• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II . TINJAUAN PUSTAKA

B. Clinical Pathways

1. Definisi Clinical Pathways

Integrated Care Pathway atau dikenal juga dengan nama lain seperti Clinical Pathways, critical care pathway, coordinated care pathway, atau caremaps. ICP pertama dikembangkan pada tahun 1985-1986 oleh New England Medical Centre, Boston, kemudian diadopsi oleh rumah sakit - rumah sakit di Arizona, Florida, dan Rhode Island di USA pada tahun 1986- 1988. Australia dan UK mulai mengaplikasikan ICP ini pada tahun 1989 dan pada pertengahan tahun 1990 mulai berkembang ke Negara - negara di Afrika dan Asia seperti South Afrika, Saudi Arabia, Jepang, Korea, dan Singapura (Davis, 2005).

Clinical Pathways merupakan format dokumentasi multidisiplin.

Format ini dikembangkan untuk pengembangan multidisiplin (dokter, perawat, rehabilitasi, gizi, dan tenaga kesehatan lain) yang diciptakan

tidak terlalu rumit dan panjang. Pada format pengkajian multidisiplin menunjukkan format pengkajian awal yang memungkinkan diisi oleh berbagai disiplin ilmu. Pengisian ini terdiri dari data riwayat pasien, pemeriksaan fisik dan pengkajian skrining lainnya yang diisi oleh multidisiplin sesuai kesepakatan. (Croucher 2005)

Clinical Pathways adalah suatu konsep perencanaan pelayanan terpadu yang merangkum setiap langkah yang diberikan kepada pasien berdasarkan standar pelayanan medis dan asuhan keperawatan yang berbasis bukti dengan hasil yang terukur dan dalam jangka waktu tertentu selama di rumah sakit (Firmanda : 2005).

Sasaran dari Clinical Pathways adalah benar orang (the right people), benar instruksi (the right order), benar tempat (in the right place), melakukan hal yang benar (doing the right thing), pada waktu yang tepat (in the right time), dengan hasil yang benar (with the right outcomes), dan semua berfokus pada pengalaman pasien (all with attention to the patient experience) (Davis, 2005).

2. Komponen dari Clinical Pathways

Empat komponen utama dari Clinical Pathways meliputi (Hill, 1998 dalam (Feuth 2007)1 :

a. Kerangka waktu

Kerangka waktu menggambarkan tahapan berdasarkan pada hari perawatan (misalnya hari 1, hari 2) atau berdasarkan tahapan

pelayanan misalnya fase pre operasi, intra operasi dan pasca operasi.

b. Kategori asuhan

Kategori asuhan berisi aktifitas yang menggambarkan asuhan seluruh tim kesehatan yang diberikan kepada pasien. Aktivitas dikelompokkan berdasarkan jenis tindakan (misal: tindakan, pengobatan, pemeriksaan laboratorium, nutrisi, aktivitas) pada jangka waktu tertentu.

c. Kriteria hasil

Kriteria hasil memuat hasil yang diharapkan dari standar asuhan yang diberikan, meliputi kriteria jangka panjang (menggambarkan kriteria hasil dari keseluruhan asuhan) dan jangka pendek (menggambarkan kriteria hasil pada setiap tahapan pelayanan pada jangka waktu tertentu).

d. Pencatatan varian

Lembaran varian mencatat dan menganalisis deviasi dari standar yang ditetapkan dalam Clinical Pathways. Kondisi pasien yang tidak sesuai dengan standar asuhan atau standar yang tidak bisa dilakukan dicatat dalam lembar varian.

3. Tujuan penerapan Clinical Pathways

Implementasi Clinical Pathways dapat menjadi sarana dalam terwujudnya tujuan akreditasi rumah sakit yakni dalam meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit, meningkatkan keselamatan pasien

rumah sakit dan meningkatkan perlindungan bagi pasien, masyarakat serta sumber daya rumah sakit (Depkes 2010)

Tujuan dari penerapan Clinical Pathways adalah menjamin tidak ada aspek-aspek penting dari pelayanan yang dilupakan. Clinical Pathways memastikan semua intervensi dilakukan secara tepat waktu dengan mendorong staf klinik untuk bersikap pro-aktif dalam perencanaan pelayanan. Clinical Pathways diharapkan dapat mengurangi biaya dengan menurunkan length of stay dan tetap memelihara mutu pelayanan (Djasri 2006)

Tujuan utama implementasi Clinical Pathways menurut Depkes RI (2010) adalah untuk:

a. Memilih “best practice” pada saat pola praktek diketahui berbeda secara bermakna.

b. Menetapkan standar yang diharapkan mengenai lama perawatan dan penggunaan pemeriksaan klinik serta prosedur klinik lainnya.

c. Menilai hubungan antara berbagai tahap dan kondisi yang berbeda dalam suatu proses serta menyusun strategi untuk mengkoordinasikan agar dapat menghasilkan pelayanan yang lebih cepat dengan tahapan yang lebih sedikit.

d. Memberikan peran kepada seluruh staf yang terlibat dalam pelayanan serta peran mereka dalam proses tersebut.

e. Menyediakan kerangka kerja untuk mengumpulkan dan menganalisa data proses pelayanan sehingga provider dapat

mengetahui seberapa sering dan mengapa seorang pasien tidak mendapatkan pelayanan sesuai standar.

f. Mengurangi beban dokumentasi klinik.

g. Meningkatkan kepuasan pasien melalui peningkatan edukasi kepada pasien, misalnya dengan menyediakan informasi yang lebih tepat tentang rencana pelayanan.

4. Kelebihan Clinical Pathways

Banyak rumah sakit mulai menerapkan Clinical Pathways dalam pemberian pelayanan kesehatan kepada pasien, karena penggunaan Clinical Pathways memiliki kelebihan antara lain sebagai berikut:

a. Clinical Pathways merupakan format pendokumentasian multidisiplin. Format ini dapat memberikan efisiensi dalam pencatatan, dimana tidak terjadi pengulangan atau duplikasi penulisan, sehingga kemungkinan salah komunikasi dalam tim kesehatan yang merawat pasien dapat dihindarkan.

b. Meningkatkan peran dan komunikasi dalam tim multidisiplin sehingga masing-masing anggota tim termotivasi dalam peningkatan pengetahuan dan kompetensi.

c. Terdapat standarisasi outcome sesuai lamanya hari rawat, sehingga akan tercapai effective cost dalam perawatan.

d. Dapat meningkatkan kepuasan pasien karena pelaksanaan discharge planning kepada pasien lebih jelas.

5. Kekurangan Clinical Pathways

Selain mempunyai kelebihan dalam penggunaan Clinical Pathways, perlu dicermati juga kekurangan yang ditemui dalam penerapan format Clinical Pathways ini, antara lain sebagai berikut:

a. Dokumentasi Clinical Pathways ini membutuhkan waktu yang relatif lama dalam pembentukan dan pengembangannya.

b. Tidak terlihat proses keperawatan secara jelas karena harus menyesuaikan dengan tahap perencanan medis, pengobatan dan pemeriksaan penunjang lainnya.

c. Format dokumentasi hanya digunakan untuk masalah spesifik, contoh format Clinical Pathways untuk bedah tulang tidak dapat digunakan untuk unit bedah syaraf. Sehingga akan banyak sekali format yang harus dihasilkan untuk seluruh pelayanan yang tersedia

6. Tahapan penyusunan Clinical Pathways

Berikut ini beberapa tahapan penyusunan Clinical Pathways menurut Firmanda dalam (Sardjito 2007)

a. Pembentukan tim penyusun Clinical Pathways. Tim penyusun Clinical Pathways terdiri dari staf multidisiplin dari semua tingkat dan jenis pelayanan. Bila diperlukan, tim dapat mencari dukungan dari konsultan atau institusi diluar rumah sakit seperti organisasi profesi sebagai narasumber. Tim bertugas untuk menentukan dan melaksanakan langkah-langkah penyusunan Clinical Pathways.

b. Identifikasi key players. Identifikasi key players bertujuan untuk mengetahui siapa saja yang terlibat dalam penanganan kasus atau kelompok pasien yang telah ditetapkan untuk merencanakan focus group dengan key players bersama dengan pelanggan internal dan eksternal.

c. Pelaksanaan site visit di rumah sakit. Pelaksanaan site visit di rumah sakit bertujuan untuk mengenai praktik yang sekarang berlangsung, menilai sistem pelayanan yang ada dan memperkuet alasan mengapa Clinical Pathways perlu disusun. Jika diperlukan, site visit internal perlu dilanjutkan dengan site visit eksternal setelah sebelumnya melakukan identifikasi partner benchmarking. Hal ini juga diperlukan untuk mengembangkan ide.

d. Studi literatur. Studi literatur diperlukan untuk menggali pertanyaan klinis yang perlu dijawab dalam pengambilan keputusan klinis dan untuk menilai tingkat dan kekuatan bukti ilmiah. Studi ini sebaiknya menghasilkan laporan dan rekomendasi tertulis.

e. Diskusi kelompok terarah. Diskusi kelompok terarah atau focus group discussion (FGD) dilakukan untuk mengenal kebutuhan pelanggan (internal dan eksternal) dan menyesuaikan dengan kemampuan rumah sakit dalam memenuhi kebutuhan tersebut serta untuk mengenal kesenjangan antara harapan pelanggan dan pelayanan yang diterima. Lebih lanjut diskusi kelompok terarah juga perlu dilakukan untuk memberi masukan dalam pengembangan

indikator mutu pelayanan klinis dan kepuasan pelanggan serta pengukuran dan pengecekan.

f. Penyusunan pedoman klinik. Penyusunan pedoman klinik dilakukan dengan mempertimbangkan hasil site visit, hasil studi literatur (berbasis bukti ilmiah) dan hasil diskusi kelompok terarah.

Pedoman klinik in perlu disusun dalam bentuk alur pelayanan untuk diketahui juga oleh pasien.

g. Analisis bauran kasus. Analisis bauran kasus dilakukan untuk menyediakan informasi penting baik pada saat sebelum dan setelah penerapan Clinical Pathways, meliputi: length of stay, biaya per kasus, obat-obatan yang digunakan, tes diagnosis yang dilakukan, intervensi yang dilakukan, praktisi klinis yang terlibat dan komplikasi.

h. Menetapkan sistem pengukuran proses dan outcome. Contoh ukuran-ukuran proses antara lain pengukuran fungsi tubuh dan mobilitas, tingkat kesadaran, temperatur, tekanan darah, fungsi paru dan skala kesehatan pasien (wellness indicator).

i. Mendesain dokumentasi Clinical Pathways. Penyusunan dokumentasi Clinical Pathways perlu memperhatikan format Clinical Pathways, ukuran dan kertas. Perlu diperhatikan bahwa penyusunan dokumentasi ini perlu mendapatkan ratifikasi oleh Instalasi Rekam Medik untuk melihat kesesuaian dengan dokumentasi lainnya.

Dokumen terkait