• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.5 Citra Tubuh

2.5.1. Definisi Citra Tubuh

Citra tubuh adalah gambaran persepsi, perasaan dan sikap seseorang mengenai tubuhnya secara keseluruhan dan bagian tubuh tertentu (wajah, tangan, kaki, bahu dan lain-lain) termasuk bentuk, ukuran dan berat badan (Papali, 2008).

2.5.2.Aspek-aspek Citra tubuh

Terdapat aspek-aspek dari citra tubuh yaitu ketertarikan fisik, kepuasan terhadap citra tubuh, pentingnya citra tubuh, penilaian terhadap bagian tubuh yang kurang menarik, usaha peningkatan citra tubuh, kecemasan atas penilaian orang lain, dan perbandingan terhadap citra tubuh. Aspek citra tubuh seorang individu berpusat pada tiga hal yaitu penilaian diri sendiri mengenai tubuh, kecemasan terhadap penilaian orang lain dan usaha untuk mencapai tubuh ideal. Ketiga adalah usaha yang dilakukan untuk menutupi bagian tubuh yang dianggap tidak menarik perbaikan dengan cara restriksi diet, aspek inilah yang menjadi urgen karena dapat mempengaruhi status gizi seseorang (Tejoyuwono, 2011).

19

2.5.3. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Perkembangan Citra tubuh 2.5.3.1 Jenis Kelamin

Jenis kelamin adalah faktor paling penting dalam perkembangan citra tubuh seseorang. Beberapa penelitian yang sudah pernah dilakukan menyatakan bahwa wanita lebih negatif memandang citra tubuh daripada pria (Davison, 2006).

2.5.3.2. Usia

Pada usia remaja seseorang, citra tubuh semakin penting. Hal ini berdampak pada usaha berlebihan untuk mengontrol berat badan. Umumnya hal ini terjadi pada remaja putri dibanding remaja putra. Remaja putri mengalami kenaikan berat badan yang normal pada 35 masa pubertas dan menjadi tidak bahagia tentang penampilan dan citra tubuh negatif ini dapat menyebabkan gangguan makan (eating disorders). Ketidakpuasan remaja putri pada tubuhnya meningkat pada awal hingga pertengahan usia remaja sedangkan pada remaja putra yang semakin berotot menjadi semakin tidak puas dengan tubuhnya (Papali, 2008).

2.5.3.3. Media Massa

Paparan media yang tinggi dapat memengaruhi pembaca. Isi tayangan media sering memperlihatkan bahwa standar kecantikan wanita yang menarik adalah tubuh yang kurus. Hal ini membuat para wanita percaya bahwa citra tubuh ideal yang menarik dengan menjadi kurus. Majalah wanita terutama majalah fashion, film dan televisi menyajikan gambar figur kurus yang ideal sehingga menyebabkan banyak wanita merasa tidak puas dengan dirinya yang berdampak pada gangguan makan (Volker, 2015).

20

2.5.3.4. Keluarga

Menurut teori pembelajaran sosial, orang tua merupakan model yang penting dalam proses sosialisasi sehingga memengaruhi citra tubuh anak- anaknya melalui modeling, umpan balik dan instruksi. Citra tubuh melibatkan pertimbangan figur orang tua terhadap jenis kelamin bayinya dan bagaimana wajah bayinya kelak. Ketika bayinya lahir, orang tua menyambut bayi tersebut dengan ekspektasi dari citra tubuh anaknya secara utuh. Kebutuhan emosional anak dalam keluarga adalah disayangi lingkungan, Hal ini memengaruhi harga diri seseorang. Semakin baik penerimaan keluarga terhadap individu, maka semakin baik kepuasan terhadap citra diri seorang anak di dalam keluarga (Cash, 2004).

2.5.3.5. Hubungan Interpersonal

Hubungan interpersonal adalah seseorang yang cenderung membandingkan dirinya dengan orang lain dan feedback yang diterima memengaruhi konsep diri termasuk bagaimana perasaannya terhadap penampilan fisik. Umpan balik terhadap penampilan, kompetisi teman sebaya dan keluarga dalam hubungan interpersonal memengaruhi bagaimana pandangan dan perasaan seseorang terhadap tubuhnya (Cash, 2004).

2.5.4 Instrumen Penelitian Citra Tubuh

Body Shape Questionnaire (BSQ) adalah salah satu alat yang digunakan untuk menilai citra tubuh untuk mengukur kekhawatiran tentang berat badan dan bentuk pada individu. Awalnya, BSQ dikembangkan oleh Cooper (1987) dan didapatkan validitas konkuren sebesar 0.77 terhadap pemeriksaan Body Dismorphic Disorder dan 0.66 (p<0.001) terhadap Body Dissatisfaction Subscale.

21 Reliabilitas dan validitas kuesioner BSQ telah dilakukan di Indonesia. Proses tersebut terbagi menjadi 3 tahap yaitu proses penerjemahan, proses pengambilan sampel dan analisis. Proses penerjemahan menggunakan teknik back-translation. Teknik ini merupakan metode yang paling banyak digunakan untuk mencapai kesetaraan terjemahan dalam penelitian lintas budaya. Versi bahasa Inggris dari BSQ masing-masing diterjemahkan ke dalam versi bahasa Indonesia dan kembali diterjemahkan ke dalam versi bahasa Inggris oleh empat ahli bahasa. Ahli bahasa yang pertama menerjemahkan kuesioner asli (Sumber 1) ke versi Indonesia (Target 1) dan memberikannya kepada ahli bahasa kedua yang menerjemahkan hasil terjemahan dari ahli bahasa pertama (Target 1) kembali ke Bahasa Inggris (Sumber 2). Sumber 2 kemudian diterjemahkan ke Bahasa Indonesia oleh ahli bahasa ketiga yang disebut dengan Target 2. Akhirnya, Target 2 diterjemahkan kembali ke Bahasa Inggris (Sumber 3) oleh ahli bahasa keempat. Ulasan dan penyesuaian dilakukan pada tahap Target 1, Target 2, Sumber 2 dan 3 oleh 4 ahli bahasa hingga didapatkan makna yang sama dari kuesioner aslinya (Hastuti, 2013).

Proses yang kedua melibatkan 40 (20 laki-laki dan 20 perempuan) yang tinggal di Yogyakarta. Peserta direkrut melalui selebaran ditempatkan pada papan informasi di area tempat pengambilan sampel. Dua puluh laki-laki dan 20 perempuan dipilih secara acak dari daftar peserta yang memenuhi syarat berdasarkan peserta kriteria inklusi sebagai berikut berusia 15-65 tahun yang setuju untuk mengikuti penelitian ini. Peserta yang memiliki cacat fisik atau gangguan kognitif, peserta yang sedang melakukan perawatan medis, peserta dalam program diet dan wanita hamil, dikeluarkan dari penelitian (Hastuti, 2013).

Pada proses yang ketiga, dilakukan uji validitas konkuren, uji reliabilitas test- retest, dan uji reliabilitas konsistensi internal. Dalam uji validitas konkuren,

22

ditemukan korelasi dengan kekuatan sedang (0.49–0.69) antara kuesioner BSQ dengan IMT dan penilian diri. Pada uji reliabilitas test-retest dilakukan dengan dua kali pengukuran kuesioner dalam kesempatan waktu yang berbeda sehingga diperoleh dua koefisien reliabilitas dan dikorelasikan antara dua skor tersebut. Hasil korelasi dua koefisien didapatkan nilai 0.88 dengan menggunakan analisis uji berpasangan Bland dan Altman plot. Pengujian reliabilitas lainnya adalah konsistensi internal yang digunakan untuk mengukur konsistensi kuesioner dalam melakukan fungsinya. Penelitian ini menggunakan Alpha Chronbah dan diperoleh nilai 0,97. Semakin tinggi koefisien reliabilitas, maka semakin stabil kualitas sepanjang waktu (Hastuti, 2013).

Dokumen terkait