• Tidak ada hasil yang ditemukan

KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data maka dalam penelitian ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Pada klasifikasi usia motivasi yang dimiliki pemilih dalam pemilihan umum anggota DPRD berbeda-beda, semakin matang seseorang ternyata ikut menentukan bagaimana motivasi yang dimiliki. Matang disini tidak berarti bahwa semakin besar angka usianya akan semakin kritis. Sebaliknya di usia-usia awal menjadi pemilih ternyata menimbulkan keingintahuan yang besar khususnya mengenai pemilihan umum anggota DPRD ini. Pemilih pemula (17th-25th) cenderung lebih kritis daripada pemilih yang sudah pernah mengalami pemilihan umum berulang-ulang. Oleh karena itu pemilih pemula dan pemilih dengan usia produktif (26th-45th) termasuk dalam tipe pemilih rasional karena lebih berorientasi pada policy-problem-solving yang cenderung memperhatikan visi misi dan program yang ditawarkan oleh peserta pemilihan umum anggota DPRD yang diharapkan dapat menjawab permasalahan yang ada di masyarakat. Sebaliknya pada pemilih usia lanjut (46th-lanjut) termasuk pada tipe pemilih tradisional karena sebagian besar lebih memperhatikan hubungan kekerabatan, persamaan sosial budaya dengan peserta pemilihan umum daripada program kerja yang ditawarkan. Hal itu menjelaskan bahwa tipe pemilih ini memiliki orientasi ideologi, dimana salah satu karakteristik yang menonjol pada pemilih ini adalah loyalitas tinggi pada salah satu peserta pemilihan umum yang didukungnya. Meskipun tidak semua informan pada usia lanjut termasuk pada tipe tradisional dengan orientasi ideologi.

2. Pada klasifikasi jenis kelamin ini dibagi menjadi dua kelompok yaitu laki-laki dan perempuan. Dari hasil analisis data menyebutkan bahwa sebagian besar informan laki-laki termasuk tipe pemilih rasional karena mereka lebih

commit to user

mengutamakan realita yang ada serta program-program kerja yang ditawarkan oleh para peserta pemilihan anggota DPRD, sehingga motivasi yang mereka miliki cenderung berorientasi pada policy-problem-solving. Sedangkan

informan perempuan termasuk tipe tradisional karena sebagian besar masih mengutamakan persamaan ideologi dengan peserta pemilihan umum DPRD Kota Surakarta, maka jelaslah bahwa pemilih tipe ini memiliki motivasi yang cenderung berorientasi ideologi yaitu dimana pemilih tidak terlalu memperhatikan visi dan misi maupun kebijakan apa yang telah dan akan diambil oleh peserta pemilihan umum tersebut. Selain itu kelompok kedua ini juga masih memegang teguh satu keyakinan, bahwa tempat perempuan adalah di belakang laki-laki, sehingga tidak pantas bila mencalonkan diri pada pemilihan anggota DPRD Kota Surakarta meski dihadapan hukum tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan.

3. Pada klasifikasi status ekonomi yang dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok status ekonomi menengah ke atas dan kelompok status ekonomi menengah ke bawah. Motivasi yang dimiliki oleh pemilih dengan status ekonomi menengah ke atas sebagian besar mengarah pada tipe pemilih rasional karena mereka lebih berpikir rasional yaitu sebelum menentukan pilihannya dalam pemilihan umum anggota DPRD Kota Surakarta lalu, mereka melihat dan memperhatikan visi dan misi serta prestasi apa yang telah dicapai oleh sebagian besar peserta pemilihan umum tersebut. Pemilih kelompok ini juga mempunyai harapan bahwa melalui pemilihan umum ini keadaan kota Surakarta menjadi lebih baik dan maju. Oleh karena itu tipe pemilih ini juga memiliki oreintasi policy-problem-solving yaitu bahwa mereka tidak terlalu mementingkan hubungan kekerabatan ataupun persamaan ideologi dengan peserta pemilih namun mereka lebih mementingkan apa yang telah dicapai dan apa yang akan berusaha dicapai apabila terpilih menjadi anggota DPRD Kota Surakarta. Sebaliknya pada pemilih kelompok kedua yaitu pemilih dengan status ekonomi menengah ke bawah lebih cenderung berorientasi ideologi dimana pemilih ini masih memperhatikan hubungan

commit to user

kekerabatan, persamaan ideologis dan persamaan sosial budaya dengan peserta pemilihan umum tertentu. Meskipun ada pula pemilih dari status ekonomi menengah ke atas yang juga mempunyai pendapat yang sama dengan pemilih tipe ini. Dengan orientasi ini maka pemilih dengan status ekonomi ke bawah termasuk tipe pemilih tradisional karena masih mementingkan ikatan emosional dengan peserta pemilihan umum daripada rasionalitasnya.

4. Pada klasifikasi yang terakhir yaitu klasifikasi tingkat pendidikan dapat dketahui bahwa pemilih dengan tingkat pendidikan rendah sebagian besar motivasinya cenderung memiliki orientasi ideologi dengan peserta pemilihan umum. Mereka lebih memperhatikan sosok peserta pemilihan umum berdasarkan cara pandang masing-masing pemilih tanpa mengedepankan rasionalitas mereka. Mereka beranggapan bahwa, asalkan peserta pemilih memiliki nilai dan keyakinan yang sama dengan diri pemilih maka mereka pasti memilihnya. Sehingga berdasarkan kriteria-kriteria di atas maka pemilih ini termasuk tipe pemilih tradisional. Sebaliknya untuk pemilih dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi termasuk tipe pemilih rasional yang mana motivasinya berorientasi pada policy-problem-solving karena tipe pemilih ini lebih mengutamakan logikanya dalam menentukan pilihannya dalam pemilihan umum, meski tidak semua yang berpendapat sama. Dengan demikian hal ini menjelaskan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang belum tentu orang tersebut akan lebih kritis dalam menanggapi segala sesuatu dan memperhitungkan dampak jangka panjang dibandingkan dampak jangka pendek dari hasil pelaksanaan pemilihan umum anggota DPRD Kota Surakarta ini pada khususnya.

B. Implikasi

Dilihat dari hasil penelitian mengenai motivasi pemilih dalam pemilihan umum anggota DPRD Kota Surakarta di Kecamatan Jebres, maka implikasi yang dapat diberikan adalah sebagai berikut:

commit to user

Dari hasil analisis data menunjukkan bahwa terdapat bermacam-macam motivasi dalam diri pemilih di masing-masing klasifikasi yang menyebabkan terbaginya pemilih menjadi dua tipe yaitu tipe pemilih rasional dan pemilih tradisional (emosional) yang mana masing-masing tipe berorientasi pada policy-problem-solving dan ideologi.

a. Pada klasifikasi pertama yaitu berdasarkan usia, diketahui bahwa pemilih pemula dan pemilih produktif pada penelitian ini lebih kritis dan motivasi yang dimilikinya pun berbeda jika dibandingkan dengan pemilih usia lanjut. Hal ini menyebabkan pemilih pemula dan pemilih usia produktif termasuk dalam tipe pemilih rasional dengan orientasi

policy-problem-solving. Sebaliknya pemilih usia lanjut termasuk

dalam tipe pemilih tradisional dengan orientasi ideologi.

b. Pada klasifikasi kedua yaitu berdasarkan jenis kelamin diketahui bahwa motivasi antara pemilih perempuan berbeda dengan motivasi pemilih laki-laki. Dimana motivasi pemilih perempuan masih dilatarbelakangi oleh adanya sistem kekerabatan dan budaya lokal yang menilai bahwa seorang perempuan tidak pantas menjadi seorang pemimpin. Hal inilah yang menyebabkan pemilih perempuan termasuk dalam tipe pemilih tradisional dengan orientasi ideologi. Sebaliknya pemilih laki-laki termasuk dalam tipe pemilih rasional dengan orientasi

policy-problem-solving.

c. Pada klasifikasi ketiga yaitu berdasarkan status ekonomi, dimana pemilih digolongkan dalam 2 kelompok yaitu kelompok menengah ke atas dan kelompok menengah kebawah. Pada klasifikasi ini, pemilih dengan status ekonomi menengah ke atas termasuk dalam tipe rasional dengan orientasi policy-problem-solving. Hal ini disebabkan karena pemilih pada kelompok ini lebih memperhatikan visi misi serta program kerja yang ditawarkan peserta pemilihan umum daripada hubungan kekerabatan ataupun hubungan emosional dengan peserta pemilihan umum. Sebaliknya bagi pemilih dengan status ekonmi menengah ke bawah termasuk dalam tipe pemilih tradisional dengan

commit to user

orientasi ideologi. Hal ini disebabkan selain karena lebih memperhatikan hubungan kekerabatan, mereka juga lebih tertarik pada imbalan yang akan diterimanya jika memilih salah satu peserta pemilihan umum.

d. Pada klasifikasi terakhir ini yaitu berdasarkan tingkat pendidikan, diperoleh data bahwa tingkat pendidikan seorang pemilih tidak dapat menjamin pemilih tersebut memiliki motivasi yang bisa membuatnya termasuk dalam tipe pemilih rasional ataupun tradisional dengan orientasi policy-problem-solving atau ideologi. Meskipun sebagian besar pemilih dengan tingkat pendidikan tinggi pada penelitian ini memang termasuk dalam tipe rasional dengan orientasi

policy-problem-solving. Sedangkan pemilih yang memiliki tingkat pendidikan

lebih rendah sebagian besar termasuk dalam tipe tradisional dengan orientasi ideologi Sehingga berdasarkan analisis data yang dilakukan pada penelitian ini dapat dikatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seorang pemilih belum tentu orang tersebut akan lebih kritis dalam menanggapi segala sesuatu dan memperhitungkan dampak jangka panjang dibandingkan dampak jangka pendek dari hasil pelaksanaan pemilihan umum anggota DPRD Kota Surakarta ini pada khususnya.

Sehingga dengan adanya penelitian ini menunjukkan bahwa pengenalan tentang pemilihan umum memang sangat dibutuhkan, terlebih pengenalan mengenai masing-masing peserta pemilihan umum yang mencalonkan diri sebagai wakil rakyat di Surakarta. Karena hal tersebut mempengaruhi motivasi pemilih dalam memberikan suaranya pada pemilihan umum ini. Sehingga diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan masukan-masukan yang baru demi kemajuan bersama.

commit to user

Dokumen terkait