• Tidak ada hasil yang ditemukan

MONOTORING dan EVALUASI A. Lembaga yang berwenang

B. Mekanisme Monitoring C. Mekanisme Evaluasi

BAB XII PENUTUP LAMPIRAN

369 BAB VI PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Implementasi Model Perlindungan Hukum Bagi Pasien Klinik Kecantikan Estetika Saat Ini

a. Model Perlindungan Hukum Bagi Pasien Klinik Kecantikan Estetika Yang Berlaku Saat Ini

Berdasarkan hasil penelitian model perlindungan pasien klinik kecantikan estetik saat ini mengedepankan sistem preventif dan represif akan tetapi pelaksanaannya belum efektif dan maksimal, baik secara konten isi maupun secara konten lingkungan. Pengaturannya terdapat dalam Pedoman Penyelenggaraan klinik kecantikan estetika yang diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan Tahun 2007 ini sudah tidak sesuai dengan perkembangan kebutuhan dan tuntunan perlindungan hukum bagi pasien.

Ada beberapa hal yang menjadi perhatian pelaksanaannya, yaitu belum maksimalnya perlindungan hukum sekaligus pemenuhan hak konstitusional warga negara dikarenakan pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh pemilik dan tenaga pelaksananya. Adapun beberapa pelanggaran tersebut adalah tindakan medik yang dilakukan di luar kewenangan klinik, tenaga pelaksana tidak berwenang, dan penggunaan obat dan bahan kimia yang berbahaya. Hal yang paling penting adalah belum diaturnya penyelesaian kasus yang terjadi akibat pelanggaran aturan di klinik kecantikan estetika.

Penyelenggaraan klinik kecantikan estetika di daerah masuk dalam kewenangan pemerintah daerah bersama jajarannya yaitu Badan Perijinan terpadu dan dinas kesehatan serta Satpol PP dan Kepolisian Resort setempat.

Dampak atau efeknya implementasi pedoman klinik kecantikan estetik yang berlaku saat ini pada masyarakat secara individu dan

kelompok belum dapat memenuhi hak konstitusional warga negara dalam ini adalah hak memberikan perlindungan hukum, hak pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar pelayanan medik dan perlindungan hat atas kesehatan.

Perubahan yang terjadi setelah adanya pedoman penyelenggaraan klinik kecantikan estetika adalah tambah berkembangnya bisnis tersebut akan tetapi tidak hal itu tidak sepenuhnya diikuti dengan pelayanan yang sesuai dengan standar pelayaan medis sebagai pemenuhan hak konstitusional warga negara

Penerimaan kelompok sasaran dari pedoman penyelenggaraan klinik kecantikan estetika menggambarkan masih ada klinik kecantikan estetika dan pelaksananya yang tidak sesuai dengan standar pelayanan medik yang berlaku. Selanjutnya untuk perubahan yang terjadi adalah semakin banyak dan seperti tak terkendali bisnis klinik kecantikan ini, akan tetapi berdasarkan hasil penelitian di 10 klinik kecantikan menunjukkan pelayanan klinik kecantikan estetika belum memenuhi standar pelayanan medik yang baik dan memenuhi hak konstitusional warga negara.

b. Implementasi Model Perlindungan Hukum Bagi Pasien Klinik Kecantikan Estetika Yang Berlaku Saat Ini Belum Memenuhi Hak Konstitusional Warga Negara.

1) Content of Implementation

Secara substansi pengaturan klinik kecantikan estetika ada dalam Pedoman penyelenggaraan klinik kecantikan estetika yang diterbitkan oleh Departemen Kesehatan Tahun 2007. Akan tetapi implementasinya belum maksimal karena derajat produk aturannya hanya berupa pedoman bukan merupakan produk hukum dan tidak bisa dijadikan sebagai dasar hukum dalam penyususnan Peraturan Daerah terkait klinik kecantkan estetika. Sanksinya pun belum tegas, dan belum bisa untuk meminimalisir ataupun mencegah pelanggaran yang dilakukan oleh pihak klinik kecantikan estetika.

Pedoman penyelenggaraan klinik kecantikan estetika pun belum lengkap, karena belum ada hal-hal sebagai berikut:

pelanggaran tindakan medik, tenaga pelaksana yang berwenang (standarisasi dan pendidikan/pelatihannya), penggunaan obat dan bahan kimia yang berbahaya, koordinasi dengan BPKN, Kementerian Perdagangan dan Perindustrian, BPOM dan organisasi profesi terkait.

Secara pelaksana program penyebab model perlindungan pasien klinik kecantikan estetika belum memenuhi hak konstitusional warga negara saat ini karena adanya disharmonisasi badan dan/atau lembaga yang berwenang. Masalah wewenang dan pengaturan predikat bagi orang yang datang ke klinik kecantikan masih menjadi pro dan kontra, Kementerian Kesehatan berprinsip pasien layanan kesehatan adalah pasien, dan diliputi hukum kesehatan, akan tetapi BPKN berprinsip pasien tersebut merupakan konsumen jasa kesehatan dan diliputi oleh hukum perlindungan konsumen.

Masalah pelaksana program lainnya adalah minimnya koordinasi antara Kementerian Kesehatan dengan Kementerian Pendidikan, BPKN, BPOM, Kementerian Perdagangan, pemerintah pusat dan daerah terkait standarisasi dan penyelenggaraan klinik kecantikan estetika.

2) Context of Implementation

Secara variabel lingkungan kebijakan penyebab model perlindungan pasien klinik kecantikan estetika belum memenuhi hak konstitusional warga negara saat ini adalah karena gaya hidup masyarakat saat ini terpengaruh globalisasi yaitu budaya konsumtif, tren kecantikan. Hal ini menyebabkan masyarakat banyak yang berlomba-lomba untuk memperbaiki kondisi wajah dan tubuhnya agar bisa sesuai dengan standar kecantikan masa kini. Tentu saja tindakan ini akan sangat berisiko dan berbahaya apabila tidak

disertasi pemahaman tentang keamanan dan keselamatan pelayanan klinik kecantikan estetika yang baik dan sesuai dengan aturan.

Jalur litigasi yang saat ini berlaku belum maksimal untuk mewadahi permasalahan ataupun kasus yang disebabkan pelanggaran aturan yang dilakukan oleh klinik kecantikan estetika.

Masyarakat yang dirugikan ataupun menjadi korbannya sebagian besar enggan untuk melaporkan ataupun melakukan upaya hukum demi mendapatkan keadilan baik berupa ganti rugi maupun rehabilitasi fisik dan psikis.

2. Rekonstruksi Model Perlindungan Hukum Bagi Pasien Klinik Kecantikan Estetika Dalam Perspektif Perlindungan Hak Konstitusional Warga Negara

a. Rekonstruksi Model Perlindungan Hukum Bagi Pasien Klinik Kecantikan Estetika Dalam Perspektif Perlindungan Hak Konstitusional Warga Negara

1) Content of Implementation

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28D ayat (1) tentang hak jaminan dan perlindungan hukum bagi pasien klinik kecantikan estetika perlu dibudayakan penyelesaian sengketa secara litigasi maupun non litigasi perlu ditegaskan, walaupun jarang kasus. Selanjutnya Pasal 28H ayat (1) terkait pengaturannya dalam konstitusi perlu dikaji secara uji materi untuk memperpertegas mengenai hak sehat baik secara fisik maupun psikis dan layanan sehat terkait kebutuhan layanan sehat yang termasuk kebutuhan primer, sekunder dan tersier serta layanan kesehatan yang diadakan oleh pemerintah dan swasta.

Rekonstruksi Content of Implementation selanjutnya yang harus dilakukan adalah peningkatan derajat aturan yang saat ini hanya berupa pedoman menjadi produk Perundang-undangan yang lebih tinggi yaitu menjadi Permenkes agar dapat dijadikan dasar hukum dalam pembentukan peraturan yang terkait penyelenggaraan

klinik kecantikan di pusat maupun di daerah. Dimasukkannya hal-hal yang belum ada pengaturannya yaitu pembatasan kewenangan tindakan medik yang diijinkan, standarisasi, pelatihan serta sertifikasi tenaga pelaksana klinik kecantikan estetika, batasan dan sanksi terhadap penggunaan bahan kimia dan peralatan yang berbahaya, ganti rugi dna rehabilitasi fisik dan psikis, serta jalur penyelesaian masalah yang terjadi di klinik kecantikan estetika.

2) Context of implementation

Rekonstruksi terkait context of implementation dari lembaga dan atau badan yang terkait penyelenggaraan klinik kecantikan estetika adalah segera dilakukannya harmonisasi diantara lembaga-lembaga yang terkait dengan penyelenggaraan klinik kecantikan estetika baik di daerah maupun di pusat, yaitu Kementerian Kesehatan, BPKN, BPOM, Kementerian Pendidikan dan kebudayaan, Kementerian Perdagangan dan Perindustrian, pemerintah daerah, serta klinik kecantikan estetika.

Rekonstruksi selanjutnya bagi masyarakat adalah dengan cara edukasi kesadaran perlindungan hukum dan kosmetik serta layanan klinik kecantikan sehat dan aman bagi masyarakat. Masyarakat dan pelaku bisnis kecantikan harus mengendalikan diri agar menjadi pengikut korban pengikut tren kecantikan kekinian yang berisiko pada keselamatan dan kesehatan diri dan orang lain

Membudayakan penyelesaian sengketa secara litigasi maupun non litigasi agar ada peningkatan ketaatan hukum bagi seluruh pihak yang terkait, baik itu pemerintah, klinik kecantikan estetika maupun masyarakat sebagai pasien demi terselenggaranya pelayanan kesehatan yang sesuai standar pelayanan medik yang baik.

Penerapan standar ISO pada pelaksanaan layanan di klinik kecantikan estetika sebagai upaya untuk menciptakan kepuasan pasien. Penerapan ISO ini diharapkan akan meningkatkan

pelayanan sesuai dengan standar pelayanan medis dan peraturan perundang-undangan yang berlaku secar nasional, karena penilaian ISO ini menggunakan standar internasional.

B. IMPLIKASI

1. Implikasi Teoritis

Urgensi perlindungan pasien klinik kecantikan estetika sebagai upaya pemenuhan hak konstitusional warga negara, maka semua peraturan Perundang-undangan yang terkait dengan kepentingan pasien content of implementation-nya harus lebih dilengkapi dan ditingkatkan derajat aturannya. Tindakan ini sangat perlu dilakukan karena merupakan dampak logis dari globalisasi, tarikan ke atas dan ke bawah.

Pasien merupakan pasien atau konsumen jasa kesehatan yang secara kedudukan menjadi pihak yang lemah dan tidak berdaya, maka harus mencermati semua hal terkait pelayanan produk dan jasa layanan kesehatan di klinik kecantikan estetika, khususnya tenaga kesehatan yang berwenang, obat dan bahan kimia serta peralatan yang digunakan dan perjanjian ataupun informed consent yang diberikan oleh klinik kecantikan estetika.

Rekonstruksi model perlindungan hukum perlu dilakukan baik oleh pemerintah, klinik kecantikan estetika maupun pasien, semua pihak ini harus menyadari bahwa semua aturan yang ada terkait penyelenggaraan klinik kecantikan estetika harus bertujuan untuk memberikan perlindungan hukum dan pemenuhan hak konstitusional warga negara.

2. Implikasi Praktis

Urgensi rekonstruksi model perlindungan hukum bagi pasien klinik kecantikan estetika semua bermuara pada upaya memberikan perlindungan hukum dan pemenuhan hak konstitusional warga negara, maka pemerintah, klinik kecantikan estetika dan juga pasien harus berupaya meningkatkan kesadaran dan ketaatan hukum terkait penyelenggaraan klinik kecantikan estetika.

Berdasarkan hasil penelitian fenomena kasus pelanggaran klinik kecantikan estetika seperti gunung es, besar tapi ttidak terlihat. Pemerintah selaku regulator dan pengawas harus lebih responsif, antisipatif dan melakukan harmonisasi hukum dan kelembagaan dalam penyelenggaraan klinik kecantikan estetika di Indonesia demi perlindungan hukum dan pemenuhan hak konstitusional pasien. Klinik kecantikan estetika harus lebih meningkatkan kesadaran dan ketaatan hukumnya demi terjaga keberlanjutan bisnisnya. Pasien harus lebih meningkatkan pengetahuan, kesadaran atas perlindungan dan risiko medis dan non medis yang akan diterima dalam pelayanan kesehatan di klinik kecantikan estetika.

C. REKOMENDASI

1. Kementerian Kesehatan

Melakukan tindakan Antisipatif, responsif dan melakukan harmonisasi hukum dan pelaksana program terkait penyelenggaraan klinik kecantikan estetika di daerah. Merekonstruksi pedoman yang ada agar bisa sesuai dan relevan dengan kebutuhan perlindungan hukum dan pemenuhan hak konstitusional warga negara.

Kementerian kesehatan bersama lembaga yang terkait segera mengajukan rancangan perubahan pedoman penyelenggaraan klinik kecantikan estetika menjadi produk kebijakan yang lebih tinggi derajatnya agar kekuatan pengaturannya lebih besar dan lebih ditaati demi terwujudnya rekonstruksi model perlindungan hukum bagi pasien klinik kecantikan saat ini.

2. Badan Perlindungan Konsumen Nasional

BPKN diharapkan lebih responsif dalam melihat fenomena tren perawatan kecantikan yang ada saat ini agar dapat memberikan perlindungan yang maksimal kepada pasien klinik kecantikan estetika yaitu dengan melakukan harmonisasi dan koordinasi yang baik dengan kementerian kesehatan. Adapun cara yang bisa dilakukan pada masyarakat adalah berupa penyuluhan hukum, seminar, pelatihan terkait edukasi layanan perawatan kecantikan yang aman dan sehat.

3. Kementerian Perdagangan

Bersama Menteri kesehatan dan bpkn memaksimalkan pengawasan barang dan jasa klinik kecantikan estetika di pusat maupun di daerah agar tercipta perlindungan hukum dan pemenuhan hak konstitusional yang baik bagi pasiennya.

4. BPOM

BPOM harus terus menggerakkan pengawasan, termasuk dengan melibatkan generasi milenial. Generasi muda harus belajar menjadi konsumen yang cerdas dengan ikut melibatkan diri dalam pengawasan serta memberikan edukasi dan informasi kepada masyarakat. Obat dan Makanan merupakan produk yang sangat dekat dengan kehidupan masyarakat, sehingga tidak hanya menentukan aspek kesehatan, melainkan produktivitas dan ketahanan bangsa ke depan. Perkembangan teknologi dan globalisasi merupakan tantangan besar pengawasan. Maraknya peredaran produk klinik kecantikan estetik secara online dan ilegal berbahaya dan masuknya produk ilegal selundupan merupakan tantangan yang terus dihadapi dan antisipasi bersama lintas sektor terkait

5. Pemerintah Daerah

a. Dinas Kesehatan di Kota/ Kabupaten

Optimalkan pembinaan pengawasan sanksi & disiplin ketentuan pidana monotoring dan evaluasi penyelenggaraan klinik kecantikan estetika di daerah agar meningkatkan perlindungan hukum dan pemenuhan hak konstitusional pasiennya.

b. Badan Perijinan terpadu Kota/Kabupaten

Badan Perijinan di Kota / Kabupaten harus lebih selektif dan objektif dalam pemberian ijin pendirian klinik kecantikan estetika demi terjaminan perlindungan hukum pasien dan pemenuhan hak konstitusional warga negaranya.

6. Klinik kecantikan estetika

a. Taat aturan yang berlaku terkait pelayanan jasa dan produk yang diberikan kepada pasien. Produk yang digunakan secara terus-menerus

apabila menggunakan bahan berbahaya akan berdampak tidak hanya pada aspek kesehatan, melainkan produktivitas dan ketahanan bangsa ke depan.

b. Menyampaikan esensi perjanjian dan/atau informed consent kepada pasien. Tidak menerapkan syarat-syarat baku (syarat eksonerasi).

c. Mengupayakan penyelesaian masalah dengan musyawarah mufakat dengan pasien. Memberikan ganti rugi dan rehabilitasi medis dan non medis kepada pasien.

d. Objektif dalam membuat iklan tentang kebenaran layanan produk dan jasa di klinik kecantikan estetika tidak membohongi dan menjerumuskan masyarakat terhadap layanan produk dan jasa yang tidak sesuai dengan standar pelayanan medik.

7. Masyarakat

a. Cerdas sebagai pasien (konsumen jasa kesehatan) dengan memilih perawatan klinik kecantikan yang sesuai dengan aturan Perundang-undangan yang berlaku. Dan tidak mudah tergoda iklan atau orang lain yang wajahnya terlihat putih berkilau, karena belum tentu perawatannya aman dan baik bagi kesehatan.

b. Memilih kosmetik yang aman untuk kesehatan, yaitu memilih jenis bahan pemutih lainnya yang dapat dipergunakan sebagai pemutih yang jauh lebih aman dari mercury, antar lain AHA (Asam Alfa Hidroksi).

Sejumlah inovasi bahan dasar pemutih kini banyak ditemukan, banyak produk kosmetik yang menggunakan ekstrak mulberry, bengkoang, jeruk lemon, arbutin, vitamin C atau AHA (Asam Alfa Hidroksi), Hidroquinon. Pemakaian kosmetik di Indonesia yang harus menggunakan resep dokter adalah hidroquinon, asam tretinoin dan asam azelik.

c. Melakukan cara Cek-Klik yaitu Cek Kemasan, Cek Izin edar dan Cek Kadaluarsa. Hal ini bertujuan untuk memastikan produk yang dibeli aman dikonsumsi dan digunakan dan mampu melindungi diri dari bahaya obat dan makanan yang dapat berisiko terhadap kesehatan

d. Pengawasan kosmetik ini menjadi tugas kita semua, mulai dari mengawasi, mencermati, sampai melaporkan apabila melihat kegiatan ilegal/mencurigakan atau ada produk yang diduga berbahaya.

e. Konsumen harus waspada terhadap kosmetik yang mengklaim mampu memberikan efek instan. Jangan tergoda dengan iklan dan promosi yang berlebihan, serta harga murah. Kosmetik dengan efek instan seperti memutihkan dalam waktu singkat, mengencangkan kulit, dan bebas keriput biasanya menggunakan bahan berbahaya seperti hidrokinon, merkuri, asam retinoate dan resorsinol.

Dokumen terkait