• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASUMSI DASAR PENELITIAN

4. Implementasi Kebijakan Model Merille S. Grindle

4.2. Deskripsi Data

4.2.2. Analisis Data Penelitian

4.2.2.2. Context of Policy

a. Kekuasaan, kepentingan-kepentingan dan strategi dari aktor yang

terlibat

Suatu kebijakan perlu diperhitungkan pula kekuatan atau kekuasaaan, kepentingan-kepentingan serta strategi yang digunakan oleh para aktor guna memperlancar jalannya pelaksanaan suatu implementasi kebijakan. Bila hal ini tidak diperhitungkan dengan matang, besar kemungkinan program yang hendak di implementasikan akan jauh dari yang diharapkan.

1) Kekuasaan para aktor yang terlibat

Pada dasarnya kekuasaan merupakan kemampuan seseorang untuk memberikan pengaruh terhadap perilaku seseorang sehingga sesuai atau persis dengan keinginan seseorang yang memiliki kekuasaan. Pada konteks implementasi perda, terdapat kekuasaan yang dimiliki oleh para aktor yang terlibat. Kekuasaan yang dimiliki oleh pilar pemerintah dalam kaitannya dengan perda ini yaitu pemerintah hanya bertindak sebagai pembuat kebijakan dan melaksanakan kebijakan tersebut. Selain sebagai pembuat dan pelaksana kebijakan, pilar pemerintah juga berperan sebagai koordinator. Bentuk koordinasi yang telah dilakukan pemerintah dalam pelaksanaan perda ini dapat terlihat

berdasarkan hasil wawancara dengan I1-1 sebagai pilar pemerintah, sebagai berikut:

“Kekuasaan pemerintah dalam hal ini yaitu BLH dalam pelaksanaan perda

hanya sebagai pelaksana program-program pembinaan lingkungan hidup

dan pengawasan” (wawancara di Ruang Kepala Bidang Pemantauan dan Pemulihan Kualitas Lingkungan Hidup BLH Kota Tangerang, 19 November 2015 Pukul 11.05 WIB).

Berdasarkan hasil wawancara dengan I1-1 sebagai pilar pemerintah dapat diketahui bahwasanya dalam menjalankan kekuasaan terhadap implementasi perda ini, pilar pemerintah hanya menjalankan kekuasaan sebagai pelaksana program-program pembinaan lingkungan hidup dan pengawasan lingkungan.

Selain pemerintah, kekuasaan juga dimiliki oleh para pelaku usaha. Para pelaku usaha merupakan salah satu aktor yang terlibat dari adanya implementasi perda. Bentuk kekuasaan yang dimiliki para pelaku usaha dapat diketahui berdasarkan hasil wawancara dengan I2-1 sebagai pilar swasta yaitu sebagai berikut:

“Yang terpenting dengan adanya perda bukan dijadikan alasan pemerintah untuk mempersulit masyarakat, jika memang perda diperuntukkan untuk hal yang baik, saya mendukung pelaksanaan perda.” (wawancara di

kediaman Bapak Suryanto, 29 November 2015 Pukul 15.00 WIB).

Berdasarkan hasil wawancara dengan I2-1 sebagai pilar swasta, dapat terlihat bahwasanya kekuasaan yang dimiliki pelaku usaha yaitu para pelaku usaha memiliki kekuasaan dalam bentuk hak untuk mendirikan usaha atau kegiatan. Bentuk kekuasaan yang dimiliki oleh para pelaku usaha adalah

meskipun terdapat peraturan daerah yang mengatur tentang lingkungan hidup, tetapi para pelaku usaha tidak ingin pemerintah membatasi ruang gerak dalam meningkatkan produktivitas usaha mereka. Tetapi mereka mendukung pelaksanaan perda jika pemerintah tidak menerapkan aturan yang berlebihan.

Kekuasaan juga dimiliki masyarakat dalam konteks implementasi perda, berdasarkan hasil wawancara dengan I3-1 sebagai pilar masyarakat, yaitu:

“Koordinasi dalam hal teknis paling hanya pada saat ada program yang dilakukan oleh pemerintah misalnya program pembinaan masyarakat melalui kampung hijau, selebihnya kita diminta oleh pemerintah untuk membantu dalam mengawasi siapapun yang berpotensi mencemari lingkungan serta melakukan pengaduan jika terjadi pencemaran.”

(wawancara di Kediaman Erwin Setiawan, 22 November 2015 Pukul 16.00).

Berdasarkan hasil wawancara dengan I3-1 sebagai pilar masyarakat, dapat terlihat bahwa pilar masyarakat mempunyai kekuasaan dalam pelaksanaan perda yaitu, masyarakat mempunyai kekuasaan untuk melakukan pengawasan terhadap sesorang ataupun pelaku usaha yang berpotensi melakukan pencemaran terhadap lingkungan. Bentuk pengawasan yang dilakukan yaitu dengan melakukan pengaduan kepada pemerintah terhadap seseorang atau pelaku usaha yang melakukan tindak pencemaran lingkungan.

2) Kepentingan-kepentingan aktor yang terlibat

Pada konteks implementasi, terdapat berbagai kepentingan-kepentingan baik dari pilar pemerintah, swasta dan masyarakat. Kepentingan yang diinginkan oleh pilar pemerintah dapat diketahui berdasarkan hasil wawancara dengan I1-4 sebagai pilar pemerintah, yaitu sebagai berikut:

“Perusahaan atau jenis usaha yang menghasilkan limbah cair harus mempunyai izin pembuangan limbah.” (wawancara di Ruang Bidang Perizinan Kesejahteraan Rakyat BPMPTSP kota Tangerang, 19 November 2015 Pukul 10.11 WIB).

Berdasarkan hasil wawancara dengan I1-4 sebagai pilar pemerintah, dapat telihat bahwa kepentingan pemerintah terhadap adanya implementasi perda yaitu agar semua pelaku usaha baik industri besar, menengah dan kecil di kota Tangerang harus memiliki izin pembuangan limbah.

Terkait dengan adanya kepentingan-kepentingan dalam implementasi perda ini dari pilar swasta, dapat diketahui berdasarkan hasil wawancara dengan I2-2 yaitu:

“Jika memang pemerintah ingin meminimalisir pencemaran air, pemerintah harus melakukan pembinaan terhadap industri.” (wawancara di

Kantor Finishing Line PT. Sinar Antjol, 18 November 2015 Pukul 12.00 WIB).

Berdasarkan hasil wawancara dengan I2-2 terkait kepentingan dari implementasi perda yaitu terlihat bahwasanya pilar swasta menginginkan adanya program tertentu yang dilakukan oleh pemerintah terkait pengolahan limbah agar tidak mencemari lingkungan misalnya ada program pembinaan industri agar implementasi perda ini dapat dirasakan oleh pihak swasta dan juga pihak swasta dilibatkan secara langsung walaupun hanya dalam pengelolaan limbah untuk meminimalisir pencemaran. Jadi, pemerintah dalam hal ini tidak hanya sebagai pembuat dan pelaksana kebijakan tetapi juga menjadi mitra perusahaan dalam melakukan pembinaan sesuai dengan masing-masing tupoksi dari para pilar pemerintah yang terlibat dari implementasi perda ini.

Kepentingan dalam pelaksanaan perda ini juga terdapat pada pilar masyarakat, yaitu dalam hal ini adalah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang melakukan koordinasi dengan pemerintah Kekuasaan dan kepentingan tersebut dapat diketahui berdasarkan hasil wawancara dengan I3-1 sebagai pilar masyarakat, yaitu:

“Koordinasi dalam hal teknis paling hanya pada saat ada program yang dilakukan oleh pemerintah misalnya program pembinaan masyarakat melalui kampung hijau, selebihnya kita diminta oleh pemerintah untuk membantu dalam mengawasi siapapun yang berpotensi mencemari lingkungan serta melakukan pengaduan jika terjadi pencemaran.”

(wawancara di Kediaman Erwin Setiawan, 22 November 2015 Pukul 16.00).

Berdasarkan hasil wawancara dengan I3-1 sebagai pilar masyarakat terkait kekuasaan dan kepentingan pada pilar masyarakat terhadap implementasi perda, yaitu bahwa dalam hal pelaksanaan program yang berkaitan dengan perda, pilar masyarakat yang diwakili oleh LSM merupakan mitra pemerintah dalam koordinasi pelaksanaan program pembinaan masyarakat yaitu program kampung hijau, selain menjadi mitra dalam pelaksanaan program, LSM juga diberikan kekuasaan dan kewenangan dalam membantu pemerintah mengawasi industri yang melakukan pencemaran. LSM diberikan kewenangan untuk melaporkan jika terjadi tindakan pencemaran terhadap lingkungan.

3) Strategi-strategi para aktor yang terlibat

Indikator selanjutnya yaitu terkait strategi yang dilakukan oleh para aktor yang terlibat dalam implementasi perda. Dalam implementasi perda, strategi sangat dibutuhkan agar pelaksanaan perda sesuai dengan perencanaan. Strategi

berkaitan dengan tingkat pencapaian dari adanya implementasi perda. Strategi yang dilakukan oleh pemerintah dalam implementasi perda dalam hal ini yaitu strategi yang dilakukan oleh BLH kota Tangerang dalam implementasi perda dapat diketahui berdasarkan hasil wawancara dengan I1-1 sebagai pilar pemerintah, sebagai berikut:

I1-1:

“Pengawasan 100 industri per tahun, pengaduan masyarakat terhadap pencemaran, penindakan secara langsung di lapangan.” (wawancara di

Ruang Kepala Bidang Pemantauan dan Pemulihan Kualitas Lingkungan Hidup BLH Kota Tangerang, 19 November 2015 Pukul 11.05 WIB). Berdasarkan hasil wawancara dengan I1-1 sebagai pilar pemerintah terkait strategi yang dilakukan oleh BLH pada bidang pemantauan dan pemulihan kualitas air yaitu dengan melakukan pengawasan 100 industri per tahun, menerima pengaduan masyarakat secara langsung terhadap pencemaran yang dilakukan oleh seseorang atau badan usaha serta melakukan penindakan secara langsung di lapangan. Strategi tersebut merupakan salah satu bentuk upaya yang dilakukan oleh pilar pemerintah dalam melakukan pencegahan dan pengendalian terhadap kerusakan lingkungan. Berbeda dengan hal tersebut, strategi yang dilakukan pada bidang pengawasan dan penegakkan hukum dapat diketahui berdasarkan hasil wawancara dengan I1-2 sebagai pilar pemerintah, yaitu:

I1-2:

“Dengan program pembinaan dan peran serta masyarakat untuk meminimalisir terjadinya pelanggaran.” (wawancara di Ruang Kepala

Bidang Pengawasan dan Penegakkan Hukum Lingkungan Hidup BLH Kota Tangerang, 30 November 2015 Pukul 10.31 WIB).

Berdasarkan hasil wawancara dengan I1-2 sebagai pilar pemerintah terkait strategi yang dilakukan oleh pilar pemerintah yaitu dalam hal ini pada bidang pengawasan dan penegakkan hukum yaitu melalui program pembinaan dalam peningkatan peran serta masyarakat untuk meminimalisir terjadinya pelanggaran perda. Tindakan preventif tersebut dilakukan oleh pemerintah dalam upaya mencegah terjadinya kerusakan lingkungan.

. Selanjutnya yaitu strategi yang dilakukan oleh bidang perizinan sebagai pilar pemerintah yang memiliki kewenangan dan tanggung jawab di bidang perizinan pembuangan limbah cair, dapat diketahui berdasarkan hasil wawancara dengan I1-4 sebagai pilar pemerintah, yaitu:

“Strategi kita dalam upaya perizinan limbah cair yaitu mempermudah akses perizinan dengan terpadu satu pintu, membantu masyarakat yang belum mengerti dengan pemberkasan perizinan, memproses perizinan dengan cepat sesuai prosedur.” (wawancara di Ruang Bidang Perizinan Kesejahteraan Rakyat BPMPTSP kota Tangerang, 19 November 2015 Pukul 10.11 WIB).

Berdasarkan hasil wawancara dengan I1-4 sebagai pilar pemerintah terkait strategi dalam implementasi perda di bidang perizinan pembuangan limbah cair yaitu dengan mempermudah akses perizinan menggunakan pelayanan terpadu satu pintu, sehingga dapat menjangkau semua masyarakat yang memiliki kepentingan untuk mengurusi perizinan pembuangan limbah dan perizinan lingkungan lainnya serta memproses perizinan tersebut dengan cepat namun sesuai prosedur yang berlaku. Strategi yang dilakukan oleh badan perizinan dalam implementasi perda hanya berkaitan dengan izin pembuangan limbah cair. Setiap jenis usaha atau kegiatan baik industri atau usaha skala kecil dan menengah wajib memiliki izin

pembuangan limbah cair, peneliti menganggap dengan adanya perizinan pembuangan limbah cair tersebut dianggap perlu mengingat saat ini banyaknya jumlah industri yang terdapat di kota Tangerang baik skala besar, kecil dan menengah. Dengan adanya perizinan ini, dapat digunakan sebagai salah satu indikator pengawasan pemerintah terhadap usaha atau kegiatan yang berpotensi melakukan pencemaran dengan pembuangan limbah.

Selain dalam bidang perizinan, strategi di bidang pengendalian limbah juga diperlukan guna untuk mengendalikan limbah yang dihasilkan baik limbah domestik maupun limbah industri. Strategi yang dilakukan dalam bidang pengendalian limbah dapat diketahui berdasarkan hasil wawancara dengan I1-5 sebagai pilar pemerintah, yaitu:

“Strategi yang dilakukan salah satunya dengan melakukan pembinaan kepada masyarakat tetapi masih di tingkat kelurahan untuk melakukan upaya daur ulang terhadap limbah-limbah rumah tangga agar tidak langsung dibuang ke sumber air. Metodenya dengan menggunakan pengolahan IPAL sederhana, agar limbah cair yang dikeluarkan bisa dimanfaatkan lagi untuk menyiram tanaman, mencuci motor, dan sebagainya.” (wawancara di Ruang Kepala Sub Bidang Air Limbah Dinas Cipta Karya dan Penataan Ruang Kota Tangerang, 2 Desember 2015 Pukul 08.30 WIB).

Berdasarkan hasil wawancara dengan I1-5 sebagai pilar pemerintah terkait strategi yang dilakukan dalam upaya mengendalikan limbah yaitu melakukan pembinaan kepada masyarakat melalui metode daur ulang limbah menggunakan IPAL sederhana, sehingga limbah-limbah yang dikeluarkan oleh masyarakat dengan menggunakan IPAL sederhana dapat didaur ulang dan dimanfaatkan kembali. Strategi ini sangat diperlukan mengingat berdasarkan hasil penelitian Japan International Cooperation Agency (JICA), bekerja sama dengan Badan

Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Kota Tangerang tahun 2012, 84 persen air sungai Cisadane tercemar limbah domestik. Adapun 14 persen lainnya tercemar limbah dari industri yang tidak pempunyai instalasi pengelolaan air limbah (IPAL). Sisanya, sekitar 2 persen, berasal dari pencemaran limbah lainnya. (Kajian Tim Proyek JICA dan BLHD Kota Tangerang pada tanggal 26 September 2011 diakses pada hari Kamis, tanggal 9 Juli 2015 pukul 11.15 WIB). Strategi ini sangat tepat untuk dikembangkan dalam upaya mengendalikan limbah domestik yang dihasilkan dari rumah tangga, melihat bahwa penghasil terbesar limbah yaitu rumah tangga. Namun tidak hanya limbah domestik, pemerintah juga harus memperhatikan industri karena 14% sumber pencemar dihasilkan dari industri.

b. Karakteristik lembaga dan rezim yang berkuasa

Lingkungan dimana suatu kebijakan dilaksanakan juga berpengaruh terhadap keberhasilannya, maka pada bagian ini ingin dijelaskan karakteristik dari lembaga yang akan turut mempengaruhi suatu kebijakan.

Implementasi Peraturan Daerah kota Tangerang Nomor 2 Tahun 2013 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air dilakukan oleh pemerintah kota Tangerang melalui SKPD yang terkait. Karakteristik lembaga yang terdapat pada pemerintah kota Tangerang bersifat birokratis, artinya setiap kebijakan yang diselenggarakan pihak eksekutif diterjemahkan kedalam bentuk kebijakan administrasi negara dimana pelaksanaan dari administrasi tersebut dilakukan oleh lembaga-lembaga birokrasi yaitu dalam implementasi perda ini, lembaga-lembaga tersebut adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)

diantaranya BLH, BPMPTSP, Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air dan Dinas Cipta Karya dan Penataan Ruang yang mengimplementasikan perda dan bersifat langsung berhubungan dengan masyarakat.

Karakteristik lembaga yang terdapat pada pemerintah kota Tangerang bersifat birokratis juga ditandai dengan terdapat rantai komando berupa hierarki kewenangan dimana tanggung jawab setiap bagian-bagiannya mengalir dari hierarki atas ke hierarki bawah. Dalam implementasi perda ini, para pelaksana bertanggung jawab kepada para pimpinan SKPD terkait sebagai lembaga eksekutif yang melaksanakan perda, dan para pimpinan SKPD tersebut bertanggung jawab kepada Walikota sebagai penanggung jawab tertinggi eksekutif. Hal tersebut mencirikan bahwa karakteristik lembaga pada implementasi perda ini bersifat birokratis.

Karakteristik rezim yang berkuasa di kota Tangerang saat ini, Walikota yang menjabat yaitu Arief Wismansyah, B.Sc., M.Kes dan didampingi oleh Drs. Sachrudin sebagai wakil walikota. Walikota Tangerang yang menjabat saat ini merupakan wakil walikota sebelumnya di era Dr. Wahidin Halim, M.Si yang merupakan salah satu tokoh berpengaruh di kota Tangerang karena dikenal merupakan pemimpin yang revolusioner berhasil mengubah kota Tangerang dengan berbagai prestasi. Walikota Tangerang saat ini yaitu Arief Wismansyah adalah seorang CEO (pemilik) dari RS. Sari Asih Group dan dikenal sebagai pengusaha sukses. Pada saat pilkada kota Tangerang, pasangan Arief Wismansyah dan Sachrudin diusung oleh tiga partai yaitu Partai Demokrat, Partai Kebangkitan

Bangsa (PKB) dan Parta Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) berhasil mengungguli empat pasangan lainnya. Karakteristik program-program yang dijalankan saat ini di kota Tangerang tidak berbeda jauh dengan program-program yang dijalankan oleh walikota sebelumnya. Dengan demikian, karakteristik rezim yang berkuasa di kota Tangerang saat ini tidak jauh berbeda dengan karakteristik rezim yang berkuasa sebelumnya.

c. Tingkat kepatuhan dan adanya respon dari pelaksana

Hal lain yang dirasa penting dalam proses pelaksanaan suatu kebijakan adalah kepatuhan dan respon dari para pelaksana, maka yang hendak dijelaskan pada poin ini adalah sejauhmana kepatuhan dan respon dari pelaksana dalam menanggapi suatu kebijakan. Tingkat kepatuhan dari para pelaksana menjadi salah satu indikator penting dalam pelaksanaan suatu kebijakan. Tingkat kepatuhan pelaksana terbagi atas tingkat kepatuhan terhadap aturan dan tingkat kepatuhan terhadap organisasi. Tingkat kepatuhan pelaksana terhadap aturan berkaitan dengan sejauhmana pelaksana mematuhi ketentuan dan peraturan dalam pelaksanaan, sedangkat tingkat kepatuhan pelaksana terhadap organisasi berkaitan dengan sejauhmana para pelaksana dalam melaksanakan program sesuai dengan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis yang dibuat oleh organisasi. Tingkat kepatuhan dari para pelaksana dapat dilihat berdasarkan hasil wawancara dengan I1-5 sebagai pilar pemerintah, yaitu sebagai berikut:

“Adanya kendaraan yang mengatasnamakan pemerintah kota Tangerang dengan plat dinas membuang langsung limbah hasil penyedotan dari septik tank perumahanyang berpotensi melakukan pencemaran. Pada waktu itu juga pernah terjadi salah satu pelaksana dari pemerintah yaitu mobil operasional yang bertugas mengangkut limbah dari perumahan membuang langsung limbah tersebut ke sungai, tetapi sudah kita lakukan tindakan dan sejauh ini para pelaksana tersebut sudah patuh dan tidak berani lagi melakukan tindakan tersebut.” (wawancara di Ruang Kepala Sub Bidang

Air Limbah Dinas Cipta Karya dan Penataan Ruang Kota Tangerang, 2 Desember 2015 Pukul 08.30 WIB).

Berdasarkan hasil wawancara dengan I1-5 sebagai pilar pemerintah terkait tingkat kepatuhan dari para pelaksana, jika dilihat dari temuan lapangan dan apa yang disampaikan oleh I1-5 sebagai pilar pemerintah terkait tingkat kepatuhan dari para pelaksana, terlihat bahwasanya tingkat kepatuhan para pelaksana terhadap aturan dalam melakukan implementasi perda ini dapat dikatakan belum sesuai dengan apa yang diharapkan. Hal tersebut terlihat bahwa justru para pelaksana di lapangan yang seharusnya memiliki pemahaman terhadap aturan dalam pelaksaan perda yang melanggarnya.

Selanjutnya yaitu tingkat kepatuhan pelaksana terhadap organisasi. Tingkat kepatuhan pelaksana terhadap organisasi dapat terlihat dari sejauhmana para pelaksana dalam melaksanakan program sesuai dengan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis yang dibuat oleh organisasi. Tingkat kepatuhan pelaksana terhadap organisasi dapat terlihat berdasarkan hasil wawancara dengan I1-4

sebagai pilar pemerintah, yaitu:

“Sejauh ini pelaksanaan perda di bidang perizinan sudah sesuai dengan apa yang diharapkan dan sudah sesuai dengan prosedurnya.” (wawancara

di Ruang Bidang Perizinan Kesejahteraan Rakyat BPMPTSP kota Tangerang, 19 November 2015 Pukul 10.11 WIB).

Berdasarkan hasil wawancara dengan I1-4 sebagai pilar pemerintah terkait tingkat kepatuhan pelaksana terhadap organisasi, terlihat bahwa kepatuhan pelaksana pada bidang perizinan terhadap organisasi dapat dikatakan sudah baik, karena pelaksanaan perda di bidang perizinan sudah sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP).

Implementasi Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 2 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air di Kota Tangerang sejauh ini pelaksanaan yang dilakukan di lapangan belum berjalan optimal, selain tingkat kepatuhan pelaksana terhadap aturan belum sesuai dengan harapan, adanya respon dari pelaksana menjadi salah satu indikator penting apakah implementasi perda sudah berjalan dengan baik atau implementasi yang dilakukan masih menemukan hambatan. Respons dari pelaksana dapat terlihat sebagaimana berdasarkan hasil wawancara dengan I1-1 sebagai pilar pemerintah, sebagai berikut:

”Belum semua sesuai dengan yang diharapkan dan memang masih jauh dari apa yang diinginkan. Banyak kendala di lapangan yang memang masih belum dilakukan intensifikasi penanggulangan.” (wawancara di

Ruang Kepala Bidang Pemantauan dan Pemulihan Kualitas Lingkungan Hidup BLH Kota Tangerang, 19 November 2015 Pukul 11.05 WIB). Berdasarkan hasil wawancara dengan dengan I1-1 sebagai pilar pemerintah terkait sudah sejauhmana implementasi perda yang dilakukan terlihat belum sesuai dengan yang diharapkan dan masih jauh dari perencanaan yang dibuat. Banyak kendala atau hambatan yang terjadi dalam intensifikasi penanggulangan terhadap tingkat pencemaran yang cukup tinggi dari berbagai sumber air yang

terdapat di kota Tangerang. Hal tersebut juga sesua dengan apa yang disampaikan oleh I1-5 sebagai pilar pemerintah, yaitu sebagai berikut:

“Belum sesuai dengan apa yang diharapkan, masih terdapat beberapa kekurangan-kekurangan terutama pola perilaku masyarakat yang tidak mendukung program pemerintah dengan baik.” (wawancara di Ruang

Kepala Sub Bidang Air Limbah Dinas Cipta Karya dan Penataan Ruang Kota Tangerang, 2 Desember 2015 Pukul 08.30 WIB).

Berdasarkan hasil wawancara dengan I1-5 sebagai pilar pemerintah terkait respon pelaksana terkait sudah sejauhmana pencapaian implementasi perda terlihat bahwasanya memang implementasi perda belum sesuai dengan apa yang diharapkan dan masih terdapat kendala atau hambatan di lapangan terutama pola prilaku masyarakat yang tidak mendukung program-program yang dibuat pemerintah dalam memperbaiki dan menjaga kualitas lingkungan.

Keberhasilan proses implementasi kebijakan juga ditentukan berdasarkan seberapa besar kendala atau hambatan yang dihadapi. Kendala yang dihadapi dapat berupa kendala secara teoritis yaitu terkait pemahaman terhadap kebijakan, dan kendala secara teknis yang berkaitan dengan pelaksanaan di lapangan. Kendala teknis juga menjadi salah satu permasalahan yang terjadi dalam implementasi perda ini, kendala teknis yang terjadi dalam pelaksanaan perda dapat terlihat berdasarkan hasil wawancara dengan I1-5 sebagai pilar pemerintah, yaitu:

“Tidak ada permasalahan yang besar, hanya terdapat hambatan teknis yaitu IPAL atau IPLT yang ada sudah tidak mampu mendukung sehingga perlu dibangun IPAL tambahan dengan skala kecil dan menengah.”

(wawancara di Ruang Kepala Sub Bidang Air Limbah Dinas Cipta Karya dan Penataan Ruang Kota Tangerang, 2 Desember 2015 Pukul 08.30 WIB).

Berdasarkan hasil wawancara dengan I1-5 sebagai pilar pemerintah terkait hambatan teknis dalam pelaksanaan perda yaitu saat ini IPAL dan IPLT yang terdapat di kota Tangerang sudah tidak mampu mendukung dalam menampung limbah karena jumlah kapasitas penampungan IPAL sudah tidak mampu mengimbangi jumlah limbah yang dihasilkan oleh semua stakeholders yang terdapat di kota Tangerang. Jika hal ini dibiarkan, akan terjadi kebocoran IPAL sehingga limbah akan mencemari lingkungan

4.3. Pembahasan

Pembahasan yakni mencakup pemaparan dari hasil analisis data yang ditujukan untuk memaparkan lebih jauh lagi terkait masing-masing indikator implementasi kebijakan dalam penelitian ini. Dalam menganalisis data hasil penelitian, peneliti menggunakan teori model implementasi kebijakan dari Merille S. Grindle (1980) yang ditentukan oleh Content of Policy yaitu kepentingan-kepentingan yang mempengaruhi, jenis manfaat yang bisa diperoleh, derajat perubahan yang ingin dicapai, letak pengambilan keputusan, pelaksana program, sumber-sumber daya yang digunakan dan Context of Policy yaitu Kekuasaaan, kepentingan-kepentingan dan strategi dari aktor yang terlibat, karakteristik lembaga atau rezim yang berkuasa, tingkat kepatuhan dan adanya respon dari para pelaksana. Berikut adalah pembahasan dari masing-masing indikator

Daerah Kota Tangerang Nomor 2 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air di Kota Tangerang”.

4.3.1. Content of Policy

a. Kepentingan-kepentingan yang mempengaruhi

Kebijakan publik merupakan keputusan politik yang dikembangkan oleh badan dan pejabat pemerintah. Politik merupakan serangkaian kegiatan yang

Dokumen terkait