commit to user
SURAKARTA TAHUN 2009 DI KECAMATAN JEBRES
KOTA SURAKARTA
Oleh :
TRI ANINGGAR
NIM. K 6405035
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
KOTA SURAKARTA2010/2011
Oleh :
TRI ANINGGARNIM. K 6405035
SKRIPSI
Ditulis Dan Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mendapatkan Gelar
Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
TRI ANINGGAR. MOTIVASI PEMILIH DALAM PEMIIHAN UMUM ANGGOTA
DPRD
SURAKARTA
TAHUN
2009
DI
KECAMATAN
JEBRES
KOTA
SURAKARTA TAHUN DIKLAT 2010/2011. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta, Februari 2011.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apa yang menjadi motivasi pemilih
dalam pemilihan umum anggota DPRD tahun 2009 di Kecamatan Jebres Kota Surakarta
berdasarkan klasifikasi usia, jenis kelamin, status ekonomi dan tingkat pendidikan.
Berdasarkan masalah dan tujuan, penelitian ini digunakan bentuk penelitian
kualitatif. Metode penelitian adalah metode penelitian deskriptif. Populasi penelitian
adalah seluruh masyarakat yang bertempat tinggal di Kecamatan Jebres Kota Surakarta
yang telah memiliki hak sebagai pemilih serta menggunakan haknya tersebut dalam
pemilihan umum anggota DPRD Surakarta tahun 2009, sebesar 93.151 orang. Teknik
pengambilan sampel yang dipergunakan adalah purposive sampling dan sampel
penelitian sebesar 26 orang. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara dan
analisis dokumen. Validitas data yang digunakan adalah trianggulasi data.
commit to user
TRI
ANINGGAR.
MOTIVATION
OF
VOTERS
IN
GENERAL
MEMBER
PARLIAMENT SURAKARTA OF 2009 IN CITY SURAKARTA ,JEBRES. SUB IN
TRAINING 2010/2011. Thesis, Surakarta: Faculty of Teacher Training and Education.
Sebelas Maret University, Surakarta, February 2011.
Based on the problems and goals, this study used a qualitative research. The
research method is descriptive research method. The study population was all people
who reside in District Jebres, Surakarta
who already have the right to exercise its
right to vote and those in the general election of DPRD members Surakarta in 2009,
amounting to 93,151 people. The sampling technique used was purposive sampling and
sample study of 26 people. Techniques of data collection using interviews and document
analysis. Validation of data on these research is data trianggulation.
commit to user
Kejernihan hati yang keluar dari setiap manusia tergantung dari apa yang dituangkan dan
akan dijadikan apa bejana hatinya
( Mario Teguh)
Dan apa saja yang kamu minta dalam doa dengan penuh kepercayaan, kamu akan
menerimanya.
(Matius 21:22)
Aku bersyukur kepada-Mu oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib.
commit to user
Skripsi ini dipersembahkan kepada :
Ayah (Alm) dan Ibu tercinta
Mas Hendra, Mbak Ema, Mbak Santi, dan Mas Indra
tersayang
Rekan-rekan PPkn’05
Almamater
commit to user
Puji Syukur peneliti panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan berkat dan karunia-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan
penyusunan skripsi ini dengan judul :”Motivasi Pemilih Dalam Pemilihan Umum
Anggota DPRD Surakarta Tahun 2009 Di Kecamatan Jebres Kota Surakarta”.
Skripsi ini
disusun dalam rangka memenuhi tugas dan melengkapi sebagian persyaratan mendapat
gelar Sarjana Pendidikan.
Banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan dalam penyelesaian penulisan
skripsi ini, namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan-kesulitan yang
timbul dapat teratasi. Untuk itu atas segala bentuk bantuannya, disampaikan terima kasih
kepada yang terhormat :
1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd, Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan UNS Surakarta, yang telah memberikan surat keputusan ijin penyusunan
skripsi ini.
2. Drs. Saiful Bachri, M.Pd, Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, yang
telah memberikan ijin atas penyusunan skripsi ini.
3. Dr. Sri Haryati, M.Pd, Ketua Program Pendidikan kewarganegaraan, yang telah
memberikan ijin atas penyusunan skripsi ini serta sebagai Pembimbing I yang telah
dengan sabar memberikan bimbingan dan pengarahan kepada peneliti sehingga
skripsi ini dapat terselesaikan.
4. Triyanto, SH, M.Hum, Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan
pengarahan kepada peneliti sehingga memperlancar penyusunan skripsi ini
5. Basuki Anggoro Heksa, SE, Camat Kecamatan Jebres yang telah memberikan ijin
kepada peneliti untuk mengadakan penelitian di wilayah Kecamatan Jebres.
6. Segenap pihak yang telah memberikan bantuan dan perhatian sehingga peneliti dapat
commit to user
Seperti pepatah “Tak ada gading yang tak retak” yang artinya segala sesuatu tak
ada yang sempurna. Demikianlah pula dengan skripsi ini, sehingga segala kritik dan saran
demi lebih baiknya skripsi ini sangat diharapkan.
Surakarta, Februari 2011
commit to user
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGAJUAN ... ... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ... ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... ... iv
HALAMAN ABSTRAK ... ... v
HALAMAN MOTTO ... vii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... ... viii
KATA PENGANTAR ... ... ix
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Perumusan Masalah... 5
C. Tujuan Penelitian... 6
D. Manfaat Penelitian... 6
BAB II. LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka ... 8
1. Tinjauan Tentang Motivasi ... 8
a. Pengertian Motivasi... 8
b. Fungsi Motivasi ... 11
c. Indikator Motivasi ... 11
d. Definisi Konseptual Motivasi... 13
e. Definisi Operasiona Motivasi... 13
2. Tinjauan Tentang Pemilih... 13
a. Pengertian Pemilih... 13
b. Tipe-Tipe Pemilih... 17
1) Rasional ... ... 17
2) Tradisional (Emosional) ... ... 18
c. Orientasi Pemilih... ... 19
commit to user
e. Definisi Operasional Motivasi Pemilih ... 21
3. Tinjauan Tentang Pemilihan Umum ... 21
a. Pengertian Pemilihan Umum... 21
b. Azas Pemilihan Umum ... 22
c. Pemilihan Umum Anggota DPRD ... 23
d. Definisi Konseptual Pemilihan Umum... 24
e. Definisi Operasional Pemilihan Umum... 25
4. Tinjauan Tentang Perilaku Politik ... 25
B. Penelitian Yang Relevan ... 27
C. Kerangka Berpikir... 28
BAB III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian... 31
B. Bentuk dan Strategi Penelitian ... 32
C. Sumber Data ... 33
D. Populasi Dan Teknik Sampling (Cuplikan)... 34
E. Teknik Pengumpulan data ... 39
F. Validitas Data ... 40
G. Analisis Data ... 42
H. Prosedur Penelitian... 44
BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 46
1. Tinjauan Geografis ... 46
2. Tinjauan Demografi ... 48
B. Deskripsi Permasalahan Penelitian ... 57
1. Motivasi Pemilih Menurut Klasifikasi Usia ... 59
2. Motivasi Pemiih Menurut Klasifikasi Jenis Kelamin ... 62
3. Motivasi Pemilih Nmenurut Status Ekonomi ... 66
4. Motivasi Pemiih Menurut Tingkat Pendidikan... 70
C. Temuan Studi... ... 74
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Kesimpulan ... 81
commit to user
commit to user
Halaman
Tabel 1. Jadual Kegiatan Penelitian ...
31
Tabel 2. Daftar Informan Kunci ...
38
Tabel 3. DaftarNama Kepala Kelurahan di Kecamatan Jebres Tahun 2008...
43
Tabel 4. Luas wilayah Tiap Kelurahan di Kecamatan Jebres...
48
Tabel 5. Banyaknya Penduduk Menurut Kelompok Umur Dan Jenis
Kelamin Tiap Kelurahan Tahun 2008...
50
Tabel 6. Banyaknya Penduduk Usia 5 Tahun Keatas Menurut Tingkat
Pendidikan Tiap KelurahanTahun 2008 ... ...
54
Tabel 7. Banyaknya Penduduk Menurut Agama Yang Dianut Di Tiap
Kelurahan Tahun 2008 ... .
55
Tabel 8. Banyaknya Tempat Ibadah Menurut Jenisnya Di Tiap Kelurahan
Tahun 2008 ...
56
Tabel 9. Banyaknya Penduduk Menurut Mata Pencaharian Tiap Kelurahan
Tahun 2008 ...
57
Tabel 10 Tabulasi Data ... .. 59
Tabel 11. Motivasi Pemilih Berdasarkan Klasifikasi Usia ... 76
Tabel 12. Motivasi Pemilih Berdasarkan Klasifikasi Jenis Kelamin ... 77
Tabel 13. Motivasi Pemilih Berdasarkan Klasifikasi Status Ekonomi ... 79
commit to user
Halaman
Gambar 1. Bagan Pembagian Jenis Pemilih ... ... 15
Gambar 2. Piramida Lapisan Masyarakat ... 16
Gambar 3. Skema Kerangka Berpikir ... 30
Gambar 4 Macam-macam Teknik Sampling... 36
commit to user
Halaman
Lampiran 1.
Daftar Pertanyaan Wawancara Informal ...
91
Lampiran 2.
Lembar Jawaban Wawancara Informal ...
92
Lampiran 3.
Daftar Pertanyaan Wawancara Formal... ... .
97
Lampiran 4.
Lembar Jawaban Wawancara Formal...
98
Lampiran 5 .
Triangguasi Data I... 133
Lampiran 6.
Triangguasi Data II...
134
Lampiran 7.
Triangguasi Data III... ...
135
Lampiran 8.
Triangguasi Data IV...
136
Lampiran 9.
Jumlah Pemilih Laki-laki dan Perempuan di TPS
Dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu Legislatif 2008
Di Kelurahan Kepatihan Kulon Kota Surakarta ...
137
Lampiran 10
Jumlah Pemilih Laki-laki dan Perempuan di TPS
Dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu Legislatif 2008
Di Kelurahan Kepatihan Wetan Kota Surakarta ...
138
Lampiran 11.
Jumlah Pemilih Laki-laki dan Perempuan di TPS
Dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu Legislatif 2008
Di Kelurahan Sudiroprajan Kecamatan Jebres
Kota Surakarta ...
139
Lampiran 12
Rekapitulasi Jumlah Pemilih Tetap
Tempat Pemungutan Suara (TPS) Pileg 2009
Kelurahan Gandekan...
140
Lampiran 13
Jumlah Pemilih Laki-laki dan Perempuan di TPS
Dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu Legislatif 2008
Di Kelurahan Sewu Kecamatan Jebres
Kota Surakarta ...
141
commit to user
Dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu Legislatif 2008
Di Kelurahan Jagalan Kota Surakarta...
143
Lampiran 16
Jumlah Pemilih Laki-laki dan Perempuan di TPS
Dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu Legislatif 2008
Di Kelurahan Purwodiningratan Kecamatan Jebres
Kota Surakarta ...
144
Lampiran 17
Jumlah Pemilih Laki-laki dan Perempuan di TPS
Dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu Legislatif 2008
Di Kelurahan Tegal Harjo Kecamatan Jebres
Kota Surakarta ...
145
Lampiran 18
Jumlah Pemilih Laki-laki dan Perempuan di TPS
Dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu Legislatif 2008
Di Kelurahan Jebres Kota Surakarta...
146
Lampiran 19
Rekapitulasi Jumlah Pemilih Terdaftar Pada
Masing-masing TPS Pemilu Legislatif 2009 ...
147
Lampiran 20
Peta Kecamatan Jebres ... 149
Lampiran 21.
Foto Aktifitas Pemilih di Kecamatan Jebres...
150
Lampiran 22.
Surat Permohonan Ijin Menyusun Skripsi kepada
Dekan FKIP Universitas Sebelas Maret... ...
151
Lampiran 23
Surat Keputusan Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Sebelas Maret Nomor 706
tentang izin menyusun skripsi...
152
Lampiran 24.
Surat Permohonan Ijin Research/Try Out kepada Camat
Kecamatan Jebres Surakarta...
153
Lampiran 25.
Surat Keterangan telah melakukan penelitian
commit to user
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Di masa sekarang ini, negara Indonesia membutuhkan tumbuh dan
berkembangnya masyarakat madani. Kondisi negara Indonesia yang dilanda
euforia demokrasi, semangat otonomi daerah dan globalisasi membutuhkan
masyarakat yang memiliki kemandirian dan kebebasan menentukan wacana
politik di tingkat publik. Dalam mewujudkan masyarakat madani maka demokrasi
tidak hanya dipahami sebagai bentuk pemerintahan dan sistem politik saja tetapi
demokrasi juga merupakan pandangan hidup.
Salah satu perwujudan demokrasi di Indonesia adalah melalui
penyelenggaraan pemilu yang diselenggarakan secara periodik. Pemilu
merupakan salah satu mekanisme politik untuk memilih pemimpin yang baik di
tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Pemilu seharusnya menjadi sarana bagi
rakyat untuk menyalurkan aspirasinya serta menjadi sarana bagi rakyat untuk
memanifestasikan kekuasaan. Oleh karena itu, kualitas pemilihan umum yang
mencerminkan besarnya akses politik masyarakat menjadi suatu tolok ukur yang
penting untuk melihat demokrasi.
Namun sebelum menentukan pilihannya dalam pemilihan umum,rakyat
harus mengetahui mengenai demokrasi dan pemilihan umum terlebih dahulu.
Pengetahuan mengenai demokrasi dan pemilihan umum dapat ditempuh dengan
adanya pendidikan politik. Pendidikan politik di Indonesia adalah pendidikan
yang diarahkan untuk mewujudkan kesadaran politik yang tinggi bagi warga
negara, sehingga mereka sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara termasuk kesadaran untuk menggunakan hak pilihnya
dalam pemilu berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Pendidikan
politik bertujuan untuk membangun kesadaran dan partisipasi politik rakyat dalam
pemberian suara pada saat pemilu dan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara. Daam rangka membangun kesadaran politik masyarakat,
commit to user
terbelakang pengetahuan politiknya maupun yang sudah mengerti politik, serta
pendidikan politik harus dilaksanakan secara sistematis dan itensif. Untuk itu
mata pelajaran pendidikan Pancasila, Pendidikan Kewarganegaraan, dan
Pendidikan Imu Pengetahuan Sosial merupakan kelompok mata pelajaran yang
memiliki misi seperti itu.
Melalui Pendidikan Kewarganegaraan setiap Warga Negara Indonesia
diharapkan mampu, ”memahami, menganalisis, dan menjawab masalah-masalah
yang dihadapi masyarakat, bangsa dan negaranya secara berkesinambungan dan konsisten dengan cita-cita dan tujuan nasional seperti yang digariskan dalam pembukaan UUD 1945. (Tim,2002:7)
Tidak berbeda dengan kota-kota lain di Indonesia, kota Surakarta juga ikut
mengalami salah satu momentum politik yang dilaksanakan secara periodik lima
tahun sekali ini. Segala persiapan pun dilakukan demi kelancaran pemilihan
umum. Pemilihan umum 2009 ini terbagi menjadi 5 tahap, yakni pendaftaran
pemilih, pencalonan partai politik, kampanye, pemungutan dan penghitungan
suara, serta penetapan hasil. Poin penting dari pendaftaran pemilih adalah proses
update para pemilih yang harus dilakukan minimal setahun sekali. Sulastomo
(2001:5) mengemukakan bahwa:
Dengan pemilihan umum, sebuah negara diyakini dapat membangun bangsa sesuai dengan aspirasi rakyatnya secara berkelanjutan, tertib dan aman. Dengan pemilihan umum dapat tercipta suasana kehidupan berbangsa dan bernegara yang dapat melindungi hak-hak setiap warga negara, sehingga mampu mendorong kreativitas setiap individu untuk ikut berperan dalam membangun bangsanya.
Pada hakekatnya setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban sebagai
warga negara. Hak dan kewajiban warga negara terdapat diberbagai bidang
kehidupan berbangsa dan bernegara antara lain dalam bidang politik, hukum,
ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan. Dalam Undang-Undang Dasar
1945 pada Pasal 27 ayat (1) menyatakan, “Segala warga negara bersamaan
kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum
dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”. Pasal 27 ayat (1) ini
mengandung pengertian bahwa kedudukan dalam pemerintahan termasuk hak
commit to user
Selain itu pada Pasal 28 menyatakan bahwa, “kemerdekaan berserikat,
berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya
ditetapkan dalam Undang-Undang”. Dengan demikian pada pasal 28 mengandung
arti bahwa setiap warga negara dijamin oleh negara untuk berpartisipasi di
berbagai bidang kehidupan berbangsa dan bernegara. jadi hak-hak warga negara
yang dijamin oleh Undang-Undang 1945 antara lain hak membentuk dan
memasuki organisasi politik ataupun organisasi masyarakat yang dalam waktu
tertentu melibatkan diri kedapa aktifitas politik, hak untuk berkumpul yang
berkaitan dengan politik, hak untuk menyatakan pandangan atau pemkiran tentang
politik, hak untuk menduduki jabatan itu dan pemerintahan serta hak memilih
dalam pemilu.
Dengan demikian hak politik warga negara ini dapat diwujudkan dengan
memberikan kebebasan setiap warga negara untuk aktif dalam memberikan
partisipasi politiknya. Dimana Ramlan Surbakti (1992:120) mendefinisikan
bahwa, “Partisipasi politik sebagai kegiatan warga negara biasa dalam
mempengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan kebijaksanaan umum dan
dalam ikut menentukan pemimpin pemerintahan”. Hal tersebut senada dengan
definisi partisipasi politik yang dikemukakan oleh Mirriam Budiardjo dalam
bukunya Drs. Sudijono Sastroatmojo (1995:68) yaitu bahwa, ”Partisipasi politik
adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut secara aktif dalam
kehidupan politik yaitu dengan cara jalan memilih pimpinan negara secara
langsung atau tidak langsung, mempengaruhi kebijakan pemerintah.”
Berdasarkan beberapa defenisi partisipasi politik diatas, dapat diketahui
bahwa yang berperan melakukan kegiatan politik itu adalah warga negara yang
mempunyai jabatan dalam pemerintahan. Dalam sistem pemerintahan, yang
berwenang membuat dan melaksanakan keputusan politik adalah pemerintah,
akan tetapi masyarakat mempunyai hak untuk mempengaruhi proses pembuatan
serta pelaksanaan keputusan yang dibuat oleh pemerintahan tersebut. Oleh karena
itu pemilihan umum anggota DPR, DPD, dan DPRD, Presiden dan Wakil
Presiden secara langsung merupakan fenomena politik baru. Reaksi publik atas
commit to user
dalam beberapa hal mampu menghasilkan perubahan. Perubahan yang terjadi
tidak hanya pada sistem aturan pelaksanaannya, tetapi juga hal-hal yang
bersangkutan dengan motivasi pemilih dalam memberikan partisipasi politiknya.
Begitu pula pada pelaksanaan pemilihan umum anggota DPRD Surakarta tahun
2009.
Motivasi pemilih dalam pemilihan umum sering diidentikkan dengan
alasan atau tujuan apa yang melatarbelakangi pemilih dalam memberikan
partisipasi politiknya dalam pemilihan umum. Namun sebelum mengetahui
motivasi pemilih dalam pemilihan umum, alangkah lebih baik jika mengetahui
apa yang menjadi orientasi pemilih. Menurut Newcomb (1978) & Byrne (1971)
yang dikutip Firmanzah (2007:114) menyatakan bahwa, ”Salah satu model
psikologis yang bisa digunakan untuk menganalisis perilaku pemilih dalam
menentukan pilihannya adalah model kesamaan (similarity) dan daya tarik
(attraction)”. Hal ini dilengkapi oleh Downs (1957) yang dikutip pula oleh
Firmanzah (2007:115) mengemukakan bahwa, ”Dalam dunia politik, ketertarikan
pemilih terhadap kontestan dapat dijelaskan dengan menggunakan model
kedekatan (proximity) atau model ’spatial’.” Dalam model-model tersebut, alasan
pemilih memberikan suaranya adalah karena adanya rasa kesamaan dan kedekatan
sistem nilai dan keyakinan dengan diri pemilih sendiri.
Namun kenyataan yang ada adalah tidak hanya model-model tersebut di
atas yang menjadi orientasi pemilih dalam menyuarakan suaranya. Masih banyak
orientasi-orientasi lain yang muncul dalam diri pemilih sehingga akhirnya menjadi
motivasi pemilih dalam pemilihan umum. Motivasi pemilih yang bisa kita temui
dalam kehidupan politik di negara kita misalnya adalah motivasi yang
ditimbulkan karena ingin mendapatkan imbalan/keuntungan bagi diri sendiri.
Selain itu, motivasi untuk mendapatkan suatu jabatan tertentu serta mendapatkan
’kesejahteraan’ bagi dirinya/golongan. Motivasi seperti itulah yang juga ditemui
di sebagian besar kehidupan politik masyarakat di Kecamatan Jebres Kota
Surakarta. Salah satu contohnya yang terjadi di kampung Mertoudan kelurahan
Mojosongo, sebagian besar pemilih memilih calon anggota DPRD yang
commit to user
Demikian pula yang terjadi di Kelurahan Jagalan Kecamatan Jebres, yaitu adanya
tim sukses calon anggota DPRD yang melakukan kampanyenya dengan
memberikan sejumlah uang bagi siapa yang memilih calon anggota DPRD yang
didukungnya. Sehingga dapat dikatakan bahwa motivasi yang dimiliki oleh
sebagian besar pemilih ini tidak mencerminkan sikap pemilih yang cerdas dan
kritis. Oleh karena itu dibutuhkan suatu penyuluhan dan bimbingan untuk
menjadikan pemilih menjadi pemilih yang kritis dan cerdas. Seperti yang
dikemukakan Ardan
Sirodjuddin(http://ardansirodjuddin.wordpress.com/jadilah-pemilih-cerdas/)bahwa, ”Untuk menjadi pemilih yang cerdas, hendaknya pemilih
tidak memberikan suaranya dalam pemilihan umum kepada: Caleg yang
mempunyai kesan kurang baik, Caleg yang memberikan uang, Caleg yang tidak
dikenal”. Hal ini diharapkan dapat berlaku juga pada pemilihan umum anggota
DPRD Surakarta tahun 2009 di Kecamatan Jebres Kota Surakarta.
Motivasi pemilih pada pemilihan umum anggota DPRD Surakarta tahun
2009 ini merupakan fenomena yang menarik untuk dikaji. Selain itu, fenomena
tersebut sangat berkaitan dengan peran aktif atau partisipasi warganegara. Dimana
partisipasi dalam permasalahan ini adalah mengenai partisipasi politik
warganegara yang dituangkan dalam pelaksanaan pemilihan umum. Sehingga atas
dasar fenomena di atas penulis tertarik meneliti masalah tersebut dengan
mengambiljudul: “Motivasi Pemilih Dalam Pemilihan Umum Anggota DPRD
Tahun 2009 Di Kecamatan Jebres Kota Surakarta”.
B. Perumusan Masalah
Berpijak dari latar belakang di atas, maka perumusan masalah dalam
penilitian ini adalah sebagai berikut :
Apa yang menjadi motivasi pemilih dalam pemilihan umum anggota
DPRD tahun 2009 di Kecamatan Jebres Kota Surakarta berdasarkan
commit to user
C. Tujuan PenelitianPenelitian yang dilakukan tentunya mempunyai tujuan tertentu agar
penelitian menjadi terarah. Adapun tujuan yang ingin saya capai dari penelitian ini
sebagai berikut :
Untuk mengetahui apa yang menjadi motivasi pemilih dalam pemilihan
umum anggota DPRD tahun 2009 di Kecamatan Jebres Kota Surakarta
berdasarkan klasifikasi usia, jenis kelamin, status ekonomi dan tingkat
pendidikan.
D. Manfaat Penelitian
Setiap peneliti yang akan melakukan penelitian tentu berharap kegiatannya
membawa manfaat bagi diri sendiri maupun pihak lain. Demikian pula dengan
penelitian ini diharapkan hasilnya dapat bermanfaat, baik manfaat teoritis maupun
manfaat praktis.
1. Manfaat Teoritis
a. Untuk menambah wawasan mengenai demokrasi dan pemilihan umum di
tingkat daerah, khususnya pemilihan umum anggota DPRD Surakarta tahun
2009.
b. Dapat memberikan jawaban terhadap permasalahan tersebut.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Masyarakat
1) Dapat memberikan masukan bagi masyarakat akan pentingnya motivasi
yang benar di berbagai bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara
2) Dapat memberikan masukan bagi masyarakat untuk bersikap kritis
terhadap fenomena yang terjadi di lingkungan sekitar.
3) Dapat memberikan masukan bagi masyarakat dalam pengimplementasian
commit to user
b. Bagi peneliti
Dapat berguna untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam mendapatkan
gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pancasila dan Kewarganegaraan
commit to user
BAB IILANDASAN TEORI
A. TINJAUAN PUSTAKA
Dalam suatu penelitian ilmiah, konsep teori merupakan langkah awal
dalam usaha memecahkan suatu masalah yang dihadapi karena disinilah diperoleh
informasi atau keterangan abstrak yang bersangkutan dengan variabel
permasalahan yang diteliti. Dengan berpedoman pada konsep teori yang
informatif, seorang peneliti dapat mencari data lapangan yang tepat dan berdaya
guna, sehingga tujuan penelitian dapat tercapai dengan baik.
Dapat dikatakan bahwa tinjauan pustaka dari variabel yang hendak dicapai
oleh peneliti mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap kesimpulan akhir
yang hendak dicapainya. Oleh karena itu kerangka berpikir dasar teori suatu
naskah penelitian ilmiah harus disusun dan direncanakan sesuai dengan arah dan
sasaran yang diinginkan. Dengan memandang pentingnya tinjauan pustaka bagi
kegiatan penelitian maka pada bab ini akan diuraikan beberapa keterangan nilai
yang berkaitan dengan masalah yang peneliti lakukan.
Berdasarkan uraian di atas maka peneliti mengadakan tugas kepustakaan
guna mencari bahan teori yang memuat tentang keterangan abstrak dari variabel
yang relevan dengan masalah yang peneliti lakukan. Adapun landasan teori yang
melandasi kerangka berpikir adalah:
1. Tinjauan tentang motivasi
2. Tinjauan tentang pemilih
3. Tinjauan tentang pemilihan umum
4. Tinjauan tentang perilaku politik
1. Tinjauan Tentang Motivasi
a. Pengertian Motivasi
Di masa sekarang ini, hampir dipastikan bahwa tak seorang pun mampu
melepaskan diri dari dorongan untuk mencapai suatu tujuan. Dorongan ini sering
disebut dengan istilah motif. Dorongan atau tenaga tersebut merupakan gerak jiwa
commit to user
dan jasmani untuk berbuat. Jadi motif merupakan suatu driving force yang
menggerakkan manusia untuk bertingkah-laku, dan di dalam perbuatannya itu
mempunyai tujuan tertentu. Dan setiap tindakan manusia selalu didorong oleh
adanya motivasi (niat). Menurut Mitchell (Winardi, 2002:18) bahwa, “Motivasi
mewakili proses-proses psikologikal, yang menyebabkan timbulnya,
diarahkannya, dan terjadinya persistensi kegiatan- kegiatan sukarela (volunter)
yang diarahkan ke tujuan tertentu”.
Sedangkan Morgan dalam Wasty Soemanto (1987:20) mengemukakan bahwa:
Motivasi bertalian dengan tiga hal yang sekaligus merupakan aspek- aspek dari motivasi. Ketiga hal tersebut adalah: keadaan yang mendorong tingkah laku (motivating states), tingkah laku yang di dorong oleh keadaan tersebut (motivated behavior), dan tujuan dari pada tingkah laku tersebut (goals or ends of such behavior).
Pendapat tersebut senada dengan pengertian motivasi yang terdapat dalam
http: //en.wikipedia.org/wiki/Motivation, bahwa :
Motivation is the activation or energization of goal-oriented behavior. Motivation may be internal or external. The term is generally used for humans but, theoretically, it can also be used to describe the causes for animal behavior as well. According to various theories, motivation may be rooted in the basic need to minimize physical pain and maximize pleasure, or it may include specific needs such as eating and resting, or a desired object, hobby, goal, state of being, ideal, or it may be attributed to less-apparent reasons such as altruism, morality, or avoiding mortality.
Yang artinya bahwa motivasi adalah kegiatan atau tenaga dalam
orientasi-tujuan bertingkah laku. Motivasi dibagi menjadi dalam dan luar. Batasnya adalah
kegunaan umum manusia tapi, teorinya, itu juga dapat digunakan untuk
menguraikan dengan baik sebab-sebab tingkah laku hewan. Berdasarkan
bermacam-macam teori, motivasi mungkin adalah akar dari kebutuhan utama
dalam memperkecil kerusakan alam dan memperbesar kesenangan, atau itu
mungkin termasuk kebutuhan istimewa selain makan dan istirahat, atau keinginan
pada suatu benda, kebiasaan, tujuan, keadaan, ideal, yang mungkin disimbolkan
dengan lebih kecilnya pendapat yang dikeluarkan kecuali orang yang hanya
mementingkan orang lain, adat sopan santun atau bahkan menghindari adat sopan
commit to user
Pengertian motivasi di atas lebih menekankan pada dorongan manusia
dalam bertingkah laku yang membedakannya dengan tingkah laku hewan. Karena
dalam setiap tingkah laku manusia selalu memilki tujuan yang dapat dijadikan
orientasi dalam hidupnya. Selain itu manusia memiliki kemampuan untuk
mewujudkan dorongan yang timbul baik dari dirinya maupun dari luar dirinya.
Sedangkan menurut Galon A. Melendy dalam jurnalnya yang terdapat di
http://www.asian-efl-journal.com/ menyebutkan bahwa :
It is difficult to find a standardized definition for motivation. However, the
word’s Latin root “movere,” which means “to move,” suggests that
motivation can be defined as a process that starts with a need that activates behavior which in turn moves someone towards achieving a goal.
Yang artinya sulit untuk menemukan definisi standar untuk motivasi.
Namun, kata akar bahasa Latin "movere", yang berarti "untuk bergerak,"
menunjukkan bahwa motivasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang
dimulai dengan kebutuhan yang mengaktifkan perilaku yang pada gilirannya
menggerakkan seseorang untuk mencapai tujuan.
Pengertian di atas arti kata motivasi lebih menekankan bahwa suatu
perilaku manusia muncul dikarenakan adanya dorongan untuk memenuhi
kebutuhan. Karena dorongan itu membuat seseorang untuk bergerak demi dapat
mencapai tujuannya. Sebaliknya jika seseorang tidak memiliki dorongan di dalam
dirinya maka dapat dikatakan bahwa seseorang tersebut tidak mempunyai tujuan
yang ingin dicapai.
Sedangkan pengertian motivasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
ialah:
1) Dorongan yang timbul pada diri seseorang sadar atau tidak sadar untuk
melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu.
2) Usaha-usaha yang dapat menyebabkan seseorang atau kelompok orang
tertentu tergerak melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang
dikehendakinya atau mendapat kepuasaan dengan perbuatanya. ( Tim
Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa
commit to user
Berdasarkan pengertian motivasi dari beberapa pendapat di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah dorongan yang timbul dari diri
seseorang untuk melakukan suatu tindakan untuk dapat mencapai tujuan yang
ingin dicapai untuk mendapat kepuasan dari hasil perbuatannya tersebut.
.
b. Fungsi Motivasi
Motivasi merupakan daya upaya yang mendorong seseorang untuk
melakukan suatu kegiatanatau pekerjaan jadi motivasi berkaitan dengan suatu
tujuan. Sehubungan dengan hal tersebut ada 3 (tiga) fungsi motivasi, yaitu:
1) Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor
yang melepaskan energi. Dalam hal ini motivasi sebagai motor atau
penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan.
2) Menentukan arah perbuatan, yakni kearah tujuan yang hendak dicapai.
Dengan demikian motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang
harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuannya.
3) Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang
harus dikerjakan yang sesuai dengan serasi guna mencapai tujuan, dengan
menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan
tersebut.
c. Indikator Motivasi
Motivasi merupakan salah satu komponen pembentuk sikap. Selain itu
motivasi juga dapat diartikan sebagai faktor yang mendorong seseorang untuk
bertindak dengan cara tertentu serta merupakan hal yang menyebabkan,
menyalurkan dan mendukung perilaku manusia. Sedangkan yang melatar
belakangi timbulnya motif seseorang adalah karena adanya keinginan untuk
memenuhi kebutuhan , sebagaimana yang dinyatakan oleh Walter Langer dalam
Onong U Effendy (1983:57-58) bahwa kebutuhan manusia itu ada tiga macam,
yaitu: “ Kebutuhan fisik ( phisical needs), kebutuhan sosial (social needs) dan
kebutuhan egoistis ( egoistic needs)”. Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai
commit to user
1) Kebutuhan fisik (physical needs)
Kebutuhan fisik adalah kebutuhan yang berkaitan dengan kenyamanan
tubuh, seperti makan, minum dan pakaian. Selain contoh tersebut yang menjadi
kebutuhan lainnya adalah tempat tinggal. Dengan kata lain kebutuhan fisik ini
dapat disebut juga dengan kebutuhan pokok manusia. Kebutuhan-kebutuhan
tersebut dapat dianggap terpenuhi apabila tubuh kita sudah merasa nyaman.
2) Kebutuhan sosial (social needs)
Merupakan kebutuhan untuk berhubungan dengan orang lain secara akrab.
Kebutuhan sosial memang sangat dibutuhkan dalam kehidupan bermasyarakat,
karena manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri dengan
berbagai macam kebutuhan dalam hidupnya.
3) Kebutuhan egoistis (egoistic needs)
Merupakan kebutuhan yang tujuannya bukan semata-mata untuk
berhubungan dengan orang lain, akan tetapi lebih dari itu, yaitu kebutuhan
mengenai keinginan untuk mendapat pengakuan keistimewaan dari orang lain
akan dirinya. Kebutuhan ini tidak dapat diperoleh hanya dengan usaha dari dirinya
sendiri melainkan dengan keterlibatan orang lain agar bersedia mengakui
keberadaannya.
Berdasarkan uraian di atas peneliti dapat simpulkan indikator-indikator
motivasi. Berikut adalah indikator-indikator motivasi dalam penelitian ini
meliputi :
1) Adanya dorongan yang dididominasi dari dalam diri sendiri dan didukung
sebagian kecil dorongan dari luar dirinya
2) Untuk melakukan suatu tindakan tertentu yang terkait dengan pelaksanaan
pemilihan umum anggota DPRD Kota Surakarta tahun 2009
3) Adanya aktivitas politik yang berkaitan dengan pelaksanaan pemilihan
umum, khususnya pemilihan umum anggota DPRD Kota Surakarta tahun
2009
4) Adanya kegiatan pemilihan umum anggota DPRD Kota Surakarta tahun
commit to user
d. Definisi Konseptual Motivasi
Motivasi merupakan suatu tenaga penggerak yang menggerakkan manusia
dalam bertindak dan bertingkah laku yang mana dalam tindakan dan tingkah
lakunya tersebut memiliki suatu tujuan yang ingin dicapai, yang dilakukan secara
sadar maupun tidak sadar sehingga membuat seseorang atau bahkan sekelompok
orang tergerak untuk melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang
dikehendakinya demi mendapat kepuasan dari tindakannya tersebut.
e. Definisi Operasional Motivasi
Motivasi merupakan suatu dorongan yang dapat berasal dari diri sendiri
maupun dari luar dirinya serta dari lingkungan disekitarnya yang membuat
seseorang atau sekelompok orang mengambil suatu keputusan untuk melakukan
suatu tindakan demi mencapai tujuan tertentu.
2. Tinjauan Tentang Pemilih
a. Pengertian Pemilih
Pemilih adalah warga negara yang berhak memilih dalam pemilihan
umum. Menurut pasal 15 PP RI No.6 Tahun 2005 yang dimaksud pemilih yaitu
Warga Negara Republik Indonesia yang pada hari pemungutan suara, pemilih
sudah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau sudah/pernah kawin mempunyai hak pilih. Dari pasal ini terdapat dua kemungkinan. Kemungkinan pertama yaitu
bahwa warga negara Indonesia yang terdaftar sebagai penduduk (memiliki kartu tanda penduduk) di daerah yang bersangkutan. Dan kemungkinan yang kedua adalah warga negara Indonesia yang telah berdomisili di daerah bersangkutan
dalam jangka waktu tertentu.
Untuk dapat menggunakan hak pilih, seorang warga negara Indonesia
harus terdaftar sebagai pemilih. Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk dapat
didaftar sebagai pemilih adalah:
1) Nyata-nyata tidak sedang terganggu jiwa/ingatan
2) Tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang
commit to user
3) Berdomisili di daerah pemilihan sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan sebelum disahkannya daftar pemilih sementara yang dibuktikan dengan
kartu tanda penduduk
Selain itu menurut Eep Saefulloh Fatah (http//www.kompas.com/2007),
“Perbedaan mencolok antara pemilih (voters) dan supporters. Setelah pemilihan dilaksanakan tugas pemilih justru baru dimulai.” Sebaliknya, tugas supporters
telah selesai setelah hasil pemilihan umum diumumkan. Supporters sering kali
lebih emosional, tidak punya agenda dan hanya bisa marah, dan hal ini akan
berhenti dengan sendirinya jika mereka telah menerima imbalan. Sedangkan
voters cenderung akan terus melawan, menagih janji dan menuntut
pertanggungjawaban serta mengontrol jalannya pemerintahan yang dilaksanakan
oleh pemerintah baru pemenang pemilihan umum.
Sementara itu, Brenan dan Lomasky (1977) serta Fiorina (1976) yang dikutip Firmanzah(2007:105)menyatakan bahwa:
Keputusan memilih selama pemilu adalah perilaku ekspresif. Perilaku ini tidak jauh berbeda dengan perilaku supporter yang memberikan dukungan pada sebuah tim sepakbola. Menurut mereka, perilaku memilih sangat dipengaruhi oleh loyalitas dan ideologi. Keputusan untuk memberikan dukungan dan suaranya tidak akan terjadi apabila tidak terdapat loyalitas pemilih yang cukup tinggi terhadap partai politik jagoannya atau memilih cenderung memilih ideologi yang sama dengan yang mereka anut dan menjauhkan diri dari ideologi yang berseberangan dengan mereka.
Berdasarkan pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa pemilih masih
kurang rasional karena hanya memiliki orientasi sesaat tidak memikirkan ke
depan dan beraksi untuk mencapai tujuan atau masih dikategorikan sebagai
pemilih tradisional. Pemilih dalam jenis ini memiliki orientasi ideologi sangat
tinggi dan terlalu melihat kebijakan partai politik atau seorang kontestan sebagai
suatu yang penting dalam pengambilan keputusan. Pemilih tradisional dalam hal
ini masih menekankan sudut pandang hubungan emosional daripada hubungan
rasional. Hubungan emosional ini timbul disebabkan oleh adanya faktor
kekerabatan dan faktor good looking. Sedangkan hubungan rasional lebih
menekankan dari sudut pandang misi-visi dan program yang menjadi tujuan dari
commit to user
adalah karena tingkat pendidikan rendah dan sangat teguh memegang nilai serta
faham yang dianut.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pemilih adalah semua
pihak yang menjadi tujuan utama para calon wakil rakyat untuk mereka pengaruhi
dan yakinkan agar mendukung dan dikemudian hari dapat memberikan suaranya
kepada calon wakil rakyat peserta pemilihan umum. Pemilih dalam hal ini dapat
berupa masyarakat pada umumnya maupun para calon wakil rakyat itu sendiri.
Dimana yang disebut calon wakil rakyat adalah kelompok masyarakat yang
merasa diwakili oleh suatu ideologi tertentu yang kemudian termanifestasikan
dalam institusi politik seperti partai politik. Sedangkan kelompok masyarakat
adalah para pendukung suatu partai politik di lingkungan internal atau peserta
pemilihan umum dan pendukung pesaing-pesaing di lingkungan eksternal.
Untuk lebih jelasnya di bawah ini terdapat bagan tentang pembagian jenis
pemilih yang dikemukakan leh Firmanzah( 2007:103).
Internal
Eksternal
Non Partisan
Calon Wakil
Rakyat
Pemilih
Calon Wakil Rakyat
[image:33.612.132.508.192.547.2]Dari Partai Lain
Gambar 1. Bagan Pembagian Jenis Pemilih
Selain kelompok masyarakat di atas, Soerjono Soekanto (2002:220)
menggolongkan masyarakat yang digambarkan melalui piramida lapisan
commit to user
Gambar 2. Piramida Lapisan Masyarakat
Gambar piramida yang mengerucut ke atas tersebut menunjukkan bahwa
anggota masyarakat yang berada pada lapisan atas jumlahnya sedikit, hal ini
terjadi karena untuk mencapai lapisan tersebut perlu sejumlah syarat dan
persaingan yang ketat. Ada tahapan yang di bawahnya ialah lapisan menengah
yang jumlahnya relatif lebih banyak daripada lapisan atas. Sedangkan pada
lapisan bawah jumlahnya paling banyak bila dibandingkan lapisan atas dan
lapisan menengah.
Untuk mengetahui kriteria atau ukuran yang digunakan untuk
menggolongkan masyarakat ke dalam lapisan-lapisan di atas, maka Soerjono
Soekanto (2002:237-238) mengemukakan beberapa kriteria atau ukuran yang
dapat dipakai, yaitu : “Ukuran kekayaan, ukuran kekuasaan, ukuran kehormatan,
ukuran ilmu pengetahuan.”
a) Ukuran Kekayaan
Barangsiapa yang memiliki kekayaan paling banyak termasuk dalam lapisan
teratas. Kekayaan tersebut misalnya dapat dilihat dari bentuk rumah yang
bersangkutan, mobil pribadi, cara-cara mengenakan pakaian serta bahan
pakaian yang dipakainya, kebiasaan berbelanja barang-barang mahal dan
seterusnya.
Berkaitan dengan ukuran kekayaan, Soerjono Soekanto (2002:245) juga
mengemukakan pendapatnya mengenai kategori status ekonomi dalam
masyarakat, yaitu sebagai berikut :
“Status ekonomi dapat dikategorikan menjadi:
commit to user
(2) Status ekonomi menengah yaitu dengan penghasilan Rp1.000.000; sampai dengan Rp2.500.000; per bulan
(3) Status ekonomi menengah ke atas yaitu dengan penghasilan di atas
Rp2.500.000;per bulan.”
b) Ukuran Kekuasaan
Barangsiapa yang memiliki kekuasaan atau yang mempunyai wewenang
terbesar maka akan menempati lapisan atas.
c) Ukuran Kehormatan
Ukuran kehormatan mungkin terlepas dari ukuran-ukuran kekayaan dan atau
kekuasaan. Orang yang paling disegani dan dihormati menempati lapisan atas.
d) Ukuran Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan sebagai ukuran, dipakai dalam masyarakat yang menghargai
ilmu pengetahuan. Akan tetapi ukuran tersebut kadang-kadang menyebabkan
terjadinya akibat-akibat yang negatif, karena ternyata bukan mutu ilmu
pengetahuan yang menjadi ukuran, akan tetapi gelar kesarjanaannya. Sudah
tentu hal demikian memacu segala macam usaha untuk mendapat gelar
tersebut walau tidak halal. Namun hal tersebut bertolak belakang dengan
pendapat yang disampaikan oleh Darji Darmodiharjo (1981:14), bahwa
“Pendidikan adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan
kemampuan.” Sehingga apabila memperoleh ilmu pengetahuan hanya untuk
mendapatkan gelar, maka hal itu akan sia-sia. Karena dalam pendidikan antara
kepribadian dan kemampuan untuk dapat menangkap ilmu pengetahuan harus
seimbang. Dengan demikian hasilnya pun pasti lebih memuaskan.
b. Tipe-Tipe Pemilih
Pemilih pada pemilihan umum yang memiliki orientasi yang berbeda
seperti telah diuraikan di atas menunjukkan bahwa pemilih dapat dibedakan
menjadi beberapa tipe. Seperti yang dikemukakan oleh Firmanzah (2007:135-137)
yaitu bahwa tipe-tipe tersebut terbagi menjadi 2 yaitu sebagai berikut :
1) Pemilih Rasional
Pemilih rasional (rational voter) merupakan pemilih yang lebih
commit to user
(platform). Namun pemilih tipe ini tidak hanya melihat program kerja (platform)
yang berorientasi ke depan, tetapi juga menganalisis apa saja yang telah dilakukan
oleh calon wakil rakyat tersebut di masa sebelumnya. Kinerja calon wakil rakyat
biasanya termanifestasikan pada reputasi atau citra yang berkembang di
masyarakat.
Pemilih tipe ini memiliki ciri khas yang tidak begitu mementingkan ikatan
ideologi kepada suatu partai atau seorang calon wakil rakyat. Pemilih tipe ini
inginmelepaskan hal-hal yang bersifat dogmatis, tradisional dan ikatan lokasi
dalam kehidupan politiknya. Pertimbangan logis sangat dominan dalam proses
pengambilan keputusan. Hal terpenting bagi pemilih tipe ini adalah apa yang bisa
(dan yang telah) dilakukan calon wakil rakyat, bukan faham dan nilai dari calon
wakil rakyat tersebut. Oleh karena itu jika seorang calon wakil rakyat ingin
menarik perhatian dari pemilih tipe ini, mereka harus mengedepankan solusi logis
akan permasalahan ekonomi, pendidikan, kesejahteraan, sosial-budaya, hubungan
luar negeri, dan lain-lain. Karena pemilih tipe ini tidak akan segan-segan untuk
berpindah kelain hati jika mereka menganggap bahwa calon wakil rakyat tidak
mampu menyelesaikan permasalahan nasional.
2) Pemilih Tradisional (Emosional)
Menurut Rohrscheneider yang dikutip oleh Firmanzah (2007:137) bahwa,
“Pemilih tradisional merupakan pemilih yang bisa dimobilisasi selama masa
kampanye”. Pemilih tipe ini sangat mengutamakan kedekatan sosial-budaya, nilai,
asal-usul, faham dan agama sebagai ukuran dalam pengambilan keputusan.
Pemilih tipe ini juga tidak terlalu memperhatikan tentang apa yang telah dilakukan
dan apa yang akan dilakukan oleh calon wakil rakyat yang mereka dukung. Salah
satu karakteristik mendasar tipe pemilih ini adalah tingkat pendidikan yang rendah
dan sangat konservatif dalam memegang nilai serta faham yang dianut.
Salah satu ciri khas dari pemilih tipe ini adalah loyalitas tinggi. Karena apa
saja yang dikatakan oleh seorang yang didukungnya merupakan sebuah kebenaran
yang sulit untuk dibantah. Ideologi dianggap sebagai suatu landasan dalam
membuat suatu keputusan serta bertindak, dan terkadang terkadang kebenarannya
commit to user
yang didukungnya dianggap sebagai petunjuk dalam bersikap dan bertindak.
Meskipun dalam hal ini ideologi sangat sulit untuk berubah, tapi bukan berarti
tidak bisa berevolusi seiring dengan perjalanan waktu.
c. Tinjauan Tentang Orientasi Pemilih
Mencoba memahami faktor-faktor yang melatarbelakangi mengapa dan
bagaimana pemilih menyuarakan pendapatnya adalah sesuatu yang penting, baik
dalam teori maupun praktik. Untuk mengetahuinya, maka perlu diketahui pula apa
yang menjadi orientasi pemilih dalam menyuarakan pendapatnya pada pemilu.
Dalam hal ini orientasi pemilih dapat dibagi menjadi 2 seperti yang terdapat
dalam Firmanzah (2007:116-122), yaitu :
1) Orientasi Policy - Problem–Solving
Pada orientasi Policy – Problem – solving ini pemilih menaruh perhatian
yang sangat tinggi atas cara calon wakil rakyat atau partai politk dalam
menawarkan solusi sebuah permasalahan. Karena semakin efektif seorang / calon
wakil rakyat dalam menawarkan solusi yang tepat untuk menjawab permasalahan,
maka semakin tinggi pula probabilitas untuk dipilih oleh para pemilih. Para
pemilih yang mempunyai orientasi ini mempunyai kecenderungan untuk tidak
memilih calon wakil rakyat yang kurang mampu menawarkan program kerja dan
hanya mengandalkan spekulasi serta jargon-jargon politik. Program kerja dan
solusi atas suatu permasalahan harus jelas, detail dan logis. Firmanzah (2007:116)
mengutip pendapat dari Bartels (1988) bahwa “ ketidakpastian (uncertainly) atas
program kerja partai atau calon wakil rakyat memiliki efek negatif terhadap
persepsi pemilih”.
Pemilih tidak memilih ketertarikan pada program-program kerja yang
sama sekali tidak menjawab permasalahan yang mereka hadapi. Oleh karena itu,
jika wakil rakyat dinilai gagal untuk memperjuangkan kepentingan rakyat akan
berakibat pemberian hukuman (punishment) bagi wakil rakyat yang bersangkutan.
Hukuman tersebut direalisasikan dengan tidak dipilihnya kembali wakil rakyat
yang bersangkutan pada pelaksanaan pemilihan umum mendatang. Sebaliknya
commit to user
rakyat tersebut akan diberikan penghargaan (reward). Penghargaan ini dapat
berupa dipilihnya wakil rakyat tersebut dalam pelaksanaan pemilihan umum
mendatang.
Penilaian tentang policy – problem – solving dapat dilakukan secara
‘ex-post’ dan ‘ex-ante’. Penilaianex-post berarti menilai apa saja yang telah dilakukan
sebuah partai ataupun wakil rakyat yang berkuasa untuk memperbaiki kondisi
yang ada. Sementara ex–ante dilakukan dengan mengukur dan menilai
kemungkinan program kerja dan solusi yang ditawarkan seorang wakil rakyat
ketika diterapkan untuk memecahkan sebuah persoalan.
2) Orientasi Ideologi
Dalam banyak hal ideologi sering diartikan sebagai lawan kata dari
kebenaran, ilmu pengetahuan, jalan pikiran atau logika. Firmanzah (2007:120)
juga mengutip pendapat dari Loewenstein (1983) bahwa“ Ideology is a consistent
intregrated pattern of thought and beliefs explaining man’s attitude toward life
and his existency in society, and advocating a conduct and action pattern
responsive to and commensurate with such thought and beliefs”.
Yang artinya adalah bahwa ideologi adalah suatu pola integrasi konsisten
dari pikiran dan kepercayaan yang menjelaskan sikap seseorang tentang
kehidupan dan keberadaannya di lingkungan sosial dan mempertahankan suatu
sikap dan pola perbuatan untuk menjawab dan menyeimbangkan antara pikiran
dan kepercayaan. Ini berarti bahwa ideologi merupakan keseimbangan antara
pikiran dan kepercayaan terhadap sikap wakil rakyat tentang kehidupan dan
keberadaannya di lingkungan sosial, yang kemudian bertujuan menjawab segala
permaslahan yang timbul di kalangan masyarakat pada umumnya.
Ideologi bukanlah sesuatu yang baku, karena ideologi dianggap sebagai
faktor utama bagi pemilih dalam menentukan siapakah yang akan dipilih dan
sekaligus bisa berevolusi seiring dengan perjalanan waktu. Dalam hal ini terdapat
dialetika antara ideologi pemilih dengan ideologi partai atau ideologi calon wakil
rakyat peserta pemilihan umum. Di satu sisi, peran partai politik dan seorang
calon wakil rakyat mungkin saja mencoba menyakinkan pemilih dari kalangan
commit to user
rakyat sama dengan ideologi mereka. Di sisi lain, pemilih memiliki sistem nilai
dan kenyakinan, ex-ante, yang menjadi petunjuk untuk menilai partai politik atau
calon wakil rakyat mana yang memiliki kesamaan dengan ideologi mereka.
d. Definisi Konseptual Motivasi Pemilih
Motivasi adalah dorongan yang timbul dari diri seseorang/ pemilih untuk
melakukan suatu tindakan untuk dapat mencapai tujuan yang ingin dicapai untuk
mendapat kepuasan dari hasil perbuatannya tersebut.
e. Definisi Operasional Motivasi Pemilih
Motivasi pemilih dapat timbul dari dorongan diri sendiri maupun dari luar
diri sendiri yang kemudian membuat pemilih memiliki orientasi yang berbeda,
yaitu orientasi policy problem solving dan orientasi ideologi. Orientasi policy
problem solving disini lebih menitik beratkan pada cara calon wakil rakyat atau
partai politik dalam menawarkan solusi sebuah permasalahan. Sedangkan
orientasi ideologi lebih menitik beratkan pada keseimbangan antara pikiran dan
kepercayaan terhadap sikap wakil rakyat tentang kehidupan dan keberadaannya di
lingkungan sosial, yang kemudian bertujuan menjawab segala permasalahan yang
timbul di kalangan masyarakat pada umumnya.
3. Tinjauan Tentang Pemilihan Umum
a. Pengertian Tentang Pemilihan Umum
Pada masa sekarang ini, negara-negara di dunia hampir seluruhnya
menggunakan demokrasi tidak langsung atau demokrasi perwakilan. Hal ini
berarti kekuasaan rakyat diwakili oleh Badan Perwakilan Rakyat. Di negara kita,
salah satu cara untuk memilih wakil rakyat adalah melalui pemilihan umum
(Pemilu). Karena pemilu merupakan sarana untuk mewujudkan kedaulatan rakyat
dalam pemerintahan Negara Kesatuan RI yang berdasarkan Pancasila,
sebagaimana yang diamanatkan dalam UUD 1945. Hal ini dipertegas dalam UU
No.32 tahun 2008 yaitu bahwa pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan
commit to user
dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Melalui pemilihan umum yang demokratis, pergantian pemerintahan dapat
dilaksanakan secara damai, dan melalui pemilihan umum ruang politik publik
terbuka luas. Pemilihan umum adalah salah satu sarana untuk menilai kualitas
demokrasi, selain kebebasan (kebebasan pers, kebebasan berpendapat, kebebasan
berorganisasi, kebebasan beragama), persamaan di depan hukum dan distribusi
pendapatan yang adil. Sulastomo (2001:5)mengemukakan bahwa:
Dengan pemilihan umum, sebuah negara diyakini dapat membangun bangsa sesuai dengan aspirasi rakyatnya secara berkelanjutan, tertib dan aman. Dengan pemilihan umum dapat tercipta suasana kehidupan berbangsa dan bernegara yang dapat melindungi hak-hak setiap warga negara, sehingga mampu mendorong kreativitas setiap individu untuk ikut berperan dalam membangun bangsanya.
Oleh karena itu guna melancarkan penyelenggaraan pemilihan umum dibutuhkan
berbagai persiapan-persiapan yang terdiri dari 5 tahap, yakni pendaftaran pemilih,
pencalonan partai politik, kampanye, pemungutan dan penghitungan suara, serta
penetapan hasil.
Selain pengertian pemilihan umum di atas, pemilihan umum juga
merupakan suatu proses memilih orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik
tertentu, seperti presiden, anggota DPR, DPD (parlemen), DPRD, gubernur,
bupati/walikota dan kepala desa.
b. Azas Pemilihan Umum
Pemilu diselenggarakan secara demokratis dan transparan, jujur dan adil
dengan mengadakan pemberian dan pemungutan suara secara langsung, umum,
bebas, dan rahasia. Dengan demikian berdasarkan Undang-undang tersebut
Pemilu menggunakan azas sebagai berikut :
1) Jujur
Yang berarti bahwa penyelenggara/pelaksana, pemerintah dan partai
commit to user
semua pihak yang terlibat secara tidak langsung harus bersikap dan bertindak jujur
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2) Adil
Berarti dalam penyelenggaraan Pemilu setiap pemilih dan Parpol peserta
Pemilu mendapat perlakuan yang sama serta bebas dari kecurangan pihak
manapun.
3) Langsung
Yaitu rakyat pemilih mempunyai hak untuk secara langsung memberikan
suaranya sesuai dengan kehendak hati nuraninya, tanpa perantara.
4) Umum
Pada dasarnya semua warga negara yang memenuhi persyaratan minimal
dalam usia, yaitu sudah berumur 17 tahun atau telah pernah kawin, berhak ikut
memilih dalam Pemilu. Warga negara yang sudah berumur 21 tahun berhak
dipilih.
5) Bebas
Setiap warga negara yang memilih menentukan pilihannya tanpa tekanan
dan paksaan dari siapapun. Dalam melaksanakan haknya setiap warga negara
dijamin keamanannya, sehingga dapat memilih sesuai dengan kehendak hati
nurani dan kepentingannya.
6) Rahasia
Yang berarti dalam memberikan suaranya, pemilih dijamin bahwa
pilihannya tidak akan diketahui oleh pihak manapun dan dengan jalan apapun.
Azas rahasia ini tidak berlaku lagi bagi pemilih yang telah keluar dari tempat
pemungutan suara yang secara suka rela bersedia mengungkapkan pilihannya
kepada pihak manapun.
c. Pengertian Tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah
Pemilihan umum anggota DPRD tertuang di dalam Undang-Undang No.
10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat,
commit to user
1) Pemilihan Umum, selanjutnya disebut Pemilu, adalah sarana
pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung,
umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia Tahun 1945.
2) Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah
pemilu untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pemilihan umum anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah kota adalah pemilihan umum untuk memilih anggota
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kota dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar negara Republik
Indonesia tahun 1945. Pelaksanaan pemilihan umum anggota DPRD kota
berdasarkan Undang-Undang No. 10 Tahun 2008 tentang pemilihan Umum
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah.
d. Definisi Konseptual Pemilihan Umum
Pemilihan umum adalah lembaga sekaligus praktik politik yang
memungkinkan terbentuknya sebuah pemerintahan perwakilan (representative
goverment). Pemilihan umum juga disebut dengan ‘political market’, artinya
pemilihan umum adalah dasar politik tempat individu/masyarakat berinteraksi
untuk melakukan kontrak sosial (perjanjian masyarakat) antara peserta pemilihan
umum dengan pemilih yng memiliki hak pilih setelah terebih dahulu melakukan
serangkaian aktivitas politik yang meliputi kampanye, iklan politik melalui media
massa cetak, audio dan visual, serta media lainnya guna menyakinkan pemilih
sehingga pada saat pencoblosan dapat menentukan pilihannya terhadap salah satu
commit to user
eksekutif. Selain itu pemilihan umum juga merupakan salah satu sarana
pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas,
rahasia, jujur dan adil demi mewujudkan demokrasi dengan menjunjung tinggi
kebebasan, persamaan di depan hukum dan distribusi pendapatan yang adil
sehingga tercipta kesejahteraan bersama.
e. Definisi Operasional Pemilihan Umum
Pemilihan umum merupakan suatu sarana bagi masyarakat untuk ikut
berpartisipasi dalam memberikan suaranya guna memilih wakil rakyat, serta
merupakan bukti adanya upaya untuk mewujudkan demokrasi.
4. Tinjauan Tentang Perilaku Politik
Perilaku politik merupakan interaksi antara aktor-aktor politik, baik
masyarakat, pemerintah atau lembaga dalam proses politik. Perilaku politik dapat
dirumuskan sebagai kegiatan yang berkenaan dengan proses pembuatan dan
pelaksanaan keputusan politik. Perilaku politik pada umumnya ditentukan oleh
faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal dari individu tersebut misalnya
seperti idealisme, tingkat kecerdasan, dan kehendak hati, sedangkan faktor
eksternal (kondisi lingkungan) misalnya seperti kehidupan beragama, sosial,
politik, ekonomi dan sebagainya yang mengelilinginya. Menurut Jack C. Plano
dkk yang dikutip Moh. Ridwan (1997:25), bahwa :
Perilaku politik adalah pikiran dan tindakan manusia yang berkaitan dengan proses memerintah. Yang termasuk perilaku politik adalah tanggapan-tanggapan internal (pikiran, persepsi, sikap dan keyakinan) dan juga tindakan-tindakan yang nampak (pemungutan suara, gerak protes, lobbying, kaukus, kampanye dan demonstrasi).
Dari pendapat di atas jelas bahwa perilaku politik bukanlah sesuatu yang dapat
berdiri sendiri tetapi mengandung keterkaitan dengan hal yang lain. Salah satu hal
tersebut adalah sikap politik. Sikap dan perilaku memang sangat erat
hubungannya, namun keduanya dapat dibedakan. Karena sikap merupakan
kesiapan untuk bereaksi terhadap objek lingkungan tertentu, sehingga belum
commit to user
Kecenderungan inilah yang kemudian mendorong munculnya perilaku
memilih (voting behavior). Perilaku memilih merupakan perilaku politik warga
negara yang sering dikaitkan dengan kegiatan mereka memilih wakilnya dalam
pemilihan umum. Dimana dalam perilaku memilih ini terdapat beberapa
pendekatan seperti yang dikemukakan oleh Ramlan Surbakti (1992:145-246) yang
mengklasifikasikan pendekatan dalam perilaku memilih menjadi lima, yaitu
“pendekatan struktural, pendekatan sosiologis, pendekatan ekologis, pendekatan
psikologis, dan pendekatan pilihan rasional”.
a Pendekatan struktural adalah pendekatan yang melihat kegiatan memilih
sebagai produk dari konteks struktur yang lebih luas, seperti struktur sosial,
sistem partai, sistem pemilihan umum, permasalahan, dan program yang
ditonjolkan oleh setiap partai.
b Pendekatan sosiologis merupakan pendekatan yang cenderung menempatkan
kegiatan memilih dalam kaitan dengan konteks sosial. Kongkretnya, pilihan
seseorang dalam pemilihan umum dipengaruhi latar belakang demografi dan
sosial ekonomi, seperti jenis kelamin, tempat tinggal (kota-desa), pekerjaan,
pendidikan, kelas, pendapatan dan agama.
c Pendekatan ekologis hanya relevan apabila dalam suatu daerahpemilihan
terdapat perbedaan karakteristik pemilih berdaarkan unit territorial, seperti
desa, kelurahan, kecamatan, dan kabupaten.
d Pendekatan psikologi sosial merujuk pada persepsi pemilih atas partai-partai
yang ada atau keterikatan emosional pemilih terhadap partai tertentu.
e Pendekatan pilihan rasional melihat kegiatan memilih sebagai produk
kalkulasi untung dan rugi. Yang dipertimbangkan tidak hanya “ongkos”
memilih dan kemungkinan suaranya dapat mempengaruhi hasil yang
diharapkan tetapi juga melihat alternatif lain yang menguntungkan.
Namun dalam penelitian ini, peneliti hanya menggunakan dua pendekatan,
yaitu : pendekatan sosiologis dan pendekatan psikologis. Dimana pendekatan
sosiologis pada penelitian ini dapat dilihat dari pengklasifikasian motivasi pemilih
dalam pemilihan umum anggota DPRD Surakarta tahun 2009 di Kecamatan
commit to user
Sedangkan penggunaan pendekatan psikologis dalam penelitian ini dapat dilihat
pada pengklasifikasian motivasi pemilih berdasarkan orientasi yang dimilikinya
dalam memberikan suara dalam pemilihan umum anggota DPRD Surakarta tahun
2009 di Kecamatan Jebres. Dengan mengetahui orientasi yang dimiliki pemilih
berdasarkan klasifikasi motivasi pemilih tersebut, maka pemilih dapat
dikelompokkan lagi menjadi dua tipe yaitu tipe pemilih rasional dan tipe pemilih
tradisional
A. PENELITIAN YANG RELEVAN
Selama pencarian yang telah peneliti lakukan, peneliti belum menemukan
penelitian yang relevan dengan penelitian yang peneliti ambil. Peneliti baru bisa
menemukan penelitian seperti yang tertera di bawah ini:
1. Pipien Ariestaningsih. 2008. Partisispasi Politik Masyarakat Dalam
Pencalonan Kepala Desa Di Desa Blimbing Kecamatan Gatak Kabupaten
Sukoharjo (Studi Kasus Calon Kepala Desa Melawan Kotak Kosong). Pada
penelitian ini dijelaskan bahwa dalam pencalonan kepala desa hanya terdapat
satu calon kepala desa yaitu mantan kepala desa itu sendiri. Karena bagi
masyarakat yang sebenarnya memiliki minat untuk mencalonkan diri menjadi
kepala desa mempunyai beberapa kendala perihal dana pencalonan serta
merasa kalah pamor dibanding mantan kepala desa yang mencalonkan diri
menjadi kepala desa kembali. Hal inilah yang membuat masyarakat
mengurungkan niat mencalonkan diri sebagai kepala desa karena mereka takut
tidak ada yang memilih mereka.
2. Barni. 2007. Partisipasi Politik Ditinjau Dari Pendidikan Dan Status Sosial Di
Desa Pekandangan Kecamatan Banjarmangu, Banjarnegara. Pada penelitian
kedua ini menjelaskan bahwa tingkat pendidikan seseorang ikut menentukan
tingkat partisipasi politik seseorang itu pula. Demikian pula dengan status
sosial, karena semakin tinggi status sosial seseorang di mata masyarakat,
menunjukkan besarnya motivasi seseorang dalam kegiatan politik bangsa.
Dari pokok permasalahan kedua penelitian di atas, maka dapat peneliti
commit to user
dipengaruhi oleh motivasi politik seseorang. Jika dikaitkan dengan penelitian
yang peneliti ambil, maka kedua penelitian tersebut memiliki hubungan yang
positif. Karena peneliti mengambil penelitian mengenai motivasi pemilih dalam
pemilihan umum anggota DPRD Surakarta. Yang dimaksud pemilih disini adalah
masyarakat yang sudah berhak untuk memilih. Sehingga dalam memberikan
pemilih tentu memiliki motivasi atau dorongan untuk mencapai suatu tujuan.
Dimana motivasi pemilih satu dengan pemilih lainnya pasti berbeda. Sehingga
untuk mengetahui perbedaan tersebut peneliti juga mengklasifikasikan pemilih
menjadi empat, yaitu berdasarkan usia, jenis kelamin, status ekonomi dan tingkat
pendidikan.
B. KERANGKA BERFIKIR
Suatu kenyataan bahwa dalam pelaksanaan pemilihan umum motivasi
pemilih ikut menentukan berhasil dan tidaknya pemilihan umum tersebut. Pemilih
adalah seorang atau kelompok orang yang ikut berpartisipasi dalam pemilihan
umum yang dapat dilatarbelakangi oleh motivasi yang berbeda-beda. Motivasi
pemilih merupakan suatu dorongan yang bisa berasal dari diri pemilih maupun
dari luar diri pemilih dengan tujuan tertentu yang dicapai oleh pemilih tersebut.
Sehingga motivasi pemilih dapat diklasifikasikan menjadi 4, yaitu berdasarkan
usia, jenis kelamin, status ekonomi dan tingkat pendidikan.
Pada klasifikasi pertama yaitu pemilih yang dibedakan berdasarkan usia
dapat dibagi menjadi tiga, yaitu usia 17 tahun – 25 tahun, usia 26 tahun – 45
tahun, dan usia 46 tahun– lanjut. Kemudian pada klasifikasi kedua yaitu pemilih
yang dibedakan menurut jenis kelamin, yaitu laki-laki dan perempuan. Klasifikasi
ketiga dibedakan menurut status ekonomi. Pada klasifikasi ini peneliti
membaginya menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok status ekonomi menengah ke
atas yaitu pemilih yang memiliki penghasilan di atas Rp2.500.000;- se