• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR DI KOTA TANGERANG - FISIP Untirta Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR DI KOTA TANGERANG - FISIP Untirta Repository"

Copied!
323
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA

TANGERANG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG

PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN

PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR DI KOTA

TANGERANG

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial pada Konsentrasi Kebijakan Publik Program Studi Ilmu Administrasi Negara

Oleh RIDWAN HAPIPI

NIM 6661110964

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

(2)
(3)
(4)
(5)

Raihlah ilmu, dan untuk meraih

ilmu belajarlah untuk tenang dan

sabar.

(Sayidina Umar bin Khattab RA)

Proposal Skripsi ini ku persembahkan untuk

kedua Orangtuaku (Muhasim dan Muiyah),

Kakakku (Megawati dan Khoirunnisa)

serta teman-teman seperjuangan yang tidak henti

(6)

ABSTRAK

Ridwan Hapipi. NIM. 6661110964. 2015. Implementasi Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 2 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air di Kota Tangerang. Program Studi Ilmu Administrasi Negara. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Dosen Pembimbing I, Dr. Agus Sjafari, M.Si; Dosen Pembimbing II, Ipah Ema Jumiati, S.IP., M.Si.

Pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air bertujuan untuk memelihara ketersediaan air pada sumber-sumber air agar memenuhi kriteria mutu air menurut peruntukkannya secara berkelanjutan. Dalam upaya pelaksanaan perda, pemerintah kota Tangerang dihadapkan dengan berbagai permasalahan, seperti belum optimalnya koordinasi pengawasan pencemaran, kurangnya koordinasi dalam pemberian izin pembuangan limbah, sosialisasi perda belum berjalan optimal, masih banyak industri yang melanggar perda, serta belum belum memiliki peraturan walikota. Penelitian ini memfokuskan pada bagaimana pelaksanaan peraturan daerah ini, dengan lokus penelitian di kota Tangerang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan peraturan daerah ini. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kualitatif deskriptif yang dianalisis dengan menggunakan teori model implementasi kebijakan dari Merille S. Grindle. Hasil penelitian menunjukkan belum optimalnya pelaksanaan peraturan daerah ini karena empat dari sembilan indikator implementasi kebijakan menurut Merille S. Grindle belum dilaksanakan secara maksimal, diantaranya kepentingan-kepentingan yang mempengaruhi, pelaksana program, kekuasaan, kepentingan-kepentingan dan strategi para aktor yang terlibat, serta tingkat kepatuhan dan adanya respon dari pelaksana. Saran peneliti agar implementasi perda ini lebih optimal adalah dengan meningkatkan pengawasan terhadap sektor industri skala besar, jenis usaha atau kegiatan skala kecil dan menengah serta melakukan sosialisasi secara menyeluruh kepada semua stakeholders yang terlibat dalam implementasi perda.

(7)

ABSTRACT

Ridwan Hapipi. NIM 6661110964. 2015.Implementation of Local Regulation of Tangerang District Number 2 Year 2013 about Water Quality Management and Water Pollution Control. Major of Public Administration Science. The Faculty of Social Science and Political Science. Sultan Ageng Tirtayasa University. 1st Advisor, Dr. Agus Sjafari, M.Si; 2nd Advisor,Ipah Ema Jumiati, S.IP., M.Si.

Water quality management and water pollution control aims to maintain the availability of water at the sources of water to meet the water quality criteria according to their distribution in a sustainable manner. In the implementation of local regulation,government district of Tangerang faced with various problems, such as not optimal coordination of monitoring pollution,lack of coordination in granting discharge permit, socialization local regulation not optimal, there are still many industries that violete local regulation and not have mayor regulation. The research focused on how the regulation implemented in the district of Tangerang. The purpose of the research was to how to implementation of these local regulation.The methods that used on this research is qualitative descriptive whichanalyzed by model of policy implementation theory from Merille S. Grindle.The research result showed that implementation of these local regulation is not optimalbecause four of nine indicator policy implementation from Merille S. Grindle has not been implemented maximally, including interests affected, program implementer, power, interest and strategy of actor involved, compliance and responsiveness from implementer. Research suggest that local regulationto be more optimal increase oversight of large scale industry, types of small and medium scale enterprise, as well as conduct through socialization to the whole of stakeholders involved in the implementation of local regulation.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur selalu saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala berkat, rahmat dan hidayah-Nya yang selalu diberikan kepada kita semua, termasuk pada

nikmat Iman, Islam dan sehat wal‟afiat. Atas berkat, rahmat dan hidayah-Nya pula, maka peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, beserta keluarganya, sahabatnya serta tak lupa juga kita yang senantiasa selalu istiqomah dan ikhlas sebagai umatnya hingga akhir zaman.

Penyusunan skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial pada Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa yang mana judul penelitian yang dilakukan peneliti, yaitu “Implementasi Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 2 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Kualitas Air

dan Pengendalian Pencemaran Air di Kota Tangerang.” Penyusunan skripsi ini

tidak akan selesai dengan baik, tentunya tidak terlepas dari bantuan banyak pihak yang selalu membimbing serta mendukung peneliti secara moril dan materil. Maka pada kesempatan yang luar biasa ini, peneliti ingin menyampaikan ungkapan terima kasih yang tak terhingga kepada beberapa pihak, sebagai berikut: 1. Prof. Dr. H. Sholeh Hidayat, M.Pd., Rektor Universitas Sultan Ageng

Tirtayasa.

2. Dr. Agus Sjafari, M.Si., Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa,sekaligus dosen Pembimbing I yang

(9)

telah banyak membimbing dan memberikan arahan kepada peneliti sejak awal hingga saat menyelesaikan skripsi ini.

3. Rahmawati, S.Sos., M.Si., Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

4. Iman Mukhroman., M.Si., Wakil Dekan II Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

5. Kandung Sapto Nugroho, S.Sos., M.Si., Wakil Dekan III Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

6. Listyaningsih, S.Sos., M.Si., Ketua Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. 7. Riswanda, Ph.D., Sekretaris Program Studi Ilmu Administrasi Negara

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Anis Fuad, S.Sos., M.Si., dosen pembimbing akademik peneliti selama menempuh jenjang SI di Program Studi Ilmu Administrasi Negara.

8. Ipah Ema Jumiati, M.Si, dosen pembimbing II peneliti yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan selama penyusunan skripsi.

9. Yeni Widyastuti, S.Sos., M.Si., ketua penguji penelitian yang dilakukan peneliti yang telah banyak memberikan masukkan demi kesempurnaan penelitian yang dilakukan peneliti.

10.Leo Agustino, Ph.D., dosen yang telah banyak memberikan inspirasi dan motivasi peneliti.

(10)

11.Dosen-Dosen Ilmu Administrasi Negara yang selalu saya banggakan, Titi Setiawati, S.Sos,, M.Si., Dr. Ayuning Budiati, S.IP., MPPM., Listyaningsih, S.Sos., M.Si., Rini Handayani, S.Si., M.Si., Arenawati, S.Sos,, M.Si., Ima Maisyaroh, S.Ag., M.Si., Andi Apriany Fatmawaty, Ir., MP., Dr. Abdul Apip, M.Si., Abdul Hamid, M.Si., Ph.D., Drs. H. Oman Supriyadi., M.Si., Dr. Suwaib Amirudin, M.Si., Drs. Hasuri, SE., M.Si., Kristian Widya Wicaksana, S.Sos., M.Si., Deden M. Haris, S.Sos,, M.Si., Juliannes Cadith, S.Sos., M.Si., Atoullah, S.Sos., M.Si., serta dosen-dosen lainnya tidak bisa saya sebutkan satu per satu, terimakasih untuk semua ilmu yang telah kalian berikan kepada peneliti selama menempuh studi pada jenjang S1 ini.

12.Orang Tua tercinta, Muhasim dan Muiyah yang selalu memberikan dukungan secara moril dan materil serta doa mereka yang tidak pernah henti untuk kesuksesan anak-anaknya di masa depan. Kemudian kakak kandung peneliti, Megawati, SE dan Khoirunnisa, S.Pd yang selalu memberikan dukungan dan doa mereka untuk kelancaran penyusunan skripsi ini. Serta saudara-saudara peneliti, yaitu kakek, nenek, sepupu, dan keponakan terdekat yang tidak bisa peneliti sebutkan satu per satu yang juga banyak memberikan dukungan dan doa mereka.

13.Puji Enggar Rahayu, S.Pd., orang terdekat peneliti yang telah memberikan banyak inspirasi dan motivasi.

14.Iskandar, S.Ag., paman peneliti yang juga telah banyak memberikan inspirasi dan motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini.

(11)

15.Sahabat terdekat peneliti di kelas A Program Studi Ilmu Administrasi Negara 2011, Rahmat Ikbal, Besar Hariyadi, Suhendar, Ade Mulyadi, Kevin Ray Pratama, Indra Yanus, Aulia Rahim, Gilang Sahudi Ekayatna, Yandi Supandi, Merdi Zulkarnaen, dan Muhammad Adriansyah yang selalu setia menemani peneliti sejak awal masuk di kampus Universitas Sultan Ageng Tirtayasa hingga saat ini serta selalu memberikan dukungan dan doa mereka dalam menyelesaikan skripsi ini.

16.Teman-teman khususnya kelas A Program Studi Ilmu Administrasi Negara 2011, serta kelas B, C, dan Non-Regular lainnya yang tidak bisa peneliti sebutkan satu persatu dan saat ini sedang bersama-sama berjuang untuk meraih gelar sarjana. Dan secara umum, peneliti juga mengucapkan terimakasih kepada seluruh teman-teman terdekat peneliti di angkatan 2011 Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

17.Keluarga BEM FISIP UNTIRTA 2014, HIMANE FISIP UNTIRTA 2012 serta HMI Komisariat Pertanian-FISIP yang banyak memberikan motivasi dan canda tawa sehingga peneliti dapat menghilangkan kejenuhan dalam menyelesaikan skripsi ini.

18.Keluarga besar tim Futsal Fisip Untirta yang selalu setia menemani dan menghibur peneliti.

19.Staf Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Staf Perpustakaan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik serta Staf Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa yang telah banyak membantu peneliti

(12)

dalam mengurus segala perijinan, surat-menyurat dan urusan akademik lainnya.

20.Serta tidak lupa peneliti mengucapkan banyak terimakasih kepada seluruh pihak-pihak yang telah berkontribusi banyak dalam penyusunan skripsi ini.

Akhirnya peneliti mengucapkan rasa syukur yang tak terhingga dengan selesainya penyusunan skripsi ini. Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan maka, kritik dan saran yang membangun sangat peneliti harapkan demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. Peneliti berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat, khususnya bagi peneliti sendiri dan bagi para pembaca pada umumnya.

Serang, 26 Januari 2016

Ridwan Hapipi NIM. 6661110964

(13)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS LEMBAR PERSETUJUAN

LEMBAR PENGESAHAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ABSTRAK

ABSTRACT

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ………. x

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah ………... 1

1.2. Identifikasi Masalah ……….. 19

1.3. Batasan Masalah ……….... 19

1.4. Rumusan Masalah ………. 20

1.5. Tujuan Penelitian ……….. 20

1.6. Manfaat Penelitian ……….... 20

1.7. Sistematika Penulisan ……….. 21

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN ASUMSI DASAR PENELITIAN

(14)

2.1. Tinjauan Pustaka ………. 24

2.2. Penelitian Terdahulu ……….... 64

2.3. Kerangka Pemikiran Penelitian ………. 67

2.4. Asumsi Dasar ……….. 71

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Pendekatan dan Metode Penelitian ………. 72

3.2. Ruang Lingkup Penelitian ………... 74

3.3. Lokasi Penelitian ………. 75

3.4. Variabel Penelitian ……….. 75

3.5. Instrumen Penelitian ……….. 78

3.6.Informan Penelitian ………... 84

3.7. Teknik Analisis dan Uji Keabsahan Data ……….. 87

3.8. Jadwal Penelitian ……… 91

BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1. Deskripsi Objek Penelitian ……….. 93

4.2. Deskripsi Data ……… 101

4.3. Pembahasan ……… 159

BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan ……….. 184

5.2. Saran ……… 186 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(15)

DAFTAR TABEL

Halaman

1.1 Data Jumlah Penghargaan Lingkungan Hidup Kota Tangerang Tahun

2012 ... 4

1.2 Status Mutu Air Sungai Cisadane November 2014 ... 7

1.3 Status Mutu Air Situ di Kota Tangerang ……….. . 9

1.4 Status Mutu Air Tanah di Kota Tangerang ……… ... 10

1.5 Status Pengaduan Masyarakat tentang Pencemaran Air Tahun 2013 ... 8

1.6 Rata-rata Beban Pencemaran Air Tahun 2014 ………. .. 13

1.7 Usaha atau Kegiatan yang Mendapatkan Sanksi Administratif ... 16

3.1 Pedoman Wawancara Penelitian ... 77

3.2 Deskripsi Informan Penelitian ... 86

3.3 Jadwal Penelitian ... 92

4.1 Kode Penelitian ………. ... 103

4.2 Daftar Spesifikasi Informan ……….. .. 105

4.3 Jumlah Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Kota Tangerang …. ... 123

4.4 Personil Pengelola Lingkungan BLH Kota Tangerang ………... 137

4.5 Realisasi APBD Kota Tangerang untuk lingkungan 2008-2014 ……… 141

4.6 Rekapitulasi Hasil Pembahasan Penelitian ………. . 175

(16)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1.1 Kerangka Berpikir ... 70 3.1Analisis Data Miles dan Huberman ... 87 4.1 IPAL Tanah Tinggi ……… 132

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN I Surat Ijin Penelitian

LAMPIRAN II Surat Keterangan Penelitian

LAMPIRAN III Pedoman Wawancara

LAMPIRAN IV Catatan Lapangan dan Membercheck LAMPIRAN V Kategorisasi Data Penelitian

LAMPIRAN VI Matriks Hasil Penelitian LAMPIRAN VII Dokumentasi Penelitian LAMPIRAN VIII Data Pendukung Penelitian

(18)

1

1.1.Latar BelakangMasalah

Indonesia dikenal sebagai negara dengan perairan yang sangat luas, oleh karena itu, penduduk Indonesia juga mempunyai tanggungjawab yang besar dalam melakukan usaha pelestarian fungsi air terutama pemerintah pusatmaupun daerah yang dalam hal ini sebagai instansi yang berwenang melakukan pengawasan atau pemantauan terhadap seluruh kegiatan yang menggunakan air sebagai sarana transportasi, perindustrian, aktivitas rumah tangga, dan lain sebagainya. Sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33

Ayat 3 yang berbunyi : “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung

didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat”. Berdasarkan bunyi pasal 33 ayat 3 UUD 1945 tersebut

bahwasanya negara harus menjamin sumber daya air agar memenuhi kebutuhan masyarakat baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya.

(19)

Sesuai dengan peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air sebagai berikut;

Bahwa untuk melestarikan fungsi air perlu dilakukan pengelolaan kualitas airdan pengendalian pencemaran air secara bijaksana dengan memperhatikan kepentingan generasisekarang dan mendatang serta keseimbangan ekologis.

Saat ini, masalah utama yang dihadapi oleh sumber daya air meliputi kuantitas air yang sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan yang terus meningkat dan kualitas air untuk keperluan domestik yang semakin menurun. Kegiatan industri, domestik, dan kegiatan lain berdampak negatif terhadap sumber daya air, antara lain menyebabkan penurunan kualitas air. Kondisi ini dapat menimbulkan gangguan, kerusakan, dan bahaya bagi semua makhluk hidup yang bergantung pada sumber daya air. Oleh karena itu diperlukan pengelolaan dan perlindungan sumber daya air secara seksama. Kegiatan yang dilakukan oleh manusia dari hari ke hari semakin meningkat. Begitu juga dengan penggunaan air dalam hubungannya denganmenjalankan suatu kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia.

(20)

Sungai sebagai sumber air saat ini sudah tidak lagi dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Keadaan air yang tercemar mengakibatkan sungai sudah tidak dapat lagi dimanfaatkan masyarakat sebagai penyedia air bersih. Air bersih merupakan kebutuhan dasar bagi manusia sehingga menjadi hal yang wajar jika sektor air bersih mendapat prioritas dalam penanganan dan pemenuhannya.

Penyediaan air bersih untuk masyarakat mempunyai peranan yang penting dalam meningkatkan kesehatan lingkungan atau masyarakat, yakni mempunyai peranan dalam menurunkan angka penderita penyakit, khususnya yang berhubungan dengan air, dan berperan dalam meningkatkan standar atau kualitas hidup masyarakat. Penanganan akan penyediaan kebutuhanair bersih dapat dilakukan dengan berbagai cara, disesuaikan dengan sarana dan prasarana yang ada oleh Pemerintah Daerah setempat.

Dalam era otonomi daerah, peran pemerintah daerah sangat dibutuhkan untuk mengatur, mengelola serta mengendalikan aktivitas masyarakat terhadap lingkungan terutama dalam hal pemanfaatan air sebagai sumber pemenuhan kebutuhan.Otonomi daerah saat ini memberikan keleluasaan penuh terhadap daerah untuk mengelola sumber daya yang ada termasuk sumber daya air.

(21)

merupakan daerah sub urban dan menjadi skala prioritas pembangunan. Sebagai kota metropolitan yang berdekatan dengan daerah ibukota sekaligus sebagai kota industri, kota Tangerang berhasil mendapatkan berbagai penghargaan tingkat nasional tentang pengelolaan lingkungan hidup. Berikut merupakan berbagai penghargaan yang berhasil diraih oleh kota Tangerang dalam bidang lingkungan hidup diantaranya;

Tabel 1.1.

Jumlah Penghargaan Lingkungan Hidup Kota Tangerang Tahun 2012-2014

No. Nama Penghargaan

1. Peringkat pertama kategori Kota Metropolitan Terbersih dalam Adipura tahun 2012 dari Kementerian

Lingkungan Hidup

2. Penghargaan terbaik Penyusunan Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD) dari

Kementerian Lingkungan Hidup tahun 2012

3. Penghargaan Inovasi Manajemen Perkotaan Bidang Pengelolaan Air Limbah Rumah Tangga dari

Kementerian Dalam Negeri tahun 2012

4. Penghargaan Adipura Kencana 2013 sebagai Kota Metropolitan Terbersih Nasional

5. Penghargaan Adipura Kencana 2014 sebagai Kota Metropolitan Terbersih Nasional

6. Penghargaan Government Award dari Sindo Weekly 2014 karena kepedulian kota Tangerang

terhadap lingkungan

Sumber: BLH Kota Tangerang, 2014

(22)

kembali lingkungan hidup bukan hanya sekedar untuk mengejar prestasi atau penghargaan tetapi sebagai upaya untuk menjaga keberlangsungan dan pelestarian sumber daya terutama sumber daya air yang menjadi indikator terpenting dalam pembangunan perkotaan.

Disamping keberhasilan tersebut, perludisadari bahwa usaha pelestarian lingkungan hidup perlu dilakukan oleh semua stakeholders, baik pemerintah, pelaku usaha atau kegiatan, serta masyarakat dalam menjaga kualitas lingkungan hidup.Untuk melaksanakan pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air, pemerintah daerah Kota Tangerang berupaya mengeluarkan kebijakan yang dijadikan pedoman atau acuan.Kebijakan yang dikeluarkan oleh PemerintahDaerah Kota Tangerang yaitu Peraturan Daerah Kota TangerangNo. 2 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air sebagai produk hukum di tingkat daerah otonomi kabupaten/kota yang mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.

Mengingat bahwa pemenuhan air menjadi salah satu indikator pencapaian terpenting dari suatu daerah dalam menjaga kuantitas dan kualitas lingkungan hidup, air merupakan sektor terpenting yang harus diperhatikan oleh semua pihak agar keberlangsungan kualitasnya dapat dirasakan oleh generasi yang akandatang.Sumber air merupakan sektor terpenting yang harus dijaga keberadaannya untuk memenuhi kebutuhan.

(23)

pengendalian pencemaran air dapat dilakukan dengan memberikan sanksi terhadap industri atau badan usaha yang tidak memiliki Instansi Pengolahan Air Limbah (IPAL) dan membuang limbah langsung ke sumber air (sungai) sehingga menyebabkan adanya pencemaran.

Salah satu sumber air di Kota Tangerang adalah sungai Cisadane yang mengalir di sepanjang kota tersebut. Sungai Cisadane merupakan sungai terbesar yang ada di Kota Tangerang. Hulu sungai Cisadane berada di Gunung Salak Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat, melintasi Kota Tangerang Selatan, Kota Tangerang dan Kabupaten Tangerang serta bermuara di Laut Jawa. Panjang aliran sungai Cisadane yang melintasi Kota Tangerang adalah 17 Km.

Sumber pemenuhan air bersih di Kota Tangerang berasal dari sungai Cisadane. Secara kuantitas, sungai Cisadane mampu memenuhi kebutuhan air bersih di Kota Tangerang, namun, secara kualitas sungai ini sudah tercemarberbagai limbah industri dan limbah rumah tangga.

(24)

sungai Cisadane bulan November 2014 yang diambil dari 16 Saluran Pembuang (SP).

Tabel 1.2.

Status Mutu Air Sungai Cisadane November 2014

Sumber : BLH Kota Tangerang, 2014

Keterangan tabel:

Tercemar Ringan: nilai Indeks Pencemaran berkisar 0,1 sampai dengan 4,7 Tercemar Sedang: nilai Indeks Pencemaran berkisar 4,7 sampai dengan 10 Tercemar Berat:nilai Indeks Pencemaran diatas 10

Berdasarkan tabel 1.2, bahwa secara keseluruhan kondisi air sungai Cisadane telahtercemar dengan tingkatan sedang. Tingkat pencemaran tersebut mengakibatkan saat ini sungai cisadane tidak dapat dipergunakan secara langsung

No. Lokasi Indeks Pencemaran Tingkat Pencemaran

1. Jemb. Gading Serpong 6,4 Cemar Sedang

2. Eretan Panunggangan 3,4 Cemar Ringan

3. SP. Cicayur 5,3 Cemar Sedang

4. Jembatan Cikokol 6,7 Cemar Sedang

5. SP. Rawa Besar 9,0 Cemar Sedang

6. SP. Cisarung 8,2 Cemar Sedang

7. Jembatan Robinson 9,3 Cemar Sedang

(25)

oleh masyarakat. Sumber pencemaran air terbesar di Kota Tangerang berasal dari limbah domestik (rumah tangga) dan industri.Berdasarkan hasil penelitian Japan International Cooperation Agency (JICA), bekerja sama dengan Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Kota Tangerang tahun 2012, 84 persen air sungai Cisadane tercemar limbah domestik. Adapun 14 persen lainnya tercemar limbah dari industri yang tidak pempunyai instalasi pengelolaan air limbah (IPAL). Sisanya, sekitar 2 persen, berasal dari pencemaran limbah lainnya. (Kajian Tim Proyek JICA dan BLHD Kota Tangerang pada tanggal 26 September 2011 diakses pada hari Kamis, tanggal 9 Juli 2015 pukul 11.15 WIB). Berdasarkan observasi dilapangan, kondisi juga diperparah dengan banyaknya sampah yang menumpuk disekitar saluran pembuang sungai Cisadane serta masih ada masyarakat yang menggunakan sungai Cisadane untuk mencuci dan mandi.

(26)

Tabel 1.3.

Status Mutu Air Situ di Kota Tangerang

Nama Situ Indeks Pencemaran Keterangan

Situ Cangkring 6.2-9.26 Cemar Sedang

Situ Bulakan 4.02-4.72 Cemar Sedang

Situ Cipondoh 3.06-4.75 Cemar Sedang

Situ Gede 4.14-5.0 Cemar Sedang

Sumber: BLH Kota Tangerang, 2014

Keterangan tabel:

Tercemar Ringan: nilai Indeks Pencemaran berkisar 0,1 sampai dengan 4,7 Tercemar Sedang: nilai Indeks Pencemaran berkisar 4,7 sampai dengan 10 Tercemar Berat:nilai Indeks Pencemaran diatas 10

Berdasarkan tabel 1.3, secara umum kualitas air situ di Kota Tangerang menunjukkan status cemar ringan sampai dengan sedang, dengan rata-rata statusnya adalah cemar ringan. Situ dengan indeks pencemaran terbesar adalah situ Cangkring dengan IP 9.26 dan nilai IP terendah adalah situ Cipondoh sebesar 3.06. Status mutu air situ-situ di Kota Tangerang pada tahun 2014 secara umum mengalami peningkatan indeks (semakin tercemar), namun masih berkisar pada kondisi cemar ringan.

(27)

Tabel 1.4.

Status Mutu Air Tanah di Kota Tangerang

Nama Daerah Indeks Pencemaran Keterangan

Gg. Jaka 0.83 Baik

Kp. Cikahuripan 1.31 Baik

Kedaung Baru 0.65 Baik

Jl. Block 0.18 Baik

Kp. Rawa Kucing 2.05 Cemar Ringan

Kedaung Wetan 3,14 Cemar Ringan

Sumber : BLH Kota Tangerang, 2014

Keterangan tabel:

Baik : nilai Indeks Pencemaran berkisar 0 sampai dengan 1.5

Tercemar Ringan: nilai Indeks Pencemaran berkisar 1.5 sampai dengan 3.5 Tercemar Sedang: nilai Indeks Pencemaran berkisar 3.5 sampai dengan 7.5 Tercemar Berat:nilai Indeks Pencemaran diatas 7.5

Berdasarkan Tabel 1.4, hasil pemantauan yang diambil dari 6 sampel di Kota Tangerang menunjukkan kondisi baik sampai dengan cemar ringan. Kualitas air tanah pada Kp. Rawa Kucing dan Kedaung Wetan sudah tercemar meskipun dalam kategori cemar ringan, Pencemaran tersebut disebabkan oleh kadar parameter kimia tertentu yang melebihi batas atau kadar aman. Jika hal ini dibiarkan dan tidak adanya penanganan yang dilakukan oleh pemerintah setempat,maka tingkat pencemaran akan meningkat sehingga air tanah tidak dapat lagi digunakan oleh masyarakat sekitar.

Permasalahan yang terjadi saat ini terkait pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air di kota Tangerang meliputi;

(28)

dalammemberikan izin pembuangan limbah serta mengawasi keberadaan usaha atau kegiatan skala kecil dan menengah terutama dalam pembuangan limbah tanpa proses pengolahan. Pengaduan yang dilakukan oleh masyarakat merupakan bukti bahwa pemerintah daerah hanya terfokus pada sektor industri skala atas dan kurang memperhatikan pengawasan pada jenis usaha atau kegiatan dalam skala kecil dan menengah.Berikut merupakan data status pengaduan masyarakat tentang pencemaran air di Kota Tangerang.

Tabel 1.5.

Status Pengaduan Masyarakat tentang Pencemaran Air Tahun 2013-2014

No. Masalah yang diadukan Status

1. Pengaduan warga Kelurahan Sudimara Pinang

Kecamatan Pinang mengenai pencemaran udara

dan air dari usaha ternak sapi

Perbaikan pengolahan limbah cair dan limbah

padat.

2. Pengaduan warga Kelurahan Uwung Kecamatan

Cibodas mengenai pencemaran limbah B3.

Limbah B3 yang dibuang sudah dibersihkan

(clean up)

3. Pengaduan warga Kelurahan Keroncong

Kecamatan Jatiuwung mengenai pencemaran air

dan udara dari usaha Plating

Pemberian sanksi administratif dan pengajuan

izin lingkungan.

4. Gangguan abu sisa pembakaran batubara dan

kebauan dari air limbah di Kelurahan Uwung

Jaya

Perbaikan IPAL dan pemasangan alat

pengendalian cerobong batubara

5. Gangguan kebauan dari air limbah dari kotoran

ternak di Kelurahan Kreo Selatan

Air limbah berupa limbah domestik dari kotoran

sapi diolah dalam bak penampungan dan IPAL

sederhana

6. Gangguan kebisingan, pencemaran air tanah dari

abu batubara dari usaha tekstil di Kelurahan

Pabuaran

Memperbaiki genset, memperbaiki saluran air

limbah domestik dan menghentikan pembakaran

sampah domestik

(29)

Berdasarkan Tabel 1.5, terlihat bahwasanya pengaduan masyarakat mengenai adanya upaya pencemaran lingkungan yang dilakukan oleh jenis usaha/kegiatan skala kecil dan menengah. Pengawasan pemerintah daerah hanya terfokus pada industri skala besar. Dengan kata lain, pemerintah kota Tangerang melalui instansi terkait kurang memperhatikan jenis usaha atau kegiatan skala kecil dan menengah terutama pada pengelolaan limbah hasil proses produksi. Padahal jenis usaha atau kegiatan dengan skala kecil dan menengah tersebut yang biasanya membuang ;imbah hasil produksi langsung ke sumber air atau saluran pembuang.

(30)

Tabel 1.6.

Rata-rata Beban Pencemaran AirTahun 2014 (ton/hari)

Beban TSS Beban BOD Beban COD

September November September November September November

14.4-145.9 201.2-692.2 14.9-167.3 20.9-285.3 32.4-545.3 31.4-424.1

Sumber : BLH Kota Tangerang, 2014

Keterangan:

TSS : Total Suspended Solids

BOD : Biological Oxygen Demand

COD : Chemical Oxygen Demand

(31)

Berdasarkan hasil wawancara diatas, bahwasanya saat ini kondisi daya tampung beban pencemaran air sungai Cisadane dan saluran pembuang dari limbah domestik maupun limbah lainnya sudah dalam kategori sedang. Fungsi IPAL yang ada saat ini sudah tidak dapat memenuhi kapasitas limbah saluran pembuang. Perawatan dan pembuatan IPAL merupakan tugas pokok dan fungsi dari Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air. Jika hal ini dibiarkan terjadi dan jika tidak adanya penanganan dari pemerintah daerah melalui Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Tangerang, maka akan melebihi daya tampung beban pencemaran dan akan menyebabkan sumber air di kota Tangerang tercemar dalam kategori cemar berat.

(32)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut, terlihat bahwasanya pemerintah daerah belum melakukan sosialisasi menyeluruh terhadap masyarakat. Sehingga implementasi Perda ini belum bisa berjalan optimal kepada masyarakat ataupun pemilik usaha. Dengan kata lain, implementasi Perda ini baru hanya diterapkan kepada industri-industri di kota Tangerang. Himbauan melalui papan reklame yang berisi kalimat larangan dan sindiran untuk tidak membuang apapun ke sungai dan mengotori sungai sangat diperlukan guna meningkatkan kesadaran semua stakeholders agar menjaga kelestarian fungsi sungai sebagai penyeimbang ekosistem lingkungan hidup.

(33)

perusahaan besar, menengah hingga kecil. 30 perusahaan diantaranya berlokasi dipinggir sungai Cisadane.

Berdasarkan informasi tersebut terlihat bahwasanya masih banyak perusahaan di Kota Tangerang yang belum mematuhi Perda tersebut, yang disebabkan karena kurangnya pengawasan serta sosialisasi Perda yang belum optimal dan menyeluruh terhadap perusahaan-perusahaan yang terdapat di kota Tangerang. Jika hal ini dibiarkan, maka akan menyebabkan semakin banyaknya perusahaan yang menghiraukan himbauan pemerintah daerah agar memiliki IPAL tersendiri dan tidak membuang limbah langsung ke sungai.

Berikut merupakan data mengenai jumlah perusahaan yang diberikan sanksi administratif oleh Pemerintah Kota Tangerang.

Tabel 1.7.

Usaha atau Kegiatan yang mendapatkan sanksi administratif No. No. Sanksi Tanggal Sanksi Nama Usaha/Kegiatan Jenis Usaha

1. 862.1/ Kep.012-BPLH 15-Jan-13 PT. Tonikitex MFG Industri Tekstil

2. 862.1/ Kep.013-BPLH 15-Jan-13 PT. Makmur Jaya Saputra Industri Almunium

3. 862.1/ Kep.020-BPLH 21-Jan-13 PT. Permata Era Dua Satu Industri Tekstil

4. 862.1/ Kep.036-BPLH 28-Feb-13 PT. Angkasa Pura Industri Penerbangan

5. 862.1/ Kep.037-BPLH 28-Feb-13 PT. Alam Kaca Prabawa I Indutri Kaca

6. 862.1/ Kep.038-BPLH 28-Feb-13 PT. Sumber Graha Sejahtera Industri Kayu

7. 862.1/ Kep.059-BPLH 05-Apr-13 PT. Wihadil Chemical Industri Kimia

8. 862.1/ Kep.060-BPLH 05-Apr-13 PT. Broco Mutiara Electrical Industri Alat Listrik

9. 862.1/ Kep.061-BPLH 05-Apr-13 PD. Sari Wangi Industri Makanan

10. 862.1/ Kep.062-BPLH 05-Apr-13 PT. Asia Papercon Indonesia Industri Kertas

11. 862.1/ Kep.090-BPLH 21-Jun-13 PT. Mudita Karunia Industri Farmasi

12. 862.1/ Kep.091-BPLH 21-Jun-13 PT. Berkat Indah Gemilang Industri Tepung

13. 862.1/ Kep.092-BPLH 21-Jun-13 PT. Anugrah Citra Boga Industri Olahan Daging

(34)

Berdasarkan tabel 1.7, terlihat bahwasanya beberapa industri yang terdapat di Kota Tangerang masih belum mematuhi pelaksanaan peraturan daerah tersebut, terutama dalam hal pembuangan limbah industri sehingga Pemerintah kota Tangerang memberikan sanksi. Sanksi yang dikeluarkan yaitu sanksi administratif berupa surat teguran, denda dan sanksi pidana (kurungan). Ketegasan dalam penegakkan hukum serta pengawasan sangat diperlukan mengingat banyaknya industri yang terdapat di Kota Tangerang dan banyaknya industri yang terdapat pada bantaran sungai Cisadane yang berpotensi melakukan pencemaran.

(35)

sebab itu, Peraturan Walikota harus dibuat untuk memperjelas pelaksanaan Peraturan Daerah tersebut. Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan Bapak Muhammad Jarkasih, ST sebagai Kepala Sub Bidang Pemantauan Kualitas Lingkungan Hidup BLH Kota Tangerang yang diwawancarai peneliti pada tanggal 28 Agustus 2015 dapat diketahui bahwa Perda ini memang belum memiliki Peraturan Walikota sebagai petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis, sehingga kami kesulitan untuk mengidentifikasi hasil temuan lapangan, karena peraturan teknis yang digunakan masih peraturan lama, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 yang belum diperbaharui dan belum merujuk pada perkembangan kondisi saat ini. Namun tahun ini, pemkot Tangerang akan membuat Perwal untuk Perda ini.

Berdasarkan hasil wawancara tersebut, terlihat bahwasanya pemerintah daerah terlihat kurang memperhatikan peraturan yang bersifat teknis dalam bidang lingkungan hidup terbukti dengan belum dibuatnya Perwal untuk pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Tangerang No. 2 tahun 2013 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.

(36)

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, dapat diidentifikasikan beberapa permasalahan yang muncul antara lain:

1. Belum optimalnya koordinasi pengawasan terhadap keberadaan sektor usaha kecil dan menengah dalam pembuangan limbah tanpa proses pengolahan.

2. Kurangnya koordinasi dalam pemberian izin pembuangan air limbah ke sumber air.

3. Sosialisasi tentang Peraturan Daerah Kota Tangerang No. 2 Tahun 2013 belum berjalan optimal.

4. Masih banyak industri skala besar di Kota Tangerang yang melanggar Perda dan belum memiliki IPAL.

5. Belum memiliki Peraturan Walikota (Perwal) sebagai dasar acuan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis yang jelas.

1.3. Batasan Masalah

(37)

1.4. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, dan batasan masalah diatas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

Bagaimana implementasi Peraturan Daerah Kota Tangerang No. 2 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air di Kota Tangerang?

1.5. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini antara lain:

Untuk mengetahui bagaimana implementasi Peraturan Daerah Kota Tangerang No. 2 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air di Kota Tangerang.

1.6. Manfaat Penelitian

Manfaat yang bisa diambil dari penelitian ini adalah:

a) Manfaat Teoritis

(38)

2. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi bagi peneliti yang lainnya.

b) Manfaat Praktis

1. Untuk memberikan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan mengenai upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kota Tangerang melalui kepala SKPD dalam mengelola kualitas air dan mengendalikan pencemaran air.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak sebagai bahan pemikiran untuk mengevaluasi implementasi Peraturan Daerah Kota Tangerang No. 2 Tahun 2013 tentang pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air dalam rangka menjaga kualitas air dan mengendalikan pencemaran air.

3. Untuk memenuhi persyaratan dalam mencapai gelar sarjana S-1 pada Program Studi Ilmu Administrasi negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

1.7. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan merupakan garis besar penyusunan penelitian ini yang berujuan untuk memudahkan dalam memahami secara keseluruhan isi dari penyusunan penelitian ini. Adapun sistematika penulisan penelitian mengenai

Implementasi Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 2 Tahun 2013 tentang

Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air di Kota

Tangerang”, tersusun atas sistematika sebagai berikut:

(39)

Bab ini terdiri dari latar belakang yang menerangkan secara jelas mengenai ruang lingkup dan kedudukan masalah yang akan diteliti dalam bentuk deduktif (dari umum ke khusus). Kemudian bab ini membahas tentang identifikasi masalah untuk mendeteksi aspek permasalahan yang muncul dan berkaitan dari judul penelitian atau dengan masalah penelitian. Pembatasan dan perumusan masalah ditetapkan sebagai fokus dari penelitian yang akan dilakukan demi mencapai hasil penelitian yang diharapkan dalam tujuan penelitian. Dan selanjutnya, bab ini juga membahas mengenai manfaat penelitian, baik manfaat teoritis dan praktis yang berguna bagi peneliti, pembaca, dan instansi terkait. Serta sistematika penulisan yang digunakan untuk mempermudah pembaca mengetahui isi dari penelitian secara keseluruhan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN ASUMSI DASAR PENELITIAN

Bab ini akan membahas mengenai teori-teori relevan yang digunakan untuk mengkaji permasalahan-permasalahan yang muncul dalam penelitian ini. Penelitian terdahulu dipaparkan sebagai bahan perbandingan antara penelitian yang dilakukan dengan penelitian sebelumnya, sehingga dapat diketahui kesamaan atau perbedaan dari masing-masing penelitian yang dilakukan. Selanjutnya, kerangka berpikir menggambarkan alur penelitian yang dikaji dengan teori yang relevan dalam penelitian, sehingga peneliti dapat merumuskan kesimpulan penelitian sementara.

(40)

Bab ini terdiri dari pendekatan dan metode penelitian yang digunakan. Fokus penelitian dan lokasi dilakukannya penelitian. Definisi variabel penelitian yang menjelaskan mengenai variabel penelitian itu sendiri. Instrumen penelitian menjelaskan tentang proses penyusunan dan jenis alat pengumpulan data. Informan penelitian menjelaskan orang-orang yang terkait dengan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian. Teknik pengolahan dan uji keabsahan data yang menjelaskan tentang teknik dan rasionalisasinya. Serta tentang jadwal yang memaparkan waktu penelitian ini dilakukan.

BAB IV HASIL PENELITIAN

Bab ini terdiri dari deskripsi obyek penelitian yang meliputi lokasi penelitiansecara jelas. Kemudian terdapat deskripsi data dari hasil penelitian yang diolah daridata mentah dengan menggunakan teknik analisis data yang relevan sebagaimanadengan penggunaan teori dalam penelitian ini. Selanjutnya data yang sudah dianalisis,peneliti uji validitas dengan menggunakan teknik triangulasi untuk mendapatkan hasilpenelitian yang diharapkan. Kemudian melakukan pembahasan lebih lanjut terhadappersoalan dan pada akhir pembahasan peneliti dapat mengemukakan berbagaiketerbatasan pelaksanaan penelitian, terutama untuk penelitian eksperimen danketebatasan ini dapat dijadikan rekomendasi terhadap penelitian lebih lanjut dalambidang yang menjadi obyek penelitian.

BAB V PENUTUP

(41)

mudah dipahami oleh pembaca. Selanjutnya, peneliti memberikan saran yaitu berisitindak lanjut dari sumbangan penelitian terhadap bidang yang diteliti secara praktisagar dapat direalisasikan dalam kehidupan nyata.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN

ASUMSI DASAR PENELITIAN

2.1. Tinjauan Pustaka

Tinjauan Pustaka adalah dasar berpijak dari sisi kajian teori dan kerangka konseptual. Tinjauan pustaka dibuat dengan cukup lengkap agar seluruh bagian dari karya ilmiah terdukung oleh konsep teoritis. Jadi dapat disimpulkan tinjuan pustaka yaitu peninjauan kembali pustaka-pustaka yang terkait serta membuktikan kesesuaian dalam penelitian.

2.1.1. Pengertian Kebijakan Publik

2.1.1.1. Pengertian Kebijakan

(42)

rencana yang mengandung tujuan politik yang berbeda dengan administrasi).

Berbeda dengan pandangan tersebut, Dunn (2003:53) dalam bukunya Pengantar Analisis Kebijakan Publik, beliau mendefinisikan kata

kebijakan dari asal katanya. Secara etimologis, istilah policy (kebijakan) berasal dari bahasa Yunani, Sansekerta, dan Latin, akar kata dalam bahasa Yunani dan Sansekerta yaitu polis (Negara-Kota) dan pur (Kota).

Dalam buku Policy Analysis for the Real World yang diterbitkan tahun 1984 dan telah direvisi pada tahun 1990, Hogwood dan Gunn dalam Wicaksono (2006:53) menyebutkan 10 (sepuluh) penggunaan istilah kebijakan dalam pengertian modern, diantaranya:

a. Sebagai label untuk sebuah bidang aktivitas (as a label for a field of activity)

Contohnya: statement umum pemerintah tentang kebijakan ekonomi, kebijakan industri, atau kebijakan hukum dan ketertiban.

b. Sebagai ekspresi tujuan umum atau aktivitas negara yang diharapkan

(as expression of general purpose or desired state of affairs)

Contohnya: untuk menciptakan lapangan kerja yang seluas mungkin atau pengembangan demokrasi melalui desentralisasi.

c. Sebagai proposal spesifik (as specific proposal)

(43)

d. Sebagai keputusan pemerintah (as decisions of government)

Contohnya: keputusan kebijakan sebagaimana yang diumumkan Dewan Perwakilan Rakyat atau Presiden.

e. Sebagai otorisasi formal (as formal authorization)

Contohnya: tindakan-tindakan yang diambil oleh parlemen atau lembaga-lembaga pembuat kebijakan lainnya.

f. Sebagai sebuah program (as a programe)

Contohnya: sebagai ruang aktivitas pemerintah yang sudah didefinisikan, seperti program reformasi agrarian atau program peningkatan kesehatan perempuan.

g. Sebagai output (as output)

Contohnya: apa yang secara aktual telah disediakan, seperti sejumlah lahan yang diredistribusikan dalam program reformasi agraria dan jumlah penyewa yang terkena dampaknya.

h. Sebagai hasil (as outcome)

Contohnya: apa yang secara aktual tercapai, seperti dampak terhadap pendapatan petani dan standar hidup dan output agricultural dari program reformasi agraria.

i. Sebagai teori atau model (as a theory or model)

Contohnya: apabila kamu melakukan x maka akan terjadi y, misalnya apabila kita meningkatkan insentif kepada industri manufaktur, maka

(44)

Sebagai sebuah proses yang panjang yang dimulai dengan issues lalu bergerak melalui tujuan yang sudah di setting, pengambilan keputusan untuk implementasi dan evaluasi.

Kebijakan dan politik menjadi istilah yang sama sekali berbeda. Bahasan serta retorika kebijakan menjadi instrumen utama rasionalitas publik. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Laswell dalam Wicaksono (2006:57) sebagai berikut:

“The word policy commonly use to designate the most important

choices made either in organized in private life. Policy is free for

many undesirable connotation clustered about the word political,

which is often believed to imply partisanship or corruption”.

Dengan demikian, kebijakan merupakan rangkaian konsep dan asa yang menjadi garis pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan dan cara bertindak. Kebijakan dapat berbentuk keputusan yang dipikirkan secara matang dan hati-hati oleh para pengambil keputusan dan bukan merupakan kegiatan-kegiatan berulang yang rutin dan terprogram atau terkait dengan aturan-aturan keputusan.

2.1.1.2. Pengertian Publik

Dalam istilah sehari-hari di Indonesia, kata publik lebih dipahami

sebagai “negara” atau “umum”. Hal ini dapat dilihat dalam

(45)

public transportation sebagai kendaraan umum atau public administration

sebagai administrasi negara.

Dalam bahasa Yunani, istilah public seringkali dipadankan pula dengan istilah Koinon atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan kata

common yang bermakna hubungan antar individu. Oleh karenanya, public

seringkali dikonsepkan sebagai sebuah ruang yang berisi aktivitas manusia yang dipandang perlu untuk diatur atau diintervensi oleh pemerintah atau aturan sosial atau setidaknya oleh tindakan bersama.

W.F. Baber sebagaimana telah dikutip oleh Wicaksono (2006:30) berpendapat bahwa sektor publik memiliki 10 (sepuluh) ciri yang membedakan dengan sektor swasta, diantaranya adalah:

a. Sektor publik lebih kompleks dan mengemban tugas-tugas yang lebih ambigu;

b. Sektor publik lebih banyak menghadapi problem dalam mengimplementasikan keputusan-keputusannya;

c. Sektor publik lebih memanfaatkan lebih banyak orang yang memiliki motivasi yang sangat beragam;

d. Sektor publik lebih banyak memperhatikan usaha mempertahankan peluang dan kapasitas;

(46)

f. Sektor publik lebih banyak melakukan aktivitas yang memiliki signifikasi simbolik;

g. Sektor publik lebih ketat dalam menjaga standar komitmen dan legalitas;

h. Sektor publik mempunyai peluang yang lebih besar dalam merespon isu-isu keadilan dan kejujuran;

i. Sektor publik harus beroperasi demi kepentingan publik, dan;

j. Sektor publik harus mempertahankan level dukungan publik minimal di atas level yang dibutuhkan dalam industri swasta.

2.1.1.3. Pengertian Kebijakan Publik

(47)

Dari berbagai kepustakaan internasional disebut sebagai public policy, yang dipahami oleh Nugroho (2012:143) adalah sebagai berikut:

“Keputusan yang dibuat oleh negara, sebagai startegi untuk

merealisasikan tujuan dari negara. Kebijakan publik adalah strategi untuk mengantar masyarakat pada masa awal, memasuki masyarakat pada masa transisi, untuk menuju masyarakat yang dicita-citakan”.

Dengan demikian, kebijakan publik adalah sebuah fakta strategis daripada sebuah fakta politis ataupun teknis. Sebagai sebuah strategi, dalam kebijakan publik sudah terangkum preferensi-preferensi politis dari para aktor yang terlibat dalam proses kebijakan, khususnya pada proses perumusan. Fokus utama kebijakan publik dalam negara modern adalah pelayanan publik.

(48)

“Suatu tindakan bersanksi yang mengarah pada tujuan tertentu yang

diarahkan pada suatu masalah tertentu yang saling berkaitan yang

mempengaruhi sebagian besar warga masyarakat”.

Kebijakan publik adalah fakta strategis daripada fakta politis ataupun teknis. Sebagai sebuah strategi, dalam kebijakan publik sudah terangkum preferensi-preferensi politik dari para aktor yang terlibat dalam proses kebijakan, khususnya pada proses perumusan

Kebijakan publik merupakan keputusan politis yang dikembangkan oleh badan dan pejabat pemerintah. Karena itu karakteristik khusus dari kebijakan publik adalah bahwa keputusan politik tersebut dirumuskan oleh apa yang disebut Easton dalam Agustino (2006:42) sebagai

“otoritas” dalam sistem politik yaitu; “para senior, kepala tertinggi,

eksekutif, legislatif, para hakim, administrator, penasehat raja, dan

sebagainya”. Selanjutnya Easton menyebutkan bahwa mereka-mereka yang berotoritas dalam sistem politik dalam rangka memformulasikan kebijakan publik itu adalah:

“Orang-orang yang terlibat dalam urusan politik sehari-hari dan mempunyai tanggung jawab dalam suatu masalah tertentu dimana pada satu titik mereka diminta untuk mengambil keputusan di kemudian hari yang diterima serta mengikat sebagian besar anggota

masyarakat selama waktu tertentu”.

(49)

Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air yang merupakan produk hukum terbaru di Kota Tangerang dan sudah berjalan kurang lebih selama 2 tahun.

2.1.1.4. Pengertian Implementasi Kebijakan

Suatu implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya. Tidak lebih dan tidak kurang digunakan untuk mengimplementasikan suatu kebijakan publik. Perlu kiranya disadari bahwa mempelajari masalah implementasi kebijakan berarti berusaha untuk memahami apa yang senyatanya terjadi setelah program diberlakukan atau dirumuskan, yakni peristiwa dan kegiatan yang terjadi setelah proses pengesahan kebijakan publik.

(50)

“Adalah cukup untuk membuat sebuah program dan kebijaksanaan

umum yang kelihatannya bagus diatas kertas. Lebih sulit lagi merumuskannya dalam kata-kata dan slogan-slogan yang kedengarannya mengenakan bagi telinga para pemimpin dan para pemilih yang mendengarkannya. Dan lebih sulit lagi untuk

melaksanakannya dalam bentuk yang memuaskan semua orang”.

Kebijakan-kebijakan dapat dimodifikasi untuk menyesuaikan diri dengan kebutuhan-kebutuhan kelompok dan individu, yang dengan demikian tujuan umum dari kebijakan tersebut dapat saja dibelokkan. Mengingat bahwa, dalam banyak kasus para pelaksana kebijakan-kebijakan publik tersebut adalah administrator publik, maka tridak heran apabila kemudian mereka pulalah yang paling sibuk memodifikasi kebijakan itu sendiri demi kepentingan rezim. Grindle dalam Abdul Wahab (2008:221) mengikhtisarkan keadaan tersebut dengan menyatakan sebagai berikut:

“Hingga derajat yang paling besar bila dibandingkan dengan sistem sistem politik di Amerika Serikat dan Eropa Barat, proses implementasi kebijakan publik di negara-negara Asia, Afrika dan Amerika Latin adalah merupakan pusat partisipasi politik dan

persaingan politik”.

Beberapa definisi implementasi kebijakan dari para tokoh adalah:

Bardach dalam Agustino (2006:54) mengemukakan bahwa

implementasi kebijakan sebagai: “Adalah cukup untuk membuat

sebuah program dan kebijakan umum yang kelihatannya bagus diatas kertas. Lebih sulit lagi merumuskannya dalam kata-kata dan slogan-slogan yang kedengarannya mengenakan bagi telinga para pemimpin dan para pemilih yang mendengarkannya. Dan lebih sulit lagi untuk melaksanakannya dalam bentuk yang memuaskan

(51)

Metter dan Horn dalam Agustino (2006:139) “Implementasi kebijakan ialah tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu atau pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya

tujuan-tujuan yang digariskan dalam keputusan kebijakan”.

Mazmanian dan Sabatierdalam Agustino (2006:139) implementasi

kebijakan adalah: “Pelaksanaan keputusan kebijakan dasar,

biasanya dalam bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan. Keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin dicapai dan berbagai

cara untuk menstrukturkan atau mengatur proses implementasinya”.

Jenkinsdalam Persons (2006:463) “Studi implementasi adalah studi perubahan, bagaimana perubahan terjadi, bagaimana kemungkinan

perubahan bisa dimunculkan”.

Dari definisi tersebut diatas dapat diketahui bahwa implementasi kebijakan menyangkut (minimal) tiga hal yaitu: (1) adanya tujuan atau sasaran kebijakan, (2) adanya aktifitas atau kegiatan pencapaian tujuan dan (3) adanya hasil kegiatan. Berdasarkan uraian ini dapat disimpulkan bahwa implementasi kebijakan merupakan suatu proses yang dinamis, dimana pelaksana kegiatan melakukan suatu kegiatan.Sehingga pada akhirnya akan mendapatkan suatu hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran kebijakan itu sendiri.

Hal ini sesuai pula dengan apa yang diungkapkan oleh Lester dan Stewart dalam Agustino (2006:139) menyatakan bahwa:

(52)

Sama halnya dengan apa yang diutarakan oleh Grindle dalam Agustino (2006:154), yaitu:

“Pengukuran keberhasilan implementasi dapat dilihat dari

prosesnya, dengan mempertanyakan apakah pelaksanaan program sesuai dengan yang telah ditentukan yaitu melihat pada action

program dari individual projects dan yang kedua apakah tujuan

program tersebut tercapai”.

Dari beberapa definisi implementasi, dapat disimpulkan bahwa implementasi diartikan sebagai proses pelaksanaan dari kebijakan yang telah dirumuskan dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Perlu pula dijelaskan bahwa proses implementasi untuk sebagian besar dipengaruhi oleh adanya tujuan-tujuan yang ingin dicapai, dan oleh cara tujuan-tujuan itu dirumuskan. Dengan demikian, implementasi kebijakan merupakan hal yang sangat penting dalam keseluruhan tahapan kebijakan, karena melalui tahap ini, keseluruhan prosedur kebijakan dapat dipengaruhi tingkat keberhasilan atau tidaknya pencapaian tujuan kebijakan tersebut.

2.1.1.5. Pendekatan Implementasi Kebijakan Publik

(53)

dengan top down approach) dan the market approach (pendekatan pasar, yang mirip dengan bottom up approach). Masing-masing pendekatan mengajukan model-model kerangka kerja dalam membentuk keterkaitan antara kebijakan dan hasilnya.

Sedangkan pendekatan top down, misalnya dapat disebut sebagai pendekatan yang mendominasi awal perkembangan studi implementasi kebijakan, walaupun diantara pengikut pendekatan ini terdapat perbedaan-perbedaan, sehingga meneruskan pendekatan bottom up, namun pada dasarnya mereka bertitik-tolak pada asumsi-asumsi yang sama dalam mengembangkan kerangka analisis tentang studi implementasi.

Dalam pendekatan top down, implementasi kebijakan yang dilakukan tersentralisir dan dimulai dari aktor tingkat pusat, dan keputusannya pun diambil dari tingkat pasar. Pendekatan top down

(54)

Fokus analisis implementasi kebijakan berkisar pada masalah-masalah pencapaian tujuan formal kebijakan yang telah ditentukan. Hal ini sangat mungkin terjadi oleh karena street-level-bureaucrats tidak dilibatkan dalam formulasi kebijakan. Sehingga intinya mengarah pada sejauhmana tindakan para pelaksana sesuai dengan prosedur dan tujuan kebijakan yang telah digariskan para pembuat kebijakan dilevel pusat. Fokus tersebut membawa konsentrasi pada perhatian terhadap aspek organisasi atau birokrasi sebagai ukuran efesiensi dan efektifitas pelaksanaan kebijakan.

2.1.1.6. Model-model Implementasi Kebijakan

Dalam literatur ilmu kebijakan, terdapat beberapa model implementasi kebijakan publik yang lazim dipergunakan. Dalam beberapa model implementasi kebijakandisumbangkan oleh para ahli diantaranya model implementasi kebijakan disumbangkan dari pemikiran George C. Edward III dengan Direct and Indirect Impact on Implementation, Donald Van Meter dan Carl Van Horn dengan A Model of The Policy Implementation, Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier dengan A Framework for Policy Implementation Analysis, dan Merille S. Grindle dengan Implementation as A Political and Administration Process.

(55)

Grindle karena dianggap relevan dengan materi pembahasan dari objek yang diteliti.Hal ini bukan berarti bahwa peneliti menjustifikasi teori-teori lain tidak lagi relevan dengan perkembangan teori implementasi kebijakan publik, melainkan lebih kepada mengarahkan peneliti agar lebih fokus terhadap variabel-variabel yang dikaji melalui penelitian ini. Identifikasi masalah yang ditemukan sesuai jika dikaji dengan menggunakan pendekatan model implementasi kebijakan Merille S. Grindle.

1. Implementasi Kebijakan Model George C. Edward III

Model implementasi kebijakan yang dikembangkan oleh Edward III disebut dengan Direct and Indirect Impact on Implementation. Menurut model yang dikembangkan oleh Edward III, ada empat faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan atau kegagalan implementasi suatu kebijakan, yaitu faktor sumber daya, birokrasi, komunikasi dan disposisi. (Agustino, 2006:156)

a. Faktor Sumber Daya

Faktor sumber daya mempunyai peranan penting dalam implementasi kebijakan, karena bagaimanapun dibutuhkan kejelasan dan konsistensi dalam menjalankan suatu kebijakan dari pelaksana kebijakan. Jika para personil yang mengimplementasikan kebijakan kurang bertanggung jawab dan kurang mempunyai sumber-sumber untuk melakukan pekerjaan secara efektif, maka implementasi kebijakan tersebut tidak akan bisa efektif.

b. Faktor Komunikasi

(56)

faktor yang amat penting, karena menjembatani antara masyarakat dengan pemerintah dalam pelaksana kebijakan. Sehingga dapat diketahui apakah pelaksanaan kebijakan berjalan dengan efektif dan efisien tanpa ada yang dirugikan. Implementasi yang efektif baru akan terjadi apabila para pembuat kebijakan atau implementor mengetahui apa yang akan mereka kerjakan, dan hal itu hanya dapat diperoleh melalui komunikasi yang baik.

c. Faktor Disposisi (Sikap)

Disposisi ini diartikan sebagai sikap para pelaksana untuk mengimplementasikan kebijakan. Dalam implementasi kebijakan menurut Edward III, jika ingin berhasil secara efektif dan efisien, para implementator tidak hanya harus mengetahui apa yang harus mereka lakukan dan mempunyai kemampuan untuk mengimplementasikan kebijakan tersebut, tetapi mereka juga harus mempunyai kemauan untuk mengimplementasikan kebijakan tersebut.

d. Faktor Struktur Birokrasi

Meskipun sumber-sumber untuk mengimplementasikan suatu kebijakan sudah mencukupi dan para implementator mengetahui apa dan bagaimana cara melakukannya, serta mereka mempunyai keinginan untuk melakukannya, implementasi kebijakan bisa jadi masih belum efektif, karena terdapat ketidakefisienan struktur birokrasi yang ada. Kebijakan yang begitu kompleks menuntut adanya kerjasama banyak orang. Birokrasi sebagai pelaksana sebuah kebijakan harus dapat mendukung kebijakan yang telah diputuskan secara politik dengan jalan melakukan koordinasi yang baik.

Menurut Edward III terdapat dua karakteristik yang dapat mendongkrak kinerja struktur birokrasi ke arah yang lebih baik, yaitu dengan melakukan Standard Operating Procedures (SOPs) dan melakukan fragmentasi.

1)Standard Operating Procedures (SOPs); adalah suatu kegiatan rutin yang memungkinkan para pegawai atau pelaksana kebijakan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatannya setiap hari sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.

(57)

2. Implementasi Kebijakan Model Donald Van Meter dan Carl Van Horn

Model pendekatan top-down yang dirumuskan oleh Donald Van Meter dan Carl Van Horn disebut dengan A Model of The Policy Implementation. Proses implementasi ini merupakan sebuah abstraksi atau permormansi suatu implementasi kebijakan yang pada dasarnya secara sengaja dilakukan untuk meraih kinerja implementasi kebijakan publik yang tinggi yang berlangsung dalam hubungan berbagai variabel. Model ini mengandaikan bahwa implementasi kebijakan berjalan secara

linier dari keputusan politik yang tersedia, pelaksana, dan kinerja kebijakan publik.

Ada enam variabel, menurut Van Meter dan Van Horn yang mempengaruhi kinerja kebijakan publik tersebut, adalah:

1. Ukuran dan Tujuan Kebijakan

Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur tingkat keberhasilannya jika dan hanya jika ukuran dan tujuan dari kebijakan memang realistis dengan sosio-kultur yang mengada di level pelaksana kebijakan. Ketika ukuran kebijakan atau tujuan kebijakan terlalu ideal (bahkan terlalu utopsi) untuk dilaksanakan dilevel warga, maka agak sulit merealisasikan kebijakan publik hingga titik yang dapat dikatakan berhasil.

2. Sumber Daya

(58)

sumber-sumber daya lain yang perlu diperhitungkan juga, ialah: Sumber daya finansial dan sumber daya waktu. Karena mau tidak mau, ketika sumber daya manusia yang berkompeten dan kapabel telah tersedia, maka memang menjadi persoalan pelik untuk merealisasikan apa yang hendak dituju oleh tujuan kebijakan publik. Demikian pula halnya dengan sumber daya waktu. Saat sumber daya manusia giat bekerja dan kucuran dana berjalan dengan baik, tetapi terbentur dengan persoalan waktu yang terlalu ketat, maka hali ini pun menjadi penyebab ketidakberhasilan implementasi kebijakan. Karena ini, sumber daya yang diminta dan dimaksud oleh Van Meter dan Van Horn adalah ketiga bentuk sumber daya tersebut.

3. Karakteristik Agen Pelaksana

Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal dan organisasi informal yang akan terlibat pengimplementasian kebijakan publik. Hal ini sangat penting karena kinerja implementasi kebijakan publik akan sangat banyak dipengaruhi oleh ciri-ciri yang tepat serta cocok dengan agen pelaksananya. Misalnya, implementasi kebijakan publik yang berusaha untuk merubah perilaku atau tingkah laku manusia secara radikal, maka agen pelaksana projek itu haruslah berkarakteristik keras dan ketat pada aturan serta sanksi hukum. Sedangkan bila kebijakan publik itu tidak terlalu merubah perilaku dasar manusia, maka dapat saja agen pelaksana yang diturunkan tidak sekeras dan tidak setegas gambaran yang pertama. Selain itu, cakupan atau luas wilayah implementasi kebijakan perlu juga diperhitungkan manakala hendak menentukan agen pelaksana. Semakin luas cakupan implementasi kebijakan, maka seharusnya semakin besar pula agen yang dilibatkan.

4. Sikap/Kecenderungan (Disposisi) para Pelaksana

Sikap penerimaan atau penolakan dari (agen) pelaksana akan sangat banyak mempengaruhi keberhasilan atau tidaknya kinerja implementasi kebijakan publik. Hal ini sangat mungkin terjadi oleh karena kebijakan yang dilaksanakan bukanlah hasil formulasi warga setempat yang mengenal betul persoalan dan permasalahan yang mereka rasakan. Tatpi kebijakan yang dilaksanakan bukanlah akan implementor laksanakan

adalah kebijakan “dari atas” (top down) yang sangat mungkin para pengambil keputusannya tidak pernah mengetahui (bahkan tidak mampu menyentuh) kebutuhan, keinginan, atau permasalahan yang warga ingin selesaikan.

5. Komunikasi Antarorganisasi dan Aktivitas Pelaksana

Koordinasi merupakan mekanisme yang ampuh dalam implementasi kebijakan publik. Semakin baik koordinasi komunikasi diantara pihak-pihak yang terlibat dalam suatu proses implementasi, maka asumsinya kesalahan-kesalahan akan sangat kecil untuk terjadi. Dan begitu pula sebaliknya.

(59)

Hal terakhir yang perlu juga diperhatikan guna menilai kinerja implementasi publik dalam perspektif yang ditawarkan oleh Van Meter dan Van Horn adalah sejauh mana lingkungan eksternal turut mendorong keberhasilan kebijakan publik yang telah ditetapkan. Lingkungan sosial, ekonomi dan politik yang tidak kondusif dapat menjadi biang keladi dari kegagalan kinerja implementasi kebijakan. Karena itu, upaya untuk mengimplementasikan kebijakan harus pula memperhatikan kekondusifan kondisi lingkungan eksternal.

3. Implementasi Kebijakan Model Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier

Model implementasi kebijakan publik yang lain ditawarkan oleh Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier. Model implementasi yang ditawarkan mereka disebut dengan A Framework for Policy Implementation Analysis. Kedua ahli kebijakan ini berpendapat bahwa peran penting dari implementasi kebijakan publik adalah kemampuannya dalam mengidentifikasikan variabel-variabel yang mempengaruhi tercapainya tujuan-tujuan formal pada keseluruhan proses implementasi. Variabel-variabel yang dimaksud dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori besar, yaitu:

1. Mudah atau tidaknya masalah yang akan digarap, meliputi: a. Kesukaran-kesukaran Teknis.

Tercapai atau tidaknya tujuan suatu kebijakan akan tergantung pada sejumlah pernyataan teknis, termasuk diantaranya: kemampuan untuk mengembangkan indikator-indikator pengukur prestasi kerja yang tidak terlalu mahal serta pemahaman mengenai prinsip-prinsip hubungan kausual yang mempengaruhi masalah. Disamping itu, tingkat keberhasilan suatu kebijakan dipengaruhi juga oleh tersedianya atau telah dikembangkannya teknik-teknik tertentu.

b. Keberagaman Perilaku yang Diatur.

(60)

untuk membuat peraturan yang tegas dan jelas. Dengan demikian semakin besar kebebasan bertindak yang harus dikontrol oleh para pejabat dan pelaksana (administratur atau birokrat) di lapangan. c. Persentase Totalitas Penduduk yang Tercangkup dalam Kelompok

Sasaran.

Semakin kecil dan semakin jelas kelompok sasaran yang perilakunya akan diubah (melalui implementasi kebijakan), maka akan semakin besar peluang untuk memobilisasikan dukungan politik terhadap sebuah kebijakan dan dengannya akan lebih terbuka peluang bagi pencapaian tujuan kebijakan.

d. Tingkat dan Ruang Lingkup Perubahan Perilaku yang Dikehendaki.

Semakin besar jumlah perubahan perilaku yang dikehendaki oleh kebijakan, maka semakin sukar/sulit para pelaksana memperoleh implementasi yang berhasil. Artinya ada sejumlah masalah yang jauh lebih dapat kita kendalikan bila tingkat dan ruang lingkup perubahan yang dikehendaki tidaklah terlalu besar. 2. Kemampuan Kebijakan Menstruktur Proses Implementasi Secara

Tepat.

Para pembuat kebijakan mendayagunakan wewenang yang dimilikinya untuk menstruktur proses implementasi secara tepat melalui beberapa cara:

a. Kecermatan dan kejelasan penjenjangan tujuan-tujuan resmi yang akan dicapai.

Semakin mampu suatu peraturan memberikan petunjuk-petunjuk secara cermat dan disusun secara jelas skala prioritas/urutan kepentingan bagi para pejabat-pejabat pelaksana dan aktor lainnya. Maka semakin besar pula kemungkinan bahwa

output kebijakan dari badan-badan pelaksana akan sejalan dengan petunjuk tersebut.

b. Keterandalan teori kausalitas yang diperlukan.

Memuat suatu teori kausalitas yang menjelaskan bagaimana kira-kira tujuan usaha pembaharuan yang akan dicapai melalui implementasi kebijakan.

c. Ketetapan alokasi sumber dana

Tersedianya dana pada tingkat batas ambang tertentu sangat diperlukan agar terbuka peluang untuk mencapai tujuan-tujuan formal.

d. Keterpaduan hierarki di dalam lingkungan dan diantara lembaga-lembaga atau instansi-instansi pelaksana.

Gambar

Tabel 1.1.
Tabel 1.3.
Tabel 1.4.
Tabel 1.5.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan Perda Kota Yogyakarta Nomor 10 Tahun 2012 yang dimaksud sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat, sedangkan

1451 K/10/MEM/ Tahun 2000 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Tugas Pemerintah di Bidang Pengelolaan Air Bawah Tanah adalah setiap kegiatan pengambilan air bawah

Satu unit kendaraan operasional yang dimiliki oleh Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Kabupaten Serang dirasakan belum cukup untuk menunjang kinerja dari Sub

Hasil penelitian menunjukan bahwa Implementasi Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Di Kota Serang belum

Menilik pada kenyataan dan fakta yang terdapat dilapangan, agen pelaksana dalam hal ini Dinas Sosial telah memahami dan berupaya melaksanakan tujuan perda sesuai

(1) Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya melakukan penilaian baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan dengan berpedoman pada baku mutu air limbah yang ditetapkan

(3) Tingkatan cemar dan tingkatan baik status mutu air sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pasal ini dilakukan dengan perhitungan tertentu yang ditetapkan sesuai

(1) Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dari sumber tidak bergerak yang mengeluarkan emisi wajib menaati ketentuan baku mutu udara ambien, baku mutu