• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Perilaku

2.3. Ciri - ciri anak prasekolah

Menurut konsep tumbuh kembang anak bahwa anak usia tiga sampai lima tahun dikenal sebagai anak usia prasekolah. Dimana pada usia ini terjadinya pertumbuhan dan perkembangan biologis, psikososial, kognitif, spiritual, dan sosial yang begitu signifikan. Pertumbuhan dan perkembangan yang optimal pada anak usia prasekolah dipengaruhi oleh nutrisi, tidur dan aktivitas, kesehatan gigi, pencegahan cedera dan asuhan keluarga dalam mengasuh anak (Wong, 2009).

Pada pertumbuhan masa prasekolah pada anak pertumbuhan fisik khususnya berat badan mengalami kenaikan rata - rata pertahunnya adalah 2 kg, kelihatan kurus akan tetapi aktivitas motorik tinggi, dimana sistem tubuh sudah mencapai kematangan seperti berjalan, melompat, dan lain - lain. Pada pertumbuhan khususnya ukuran tinggi badan anak akan bertambah rata - rata 6,75 - 7,5 cm setiap tahunnya. Pada masa prasekolah anak mengalami proses perubahan dalam pola makan dimana anak pada umumnya mengalami kesulitan untuk makan (Hidayat, 2009).

Pada usia prasekolah, anak menjadi konsumen aktif, yaitu mereka sudah dapat memilih makanan yang disukainya. Pada usia ini, anak mulai bergaul dengan lingkungannya sehingga anak mengalami beberapa perubahan dalam perilaku. Pada masa ini, anak mencapai fase gemar memprotes sehingga mereka akan mengatakan “tidak” terhadap setiap ajakan. Masa ini sering dikenal sebagai “masa keras kepala”. Akibat pergaulan dengan lingkungannya terutama dengan anak - anak yang lebih besar, anak mulai senang jajan. Sebenarnya, pola dan tingkat kepadatan makan pada usia prasekolah mulai mengikuti orang dewasa (Uripi, 2006).

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Anak usia tiga sampai lima tahun dikenal sebagai anak usia prasekolah. Dimana pada usia ini terjadinya pertumbuhan dan perkembangan biologis, psikososial, kognitif, spiritual, dan sosial yang begitu signifikan. Pertumbuhan dan perkembangan yang optimal pada anak usia prasekolah dipengaruhi oleh nutrisi, tidur dan aktivitas, kesehatan gigi, pencegahan cedera dan asuhan keluarga dalam mengasuh anak (Wong, 2009).

Berdasarkan penelitian Dewi, et al (2015) bahwa secara kognitif anak usia prasekolah umumnya telah terampil dalam berbahasa.Perkembangan kognitif anak dapat dilihat dari kemampuannya mengatakan “tidak” terhadap makanan yang ditawarkan. Ada baiknya diadakan kompromi, anak diberi pilihan satu atau dua macam makanan (Arisman, 2007).

Makanan yang diberikan saat usia prasekolah sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Oleh karena itu, asupan dan sumber gizi yang terkandung dalam makanan yang diberikan harus benar - benar diperhatikan.Masalahnya, seringkali makanan yang diberikan tersebut membuat anak menolak.Hal ini biasa terjadi pada anak umumnya(Rachawati & Salimar, 2007).

Anak usia prasekolah masih memiliki kebiasaan makan yang khas pada masa todler, seperti makanan ringan dan pemilih makanan yang berasa kuat. Ketika anak mencapai usia empat tahun, mereka mulai memasuki periode lain dari

keributan makan, yang biasanya khas pada anak berusia empat tahun yaitu anak mulai berprilaku lebih pemberontak dan ceroboh (Wong, 2009).

Pada usia lima tahun anak menjadi lebih dapat menerima untuk mencoba makanan baru, terutama jika mereka didorong oleh orang dewasa yang memperbolehkan mereka membantu mempersiapkan makanan atau bereksperimen dengan rasa yang baru atau peralatan makan yang berbeda. Saat makan bisa menjadi medan peperangan bila orang tua terlalu berharap anak menjalankan tata cara makan yang sempurna. Biasanya anak usia tiga sampai empat tahun masih sulit untuk duduk tenang pada saat makan, tetapi anak usia lima tahun siap untuk sisi “sosial” makan (Wong, 2009).

Menurut Uripi (2006) sebaiknya anak tidak dipaksa untuk selalu menghabiskan porsi makanan yang diberikan kepadanya. Biarkan ia makan sesuai kemampuannya, orang tua harus mencermati besar porsi yang sesuai bagi anak agar tidak banyak makanan yang terbuang percuma. Hal yang perlu diingat bahwa, kapasistas pencernaan masih kecil dan belum sempurna sehingga porsi makanan tidak bisa disamakan dengan orang dewasa.

Orang tua kadang - kadang khawatir tentang kuantitas makanan yang dikonsumsi anak prasekolah. Secara umum, kualitas jauh lebih penting dari pada kuantitas. Anak akan mengatur sendiri asupan kalori mereka, mereka akan mengompensasi pada waktu makan berikutnya atau makan kudapan (Wong, 2009).

Makanan jajanan (snack) dapat diberikan sebagai makanan selingan, tetapi pilih yang mengandung zat gizi yang dibutuhkan. Anak mulai dibiasakan mengonsumsi

sayuran dan buah - buahan segar, seperti timun, wortel, pisang, pepaya, dan jeruk untuk menambah asupan vitamin dan mineral, merangsang pertumbuhan gizi,serta enzim - enzim pencernaan. Namun, usahakan jangan memaksa anak untuk memakan sesuatu yang baru dikenal dan tidak disenangi.Hal ini dapat menambah ketidaksenangannya, bahkan berakibat penolakan seumur hidupnya. Berikan alternatif makanan lain atau cobalah mengolah dengan variasi lain (Uripi, 2006). Perilaku makan sangat dipengaruhi oleh keadaan psikologis, kesehatan, dan sosial anak.Oleh karena itu, keadaan lingkungan dan sikap keluarga merupakan hal yang sangat penting dalam pemberian makan pada anak agar anak tidak cemas dan khawatir terhadap makanannya.Seperti pada orang dewasa, susasana yang menyenangkan dapat membangkitkan selera makan anak (Uripi, 2006).

Kebiasaan dan kesukaan anak terhadap makanan mulai dibentuk sejak kecil. Jika anak diperkenalkan dengan berbagai jenis makanan mulai usia dini, pola makan dan kebiasaan makan pada usia selanjutnya adalah makanan yang beragam. Secara dini, mereka harus dibiasakan makan makanan yang sehat dan bergizi seimbang sebagai bekal di kemudian hari (Uripi, 2006).

Sering orangtua mengeluhkan tentang anak - anak mereka yang mengalami kesulitan makan. Susah makan tersebut membuat orangtua cemas dan bingung bagaimana harus mengatasinya. Susah makan ini disebabkan karena nafsu makan anak yang menurun, jika dibiarkan berlarut - larut status gizi anak akan terganggu atau menurun dan berdampak buruk/mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak (Sulistijani & Herlianty, 2001).

Angka kejadian masalah kesulitan makan di beberapa Negara termasuk cukup tinggi. Sebuah penelitian oleh The Gateshead Millenium Baby Study pada tahun 2006 di Inggris menyebutkan 20% orangtua melaporkan anaknya mengalami masalah makan, dengan prevalensi tertinggi anak hanya mau makan makanan tertentu. Studi di Italia mengungkapkan 6% bayi mengalami kesulitan makan, kemudian meningkat 25-40% pada saat fase akhir pertumbuhan. Survei lain di Amerika Serikat menyebutkan 19-50% orangtua mengeluhkan anaknya sangat pemilih dalam makan sehingga terjadi defisiensi zat gizi tertentuWaugh (2006 dalam Nafratilawati, 2014).

Berdasarkan hasil penelitian Soedibyo (2009) terdapat (58%) anak berusia 1 - 5 tahun mengalami kesulitan makan di Jakarta, dengan jenis kelamin terbanyak laki - laki (54%). Subjek memiliki status gizi kurang (43%), kesulitan makan didapatkan pada 50 orang dari 109 orang subjek (45,9%), keluhan berupa menghabiskan makanan kurang dari sepertiga porsi (27,5%), menolak makan (24,8%) dan anak rewel merasa tidak senang atau marah (22,9%), hanya menyukai satu jenis makanan (7,3%), hanya mau minum susu (18,3%), memerlukan waktu makan lebih dari satu jam (19,3%) dan mengemut makanan (15,6%). Keluhan (72%) telah dialami lebih dari enam bulan, memiliki gangguan kenaikan berat badan (50%), rewel (22%), nyeri epigastrium 9125) dan nyeri menelan dan muntah (6%).

Hasil penelitian Nafratilawati (2014) hubungan pola asuh dengan kesulitan makan di Semarang bahwa ditemukan (43,3%) anak prasekolah mengalami kesulitan makan. Di Palembang ditemukan hasil penelitian tentang gambaran

kesulitan makan pada anak prasekolah sebanyak (59,3%) anak prasekolah mengalami kesulitan makan oleh Mutahar (2009).

Berdasarkan hasil penelitian Simangunsong (2013) tentang perilaku ibu dalam mengatasi kesulitan makan pada anak Balita di kelurahan Huta - huta Sibolga didapat hasil penelitian bahwa ibu mempunyai pengetahuan baik (32%) dan pengetahuan cukup (68%). Ibu mempunyai sikap baik (17%) dan sikap cukup (83%), ibu mempunyai tindakan baik (43%), tindakan cukup (55%) dan tindakan kurang (2%).

Berdasarkan hasil penelitian Hariani (2007) tentang sikap ibu dalam mengatasi kesulitan makan pada anak di Lingkungan VIII Desa Tembung Kecamatan Percut Sei Tuan Medan, diperoleh hasil penelitian Ibu yang memiliki anak prasekolah berusia 4 - 5 tahun, ibu mempunyai sikap negatif 60,52% dan ibu yang memiliki sikap positif sebanyak 39,48%.

Seorang ibu hendaknya berupaya dan berusaha mengatasi masalah makan pada anak, seperti menciptakan suasana makan yang tenang dan tidak tergesa - gesa, mengatur menu makan anak dan menciptakan makanan yang bervariasi. Berdasarkan hasil wawancara saya dengan ibu - ibu yang mempunyai anak usia prasekolah di Desa Sei Musam Kendit Kecamatan Bahorok, ibu mengatakan bahwa anak mereka sulit sekali untuk diajak makan. Padahal mereka sudah berusaha secara maksimal untuk mengupayakan agar anak nya mau makan. Para ibu juga sering meminta vitamin kepada bidan desa untuk menambah nafsu makan anak mereka.

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa perilaku ibu sangat berpengaruh dalam mengatasi kesulitan makan pada anak prasekolah. Atas dasar inilah peneliti tertarik untuk mengkaji tentang perilaku ibu yang terbagi atas pengetahuan, sikap dan tindakan ibu dalam mengatasi masalah makan pada anak prasekolah.

Judul Penelitian : Perilaku Ibu dalam Mengatasi Kesulitan Makan pada

Anak Prasekolah di Desa Sei Musam Kendit

Kecamatan Bahorok

Nama Mahasiswa : Wenty Eriani Br. Sembiring

NIM : 121101050

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep) Tahun Ajaran : 2015/2016

ABSTRAK

Kesulitan makan merupakan ketidakmampuan anak untuk mengkonsumsi sejumlah makanan yang diperlukannya, secara alamiah dan wajar yaitu dengan menggunakan mulutnya secara sukarela. Masalah kesulitan makan sering dihadapi oleh orangtua. Hal ini penting diperhatikan karena dapat menghambat tumbuh kembang optimal pada anak. Oleh karena itu, orang tua perlu segera mengambil tindakan yang tepat untuk mengatasi persoalan ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran perilaku ibu dalam mengatasi kesulitan makan pada anak prasekolah. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif, sampel yang diambil sebanyak 70 orang ibu yang mempunyai anak prasekolah yang mengalami sulit makan dengan tehnik purposive samplingdan instrumen yang digunakan berupa kuesioner. Pemgumpulan data dilakukan pada bulan April 2016. Uji reliabilitas untuk instrumen pengetahuan sebesar 0,76 dan untuk instrumen sikap sebesar 0,754 serta instrumen tindakan sebesar 0,83. Hasil penelitian menunjukkan ibu memiliki pengetahuan cukup 41 orang (58,6%) dan sikap negatif 49 orang (70%) serta tindakan baik 55 orang (78,65) dalam mengatasi kesulitan makan pada anak prasekolah. Hasil penelitian inidiharapkan dapat menjadi informasi tambahan danmasukan bagi pendidikan keperawatan khususnya keperawatan anak dan keluarga sehingga perlu diberikan penekanan materi tentang prilaku ibu dalam mengatasi kesulitan makan pada anak sehingga ibu memahami bagaimana cara mengatasi kesulitan makan pada anak dan kebutuhan gizi anak terpenuhi. Penelitian ini juga dapat digunakan sebagai dasar untuk mengembangkan penelitian selanjutnya mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kesulitan makan pada anak prasekolah.

The Title of the Research : Mothers’ Behavior in Solving their Pre-School Children’s Difficulty to Eat at Sei Musam Kendit Village, Bahorok Subdistrict

Name of Student : Wenty Eriani Br. Sembiring Student ID Number : 121101050

Faculty : Nursing, University of Sumatera Utara Academic Year : 2015/2016

ABSTRACT

Eating difficulty is children’s disability to consume an amount of food which is needed. He will naturally use his own hands, and this problem is usually faced by parents. Therefore, it is very important for parents to pay more attention to this problem and take quick measures to solve it because it can curb the children’s optimal growth and development. The objective of the research was to find out the description of mothers’ behavior in solving their pre-school children’s difficulty in eating their food. The study used descriptive design. The samples were 70 mothers who had pre-school children who were difficult to eat, taken by using purposive sampling technique. The data were gathered by using questionnaires. It was conducted in April, 2016. The result of the research showed that 41 respondents (58.6%) had good knowledge, 49 respondents (70%) had negative attitude, and 55 respondents (78.65%) had good action in solving their children’s difficulty to eat. The result of this research is expected to be able to become additional information for nursing care, especially in solving children’s difficulty to eat so that mothers will understand in solving it and their nutrition intake will be fulfilled. This research can also be used as the basis for developing the next researches which are related to mothers’ knowledge, attitude, and action in solving their pre-school children’s difficulty to eat.

Perilaku Ibu dalam Mengatasi Kesulitan Makan pada Anak

Dokumen terkait