• Tidak ada hasil yang ditemukan

4. Kecantikan bagi Perempuan

5.2 Citra Tubuh Perempuan

Menurut Honigman dan Castle (dalam Melliana, 2006:81) citra tubuh adalah gambaran mental seseorang terhadap bentuk dan ukuran tubuhnya, bagaimana seseorang mempersepsi dan memberikan penilaian atas apa yang dia pikirkan dan rasakan terhadap ukuran dan bentuk tubuhnya, dan atas bagaimana kira-kira penilaian orang lain terhadap dirinya.

Cara kita menilai tubuh kita diwakili oleh bagaimana cara kita memandang. Aspek aspek kognitif juga berpengaruh di dalamnya. Bentuk tubuh yang berbeda dari orang lain juga akan mempengaruhi cara pandang kita terhadap bentuk tubuh.

Sebenarnya, apa yang dia pikirkan dan rasakan, belum tentu benar-benar merepresentasikan keadaan yang aktual, namun lebih merupakan hasil penilaian diri yang subyektif.

commit to user 31

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa citra raga adalah pemikiran atau konsep tentang fisik berupa penilaian diri yang subyektif, evaluasi terhadap diri berdasarkan bagaimana penilaian orang lain terhadap dirinya, dimana berfungsi sebagai bentuk kontrol sosial. Selain itu termasuk di dalamnya kesadaran individu dan bagaimana penerimaan terhadap

physical self, yang kemudian akan mendatangkan perasaan senang atau tidak senang terhadap tubuhnya, sehingga mempengaruhi proses berfikir, perasaan, keinginan, nilai maupun perilakunya. Citra raga selalu berubah-ubah karena dikembangkan selama hidup melalui pola interaksi dengan orang lain.

Menurut Melliana (2006:85-89) faktor-faktor yang mempengaruhi citra raga antara lain :

a. Self Esteem.

Citra tubuh mengacu pada gambaran seseorang tentang tubuhnya yang dibentuk dalam pikirannya, yang lebih banyak dipengaruhi oleh self esteem individu itu sendiri, dari pada penilaian orang lain tentang kemenarikan fisik yang sesungguhnya dimiliki, serta dipengaruhi pula oleh keyakinan dan sikapnya terhadap tubuh sebagaimana gambaran ideal dalam masyarakat.

b. Perbandingan dengan orang lain.

Citra tubuh ini secara umum dibentuk dari perbandingan yang dilakukan seseorang atas fisiknya sendiri dengan standar yang dikenal oleh lingkungan sosial dan budayanya. Salah satu penyebab kesenjangan antara citra tubuh ideal dengan kenyataan tubuh yang

commit to user 32

nyata sering kali dipicu oleh media massa yang banyak menampilkan fitur dengan tubuh yang dinilai sempurna, sehingga terdapat kesenjangan dan menciptakan persepsi akan penghayatan tubuhnya yang tidak atau kurang ideal. Konsekuensinya adalah individu sulit menerima bentuk tubuhnya.

c. Bersifat dinamis.

Citra tubuh bukanlah konsep yang bersifat statis atau menetap seterusnya, melainkan mengalami perubahan terus menerus, sensitif terhadap perubahan suasana hati (mood), lingkungan dan pengalaman fisik inidvidual dalam merespon suatu peristiwa kehidupan

e. Proses pembelajaran.

Citra tubuh merupakan hal yang dipelajari. Proses pembelajaran citra tubuh ini sering kali dibentuk lebih banyak oleh orang lain diluar individu sendiri, yaitu keluarga dan masyarakat, yang terjadi sejak dini ketika masih kanak-kanak dalam lingkungan keluarga, khususnya cara orang tua mendidik anak dan di antara kawan-kawan pergaulannya. Tetapi proses belajar dalam keluarga dan pergaulan ini sesungguhnya hanyalah mencerminkan apa yang dipelajari dan diharapkan secara budaya. Proses sosialisasi yang dimulai sejak usia dini, bahwa bentuk tubuh yang langsing dan proporsional adalah yang diharapkan lingkungan, akan membuat individu sejak dini mengalami ketidakpuasan apabila tubuhnya tidak sesuai dengan yang diharapkan oleh lingkungan, terutama orang tua.

commit to user 33

Melliana mengungkapkan mengenai hubungan psikologis dan bentuk tubuh. Dimana tubuh menjadi salah satu faktor penentu kondisi psikologis seseorang. Bukan saja karena pengaruh faalinya yang langsung, melainkan juga secara tidak langsung melalui proses mental yang dilekatkan seseorang terhadap tubuhnya (2006:49-50).

5.3Tubuh Langsing, Wajah yang Cantik, dan Fit

Tubuh telah menjadi objek besar dalam proses teoresasi beberapa tahun terakhir ini. Para feminist berpendapat bahwa dalam meneorikan tubuh, tindakan memiliki kaitan secara khusus terhadap perempuan, karena secara konvensional gender melekatkannya dengan tubuh (Gamble, 2004:147).

Tubuh yang diidealkan pada tahun 1990-an adalah tubuh muda kurus semampai yang terpersonifikasi dalam model Kate Moss. Pada penelitian yang dilakukan pada majalah Glamour pada tahun 1984 atas 33.000 perempuan yang mengungkapkan bahwa penurunan berat badan telah menjadi obsesi tertinggi, di atas obsesi untuk mencapai kesuksesan dalam cinta dan pekerjaan (Gamble, 2004:149).

Myra Macdonald (1995:198) mengungkapkan, ada dua faktor yang diabaikan dalam pembentukan tubuh yang ideal. Yang pertama adalah tubuh ramping ideal, membuat tubuh yang montok diacuhkan secara terbuka. Hal ini karena pengaruh pria yang lebih menyukai tubuh yang tidak terlalu kurus dan dengan ukuran dada yang proporsional yang sama dengan model yang ada pada media popular. Yang kedua adalah meskipun industry fashion mengingatkan pada

commit to user 34

dominasi pria, dua perancang ternama memikirkan untuk mengenalkan pakaian yang dapat membuat perempuan nampak langsing.

Sebuah keindahan ideal berdasarkan pada tipe tubuh anak remaja ditemukan dalam pemujaan terhadap kekurusan, kulit terang dan keanggunan mengudara dalam balet klasik. Tekanan untuk mendapatkan berat badan ringan dalam model-model fesyen telah melahirkan eating disorder yang tinggi di antara para model. Selain itu, tekanan ini juga menciptakan kecenderungan berbahaya terhadap gejala eating disorder di antara anak perempuan belasan tahun yang sekarang menganggap good looks (penampilan menarik) sebagai kehormatan moral, bukannya good works yang dianut pada era seabad silam. (Gamble, 2004:149).

Secara tidak sadar, media yang menggembar-gemborkan kecantikan fisik perempuan sama halnya dengan melakukan objektivikasi tubuh perempuan. Pada tahun 1940an banyak pemahat patung membuat patung perempuan telanjang. Dalam catatan Clark, salah satu pemahat patung perempuan telanjang, tubuh perempuan disusun dan disempurnakan ke dalam sebuah bentuk yang diidealkan, yang berfungsi sebagai simbol dari kecantikan perempuan yang dijadikan objek. Dalam wacana mengenai kesempurnaan ini, tidak ada indikasi kekuatan politik, ketidakteraturan atau individualitas yang mengganggu pandangan tersebut (Gamble, 2004:151).

Aristoteles berpendapat bahwa wajah lebih dari kecantikan. Aristoteles dalam Synnot (1993:147) berpendapat bahwa wajah adalah bagian tubuh yang secara khusus cocok dalam mengindikasikan karakter mental.

commit to user 35

“Wajah jika terlihat tembem menunjukkan kemalasan, seperti anak sapi; jika kurus kering berarti menunjukkan kerajinan, dan jika tulang pipinya menonjol menunjukkan kepengecutan, analog dengan keledai dan rusa. Wajah yang kecil menunjukkan jiwa yang kerdil, seprti kucing dan kera; wajah yang besar berarti tidak bersemangat hidup, seperti keledai dan sapi. Maka dari itu wajah jangan besar atau kecil: ukuran sedanglah yang paling baik”

Wajah juga menjadi penentu dasar bagi persepsi mengenai kecantikan atau kejelekan individu, dan semua persepsi ini secara tidak langsung membuka penghargaan diri dan kesempatan hidup kita. Wajah sungguh-sungguh menyimbolkan diri, dan menandai banyak hal dari bagian diri yang berbeda. Lebih daripada bagian tubuh lainnya, kita mengidentifikasikan wajah sebagai aku atau kamu (Synnot, 1993:136).

Synnot (1993:136) menambahkan mendalamnya dan meningkatnya makna social atas kecantikan pada umumnya, dan wajah pada khususnya, membuat peningkatan di bidang ekonomi. Di Amerika Serikat, kecantikan meningkat dari $40 pada tahun 1914 menjadi $18,5 Miliar pada tahun 1990.

Kaczorowski (Synnot, 1993:142) menunjukkan bahwa daya tarik fisik memiliki efek yang positif dan mendasar bagi keberhasilan social-ekonomi dan terkait erat dengan pendapatan dan prestise yang memiliki daya tarik, memiliki pendapatan yang tinggi dibandingkan dengan hanya 27 persen yang tidak menarik. Dalam bahasa ekonomi, penampilan yang baik memperoleh pendapatan rata-rata 75% lebih besar daripada mereka yang tidak menarik, dan yang tidak menarik (atau jelek) memperoleh 57% pendapatan mereka dari mereka yang

commit to user 36

menarik. Sedangkan penampilan yang sedang-sedang saja bergerak disekitar angka-angka itu.

Lola Young dalam Hollows (2000:181) berpendapat bahwa citra perempuan Eropa Kulit putih sebagai standar kecantikan merajalela: pelbagai citra tersebut adalah kutub yang berlawanan sekaligus juga bergantung pada citra feminitas dan seksualitas perempuan kulit hitam.

Gagasan gaya feminis, entah mengutamakan gaya maskulin atau feminine, diperumit oleh ras dan juga seksualitas. Feminis kulit hitam mencoba menentang bagaimana praktik fesyen dan kecantikan menganggap bahwa kecantikan feminism disamakan dengan kecantikan feminine kulit putih. Bagi banyak perempuan kulit hitam, kecenderungan pada penampilan yang lebih ‘alamiah’ mungkin dimotivasi oleh politik gender, tapi sangat dipengaruhi oleh paksaan gerakan kekuasaan kulit hitam pada pendefinisian ulang ‘Kulit Hitam’ dan merayakan ‘Afrosentrisitas’.

Menurut Aquarini (2003:89) Ketika gagasan bahwa kebudayaan adalah partikularistik, kebudayaan hanyalah particular ketika ia dibandingkan dengan apa yang dianggap universal. Karena itu, untuk menempatkan pemikiran itu ke dalam tulisan ini, mengatakan bahwa suatu tipe atau jenis tubuh tertentu lebih diterima dan diterima daripada tipe serta jenis tubuh yang lain berhubungan dengan konsep adanya tubuh yang dianggap universal, yang kemudian menjadi tolok ukur atas tubuh-tubuh lain, sedemikian sehingga tubuh lain itu dihirarkikan dan dibandingkan dengan tubuh “universal” itu. Dalam hal ini, tipe serta jenis tubuh tertentu yang dinormalisasikan menjadi tubuh yang disukai secara universal, yang

commit to user 37

dalam hal ini membangun konstruksi identitas dari pemilik berbagai tipe dan jenis tubuh.

Tubuh yang ditampilkan sebagai yang disukai dan dianggap ideal secara universal adalah kulit putih. Kulit tubuh putih dimaknai sebagai berbudaya dan sebagai kebudayaan, serta pada saat yang sama sebagai beradab dan peradaban itu sendiri. Dari sudut pandang ini, representasi ke-putih-an bukan saja menciptakan hasrat/kebutuhan untuk menjadi putih secara fisik, tetapi juga untuk menjadi beradab dan berbudaya. Universalitas tubuh kulit putih tidak begitu saja muncul dari atau dihasilkan oleh hasrat terhadap transformasi ragawi/alamiah, tetapi lebih penting dari itu, yakni muncul dari dan dihasilkan oleh hasrat terhadap transformasi budaya/cultural (Prabasmoro, 2003:90)

Meskipun para kritikus feminist tidak sependapat mengenai pentingnya praktik fesyen dan kecantikan, tapi mereka cenderung memilki ketertarikan yang sama pada cara praktik fesyen dan kecantikan menghasilkan identitas yang digenderkan.

Tahun 90 an, hal yang lebih baru lagi, daya tarik yang berani girl power dipasangkan dengan kelaki-lakian dalam sebuah periode di mana anak perempuan harus bergaya seperti anak laki-laki sebagai wujud kemajuan, bukti adanya elemen-elemen vitalitas dan varietas idealisasi yang kokoh tentang tubuh kurus yang didukung oleh fesyen milyaran dollar, industry-industri kosmetik dan pelangsing (Gamble, 2004:149).

Bagi Elizabeth Wilson dalam Adorned in Dreams, fesyen terombang- ambing antara dua kutub antara ‘natural’ dan ‘tiruan’. ‘Naturalisme’ fesyen hippie

commit to user 38

tahun 70-an dibentuk oleh ideology ‘otentisitas’. Adanya pendapat bahwa fesyen identik dengan objektivikasi berujung pada penolakan fesyen. Janet Radcliffe Richards berpendapat bahwa mencoba untuk mewujudkan seseorang dalam versi yang maksimal adalah upaya untuk menciptakan sebuah kesan keliru. Sedangkan Susan Bordo mendeskripsikan bahwa sifat ‘plastis’ tubuh itulah paradigm postmodern. Dalam ‘Material Girl: the Effacements of Posmodern Culture’, ia mengutip majalah Fit: ‘Tantangan tersebut menampilkan diri untuk menyusun kembali pelbagai hal. Terserah kepada Anda bagaimana memahatnya. Analah pemahatnya, Proses pemahatan ini mungkin melibatkan kerja keras dalam sebuah klub kesehatan atau operasi plastik, sebuah fenomena yang berkembang dikalangan usia 35 tahunan. Dengan demikian, tubuh yang dianggap ideal pada tahun 90-an bercirikan kurus, kuat, androginik, dan sehat secara fisik; yang mencirikan ini dari nilai-nilai budaya Barat yang berupa otonomi, ketegaran, daya saing, kemudaan, control diri; sebuah maskulinisasi dari tubuh perempuan sesuai dengan tuntutan daya saing baru dalam dunia kerja (Gamble, 2004:160).

Kesehatan tubuh dan bagaimana tubuh dimunculkan dalam publik ikut mempengaruhi citra tubuh dalam masyarakat. Communicating the Modern Body: Fritz Kahn’s Popular Images of Human Physiology as an industrialized World. Cornelius Borck, McGill University) mengungkapkan:

“Three other branches of visualization strategy shaping the contemporary repertoire of visual formats should, at least briefly, be mentioned here; these lay outside of the public health sector, but relied hardly less on communicating the human, social, and political body. the first is the development of graphic language for visualizing collective such as the population or statistical bodies of data' the second is the professionalization of industrial design and exhibitation-making at he Bauhaus; and the third, finally, is the hybridization of bodies and

commit to user 39

machines in the new genre of photomontage by Dada artists like Raoul Hausman and Hannah Hoch.” (Borck, 2007).

Myra Macdonald (1995:203) menjelaskan bahwa ada hubungan yang kuat antara kecantikan dan kesehatan, untuk menciptakan bentuk feminin. Praktik- praktik olahraga seperti berenang dan fitnes juga dianggap sebagai perubahan yang positive, diamana harga diri dan kesehatan menjadi sorotan utama. Meskipun pada saat itu aerobik masih dianggap sebagai praktik glamour. Namun, ironisnya industry fesyen yang menangkap fenomena ini menjadikan praktik- praktik tersebut sebagai industry garmen. Akibatnya adalah perkembangan pakaian aerobic dan fitness.

Macdonald (1995:2003) menambahkan bahwa remajapada tahun 80an menyambut baik adannya praktik fitness dan kesehatan. Mereka telah putus asa dengan cara berpuasa dan penggunaan korset untuk membentuk tubuh yang ideal.

More! Pada tahun 1990, meluncurkan fitur yang menjelaskan bentuk dan ukuran tubuh remaja. Namun pada saat yang sama fitur fitness bermunculan dengan mengusung pesan tubuh yang ideal dan kesehatan tubuh. Macdonald mengungkapkan bahwa perempuan sekarang berjanji untuk menjadi “superhealth” dalam benak mereka.

Menurut Myra Macdonald (1995:204) latihan dan fitness adalah cara yang nyata untuk mewujudkan kepuasan terhadp diri sendiri, memanfaatkan nasehat atas diri sendiri. Namun banyak cerdik untuk menyamarkan kekurangan yang ada pada tubuh perempuan, dan hal itu dianggap wajar, karena itu merupakan bagian dari kondisi patologi dari sifat feminitas.

commit to user 40

6. PEREMPUAN DALAM MEDIA PEREMPUAN

Dokumen terkait