• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hukum mengalami perkembangan seiring dengan peradaban manusia. Hukum pada kenyataannya terus bergerak dinamis mengikuti waktu. Berdasarkan hasil anlisa kritis terhadap regulasi yang ada namun belum memadai dilihat dari perspektif kemanusiaan yang adil dan beradab, untuk menghadapi permasalahan hukum yang sangat kompleks termasuk perlindungan hukum, kemampuan hukum dalam menyelenggarakan fungsinya dipengaruhi dua faktor yaitu pertama, faktor pengaruh perbedaan pandangan dalam aliran-aliran sains global yang mereduksi hukum ke dalam sistem hukum dan kedua, heterogenitas kondisi sosial masyarakat dan budaya yang bermacam-macam sehingga membutuhkan upaya untuk menemukan karakteristik yang tepat untuk mencapai fungsi perlindungan hukum itu.

Kemajuan teknologi di segala bidang membawa konsekuensi terjadinya perubahan Context of Implementation dan Content of Implementation dalam kehidupan seseorang manusia termasuk dalam berhukum. Setiap individu memiliki kecenderungan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan keinginan diri dengan menggunakan segala cara untuk mencapai kesejahteraan diri. Kesadaran diri untuk mencapai

potensi yang ada, secara sadar pula orang menggunakan teknologi yang kemudian mengubah banyak hal, seperti persepsi, pola pikir, tingkah laku. Ketaatan terhadap hukum pun dapat berubah, apalagi jika regulasi dianggap tidak mampu menjawab kebutuhan masyarakat.

Sangat mungkin sekali terjadi pelanggaran nilai yang berujung pada pelanggaran hukum.

Peraturan daerah sebagai dasar hukum paling bawah dan langsung menyentuh pelaku usaha dan tenaga pelaksana dalam penyelenggaraan klinik kecantikan estetika perlu dibenahi, dan perlu ada peraturan perundang-undangan yang lebih lengkap dan tinggi derajatnya untuk mengatur khusus mengenai penyelenggaraan klinik kecantikan estetika ini, karena perlu optimalisasi perlindungan pasien klinik kecantikan estetik sebagai perwujudan perlindungan konstitusional warga negara sebagai pasien. Oleh karena itu pemerintah daerah perlu menindaklanjuti tren kebutuhan hidup yang baru saat ini yaitu perawatan tubuh. Pemerintah daerah berwenang, karena dasar pembentukan Peraturan Daerah adalah Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang tentang Pembentukan Daerah dan UndangUndang tentang Pemerintahan Daerah.

Peningkatan kualitas aturan pedoman menjadi Permenkes agar dapat dijadikan dasar hukum dalam pembentukan Perda tentang klinik kecantikan. Ada beberapa landasan yang mendasari perubahan tingkatan pedoman klinik kecantikan estetika ini, yaitu417:

a. Landasan filosofis

Mengenai pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk mempertimbangkan pandangan

417 Lampiran I Undang–Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang–Undangan, bagian teknik Penyusunan Naskah Akademik, Rancangan Undang-undang, Rancangan Peraturan Daerah Provinsi, Dan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

b. Landasan Sosiologis

Landasan sosiologis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek. Landasan sosiologis sesungguhnya menyangkut fakta empiris mengenai perkembangan masalah dan kebutuhan masyarakat dan negara.

c. Landasan Yuridis

Landasan yuridis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk mengatasi permasalahan hukum atau mengisi kekosongan hukum dengan mempertimbangkan aturan yang telah ada, yang akan diubah, atau yang akan dicabut guna menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat. Landasan yuridis menyangkut persoalan hukum yang berkaitan dengan substansi atau materi yang diatur sehingga perlu dibentuk Peraturan Perundang-undangan yang baru. Beberapa persoalan hukum itu, antara lain, peraturan yang sudah ketinggalan, peraturan yang tidak harmonis atau tumpang tindih, jenis peraturan yang lebih rendah dari Undang-Undang sehingga daya berlakunya lemah, peraturannya sudah ada tetapi tidak memadai, atau peraturannya memang sama sekali belum ada.

Selama ini yang menjadi dasar pembentukan Perda yang mengatur tentang penyelenggaraan klinik kecantikan estetika adalah Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2014 Tentang Klinik, padahal menurut kajian Penulis, Permenkes tersebut belum mengatur secara holistik mengenai penyelenggaraan klinik khususnya klinik kecantikan estetika, yaitu masalah tindakan

kesehatan yang berwenang, tenaga pelaksana non medis (beautician dan aesthetician), model baku informed consent, aturan lembaga kursus/pelatihan dokter yang berwenang mengeluarkan sertifikat, peralatan medik yang digunakan dan perlindungan hukum yang holistic dari sebelum, ketika dan setelah perawatan dan pemakaian produknya.

Rekonstruksi Content of Implementation pedoman penyelenggaraan yang diperlukan adalah tentang:

1. Pengaturan dan hukuman terkait iklan klinik kecantikan estetika;

2. Pengaturan dan sanksi terhadap penggunaan bahan kimia berbahaya;

3. Pengaturan dan sanksi pengaturan pendidikan dan pelatihan, standardisasi dan sertifikasi dokter, ahli kecantikan dan beautician;

4. Pengaturan tentang risiko pelayanan klinik kecantikan;

5. Standar baku informed concent dan rekam medis;

6. Standar keamanan dan kualitas untuk pasien;

7. Standar dan pengaturan keamanan dan kualitas untuk perangkat;

8. Standar keselamatan dan kualitas pada proses pelayanan kesehatan;

9. Tanggung jawab perawatan pasca layanan;

10. Praktik pengawasan klinik kecantikan dan pelanggaran pelaporan masyarakat;

11. Litigasi risiko;

12. Penyelesaian kasus di luar pengadilan untuk pelanggaran hukum di klinik kecantikan estetika.

13. Layanan online.

14. Perikatan antara dokter dan pasien.

Ada Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan yang perlu dimasukkan sebagai dasar hukum dalam pedoman klinik kecantikan karena di dalam praktiknya ada campur tangan tenaga kesehatan. Ketentuan mengenai tenaga kesehatan

belum menampung kebutuhan hukum masyarakat sehingga perlu dibentuk Undang-Undang tersendiri yang mengatur tenaga kesehatan secara komprehensif jadi dibentuklah aturan hukumnya. Hal ini menjadi penting karena setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/ atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.

Tenaga kesehatan memiliki peranan penting untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan yang maksimal kepada masyarakat agar masyarakat mampu untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat sehingga akan terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomi serta sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Kesehatan sebagai hak diwujudkan dalam bentuk pelayanan kesehatan kepada asasi manusia harus diberikan kepada seluruh masyarakat melalui penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang menyeluruh oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat secara terarah, terpadu dan berkesinambungan, adil dan merata, serta aman, berkualitas, dan terjangkau oleh masyarakat.

Penyelenggaraan upaya kesehatan harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang bertanggung jawab, yang memiliki etik dan moral yang tinggi, keahlian, dan kewenangan yang secara terus menerus harus ditingkatkan mutunya melalui pendidikan dan pelatihan berkelanjutan, sertifikasi, registrasi, perizinan, serta pembinaan, pengawasah, dan pemantauan agar penyelenggaraan upaya kesehatan memenuhi rasa keadilan dan perikemanusiaan serta sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan. Untuk

masyarakat, untuk memeratakan pelayanan kesehatan kepada seluruh masyarakat, dan untuk memberikan pelindungan serta kepastian hukum kepada tenaga kesehatan dan masyarakat penerima upaya pelayanan kesehatan, perlu pengaturan mengenai tenaga kesehatan terkait dengan perencanaan kebutuhan, pengadaan, pendayagunaan, pembinaan, dan pengawasan mutu tenaga kesehatan.

1. Memenuhi kebutuhan masyarakat akan tenaga kesehatan;

2. Mendayagunakan tenaga kesehatan sesuai dengan kebutuhan masyarakat;

3. Memberikan perlindungan kepada masyarakat dalam menerima penyelenggaraan upaya kesehatan;

4. Memepertahankan dan meningkatkan mutu penyelenggaraan Upaya Kesehatan yang diberikan oleh tenaga kesehatan; dan

5. Memberikan kepastian hukum kepada masyarakat dan Tenaga Kesehatan.

Rekomendasi model perlindungan hukum ini merupakan hasil kajian Penulis setelah melakukan penelitian dan studi komparasi pengaturan praktik klinik kecantikan estetika di beberapa negara terkait klasifikasi prosedur estetika, persyaratan kompetensi untuk melakukan prosedur estetika, peraturan sektor kecantikan dalam melakukan prosedur estetika, peraturan perangkat medis terkait kosmetik dan fasilitas kesehatan dan perlindungan orang-orang yang menjalani prosedur estetika. Berdasarkan studi komparasi dari beberapa pengaturan pelayanan estetika di beberapa negara ada beberapa hal yang dapat diadopsi dan dijadikan bahan rekomendasi rekonstruksi perlindungan hukum pasien klinik kecantikan estetika di Indonesia, yaitu :418

418

https://www.legco.gov.hk/research-publications/english/1415rp01-regulation-of-aesthetic-practices-in-selected-places-20141128-e.pdf. Diakses pada 20 Februari 2018 , Jam 20.30 WIB.

pengaturannya.

Hal ini merujuk pada Guidelines on Aesthetic Practices for Doctors ("Guidelines on AP") tingkat kompetensi yang diperlukan dan kualifikasi praktisi medis untuk melakukan prosedur estetika di Singapura. Pan‐European Service Standards untuk praktik bedah estetika di Eropa. Ada juga persyaratan di Florida bahwa prosedur bedah, termasuk prosedur estetika, harus dilakukan oleh praktisi medis yang memiliki pelatihan yang sesuai dan keterampilan.

2. Standarisasi pelatihan untuk praktisi

Mengacu pada standar pelatihan untuk para praktisi yang melakukan prosedur bedah dan non bedah estetika di Inggris.

Berdasarkan komparasi aturan tentang klinik kecantikan estetika di Hongkong, Singapura, Amerika Serikat, Inggris dan Korea Selatan, hanya Korea Selatan yang mengijinkan beberapa prosedur estetika yang dilakukan tidak didefinisikan sebagai praktik kedokteran.

Sistem peraturan di Korea Selatan terkait sektor salon kecantikan itu menghalangi terlibat dalam praktik-praktik estetika. Florida juga telah mendirikan sebuah sistem peraturan yang didedikasikan untuk sektor kecantikan. Di bawah sistem, cosmetologists diharuskan memenuhi persyaratan-persyaratan pelatihan yang ditetapkan oleh otoritas perizinan dan lulus ujian lisensi sebelum berlatih. Di Hong Kong, Singapura dan Inggris, tidak ada penetapan aturan kualifikasi untuk kecantikan secara umum. Namun, Kecantikan di Singapura dan beberapa daerah di Inggris yang diperlukan untuk memiliki relevan pelatihan sebelum mereka dapat beroperasi laser atau perangkat cahaya berdenyut intens (IPL - Intense Pulsed Light) untuk prosedur estetika. Pemerintah Inggris juga mengembangkan kualifikasi terakreditasi yang sesuai untuk prosedur non operasi estetika, serta perlu memeriksa kinerja prosedur estetika oleh praktisi non medis diawasi oleh klinis profesional yang berkualitas.

Penggunaan perangkat medis terkait kosmetik seperti laser berdaya tinggi dan/atau perangkat IPL dikenakan pendaftaran/lisensi di Singapura, Florida dan Inggris. Di tempat ini, ada persyaratan untuk operator perangkat ini praktisi medis atau mereka yang memiliki pengetahuan yang terakreditasi dan keterampilan.

Pemerintah Hong Kong berencana untuk memperkenalkan kerangka peraturan untuk perangkat medis dan sedang mempertimbangkan untuk menerapkan kontrol pada penggunaan perangkat medis yang terkait kosmetik seperti membatasi penggunaan beberapa perangkat untuk profesional kesehatan yang terdaftar.

4. Standar keselamatan fasilitas

Secara khusus, untuk prosedur sedot lemak, Singapura dan Florida telah menetapkan persyaratan ketat dalam hal staf dukungan dan kecukupan peralatan dan perlengkapan. Pemerintah Korea Selatan telah melakukan peningkatan standar keselamatan fasilitas kesehatan, khususnya standar kerja anestesi dan peralatan medis untuk menangani keadaan darurat. Di Inggris, regulator penyedia layanan kesehatan saat ini meninjau inspeksi skema dan penilaian kriteria untuk fasilitas di mana bedah prosedur estetika dilakukan.

Sementara itu, Hong Kong berencana untuk merubah sistem peraturan untuk fasilitas kesehatan swasta, meliputi fasilitas kesehatan prosedur estetika yang berisiko tinggi dapat dilakukan.

5. Pengaturan iklan

Korea Selatan telah memiliki peraturan untuk membatasi iklan yang terkait estetika di transportasi umum dan di area dekat sekolah. Di Singapura, praktisi medis yang menyediakan prosedur sedot lemak atau prosedur yang didukung oleh bukti-bukti yang cukup yang diperlukan untuk memperoleh persetujuan dari para klien sebelum melakukan prosedur. Demikian pula, Inggris sedang mempertimbangkan pengetatan kontrol pada iklan yang tidak

memperkenalkan suatu kebutuhan untuk praktisi medis yang terlibat dalam praktik bedah estetika untuk memperoleh persetujuan dari klien mereka.

6. Prosedur estetika

Singapura adalah satu-satunya tempat yang memperkenalkan jangka cooling‐off seven‐day wajib bagi orang-orang yang menjalani prosedur sedot lemak. Beberapa penyedia layanan kecantikan yang terakreditasi di bawah program akreditasi sukarela juga diminta untuk menawarkan jangka cooling‐off setidaknya lima hari kerja untuk paket layanan yang ditawarkan kepada klien mereka. Fitur berbeda dari sistem pemulihan di Korea Selatan adalah mekanisme mediasi yang diberlakukan oleh bangsa untuk menyelesaikan sengketa medis, termasuk yang berkaitan dengan praktik-praktik estetika. Setiap negara bagian di Amerika Serikat memiliki kerangka peraturan sendiri untuk mengatur sektor medis dan salon kecantikan dalam melakukan prosedur estetika. Florida adalah salah satu dari banyak negara di Amerika Serikat yang telah diberlakukan Peraturan ketat pada kinerja prosedur estetika. Di bawah kerangka yang paling estetika prosedur diperlukan untuk dilakukan oleh praktisi medis atau praktisi kesehatan seperti Asisten dokter di bawah pengawasan praktisi medis. Di Korea Selatan, prosedur estetika yang melibatkan akupuntur, termasuk tato dan tindik telinga, dianggap sebagai praktik-praktik medis yang harus dilakukan oleh praktisi medis berlisensi. Di bawah sistem medis saat ini diatur oleh Undang-Undang layanan medis, praktisi medis berlisensi dapat melakukan praktik medis apapun termasuk prosedur estetika. Di sisi lain, pusat perawatan kecantikan hanya dapat memberikan layanan perawatan kulit yang ditetapkan dalam Undang-Undang pengawasan kesehatan masyarakat dan mereka tidak dapat menggunakan setiap perangkat medis atau obat-obatan. Di Singapura, semua prosedur invasif dan

dan laser untuk peremajaan kulit harus dilakukan oleh praktisi medis yang diatur dalam kerangka self‐regulatory profesi medis. Sektor kecantikan dapat memberikan prosedur estetika non‐invasive tertentu seperti laser penghilang dan tunduk pada peraturan KUHP dan perundangan relevan lainnya. Dibandingkan dengan tempat-tempat lain yang dipelajari, Inggris telah mengadopsi pendekatan peraturan yang kurang ketat di mana sektor kecantikan diperbolehkan untuk melakukan yang lebih luas berbagai prosedur non bedah estetika.

Sementara prosedur bedah estetika harus dilakukan dalam pengaturan klinis yang diatur oleh praktisi medis yang memenuhi syarat, prosedur non bedah, seperti Botox dan suntikan dermal filler dan perawatan laser, dapat dilakukan oleh praktisi non medis dan medis praktisi di klinik atau pusat perawatan kecantikan. Mengenali kebutuhan untuk menyediakan standar seragam untuk mengatur penyediaan prosedur estetika oleh praktisi medis dan non medis, pemerintah Inggris baru saja menyelesaikan kerangka kajian untuk praktik estetika dan memulai meningkatkan aturannya untuk lebih melindungi keamanan dan kepentingan umum. Serupa dengan Inggris, di Swedia prosedur bedah estetika dilakukan oleh praktisi medis sementara prosedur non operasi dapat dilakukan oleh praktisi medis dan non medis. Kerangka hukum Swedia ini mirip dengan Inggris dan sampai dengan saat ini masih dalam proses pengkajian.

Tabel 3.

Model Perlindungan Hukum yang berparadigma kemitraan yang berkeadilan Pada Penyelenggaraan Klinik Kecantikan Estetika

No Content of Implementation

Kondisi Saat ini Rekonstruksi

1 Upaya Pelayanan Kesehatan

Ditemukan banyaknya tindakan medik yang tidak diijinkan, yaitu operasi bedah plastik hidung, penanaman benang dan filler.

Rekonstruksi aturan yang relevan dengan praktik klinik kecantikan estetika yaitu Permenkes No.

920/MENKES/PER/XII/1986 Tentang Upaya pelayanan swasta di bidang medik, dan Permenkes Nomor 9 Tahun 2014, rekonstruksi perlu karena aturan tersebut sudah tidak relevan dengan perkembangan jaman dan tidak implementatif serta lemah perlindungan terhadap pasien.

2 Jenis / Kategori Klinik

Kecantikan

Ditemukan pelanggaran penyelenggaraannya tidak sesuai dengan jenis klinik

kecantikannya, melampaui batas tindakan medik dan tenaga pelaksana yang

Pemerintah membuat aturan standar pelayanan klinik kecantikan estetik agar dapat membatasi tindakan medik yang dilakukan, sesuai dengan jenis klinik kecantikannya, ini merupakan adopsi

European Service Standars.

Dinas kesehatan Kota/Kabupaten perlu memeriksa laporan triwulanan klinik kecantikan estetika, apakah sudah tertib dan rutin pelaksanaannya sesuai dengan jenis dan kategori klinik kecantikan estetikanya, dan perlu di kroscek langsung ke lapangan setelah pelaporan di serahkan kepada dinas.

3 Sarana

Bangunan Fisik

Ditemukan klinik kecantikan yang tidak sesuai aturan standar sarana banguna fisik yang ditetapkan, yaitu :

-Ruangan yang terlalu kecil,

-Kapasitas ruangan yang tidak memadai.

Perlu ditambahkannya aturan tentang penyediaan tempat ibadah untuk shalat, kalaupun ada sangat minim dan kurang layak, misalkan di tempat parkir, di belakang pos satpam. Peneliti berpendapat ibadah itu kewajiban bagi siapapun, baik bagi pasien maupun tenaga pelaksana klinik kecantikan estetika

Perlu diatur tentang kewajiban adanya ruangan apotik/farmasi, jadi pelayanan produk dan obat dilakukan di pelayanan

Kecantikan peralatan medik yang ilegal dan belum teregistrasi.

dengan Kementerian Perdagangan terkait perijinan dan legalisasi peralatan medik yang digunakan, karena kemajuan Ilmu Pengetahuan yang cepat berdampak pada inovasi peralatan medik yang lebih canggih pula.

Rekomendasi ini berdasarkan studi komparasi pada aturan penggunaan peralatan dalam praktik estetika di Inggris dan Singapura yang mengatur tenaga medik dalam penggunaan peralatannya, harus ada kualifikasi terakreditasi dan pelatihan khusus.

5 Tenaga Pelaksana di Klinik Kecantikan

Ditemukannya klinik kecantikan yang tidak memiliki tenaga pelaksana sesuai dengan persyaratan, yaitu :

Dokter spesialis, apoteker, aesthetician.

Pemerintah perlu membuat aturan standar tenaga pelaksana (dokter, beautician, cosmetologist dan perawat) di klinik kecantikan estetika seperti di Korea yang telah mengatur dokter dan cosmetologist secara ketat, begitupun dengan Singapura yang telah memiliki Guidelines on Aesthetics Practices for Doctors (Guidelines on

Perlu juga diatur tentang pendidikan, pelatihan dan sertifikasi tenaga pelaksana klinik kecantikan seperti yang diberlakukan di Korea Selatan, Inggris dan Singapura.

6 Tugas dan tanggung jawab tenaga pelaksana

Ditemukan adanya tenaga pelaksana yang tidak berkompeten, yaitu dokter yang melakukan tindakan operatif bukan dokter spesialis yang berwenang, melainkan dokter umum.

Tidak ada aesthetician

Beautician bukan lulusan lembaga pendidikan yang disyaratkan

Ada klinik kecantikan yang tidak memiliki tenaga apoteker yang menangani masalah obat dan produk yang harus digunakan, yang menangani adalah customer servis.

Perlunya koordinasi Kementerian Kesehatan dengan Kemeterian Pendidikan dan IDI (Ikatan Dokter Indonesia) terkait tenaga dokter yang berwenang untuk praktik di klinik kecantikan estetika khususnya mengenai lembaga kursus atau pelatihan tentang praktik klinik kecantikan bagi dokter dan beautician serta aesthetician.

Berdasarkan studi komparasi aturan di Amerika khususnya Florida, telah memberlakukan peraturan ketat terhadap prosedur estetika yang dilakukan oleh praktisi medis

7 Obat-obatan di Ditemukannya obat dan produk perawatan Perlu adanya aturan tentang bahan kimia yang

kecantikan estetika

seperti dan hidroquinon, serta stereoid yang berlebihan pada campuran krim perawatan.

Adanya penggunaan infus dan atau suntik untuk memutihkan dan melangsingkan

praktik dan produk obat ataupun perawatan yang diberikan pada pasien.

Rekomendasi ini hasil studi komparasi dengan aturan penggunaan obat dan zat kimia di Korea Selatan dan Singapura yang memiliki Undang-Undang pengawasan layanan kesehatan masyarakat dan Undang-Undang layanan medis yang sangat ketat mengatur penggunaan obat dan zat kimia.

Dan perlu diilibatkannya BPOM dan MUI dalam pengawasan penggunaannya.

8 Standar

pelayanan medik

Ditemukan :

tindakan medik yang tidak sesuai standar pelayanan medik, yaitu tenaga kesehatan yang tidak berwenang menangani pasien dan melakukan tindakan operasi memasang implan, filler di hidung dan ada kasus

Pemerinah perlu membuat self regulatory profesi medis khususnya yang merupakan tenaga pelaksana di klinik kecantikan estetika seperti yang dimilki oleh Singapura, yang sangat menjaga standar pelayanan mediknya.

Sebenarnya di Indonesia sudah memiliki standar

implan, pasien melakukan facial dan saat facial di daerah hidung, implan keluar sedikit dari posisinya, ini mengakibatkan rekonstruksi pemasangan kembali implan tersebut. Ada sebuah klinik kecantikan estetik yang menggunakan backing orang berlatar belakang militer untuk melindungi praktiknya karena adanya pelanggaran penggunaan bahan kimia pemutih yang berbahaya dan dalam dosis yang tinggi, sehingga ketika pasien berhenti atau terhenti perawatan dan pemakaian krim nya maka wajah pasien akan rusak karena adanya detoksifikasi

pelanggarannya khususnya dalam praktik klinik kecantikan estetika.

Pemerintah daerah khususnya Dinas Kesehatan perlu rutin melakukan inspeksi mendadak untuk memeriksa praktik klinik kecantikan estetika apakah sudah sesuai dengan standar pelayanan medik atau tidak

9 Izin

Penyelenggaraan

Hasil temuan:

Adanya calo ataupun pihak ketiga yang membantu mengurusi ijin penyelenggaraan klinik kecantikan estetika.

Pemerintah Daerah dalam hal ini Badan/ Dinas yang berwenang perlu selektif dalam memberikan ijin penyelenggaraan dan opersional. Perlu adanya pengaturan syarat

dilengkapi. estetika untuk mensikronkan antara persyaratan yang diajukan dengan realita dila pangan sebelum ijin diberikan

10 Tata Cara Permohonan

Hasil temuan

Secara substansi di peraturan daerah yang dikaji Peneliti dan implementasi tata cara permohonan sama dengan pengajuan permohonan ijin klinik pada umumnya. Hal ini tidak sesuai dengan pedoman

penyelenggaraan klinik kecantikan estetika.

Pemerintah daerah perlu melakukan harmonisasi hukum sebelum pembuatan peraturan daerah yang mengatur tentang ijin dan penyelenggaraan klinik kecantikan estetika. Secara substansi dan praktik di daerah, perijinanan dan penyelenggaraannya disamakan dengan klinik biasa. Menurut Peneliti ini tidak sesuai dengan pedoman penyelenggaraan klinik kecantikan estetika.

11 Sertifikasi Hasil temuan:

Beautician tidak memiliki

sertifikat/ijazah/diploma kursus/pelatihan yang relevan/sah yang dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan atau Institusi pendidikan yang diakui secara Internasional.

Perlu adanya koordinasi dengan Kementerian

Perlu adanya koordinasi dengan Kementerian

Dokumen terkait