• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ciri-ciri Profesi Konselor

Dalam dokumen Materi Persiapan Uji Kompetensi Guru 2015 (Halaman 120-126)

PELAYANAN BK DI SEKOLAH

D. Kompetensi dan Indikator Standar Kompetensi:

2. Ciri-ciri Profesi Konselor

Ciri-ciri profesi menurut Abraham Flexner dalam Full 1967, bahwa ciri-ciri yang mewarnai profesi meliputi sisi-sisi keintelektualan, kompetensi profesional yang dipelajari, objek praktis yang spesifik, komunikasi organisasi dan motivasi. Keenam ciri-ciri tersebut sampai sekarang masih tetap relevan dan dipakai untuk menimbang apakah sesuatu pekerjaan sosial merupakan sebuah pofesi.

a. Keintelektualan

Pekerjaan konselor dalam pelayanan profesi konseling didasasrkan pada dan sarat kaidah-kaidah serta pertimbangan intelaktual. Kegiatan konseling lebih bersifat mental dari pada manual; lebih memerlukan proses berfikir daripada sekedar rutin.

Dalam pelayanan konseling, konselor dituntut untuk berfikir dalam menangani permasalahan klien; demikian pula klien melalui bantuan konselor diharapkan mampu memikirkan pemecahan masalah yang dihadapinya. Melalui proses berfikir ini hasil pelayanan konselig merupakan hasil belajar yang bukan sekedar resp yang sudah jadi untuk diikuti klien.

b. Kompetensi Profesional yang Dipelajari

Pekerjaan konselor di dasarkan pada berbagai kompetensi yang tidak diperoleh begitu saja. Melainkan melalui proses pembelajaran secara intensif. Kemampuan dalam penyelenggaraan pelayanan konseling tidak diperoleh sekejap mellaui mimpi atau semedi atau bertapa sekian lama. Konselor harus dengan sungguh-sungguh, serta mencurahkan segenap pikiran, dan usaha untuk mempelajari mated keilmuan, pendekatan, metode dan teknik serta nilai sikap berkenaan

dengan pelayanan konseling. Berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung konseling memerlukan pemahaman dan ketrampilan tersendiri yang harus dipelajari dengan seksama. Kompetensi seperti ini dibarengi dengan tuntutan untuk berfikir, secara terus-menerus mengikuti dan mengakomodasi perkembangan ilmu dan teknologi. Pemberlakuan kredensialisasi meliputi: program program sertifikasi, akreditasi dan Ilisensi merupakan upaya untuk menguji dan memberikan bukti penguasaan dan kewenangan atas kompetensi konselor dalam pelayanan profesionalnya.

c. Objek Praktis Yang Spesifik

Pekerjaan konselor berupa praktik pelayanan konseling terarah kepada obyek spesifik yang tidak ditangani poleh profesi lain. Konselor menangani individu normal yang tidak mampu menjalani kehidupannya sehari-hari secara efektif. Gangguan terhadap kehidupan efektif seharihari (KES) inilah yang menjadi obyek spesifik pelayanan konseling. Dalam kehidupannya individu menghadapi dan dihadapkan kepada sejumlah kondisi yang ada pada diri sendiri dan lingkungannya, yang secara langsung ataupun tidak langsung mempengaruhi keefektifan kehidupannya sehari-hari. Kondiri-kondidi itu misalnya warna kulit, kondisi kesehatan, tinggi badan, berat badan, hasil belajar di sekolah., warna rambut, status perkawinan, kondisi ekonomi, keadaan orang tua, tuntutan nilai-nilai budaya, hubungan kakak adik aspirasi pekerjaan, hobi, dan sebaginya. Pelayanan konseling pada dasarnya tidak menangani secara spesifik kondisi-kondisi yang dimaksud. Untuk menangani secara spesifik kondisikondis yang dimaksud. Untuk menangani masing-masing kondisi itu, apabila memang memerlukan penanganan secara intensif, ada ahli tersendiri atau setidak-

tidaknya ada cara tersendiri yang dapat dilakukan. Obyek spesifik pelayanan konselig bukanlah kondisi-kondisi sebagaimana dicontohkan melainkan perilaku efektif yang bersangkutan berkenaan dengan kondisi tertentu dengan berbagai keterkaitannya yang secara signifikan diungkapkan didalam proses konseling.

Prilaku efektif individu sebagaimana dimaksud diats pertama- tama tertuju kepada kondisi yang secara langsung dibahas dan lebih jauh terarah kepada perilaku efektif dalam kehidupan sehari-hari. Perilaku efektif terhadap penyakit yang diderita klien yang menjalani proses konseling) misalnya mempercepat penyembuhan penyakit tsb. Disamping itu perilaku efektif terhadap penyakit diharapkan dapat mgimbas ke aspek-aspek kehidupan sehari-hari lainnya dalam hal inilah KES terangkatkan (lihat Bagan)

Pengembangan perilaku efektif untuk terbangunnya kes memerlukan wawasan, pengetahuan, kemampuan bertindak, nilai dan sikap (WPKNS) berkenaan dengan kondisi-kondisi yang dibahas. WPKNS yang terarah kepada KES menjadi substansi pokok (obyek spesifik) yang menjadi fokus penanganan klien melalui pelayanan konseling.

d. Komunikasi

Segenap aspek pelayanan konseling meliputi aspek-aspek keitmuan dan teknologi, kompetensi dan substansi pelayanannya, serta aspekaspek sosial dan hukumnya, dapat dikomunikasikan kepada siapapun yang berkepentingan. Untuk ini disusun aturan kode etik, kredensial dan perundangan yang memungkinkan:

1) Dapat dikomunikasikan dan dipraktikkannya profesi konseling secara tepat

2) Dilaksanakannya pengawas atas mutu praktik serta perlidungan terhadap praktisi konseling dalam menyelenggarakan pelayanan konseling.

e. Organisasi Profesi

Konselor membentuk organisasi profesi untuk mengawasi tugas-tugas keprofesionalannya, melaui trilogi:

1) Ikut serta mengembangkan keilmuan dan teknologi konseling

2) Meningkatkan mutu praktik pelayanan konseling 3) Menjaga kode etik profesi konseling

Organisasi profesi ini secara langsung peduli ats realisasi sisi- sisi keintelektualan, kompetensi obyek spesifik dan komunikasi profesi, serta membina anggotanya untukl memiliki kualitas yang tinggi berkenaan dengan keempat hal tersebut. Dalam organisasi profesi konseling bukan sekedar untuk kepentingan profesi itu sendiri, melainkan terutama sekali untuk kepentingan masyarakat sesuai dengan paradigma, visi, misi dan pelayanan konseling.

f. Motivasi Altruistik

Motivasi profesioal konselor untuk kepentingan ataupun keuntungan diri sendiri, melainkan untuk kebahagiaan klien dan masyarakat pada umumnya. Motivasi altruistik ini diwujudkan melalui peningkatan keintelaktualan, kompetensi dalam menangani objek praktis spesifik konseling sebagaimana diuraikan di atas, baik melalui pengembangan diri sendiri maupun kegiatannya dalam organisasi profesi dan anggota masyarakat pada umumnya.

Motivasi profesional konseling akan menjauhkan konselor dari pengutamaan pamrih pribadi dan lebih mengedepankan klien.

Dalam hal ini jika diperlukan konselor mengorbankan kepentingan diri sendiri demi terpenuhinya kebutuhan klien yang benar-benar mendesak.

C. Latihan

D. Rangkuman

Diffs: Prentice- Hall. Bruce., Sheetzer and Shelly C. Stone. 1976. Fundamental of Guidance. Boston: Houghton Mifflin Compani.

Corey, G. 1981. Theory and Practice of Group Counseling. Monterey: Brooks/Cole.

Prayitno dan Erman Amti. 1999. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka Cipta.

Prayitno. 2004. Pengembangan Kompetensi dan Kebiasaan Siswa Melalui Pelayanan Konseling. Padang: Jurusan BK, FIP, UNP.

---, 2006. Konseling spektrum dan Keprofesian Profesi Konseling. Padang: Jurusan Bimbingan dan Konseling, FIP, Universitas Padang.

Dalam dokumen Materi Persiapan Uji Kompetensi Guru 2015 (Halaman 120-126)