• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kadar pati resisten yang terkandung dalam makanan memiliki keterkaitan dengan daya cerna dari makanan tersebut. Menurut Sugiyono et al. (2009), kadar pati resisten yang tinggi pada bahan pangan dapat menurunkan daya cernanya. Hasil penelitian Sugiyono et al. (2009), menunjukkan terdapat penurunan daya cerna pati pada pati garut yang dimodifikasi dengan perlakuan 5 siklus dengan waktu pemanasan selama 15 menit dari 70.70% bk menjadi 28.35% bk. Hasil analisis daya cerna pati produk bubur instan terdapat pada Gambar 17:

Gambar 17 Daya cerna pati (%bk) bubur instan pati singkong, bubur pati resisten singkong 1 siklus, bubur pati resisten singkong 3 siklus, dan bubur formula tepung emulsi Hasil analisis menunjukkan bahwa daya cerna pati bubur pati singkong paling tinggi dibandingkan dengan bubur lainnya. Daya cerna pati pada bubur pati singkong yang tinggi berkaitan dengan kadar pati resisten yang relatif rendah. Daya cerna pati bubur yang berbahan dasar pati resisten singkong lebih rendah dibandingkan dengan bubur pati singkong. Daya cerna pati yang paling rendah yaitu pada bubur pati resisten singkong 3 siklus, hal ini karena kadar pati resisten pada bubur tersebut paling tinggi dibandingkan dengan bubur lainnya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peningkatan kadar pati resisten pada pati singkong dapat menurunkan daya cerna patinya.

72 74 76 78 80 82 84 Bubur pati singkong Bubur pati resisten singkong 1 siklus Bubur pati resisten singkong 3 siklus Bubur formula tepung emulsi 83.76 77.94 76.63 79.32 D a ya ce rn a p a ti in vi tro % bk Produk

34

Penentuan Nilai Indeks Glikemik Bubur Instan Subjek Penelitian

Penelitian ini telah memperoleh izin dari Komisi Etik Penelitian Biomedis Manusia, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Republik Indonesia di Jakarta pada tanggal 11 April 2011 dengan nomor KE.01.04/EC/153/2011. Perekrutan subjek penelitian dilakukan dengan cara sosialisasi kepada beberapa mahasiswa Departemen Gizi Masyarakat, IPB, kemudian dilakukan wawancara mengenai riwayat kesehatan individu maupun keluarganya. Calon subjek penelitian diukur berat badan, tinggi badan, tekanan darah, dan denyut nadinya pada saat wawancara. Setelah wawancara, mahasiswa memperoleh penjelasan mengenai penelitian yang akan dilakukan. Selanjutnya, beberapa mahasiswa yang bersedia menjadi calon subjek menandatangani inform consent tanpa ada paksaan. Subjek penelitian juga berhak untuk berhenti mengikuti kegiatan penelitian ini apabila subjek merasa dirugikan.

Sebanyak 13 mahasiswa yang memenuhi persyaratan sebagai subjek penelitian kemudian menjalani tes kesehatan, berupa tes glukosa oral, yaitu pengukuran kadar glukosa darah puasa dan kadar glukosa darah dua jam postprandial. Pada tes glukosa oral ini subjek terlebih dahulu menjalani puasa minimal 10 jam kemudian dilakukan pengukuran kadar glukosa darah puasa dan postprandial setelah mengonsumsi glukosa murni sebanyak 75 gram. Menurut Medeiros (2000), kadar glukosa darah puasa yang normal berkisar antara 70-110 mg/dL. Menurut Mayfield (1998) dalam Rimbawan dan Siagian (2004), kadar glukosa darah postprandial kurang dari 140 mg/dL. Hasil tes menunjukkan bahwa kadar glukosa darah puasa dan postprandial calon subjek tergolong normal. Namun, hanya sepuluh orang subjek yang menjadi subjek dalam penelitian ini.

Sebanyak sepuluh orang subjek yang diikutsertakan dalam penelitian ini, terdiri dari lima orang laki-laki dan lima orang perempuan. Menurut Brouns et al. (2005), penggunaan subjek penelitian lebih banyak itu lebih baik, namun dalam hal penelitian ini penggunaan sepuluh subjek sudah lebih baik. Pemilihan jumlah subjek yang seimbang antara laki-laki dan perempuan dilakukan untuk menghindari kemungkinan terjadinya bias akibat jenis kelamin. Subjek terpilih dalam penelitian ini kemudian mendapatkan intervensi makanan yang berupa pangan acuan maupun pangan uji. Jarak pemberian pangan acuan dan pangan uji yaitu satu minggu, hal ini dilakukan untuk proses pemulihan kondisi subjek.

Pengambilan darah dilakukan melalui pembuluh darah kapiler yang terdapat di jari tangan. Pembuluh darah kapiler dipilih karena darah yang diambil dari pembuluh kapiler mempunyai variasi kadar glukosa darah antar panelis yang lebih kecil dibandingkan darah yang diambil dari pembuluh vena (Ragnhild et al. 2004 dalam Margareth 2006). Sensitivitas pengukuran dengan menggunakan darah kapiler lebih besar dan konsisten, sehingga direkomendasikan pengukuran kadar glukosa darah pada pembuluh darah kapiler (Brouns et al. 2005).

Pangan Acuan dan Pangan Uji

Nilai indeks glikemik pangan merupakan hasil dari perbandingan luas kurva pangan uji terhadap luas kurva pangan acuan. Oleh karena itu, dalam penelitian penentuan nilai indeks glikemik pangan memerlukan pangan acuan sebagai pembandingnya. Pangan acuan yang umum digunakan adalah roti putih atau glukosa murni. Brouns et al. (2005) merekomendasikan pangan yang digunakan sebagai pangan acuan dalam penentuan nilai indeks glikemik yaitu glukosa murni karena komposisi dari roti putih dapat berbeda-beda dari satu penelitian ke penelitian lainnya sehingga memungkinkan perbedaan hasil yang bervariasi dari berbagai penelitian. Pangan acuan yang digunakan pada penelitian ini yaitu berupa glukosa murni (D-glucose unhydrouse) sebanyak 50 gram. Glukosa murni yang diberikan kepada subjek penelitian yaitu sebanyak 50 gram yang dilarutkan dalam air mineral ± 240 ml. Subjek meminum glukosa murni dalam waktu sekitar 5-10 menit.

Pangan uji yang diberikan dalam penelitian ini berupa bubur pati singkong, bubur pati resisten singkong 1 siklus, bubur pati resisten singkong 3 siklus, dan bubur formula tepung emulsi. Pangan uji berupa bubur instan yang diberikan kepada subjek diseduh dengan menggunakan air mineral ± 240 ml dan ditambahkan ± 20 ml ait hangat. Subjek mengonsumsi pangan uji dalam waktu 10-20 menit. Pemberian pangan acuan berupa glukosa murni diberikan pada minggu pertama, kemudian bubur pati singkong, bubur pati resisten singkong 1 siklus, bubur formula tepung emulsi, dan bubur pati resisten singkong 3 siklus pada minggu-minggu selanjutnya. Jarak pemberian antar pangan uji masing- masing satu minggu.

Jumlah bubur pati singkong, bubur pati resisten singkong 1 siklus, bubur pati resisten singkong 3 siklus, dan bubur formula tepung emulsi yang diberikan kepada subjek setara dengan 50 gram available karbohidrat. Menurut Syadiah (2010), pendekatan yang digunakan untuk memperoleh jumlah available

36

karbohidrat yaitu dengan cara: kadar karbohidrat (%bb) – kadar total serat pangan (%bb). Jumlah porsi yang diberikan kepada subjek yang setara dengan 50 gram available karbohidrat dalam penelitian ini dihitung sebagai berikut:

Jumlah porsi yang diberikan kepada subjek untuk masing-masing produk bubur disajikan dalam tabel berikut ini:

Tabel 5 Jumlah porsi bubur instan yang diberikan kepada subjek

Produk KH by different (%bb) Kadar serat total (%bb) KH tersedia (% bb) Jumlah porsi (g)

Bubur pati singkong 87.87 1.05 86.8 57.6

Bubur pati resisten singkong 1 siklus 88.59 4.01 84.6 59.1

Bubur pati resisten singkong 3 siklus 89.83 6.99 82.8 60.4

Bubur formula tepung emulsi 74.09 3.83 70.3 71.2

Keterangan: bb = basis basah

Jumlah porsi yang diberikan kepada subjek tidak terlalu banyak karena sebagian besar komposisi zat gizi produk bubur adalah karbohidrat.

Penghitungan Nilai Indeks Glikemik

Pengukuran kadar glukosa darah selama dua jam pada subjek merupakan tahapan dalam penentuan nilai indeks glikemik pangan. Sebelum dilakukan pengukuran kadar glukosa darah, subjek berpuasa (kecuali air putih) terlebih dahulu minimal 10 jam. Tujuan puasa ini adalah untuk melihat kadar glukosa terendah pada subjek. Subjek yang telah berpuasa penuh kemudian diukur kadar glukosa darahnya pada menit ke-0 yaitu sebelum diberi pangan acuan maupun pangan uji. Setelah itu, subjek diukur kadar glukosa darahnya setiap 15 menit pada satu jam pertama dan setiap 30 menit pada satu jam kedua.

Hasil pengukuran kadar glukosa darah subjek kemudian ditebarkan dalam sumbu X (waktu) dan sumbu Y (kadar glukosa darah) menggunakan Sofware Microsoft Excell 2007, kemudian diolah sehingga membentuk kurva dan diperoleh persamaan kurva. Luas kurva diperoleh dengan cara mengintegralkan persamaan kurva tersebut. Setelah diperoleh persamaan integral kemudian dihitung luasnya dengan batas 0-120. Setelah didapat luas kurva pangan uji kemudian dibandingkan dengan luas kurva pangan acuan sehingga diperoleh nilai indeks glikemiknya. Luas kurva pangan uji dihitung pada masing-masing

subjek sehingga nilai indeks glikemiknya pun berbeda-beda setiap subjek. Nilai indeks glikemik pangan diperoleh dengan merata-ratakan nilai indeks glikemik dari masing-masing subjek. Berikut ini rumus pengukuran nilai indeks glikemik pangan uji:

Kurva respon glikemik rata-rata subjek pangan uji terhadap pangan acuan disajikan dalam gambar sebagai berikut:

Gambar 18 Kurva rata-rata respon glikemik subjek terhadap bubur pati singkon

Gambar 19 Kurva rata-rata respon glikemik subjek terhadap bubur pati resisten singkong 1 siklus 0 20 40 60 80 100 120 140 0 20 40 60 80 100 120 140 Ka d a r g lu ko sa d a ra h (m g /d L )

Waktu (menit ke-)