• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR PUSTAKA

5. Consensus orientation

Peraturan Keterangan

UU no 10 tahun 2009

Pasal 59

Pemerintah Daerah mengalokasikan sebagian dari pendapatan yang diperoleh dari penyelenggaraan pariwisata untuk kepentingan pelestarian alam dan budaya.

PP no 28 tahun 2011

Pasal 43

Ayat (1) Penyelenggaraan KSA dan KPA dapat dikerjasamakan dengan badan usaha, lembaga internasional, atau pihak lainnya.

Ayat (2) Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan untuk: a. penguatan fungsi KSA dan KPA; dan

b. kepentingan pembangunan strategis yang tidak dapat dielakan. Permenhut no

85 tahun 2014

Pasal 6

Ayat (1) Kerjasama dalam rangka penguatan fungsi KSA dan KPA serta konservasi keanekaragaman hayati sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b, antara lain berupa: a. kerjasama penguatan kelembagaan;

b. kerjasama perlindungan kawasan; c. kerjasama pengawetan flora dan fauna; d. kerjasama pemulihan ekosistem;

e. kerjasama pengembangan wisata alam; atau f. kerjasama pemberdayaan masyarakat.

Ayat (2) Penguatan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penguatan fungsi KSA dan KPA sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan, kawasan perlindungan terhadap keanekaragaman hayati, sumber plasma nutfah serta sebagai sumber/kawasan pemanfaatan kondisi lingkungan dan jenis tumbuhan dan satwa liar.

Pasal 7

Ayat (1) Kerjasama penguatan kelembagaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a, meliputi:

a. kerjasama peningkatan kapasitas sumber daya manusia, dan b. kerjasama bantuan teknis serta penelitian dan pengembangan.

Ayat (2) Kerjasama peningkatan kapasitas sumber daya manusia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dapat berupa kerjasama penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan di bidang konservasi, kerjasama penyuluhan, pelatihan penguatan kelembagaan masyarakat.

Ayat (3) Kerjasama bantuan teknis serta penelitian dan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dapat berupa penempatan tenaga asing yang profesional, bantuan sarana prasarana pengelolaan berteknologi baru antara lain identifikasi deoxyribonucleic acid (DNA), pemuliaan jenis, kerjasama pengembangan teknologi penangkaran, pembesaran, pelepasliaran tumbuhan dan satwa liar, penanganan konflik satwa, eksploitasi dan koleksi specimen, bioprospecting, inventarisasi potensi air dan sumberdaya air.

Pasal 8

Kerjasama perlindungan kawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b, meliputi kerjasama perlindungan dan pengamanan, antara lain dapat berupa kerjasama inventarisasi dan pembuatan peta kerawanan hutan, pencegahan gangguan, identifikasi tanda batas, penguatan tenaga pengamanan termasuk pembentukan pengamanan swakarsa, patroli dan penanggulangan kebakaran.

Kerjasama pengawetan flora dan fauna sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c, antara lain dapat berupa kerjasama identifikasi, inventarisasi, pembinaan habitat dan populasi, penyelamatan jenis, pengkajian, penelitian dan pengembangan.

Pasal 10

Kerjasama pemulihan ekosistem sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf d, antara lain dapat berupa kerjasama rehabilitasi dan restorasi kawasan.

Pasal 11

Ayat (1) kerjasama pengembangan wisata alam sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 huruf e dilaksanakan di luar areal izin pengusahaan pariwisata alam.

Ayat (2) Kerjasama pengembangan wisata alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1), antara lain dapat berupa kerjasama promosi, pembangunan sarana dan prasarana wisata alam, pembangunan pusat informasi dan pembinaan masyarakat.

KERJASAMA DALAM RANGKA PEMBANGUNAN STRATEGIS YANG TIDAK DAPAT DIELAKKAN

Pasal 13

Kerjasama dalam rangka pembangunan strategis yang tidak dapat dielakkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c meliputi:

a. kegiatan yang mempunyai pengaruh terhadap kedaulatan negara dan pertahanan keamanan negara;

b. pemanfaatan dan pengembangan sarana komunikasi; c. pemanfaatan dan pengembangan transportasi terbatas; atau

d. pemanfaatan dan pengembangan energi baru dan terbarukan serta jaringan listrik untuk kepentingan nasional.

Pasal 14

Kerjasama yang mempunyai pengaruh penting terhadap kedaulatan negara dan pertahanan keamanan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a, antara lain berupa:

a. pemetaan dan pemasangan patok batas negara;

b. pembangunan dan/atau pemeliharaan jalan/pos lintas batas;

c. pembangunan dan/atau pemeliharaan dermaga kapal patroli perbatasan; d. pembangunan dan/atau pemeliharaan menara komunikasi pertahanan negara; e. pembangunan dan/atau pemeliharaan radar;

f. pembangunan dan/atau pemeliharaan helipad; g. area latihan militer.

Pasal 15

Ayat (1) Kerjasama berupa pemanfaatan dan pengembangan sarana komunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf b, antara lain berupa pembangunan dan/atau pemeliharaan:

a. menara komunikasi;

b. pos pengawasan dan pengamanan; c. sarana mitigasi bencana;

d. jalan setapak untuk kegiatan pengawasan dan pemeliharaan sarana komunikasi; e. rumah genset/solar cell.

f. jaringan kabel/serat optik bawah tanah.

Ayat (2) Rumah genset sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, dibangun dibawah tanah guna menghindari/mengurangi kebisingan.

Pasal 16

Ayat (1) Kerjasama berupa pemanfaatan dan pengembangan transportasi terbatas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf c, antara lain berupa:

a. pembangunan dan/atau pemeliharaan sarana transportasi terbatas, antara lain jalan penghubung daerah terisolir dan jalan di wilayah perbatasan negara;

b. alur perairan;

c. menara navigasi/mercusuar; d. dermaga;

Ayat (2) Pembangunan jalan penghubung daerah terisolir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dapat dilakukan dengan persyaratan:

a. bagi pemukiman didalam/disekitar kawasan yang sudah diakui keberadaannya; dan b. jalan makadam.

Pasal 17

Kerjasama berupa pemanfaatan dan pengembangan energi baru dan terbarukan dan jaringan listrik untuk kepentingan nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf d, antara lain berupa:

a. pemanfaatan energi panas bumi yang sudah ada;

b. pembangunan dan/atau pemeliharaan menara jaringan listrik; c. pemasangan kabel dan sarana pendukung lainnya;

d. pembangunan dan/atau pemeliharaan jalan untuk kegiatan pengawasan dan pemeliharaan jaringan. 6. Equity Peraturan Keterangan UU no 5 tahun 1990 Pasal 34

Ayat (3) Untuk kegiatan kepariwisataan dan rekreasi, Pemerintah dapat memberikan hak pengusahaan atas zona pemanfaatan taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam dengan mengikut sertakan rakyat.

Pasal 38

Ayat (1) Dalam rangka pelaksanaan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, Pemerintah dapat menyerahkan sebagian urusan di bidang tersebut kepada Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah.

PP no 36 tahun 2010

Pasal 23

Pemegang izin pengusahaan pariwisata alam berhak: a. melakukan kegiatan usaha sesuai izin;

b. menjadi anggota asosiasi pengusahaan pariwisata alam; dan c. mendapatkan perlindungan hukum dalam berusaha

PP no 28 tahun 2011

Pasal 50

Masyarakat berhak:

a. mengetahui rencana pengelolaan KSA dan KPA;

b. memberi informasi, saran, serta pertimbangan dalam penyelenggaraan KSA dan KPA;

c. melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan KSA dan KPA; dan d. menjaga dan memelihara KSA dan KPA.

Permenhut no 48 tahun 2010 dan Permenhut no 4 tahun 2012 (revisinya) Pasal 33

Pemegang izin pengusahaan pariwisata alam berhak : a. melakukan kegiatan usaha sesuai izin;

b. menjadi anggota asosiasi pengusahaan pariwisata alam; c. mendapatkan perlindungan hukum dalam berusaha; dan

d. memanfaatkan fasilitas pariwisata alam yang menjadi milik negara. Perda Kabupaten Banyuwangi no 13 tahun 2012 Pasal 19

Ayat (1) Setiap orang berhak :

a. Memperoleh kesempatan memenuhi kebutuhan wisata; b. Melakukan usaha pariwisata;

c. Menjadi pekerja/ pelaku pariwisata; dan atau

d. Berperan dalam proses pembangunan kepariwisataan.

Ayat (2) Setiap orang dan / atau masyarakat di dalam dan di sekitar desitinasi pariwisata mempunyai hak prioritas :

a. Menjadi pekerja/pelaku pariwisata; b. Konsinyasi;

c. Pengelolaan; dan/atau

Pasal 20

Setiap wisatawan berhak memperoleh :

a. Informasi yang akurat mengenai daya tarik wisata; b. Pelayanan kepariwisataan sesuai dengan standar; c. Perlindungan hukum dan keamanan;

d. Pelayanan kesehatan;

e. Perlindungan hak pribadi; dan

f. Perlindungan asuransi untuk kegiatan pariwisata yang berisiko tinggi.

Pasal 21

Wisatawan yang memiliki keterbatasan fisik, anak-anak dan lanjut usia berhakvmendapatkan fasilitas khusus sesuai dengan kebutuhannya.

Pasal 22

Setiap pengusaha pariwisata berhak :

a. Mendapatkan kesempatan yang sama dalam berusaha di bidang kepariwisataan; b. Membentuk dan menjadi anggota asosiasi kepariwisataan;

c. Mendapatkan perlindungan hukum dalam berusaha; dan

d. Mendapatkan fasilitas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 7. Effectiveness and efficiency

Peraturan Keterangan

UU no 5 tahun 1990

Pasal 37

Ayat (1) Peran serta rakyat dalam konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya diarahkan dan digerakkan oleh Pemerintah melalui berbagai kegiatan yang berdaya guna dan berhasil guna.

Ayat (2) Dalam mengembangkan peran serta rakyat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Pemerintah menumbuhkan dan meningkatkan sadar konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya di kalangan rakyat melalui pendidikan dan penyuluhan.

UU no 10 tahun 2009

Pasal 33

Ayat (1) Dalam rangka meningkatkan penyelenggaraan kepariwisataan, Pemerintah melakukan koordinasi strategis lintas sektor pada tataran kebijakan, program, dan kegiatan kepariwisataan.

Ayat (2) Koordinasi strategis lintas sektor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. bidang pelayanan kepabeanan, keimigrasian, dan karantina;

b. bidang keamanan dan ketertiban;

c. bidang prasarana umum yang mencakupi jalan, air bersih, listrik, telekomunikasi, dan kesehatan lingkungan;

d. bidang transportasi darat, laut, dan udara; dan

e. bidang promosi pariwisata dan kerja sama luar negeri.

Pasal 34

Koordinasi strategis lintas sektor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) dipimpin oleh Presiden atau Wakil Presiden.

Pasal 35

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kerja, mekanisme, dan hubungan koordinasi strategis lintas sektor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 dan Pasal 34 diatur dengan Peraturan Presiden.

PP no 28 tahun 2011

Pasal 37

Taman wisata alam dapat dimanfaatkan untuk kegiatan:

a. penyimpanan dan/atau penyerapan karbon, pemanfaatan air serta energi air, panas, dan angin serta wisata alam;

c. pendidikan dan peningkatan kesadartahuan konservasi alam; d. pemanfaatan sumber plasma nutfah untuk penunjang budidaya;

e. pembinaan populasi dalam rangka penetasan telur dan/atau pembesaran anakan yang diambil dari alam; dan

f. pemanfaatan tradisional oleh masyarakat setempat. Permendagri

no 33 tahun 2009

Pasal 18

Ayat (1) Pemerintah dan pemerintah daerah memberikan insentif dan kemudahan kepada penanam modal yang melakukan pengembangan ekowisata.

Ayat (2) Insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain berupa: a. pengurangan, keringanan atau pembebasan pajak daerah;

b. pengurangan, keringanan atau pembebasan retribusi daerah; c. pemberian dana stimulan; dan atau

d. pemberian bantuan modal.

Ayat (3) Pemberian kemudahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain berupa: a. penyediaan data dan informasi peluang penanaman modal;

b. penyediaan sarana dan prasarana; c. penyediaan lahan atau lokasi; d. pemberian bantuan teknis, dan/atau e. percepatan pemberian perizinan. 8. Accountability

Peraturan Keterangan

PP no 36 tahun 2010

Pasal 21

Ayat (1) Pemegang izin usaha penyediaan jasa wisata alam wajib:

e. menyampaikan laporan kegiatan usahanya kepada pemberi izin usaha penyedia jasa wisata alam

Ayat (2) Pemegang izin usaha penyediaan sarana wisata alam wajib:

i. membuat laporan kegiatan izin usaha penyediaan sarana wisata alam secara periodik kepada Menteri;

j. menyusun dan menyerahkan rencana karya lima tahunan dan rencana karya tahunan. Permendagri

no 33 tahun 2009

Pasal 22

Ayat (3) Bupati/Walikota melaporkan hasil pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Gubernur.

Ayat (4) Laporan Bupati/Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan paling sedikit 2 (dua) kali setiap tahun pada bulan Februari dan Agustus atau sewaktu- waktu apabila diperlukan.

Permenhut no 85 tahun 2014

Pasal 38

Ayat (1) Monitoring dilakukan dalam rangka memastikan pelaksanaan kerjasama sesuai dengan perjanjian atau rencana pelaksanaan program/kegiatan.

Ayat (2) Monitoring sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara berkala dan paling sedikit 1 (satu) tahun sekali.

Pasal 39

Monitoring sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, untuk kerjasama dalam rangka: a. pembangunan strategis yang tidak dapat dielakkan, dilakukan oleh UPT yang

wilayahnya menjadi lokasi kerjasama.

b. penguatan fungsi KSA dan KPA serta konservasi keanekaragamaan hayati, dilakukan oleh direktorat teknis terkait.

Pasal 40

Ayat (1) Evaluasi terhadap penyelenggaraan kerjasama KSA dan KPA dilakukan: a. paling sedikit 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun, untuk kerjasama yang mempunyai

jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) tahun.

b. paling sedikit 1 (satu) kali, untuk kerjasama yang mempunyai jangka waktu kurang dari 5 (lima) tahun.

Ayat (2) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan oleh Tim yang dibentuk oleh direktorat teknis terkait.

Ayat (3) Untuk kerjasama yang dilakukan dengan lembaga internasional, evaluasi dilakukan oleh Tim yang terdiri dari instansi terkait.

Ayat (4) Dalam hal perjanjian kerjasama akan berakhir, evaluasi dilakukan 1 (satu) tahun sebelum perjanjian berakhir.

Pasal 41

Pelaporan pelaksanaan kerjasama disusun secara bersama oleh para pihak dan disampaikan kepada direktorat teknis terkait.