• Tidak ada hasil yang ditemukan

cinnabarinus Boisduval, T evansi Baker & Pritchard

Dalam dokumen TEKNIK PRODUKSI TOMAT RAMAH LINGKUNGAN (Halaman 61-76)

(Acarina: Tetranychidae)

Tungau merupakan hama penting pada tanaman sayuran di Asia Selatan, Asia Tenggara, Afrika, Eropa dan negara-negara Mediterania. Kelembaban relatif rendah sangat sesuai untuk perbanyakan tungau sedangkan curah hujan merupakan faktor abiotik yang dapat mengurangi populasi tungau.

Biologi

T. ur t i cae umumnya dikenal sebagai tungau merah atau tungau berbintik dua. Tungau berukuran kecil, warnanya bervariasi, dari hijau menjadi kuning kehijauan, coklat atau oranye merah dengan dua bintik hitam pada tubuh. Telur berbentuk bulat, putih atau krem dan lamanya stadia telur berkisar antara 2-4 hari. Setelah menetas tungau ini akan melewati tahap larva dan dua tingkatan nimfa (protonymph dan deutonymph) sebelum menjadi dewasa. Siklus hidup berlangsung selama satu sampai dua minggu. Ada beberapa generasi tumpang tindih dalam setahun. Tungau dewasa akan hidup selama tiga atau empat minggu. T. ci nnabar i nus umumnya dikenal sebagai tungau merah. Tungau ini mirip dengan tungau berbintik dua, tapi warnanya merah. T. evansi juga dikenal sebagai hama tungau merah, dan mirip dengan tungau berbintik dua. Jenis tungau ini dominan di beberapa negara di Afrika pada tomat dan sayuran sol anaceae lainnya dan di Asia telah dilaporkan terdapat di Taiwan.

Gej ala Kerusakan

Tungau biasanya mengisap cairan sel dari daun dengan menggunakan stylet, yang merupakan alat penusuk dan penghisap yang terdapat dibagian mulut. Akibatnya kandungan klorofil pada daun berkurang, akhirnya membentuk beberapa bercak putih atau kuning pada daun (Gambar 17). Pada serangan berat, daun akan mengering dan layu. Tungau juga memproduksi benang-benang transparan pada permukaan daun (Gambar 18), bila serangan berat, seluruh tanaman dibungkus dalam jaringan benang-benang transparan (Gambar 19). Berdasarkan kepadatan populasi yang tinggi, tungau akan pindah ke ujung daun atau atas tanaman dan berkumpul untuk membentuk suatu massa seperti bola (Gambar 20), yang akan membawanya ke daun baru atau tanaman lain oleh angin.

Gambar 17: Bercak putih dan kuning yang disebabkan oleh Tungau

Pengelolaan

 Beberapa predator tungau terdapat di sebagian besar negara. Misalnya, St et hor us spp., Ol i got a spp., Ant hr ocnodax occi dent al i s, Fel t i el l a mi nut a, diketahui terdapat di Taiwan (Ho 2000). Hindari penggunaan pestisida yang mempunyai spektrum luas, karena dapat membunuh predator, sehingga akan menyebabkan ledakan populasi tungau

 Tungau predator seperti Phyt osei ul us per si mi l i s dan beberapa jenis predator seperti Ambl ysei us, terutama A. womer sl eyi dan A. f al l aci es, dapat digunakan untuk mengendalikan tungau. Predator lebih efektif di tempat yang kelindungan dan kondisi kelembaban tinggi.

Gr een l acewi ng (Mal l ada basal i s dan Chr ysoper l a

Car nea) merupakan predator umum yang efektif

terhadap tungau. Satu ekor larva instar ketiga C. Car nea dapat mengkonsumsi 25-30 dewasa tungau per hari, namun membutuhkan makanan tambahan untuk kelangsungan hidupnya dalam jangka panjang (Hazarika et al, 2001.).

 Semprot dengan akarisida sesuai dengan rekomendasi setempat. Biasanya, kelompok mect i n (misalnya, aver mekt i n dan mi l bemect i n) adalah akarisida yang efektif. Namun, penggunaan terus menerus dapat menyebabkan resistensi pada tungau. Lakukan pergiliran tanaman.

Gambar 19: Benang-benang halus pada tomat

Pendekat an Pengelolaan hama t erpadu unt uk serangga dan t ungau hama t omat

Kultur Teknis

 Hindari menanam tomat secara monokultur lakukan rotasi tanaman. Jika menanam tomat setelah tomat, atau tanaman inang lainnya seperti kacang, jagung, kapas, dll, kerusakan akan lebih tinggi karena H. ar mi ger a muncul dari pupa yang ada di dalam tanah selama siklus tanaman sebelumnya. Kerusakan akan lebih parah juga di lokasi di mana H. ar mi ger a mengalami masa dorman selama musim dingin. Lakukan rotasi tanaman tomat dengan tanaman bukan inang, seperti tanaman padi, jagung, cucurbits, atau sayuran kubis.

 Hindari tomat yang tumbuh di sekitar tanaman inang lain, karena H. ar mi ger a dewasa dapat dengan mudah bermigrasi ke tanaman tomat baru.

 Kendalikan gulma pada persemaian serta lahan utama untuk mengurangi ketersediaan tanaman inang alternatif untuk kutu putih. Lahan yang dipilih untuk penanaman tomat atau bibit persemaian harus bersih dan terletak jauh dari gulma yang merupakan tanaman inang untuk kutu putih atau virus daun keriting.

 Tanam tanaman perangkap tahi kotok (Taget es er ect a L.) pada kedua sisi dan sejajar dengan 10 dan 15 baris tomat, dan arahkan penyemprotan pestisida pada tanaman perangkap untuk mengelola H. ar mi ger a (gambar 21).

 Tanam tanaman perangkap jarak pagar (Ri ci nus communi s L.) di sepanjang perbatasan lahan untuk menarik ngengat betina dewasa S. l i t ur a untuk bertelur. Telur akan diletakkan secara kelompok dan kelompok telur dan larva muda dapat diambil.

Arahkan penyemprotan pestisida pada tanaman perangkap (gambar 22).

 Gunakan tanaman pinggiran yang tinggi seperti jagung atau sorgum untuk mengurangi serangan kutu kebul.

 Buanglah tanaman yang sehat atau sakit setelah tanaman dipanen semuanya dan kumpulkan sisa tanaman kemudian dibakar.

Tanaman Inang Tahan

 Pilihlah kultivar tanaman tomat yang tahan atau toleran terhadap hama serangga utama dan konsultasikan dengan penyuluh pertanian.

Pengendalian Kimia

 Tidak melakukan persemaian tomat berdekatan dengan lokasi penanaman tomat. Jika terpaksa, tutup persemaian dengan 50-64-mesh jarring nilon, dan penyemprotan menggunakan neem dapat dilakukan pada permukaan jaring

 Gunakan jaring nilon sekitar plot untuk mengurangi serangan H. ar mi ger a pada tomat. Walaupun hal ini tidak bisa mencegah masuknya seluruh serangga, karena beberapa diantara serangga tersebut memiliki mobilitas yang tinggi. Jika layak secara ekonomi, petani bisa menggunakan jaring nilon di semua sisi di atas lahan tomat (Gambar 24).

Pengendalian sesuai dengan t ingkah laku serangga

 Gunakan perangkap kuning untuk menarik dan memantau kutuputih dan penggerek daun

• Gunakan plastik yang memantulkan cahaya untuk mengurangi tingkat serangan kutu putih pada tomat Pengendalian Biologi

• Gunakan nimba dan imidakloprid, jika direkomendasikan di wilayah tersebut, dengan cara menyemprotkannya ke tanah atau daun tanaman untuk mengendalikan kutu putih di tempat persemaian bibit tomat.

aktifitas predator dan parasitoid pengorok daun dan tungau dalam sistem budidaya tomat.

Gambar 22: Tanaman perangkap jarak pagar untuk mengendalikan S. l i t ur a Gambar 23: Persemaian tomat menggunakan jaring nilon

Gambar 24: Budidaya tomat menggunakan net t i ng house

 Gunakan biopestisida yang tersedia secara komersial, berbahan aktif Baci l l us t hur i ngi ensi s (Bt), Hel i cover pa ar mi ger a nucl eopol yhedr ovi r us (HaNPV),

Spodopt er a l i t ur a nucl eopol yhedr ovi r us (SlNPV), Spodopt er a exi gua nucl eopol yhedr ovi r us (SeNPV), dan nimba (Azadi r acht a i ndi ca A. Juss.) untuk mengendalikan H. ar mi ger a, S. l i t ur a, dan S. exi gua. Lakukan pergiliran tanaman dan pergiliran formulasi B.t. untuk menghindari perkembangan terjadinya resistensi hama. Misalnya, B.t. subsp. kurstaki formulasi bisa digilirkan dengan B.t. subsp. Aizawai.

 Lakukan konservasi dan / atau lepaskan parasitoid telur (misalnya, Tr i chogr amma pr et i osum Riley) dan parasitoid larva (misalnya, Campol et i s chl or i deae Uchida) pada lahan tomat secara berkala untuk memantau perkembangan H. ar mi ger a.

 Pasanglah feromon seks untuk H. ar mi ger a, S. l i t ur a,

dan S. exi gua dalam perangkap (Gambar 26)

sebanyak 10-15 perangkap per hektar. Tempatkan perangkap 45-60 cm di atas permukaan kanopi agar menarik serangga secara efektif. Gantilah feromon sek sekali setiap dua atau tiga minggu, tergantung pada kondisi cuaca yang berlaku. Kegiatan ini sangat efektif bila dipraktekkan di seluruh komunitas.

Pengendaliaan menggunakan senyawa kimia

• Jangan menggunakan pestisida spektrum luas awal musim untuk mengendalikan hama pengisap. Hal ini akan dapat mengganggu kompleks musuh alami dalam ekosistem dan menyebabkan peledakan populasi hama. Jika perlu, gunakan pestisida sistemik sesuai dengan rekomendasi penyuluh pertanian setempat. Jangan menggunakan kelompok pestisida yang mempunyai senyawa yang sama secara terus menerus untuk mengurangi perkembangan resistensi serangga terhadap pestisida.

Gambar 25: Perangkap kuning dan hasil tangkapan

Pust aka

Abe Y. 2006. Exploitation of the serpentine leafminer

Li r i omyza t r i f ol i i and tomato leafminer, L. br yoni ae

(Diptera: Agromyzidae) by the parasitoid Gr onot oma mi cr omor pha (Hymenoptera: Eucoilidae). European Journal of Entomology,103: 55–59.

Andersen A, Nordhus E, Thang VT, An TTT, Hung HQ, Hofsvang T. 2002. Polyphagous Li r i omyza species (Diptera: Agromyzidae) in vegetables in Vietnam. Tropical Agriculture (Trinidad), 79: 241-246.

Andersen A, Tran ATT. 2006. Polyphagous Agromyzidae as pest species in vegetables in Vietnam.In: Abstracts of the

6t h Int er nat i onal Congr ess of Di pt er ol ogy, 23-28 September 2006, Fukuoka, Japan.p. 11-12.

[AVRDC] AVRDC – The World Vegetable Center. 1988. 1986 progress report. Asian Vegetable Research and Development Center, Shanhua, Taiwan.

Bhatt N, Patel R. 2001. Biology of chickpea pod borer,

Hel i cover pa ar mi ger a. Indian Journal of Entomology 63: 255-259.

[CABI] Commonwealth Agricultural Bureau International. 2003. Crop protection compendium: global module. Commonwealth Agricultural Bureau International, Wallingford, UK.

Cheng CH. 1994. Bionomics of the leafminer, Li r i omyza br yoni ae Kalt. (Diptera: Agromyzidae) on muskmelon. Chinese Journal of Entomology, 14: 65-81.

David BV. 2001. Elements of Economic Entomology (Revised and Enlarged Edition), Popular Book Depot, Chennai, India. p. 590.

Fowler G, Lakin K. 2001. Risk Assessment: The Old Bollworm,

Noctuidae), p. 1-19. USDA-APHIS, Center for Plant Health Science and Technology (Internal Report), Raleigh, NC. Hazarika LK, Puzari KC, Wahab S. 2001. Biological control of

tea pests. In: Upadhyay RK, Mukerji KG, Chamola BP (eds.), Biocontrol potential and its exploitation in sustainable agriculture: Insect pests, Springer, USA. p. 159 – 180.

Ho CC. 2000. Spider-mite problems and control in Taiwan. Experimental and Applied Acarology, 24: 453-462.

Hofsvang T, Snoan B, Andersen A, Heggen H, Le Ngoc Anh. 2005. Li r i omyza sat i vae (Diptera: Agromyzidae), an invasive species in South-East Asia: Studies on its biology in northern Vietnam. International Journal of Pest Management, 51(1): 71-80.

[IIE] Commonwealth Institute of Entomology. 1993.

Spodopt er a l i t ur a (Fabricius). Distribution Maps of Pests, Series A, Map No.61. Commonwealth Institute of Entomology/Commonwealth Agricultural Bureau, Wallingford, UK.

King ABS. 1994. Hel i ot hi s/ Hel i cover pa (Lepidoptera: Noctuidae), p. 39-106. In Matthews GM, Tunstall JP (eds.), Insect Pests of Cotton. CAB International.

Ledieu MS, Helyer NL. 1985. Observations on the economic importance of tomato leaf miner (Li r i omyza br yoni ae) (Agromyzidae). Agriculture, Ecosystems and Environment, 13(2): 103-109.

Lee HS, Lu FM, Wen HC. 1990. Effects of temperature on the development of leafminer, Li r i omyza br yoni ae

(Kaltenbach) (Diptera: Agromyzidae) in Taiwan. Chinese Journal of Entomology, 10: 143-150.

Milla K, Reitz S. 2005. Spatial/temporal model for survivability of pea leafminer (Li r i omyza hui dobr ensi s) in

warm climates: a case study in South Florida, USA. European journal of scientific research, 7(5): 65-73. Mochida O. 1973. Two important insect pests, Spodopt er a

l i t ur a (F.) and S. l i t t or al i s (Boisd.) (Lepidoptera: Noctuidae), on various crops –Morphological discrimination of the adult, pupal, and larval stages. Applied Entomology andZoology 8: 205-214.

Muniyappa V, Padmaja AS, Venkatesh HM, Sharma A, Chandrashekar S, Kulkarni RS, Hanson PM, Chen JT, Green SK, Colvin J. 2002. Tomato leaf curl virus resistant tomato lines TLB111, TLB130 and TLB182. HortScience, 37: 603–606.

Nibouche S. 1998. High temperature induced diapause in the cotton bollworm Hel i cover pa ar mi ger a. Entomologia Experimentalis et Applicata 87: 271-274.

Niranjana RF, Wijeyagunesekara, HNP, Raveendranath S. 2005. Parasitoids of Li r i omyza sat i vae in farmer fields in the Batticaloa district. Tropical Agricultural Research, 17: 214-220.

Parrella MP. 1987. Biology of Li r i omyza. Annual Review of Entomology, 32: 201-224.

Pearson EO. 1958. Insect pests of cotton in tropical Africa. Commonwealth Institute of Entomology, London, 355 p. Rauf A, Shepard BM, Johnson MW. 2000. Leafminers in

vegetables, ornamental plants and weeds in Indonesia: surveys of host crops, species composition and parasitoids. International Journal of Pest Management, 46: 257-266.

Reitz SR, Trumble JT. 2002. Interspecific and intraspecific differences in two Li r i omyza leafminer species in California. Entomologia Experimentalis et Applicata,102: 101–113.

Shepard BM, Samsudin, Braun A. 1998. Seasonal incidence of

Li r i omyza hui dobr ensi s (Diptera: Agromyzidae) and its parasitoids on vegetables in Indonesia. International Journal of Pest Management, 44: 43-47.

Shimizu K, Fujisaki K. 2002. Sexual differences in diapause induction of the cotton bollworm, Hel i cover pa ar mi ger a

(Hb.) (Lepidoptera: Noctuidae). Applied Entomology and Zoology, 37: 527-533.

Sivapragasam A, Syed AR. 1999. The problem and management of agromyzid leafminers on vegetables in Malaysia. In Proceedings of a Workshop on Leafminers of Vegetables in Southeast Asia, Lim GS, Soetikno SS, Loke WH (eds.), Serdang, Malaysia, CAB International, Southeast Asia Regional Centre, p. 36-41.

Spencer KA. 1989. Leaf miners. In Plant Protection and Quarantine, Vol. 2, Selected Pests and Pathogens of Quarantine Significance, Kahn RP (ed.). CRC Press, Boca Raton, p. 77-98.

Spencer KA. 1990. Host Specialization in the World Agromyzidae (Diptera). Series Entomologica 45. Kluwer Academic Publishers, Dordrecht.

Srinivasan K, Krishna Moorthy PN, Raviprasad TN. 1994. African marigold as a trap crop for the management of the fruit borer, Hel i cover pa ar mi ger a on tomato. International Journal of Pest Management, 40: 56-63. Talekar NS, Opena RT, Hanson P. 2006. Hel i cover pa

ar mi ger a management: a review of AVRDC’s research on host plant resistance in tomato. Crop Protection, 25(5): 461-467.

Torres-Villa LM, Rodrigues M, Lacasa A. 1996. An unusual behaviour in Hel i cover pa ar mi ger a Hubner (Lepidoptera: Noctuidae): pupation inside tomato fruits. Journal of Insect Behaviour, 9: 981-984

Twine P. 1978. Effect of temperature on the development of larvae and pupae of the corn earworm, Hel i ot hi s ar mi ger a (Hübner) (Lepidoptera: Noctuidiae). Queensland Journal of Agricultural and Animal Sciences, 35: 23-28. Venette RC, Davis EE, Zaspel J, Heisler H, Larson M. 2003a.

Mini Risk Assessment: Old World bollworm, Hel i cover pa ar mi ger a Hübner [Lepidoptera: Noctuidae]. University of Minnesota, St. Paul, MN 55108, USA. http://www.aphis.usda.gov/plant_health/plant_pest_inf o/pest_detection/downloads/pra/harmigerapra.pdf. Venette RC, Davis EE, Zaspel J, Heisler H, Larson M. 2003b.

Mini Risk Assessment: Rice cutworm, Spodopt er a l i t ur a

Fabricius [Lepidoptera: Noctuidae]. University of Minnesota, St. Paul, MN 55108. http://www.aphis.usda.gov/plant_health/plant_pest_inf

o/pest_detection/downloads/pra/sliturapra.pdf.

Zhou X, Coll M, Applebaum S. 2000. Effect of temperature and photoperiod on juvenile hormone biosynthesis and sexual maturation in the cotton bollworm, Hel i cover pa ar mi ger a: implications for life history traits. Insect Biochemistry and Molecular Biology, 30: 863-868.

Pengelolaan penyakit bakteri

Dalam dokumen TEKNIK PRODUKSI TOMAT RAMAH LINGKUNGAN (Halaman 61-76)

Dokumen terkait