jadi, dapat disimpulkan bahwa cerita rakyat adalah cerita yang diceritakan secara lisan dari generasi-kegenerasi dalam waktu yang cukup lama dan relatif sama dalam kolektif tertentu.

a. Ciri-ciri cerita rakyat

James Danandjaja (1984:4) berpendapat bahwa cerita rakyat sebagai folklor mempunyai beberapa ciri pengenal yang membedakan dari kesusastraan secara tertulis, sebagai berikut :

commit to user

1) Penyebaran dan pewarisannya dilakukan secara lisan yaitu disebarkan dari mulut ke mulut dari satu generasi ke generasi berikutnya.

2) Cerita rakyat memiliki versi yang berbeda-beda karena penyebarannya secara lisan.

3) Cerita rakyat bersifat tradisional dan disebarkan dalam bentuk relatif tetap atau dalam bentuk standar disebarkan diantara kolektif tertentu dalam waktu yang cukup lama.

4) Cerita rakyat anonym karena pengarangnya tidak diketahui lagi, maka cerita rakyat telah menjadi milik masyarakat pendukungnya.

5) Cerita rakyat selalu menggunakan bentuk berpola yaitu menggunakan kata-kata klise, ungkapan-ungkapan tradisional, ulangan-ulangan dan mempunyai pembukuan dan penutupan yang baku. Gaya ini berlatar belakang kultus terhadap peristiwa dan tokoh utamanya.

6) Cerita rakyat mempunyai kegunaan dalam kehidupan kolektif, yaitu sebagai sarana pendidikan, pelipur lara, protes sosial, dan proyeksi keinginan terpendam.

7) Cerita rakyat mempunyai sifat-sifat prologis, dalam arti mempunyai logika tersendiri, yaitu tentu saja lain dengan logika umum.

8) Cerita rakyat menjadi milik bersama dari suatu kolektif tertentu. Dasar anggapan ini sebagai akibat sifatnya yang anonym.

9) Cerita rakyat bersifat polos dan lugu, sehingga sering kali kelihatan kasar, terlalu spontan.

commit to user

Rusyana (1981: 17) menyebutkan ada tiga ciri dasar sastra lisan yaitu: 1) Sastra lisan tergantung kepada penutur, pendengar, ruang dan waktu

2) Antara Penutur dan pendengar terjadi kontak fisik sarana komunikasi dilengkapi paralinguistik

3) Bersifat anonim b. Bentuk cerita rakyat

Cerita rakyat memiliki ciri-ciri seperti yang telah disebutkan diatas dan William R. Boscom membagi bentuk-bentuk cerita rakyat seperti di bawah ini :

1) Mite mengandung tokoh-tokoh dewa atau setengah dewa. Tempat terjadinya ditempat lain dan masa terjadinya jauh di masa purba.

2) Legenda adalah cerita yang mengandung ciri-ciri hampir sama dengan mite. Tokoh dalam legenda tidak disakralkan oleh pendukungnya. Tokoh merupakan manusia biasa yang mempunyai kekuatan-kekuatan gaip, tempat terjadinya di dunia kita. Legenda tidak setua mite. Legenda menceritakan terjadinya tempat, seperti : pulau, gunung, daerah/desa, danau/sungai, dan sebagainya.

3) Dongeng adalah cerita yang dianggap tidak benar-benar terjadi dan tidak terikat oleh ketentuan tentang pelaku, waktu dan tepat. Dongeng hanyalah cerita khayalan belaka.

commit to user

Menurut Finnegan (1992: 128-129), sebagai folklore cerita rakyat mempunyai enam fungsi yaitu:

1) fungsi untuk mendasari atau mengesahkan eksistensi suatu tatanan sosial. 2) membentuk atau mempertahankan identitas dan alat pengesahan

pengalaman.

3) sebagai paradigma untuk memahami suatu komunitas dan menentukan serta membentuk pandangan dan kepribadian seseorang dalam komunitas tersebut.

4) fungsi untuk menghibur.

5) untuk memahami bentuk-bentuk ideologi yang berbeda pada satu subjek narasi yang bercerai berai namun tetap identik.

6) fungsi kognitif dan menyebarkan kaidah ritual dan pertunjukan.

Fungsi sastra lisan atau cerita rakyat akan selalu berubah sesuai dengan kehendak masyarakat peneriamanya. Penghayatan seseorang tergantung pada sikap individu itu sendiri, tergantung terhadap sikap individu dalam menerima pengaruh dari luar dirinya.

3. Mitos

a. Pengertian Mitos

Mitos adalah suatu cerita yang benar – benar menjadi milik mereka yang paling berharga, karena merupakan suatu yang suci, bermakna dan menjadi contoh model bagi tindakan manusia. Mitos bukan hanya merupakan pemikiran intelektual dan bukan hasil logika., tetapi terlebih dulu merupakan

commit to user

orientasi spiritual dan mental yang berhubungan dengan illahi ( Hari Susanto 1987 : 9).

Mitos berpijak pada fungsi mitos tersebut dalam kehidupan manusia. Mitos bukan sekedar cerita mengenai kehidupan dewa-dewa, namun mitos merupakan cerita yang mampu memberikan arah dan pedoman tingkah laku manusia sehingga bisa bersikap bijaksana (Van Peursen, 1976 :42).

Mitos merupakan cerita yang sanggup memberikan arah serta pedoman dalam kehidupan, karena manusia tidak dapat dilepaskan dengan mitos begitu saja. Meskipun kebenaran mitos belum menjamin dan dapat dipertanggungjawabkan kebenaraanya.

Mitos juga merujuk kepada suatu cerita dalam sebuah kebudayaan yang dianggap mempunyai kebenaran mengenai sesuatu perkara yang pernah berlaku pada suatu masa dahulu. Ia dianggap sebagai satu kepercayaan dan kebenaran mutlak yang dijadikan sebagai rujukan yang dianggap suci dan mempunyai konotasi upacara. Mitos sendiri sebenarnya ada yang berasal dari luar negeri dan ada yang berasal dari Indonesia. Mitos yang berasal dari luar negeri pada umumnya telah mengalami perubahan pengolahan lebih lanjut, sehingga tidak terasa asing lagi yang disebabkan oleh proses adaptasi karena perubahan jaman. Menurut Monees-Zoeb orang Jawa bukan saja telah mengambil mitos-mitos dari India, melainkan juga telah mengadopsi dewa-dewa Hindu sebagai dewa-dewa Jawa. Bahkan orang Jawa pun percata bahwa mitos-mitos tersebut terjadi di jawa. Mitos di Indonesia biasanya

commit to user

menceritakan tentang terjadinya alam semesta, terjadinya susunan para dewa, terjadinya manusia pertama, dunia dewata dan terjadinya makanan pokok.

Dapat disimpulkan mitos adalah sebuah hal yang paling berharga karena sesuatu yang suci dan bermakna, merujuk lepada satu cerita dalam sebuah kebudayaan yang dianggap mempunyai kebenaran mengenai sesuatu perkara yang pernah berlaku pada statu masa dahulu, sehingga mitos mampu memberikan arah dan pedoman tingkah laku manusia sehingga mampu bersikap bijaksana karena manusia tidak dapat dilepaskan dengan mitos begitu saja, meskipun kebenaran mitos Belem menjamin dan mempertanggungjawabkan.

b. Fungsi Mitos

Van Peursen (1976 : 37) membagi fungsi mitos menjadi tiga macam yaitu menyadarkan manusia bahwa ada kekuatan – kekuatan gaib, memberikan jaminan pada masa kini, memberikan pengetahuan pada dunia. Fungsi mitos ada tiga macam, yaitu menyadarkan manusia bahwa ada kekuatan gaib, memberikan jaminan pada masa kini, dan memberikan pengetahuan pada dunia. Fungsi mitos yang pertama adalah menyadarkan manusia bahwa kekuatan-kekuatan ajaib, berarti mitos tersebut tidak memberikan bahan informasi mengenai kekuatan-kekuatan itu, tetapi membantu manusia agar dapat menghayati daya-daya itu sebagai kekuatan yang mempengaruhi dan menguasai alam dan kehidupan sukunya, missal adalah dongeng-dongeng dan upacara-upacara mistis.

commit to user

Fungsi mitos yang kedua yaitu mitos memberikan jaminan masa kini. Misalnya pada bulan Sura, dilakukan suatu ritual tertentu atau upacara-upacara dengan berbagai tarian-tarian, seperti pada zaman dahulu, pada suatu kerajaan bila tidak dilakukan suatu upacara ritual akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Cerita serupa itu dipentaskan atau akan menampilkan kembali peristiwa yang telah terjadi. Sehingga usaha serupa pada zaman sekarang ini.

Fungsi ketiga adalah memberikan pengetahuan tentang dunia. Artinya fungsi ini mirip dengan fungsi ilmu pengetahuan dan filsafat dalam alam pemikiran modern, misalnya cerita-cerita terjadinya langit dan bumi .

commit to user BAB III

METODE PENELITIAN

A. Bentuk Penelitian

Bentuk penelitian ini adalah bentuk penilitan diskriptif kualitatif. Bentuk penelitian diskriptif kualitatif adalah data-data yang dikumpulkan berwujud kata –

kata dan gambar-gambar yang memiliki arti lebih sekedar angka-angka atau jumlah. Hasil penelitian yang berupa catatan-catatan yang menggambarkan situasi yang sebenarnya guna mendukung penyajian.(Sutopo, 1988:10).

Ada beberapa definisi mengenai penelitian kualitatif, menurut Bogdan dan Taylor 1975: 5, metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. (Dalam Moleong, 2007: 4)

Kirk dan Milner 1986: 9 memberikan definisi penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung dari pengamatan pada manusia baik dalam kawasannya maupun peristilahannya. (Dalam Moleong, 2007: 4).

Disimpulkan oleh Moleong bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami subjek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindhakan, dan lain-lain secara holistic dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahsa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. (2007: 4)

commit to user

Penelitian ini bersifat deskriptif, dengan tujuan untuk memperoleh gambaran atau deskripsi dari objek yang dikaji. Karena dalam wawancara nantinya akan terdapat rekaman-rekaman, foto-foto lokasi catatan-catatan, dan lain-lain. Ciri-ciri terpenting metode kualitatif adalah sebagai berikut :

1. Memberikan perhatian utama pada makna pesan, sesuai dengan hakikat objek, yaitu sebagai studi kultural.

2. Lebih mengutamakan proses dibandingkan dengan hasil penelitian sehingga makna selalu berubah.

3. Tidak ada jarak antara subjek peneliti dengan objek penelitian, subjek peneliti sebagai instrumen utama, sehingga terjadi interaksi langsung diantaranya.

4. Desain dan kerangka penelitian bersifat sementara sebab penelitian bersifat terbuka.

5. Penelitian bersifat alamiah, terjadi dalam konteks budayanya masing-masing.(Nyoman Kutha Ratna (2008 : 47 – 48)

Selain itu dengan penelitian deskriptif kualitatif ini akan memperoleh berbagai informasi kualitatif dengan deskripsi yang penuh nuansa yang lebih berharga dari sekedar angka atau jumlah dalam bentuk angka (H.B. Sutopo, 1988 :9).

B. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini berada di Desa Ngeposari, Kecamatan Semanu, Kabupaten Gunung Kidul Daerah Istimewa Yogyakarta. Tepatnya 9 Km ke arah timur dari ibu kota Kabupaten Gunung Kidul, desa Ngeposari itu daerahnya

commit to user

berbatasan dengan desa Ngipak di sebelah utara, sebelah selatan berbatasan dengan desa Sidoreja, dan batas Timur berbatasan dengan Desa Candirejo dan sebelah Barat Desa Semanu.

C. Sumber Data dan Data

Sumber data yang digunakan untuk penelitian ini adalah Cerita Rakyat Gua Jlamprong. Sumber data utama dicatat melalui catatan tertulis maupun melalui perekaman audio dan video serta pengambilan foto dan film. (Moleong, 2005:135)

Sumber data dalam penelitian dibagi menjadi dua, yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder.

1. Sumber data primer

Sumber data primer dalam penelitian ini adalah informan yang mengetahui tentang tentang cerita rakyat Gua Jlamprong antara lain yaitu juru kunci yang berada di Gua Jlamprong, sesepuh desa Ngeposari, pejabat daerah, masyarakat sekitar dan pengunjung dari luar.Dengan demikian, peneliti melakukan pengamatan secara langsung dan wawancara ditempat, hasil dari pengamatan dan wawancara tersebut berupa catatan dan rekaman.

2. Sumber data sekunder

Sumber data sekunder dalam penelitian ini adalah referensi maupun buku-buku yang relevan dengan topik penelitian.

Data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer dalam penelitian ini adalah segala informasi dari informan yang menceritakan tentang

commit to user

Gua Jlamprong baik dari pihak masyarakat sekitar atau masyarakat pendatang serta fungsi Cerita Rakyat Gua Jlamprong tersebut bagi masyarakat dan pendatang yang berkunjung di tempat tersebut. Sedangkan data sekunder dalam penelitian ini adalah informasi-informasi pendukungnya, foto-foto, catatan lapangan, serta hasil referensi tertulis yaitu buku-buku yang berkaitan dengan cerita rakyat dan sastra lisan , yang di jadikan sebagai data pelengkap dalam penelitian.

D. Teknik Pengumpulan Data 1. Observasi Langsung

Observasi langsung adalah salah satu cara pengumpulan data dengan melihat secara langsung fenomena yang terdapat dilokasi penelitian untuk diungkapkan secara tepat. Pengumpulan teknik observasi langsung dalam penelitian ini untuk mendapatkan keterangan tertentu tentang asal-usul cerita rakyat di Gua Jlamprong. Observasi langsung dilakukan, supaya peneliti bisa mengamati secara langsung dengan menggunakan alat indra, segala sesuatu yang berhubungan dengan cerita tersebut.

2. Wawancara

Salah satu teknik pengumpulan data adalah wawancara, wawancara adalah salah satu bagian terpenting dari setiap survey. Tanpa wawancara peneliti tidak akan mendapatkan informasi yang hanya di dapat dengan jalan bertanya terhadap responden (Singarimbun dalam Sutopo,1988:192). Wawancara merupakan salah satu cara pengumpulan data dengan cara menanyakan masalah-masalah yang

commit to user

diangkat kepermukaan dalam penelitian kepada narasumber. Narasumber atau informan adalah masyarakat pendukung yang mengetahui permasalahan dalam penelitian.

Wawancara dalam penelitian ini bertujuan menyimpulkan keterangan yang ada pada kehidupan dalam suatu masyarakat serta pendirian mereka merupakan suatu alat pembantu metode observasi langsung (Koentjaraningrat, 1983:129). Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini bertujuan untuk mengumpulkan data atau keperluan yang diperlukan sebanyak-banyaknya dan yang ada hubunganya dengan penelitian dalam masyarakat pemilik cerita rakyat Gua Jlamprong untuk diambil data yang paling akurat. Jenis wawancara yang digunakan ada dua yaitu wawancara tidak berstruktur atau bebas dan wawancara berstruktur.

Wawancara terstruktur dilakukan dalam pencarian data sehubungan dengan intansi yang terkait yang dapat memeberikan informasi sehubungan dengan penelitian. Wawancara tidak tersetruktur digunakan dalam pencarian informasi dalam masyarakat untuk mengetahui pemahaman masyarakat. Dalam penelitian ini wawancara digunakan metode tidak berstruktur dilakukan dengan suasana akrab dan kekeluargaan dengan memebuka pertanyaan-pertanyaan yang bersifat terbuka. Proses berlangsungnya wawancara dilakukan secara acak dan berulang-ulang sesuai kebutuhan penelitian (Lexy Moleong, 2006:190).

commit to user

3. Content Analysis

Usaha untuk memanfaatkan dokumen yang padat, biasanya digunakan teknik tertentu. Teknik yang paling umum digunakan yaitu content analysis atau

yang dinamakan “kajian isi”. Holsti menyatakan bahwa kajian isi merupakan

teknik apapun yang digunakan untuk menarik kesimpulan melalui usaha menemukan karakteristik pesan, dan dilakukan secara objektif, dan sistematis (dalam Moleong, 2007:220).

Teknik content analysis ini sering disebut analisis isi, adalah metode penelitian yang memanfaatkan seperangkat prosedur untuk meraih kesimpulan yang sahih dari sebuah buku atau dokumen (Weber dalam J.Moleong, 2006: 163). Cara menganalisa dokumen yang terpenting adalah reabilitas data, dengan mencari data dari dokumen atau artikel yang telah diterbitkan oleh departemen pendidikan nasional yang di jadikan bahan tambahan untuk dijadikan pelengkap dalam penarikan kesimpulan, selain itu digunakan untuk mengecek reabilitas hasil kesimpulan dan informan yang bersangkutan. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari kesalahpahaman dan menafsiran yang berbeda-beda.

Dokumen terkait