• Tidak ada hasil yang ditemukan

Contoh Aplikasi Kaedah Syar’u Man Qablana

Dalam dokumen Ushul Fiqh I (Halaman 165-172)

VI SUNNAH SEBAGAI SUMBER HUKUM

TES FORMATIF

2. Contoh Aplikasi Kaedah Syar’u Man Qablana

Aplikasi kaedah Syar‟u Man Qablana dapat diurai secara detail dalam kasus pemberlakuan hukum qisas atas pembunuhan, luka dan anggota badan. Ada sebagian kalangan –di antaranya Jumhur Hanafiyah, Asyairah dan Mu‟tazilah- yang mengatakan bahwa hukum qisas atas luka dan anggota badan bukan bagian dari syariat Islam akan tetapi ia merupakan syariat dari umat terdahulu. Oleh karena itu, penerapan qisas dalam kasus pembunuhan dan luka bukan merupakan sebuah hukum yang harus dan mesti untuk diterapkan oleh umat Islam. Landasan argumentasi yang dikemukakan oleh ulama tersebut adalah bahwasanya hukum asal dari syariat-syariat sebelum Islam bersifat khusus dan hanya mengikat umat yang dizamannya.

Sebagian kalangan dari ulama Hanafiyyah, Malikiyyah, Syafiiyyah dan Ahmad mengatakan bahwa hukum tersebut disyariatkan juga dikalangan kaum muslimin dan mereka wajib untuk mengikutinya dengan alasan bahwa selama hukum tersebut disebutkan di dalam ajaran Islam dan tidak ditemukan dalil yang membatalkannya, maka hukum tersebut dianggap bagian dari hukum Islam. Sebagaimana firman Allah QS. Al-Syura : 13















































































Terjemahnya:

Dia Telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yang Telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang Telah kami wahyukan kepadamu dan apa yang Telah kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama[1340] dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya).

Dan firman Allah QS. Al-Nahl (16): 132



























Terjemahnya;

Kemudian kami wahyukan kepadamu (Muhammad): "Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif" dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.

Dari kedua ayat tersebut menunjukkan bahwa ada kesamaan dari syariat-syariat sebelum Islam yang dibawa oleh para Rasul selama syariat tersebut belum dinasakh. Disebutkan juga dalam sebuah riwayat bahwasanya Rasulullah saw meruju kepada kitab Taurat ketika beliau ingin menerapkan hukum rajam kepada orang Yahudi dan beliau juga mengaplikasikan syariat nabi Musa kepada kaum muslimin.

Sehubungan dengan pendapat tersebut, Ulama Hanafiyyah memberlakukan hukum qishas yang seimbang sebagaimana tersebut dalam surat al-Maidah : 45 bagi umat Islam, meskipun ayat tersebut diarahkan kepada orang Yahudi. Berdasarkan pendapat ini orang muslim yang membunuh kafir dzimmi dikenai qishash sebagaiman

orang kafir dzimmi yang membunuh orang Islam. Sedangkan kalangan ulama Syafiiyah yang tidak memberlakukan syariat umat terdahulu untuk umat Islam memahami ayat tersebut bahwa tidak perlu ada keseimbangan dalam pelaksanaan qishas antara muslim dan non-muslim seperti yang diterapkan oleh orang Yahudi. Oleh karena itu bila orang muslim membunuh kafir dzimmi, maka tidak diberlakukan hukum qishash. Tetapi bila kafir dzimmi yang membunuh orang Islam maka diberlakukan qishash

Sebenarnya perbedaan pendapat dalam soal qishash itu tidak semata disebabkan oleh perbedaan pendapat dalam hal pemberlakuan syariat sebelum kita tersebut, tetapi ada beberapa faktor (pertimbangan) lainnya. Meskipun dalam hal ini terdapat perbedaan pendapat, namun yang berpendapat bahwa syari‟at sebelum kita dapat menjadi bagian dari syariat kita (umat Nabi Muhammad) adalah bukan karena ia adalah syari‟at sebelum kita tetapi ia terdapat di dalam al-Qur‟an dan Sunnah yang dijadikan sebagai pedoman. Dengan demikian kedudukannya sebagai sebagai salah satu sumber hukum tidaklah berdiri sendiri.

Latihan

Untuk mendalami materi pada Satuan Bahasan IX, dianjurkan untuk mengerjakan latihan berikut:

1. Buat rumusan tentang Syar‟u Man Qablana!

2. Buat rumusan tentang contoh-contoh Syar‟u Man Qablana! 3. Buat rumusan tentang kehujjahan Syar‟u Man Qablana!

4. Buat rumusan mengenai aplikasi metode Syar‟u Man Qablana dalam kasus fikih Islam!

Rangkuman

Syar‟u Man Qablana adalah hukum-hukum yang disyariatkan

oleh Allah swt. kepada umat terdahulu yang diberikan kepada nabi-nabi terdahulu dan syariat tersebut dibebankan kepada orang-orang

yang ada sebelum syariat Muhammad seperti syariat nabi Ibrahim, nabi Musa dan nabi Isa.

Syariat sebelum Islam dapat diklasifikasi hukum-hukumnya dalam beberapa bagian yaitu: Pertama, ada hukum atau ketetapan syariat yang tidak disebutkan di dalam syariat Islam dalam artian bahwa hukum atau ketetapan syariat itu tidak disinyalir bahkan tidak disebutkan di dalam al-Qur‟an dan al-Sunnah. Hukum seperti ini tidak masuk dalam kategori hukum yang disyariatkan sehingga disepakati oleh para ulama bahwa hukum tersebut bukan bahagian integral di dalam syariat Islam. Kedua, hukum atau ketetapan syariat yang disebutkan di dalam al-Qur‟an dan al-Sunnah.

Hukum atau ketetapan syariat yang termaktub dalam al-Qur‟an dan al-Sunnah dapat diklasifikasikan dalam tiga bagian yaitu:

Pertama, hukum yang disebutkan dalam al-Qur‟an dan al-Sunnah dan

hukum tersebut sudah menjadi bagian dan menjadi keharusan dalam hukum Islam sebagaimana diharuskan dan diwajibkannya kepada umat-umat terdahulu. Hukum seperti ini sudah disepakati oleh ulama bahwa hukum tersebut merupakan bagian integral yang tak terpisahkan dalam syariat Islam karena didukung oleh beberapa dalil syar‟i baik dari al-Qur‟an maupun al-Sunnah. Kedua, hukum yang disebutkan di dalam al-Qur‟an dan dijelaskan dalam al-Sunnah akan tetapi ada dalil yang menunjukkan tentang pembatalan atau penghapusan hukum tersebut dalam syariat Islam bahkan itu termasuk kekhususan tertentu bagi umat terdahulu. Ketiga, hukum yang disebutkan di dalam al-Qur‟an atau al-Sunnah dan dianggap bahwa ia merupakan bahagian dari syariat sebelum Islam, akan tetapi tidak ada dalil yang mendukung atau menunjuk hukum tersebut baik secara tersirat maupun tersurat bahwa hukum tersebut disyariatkan dalam ajaran Islam atau tidak, sehingga keberadaannya masih simpang siur apakah boleh diterapkan atau tidak.

Tes Formatif

1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Syar‟u Man Qablana! 2. Bagaimana hukum mengamalkan Syar‟u Man Qablana?

3. Apakah semua syariat yang diperintahkan kepada para Nabi sebelum nabi Muhammad saw. wajib diamalkan? Jelaskan

4. Berikan contoh Syar‟u Man Qablana yang wajib untuk diamalkan, beserta dalilnya dari al-Qur‟an?

5. Berikan pula contoh Syar‟u Man Qablana yang tidak wajib untuk diamalkan oleh umat nabi Muhammad saw.

Bagaimana pendapat para ulama tentang Syar‟u Man Qablana yang tidak dapat ditemukan dalilnya?

SATUAN

BAHASAN

XII I S T I H S A N

A. Gambaran Singkat Mengenai Materi Kuliah

Istihsan merupakan salah satu metode ijtihad yang

diperselisihkan oleh kalangan Ushuliyyun, meskipun dari segi realitasnya, semua ulama menggunakan secara praktis. Pada dasarnya, para ulama menggunakan istihsan dalam arti etimologinya yaitu “berbuat sesuatu yang lebih baik”. Tetapi dalam pengertian terminologinya (yang biasa dipakai), para ulama berbeda pendapat disebabkan oleh perbedaan dalam memahami dan mendefinisikan “Istihsan” itu. Ulama yang menggunakan metode istihsan dalam berijtihad mendefinisikan istihsan dengan “pengertian” yang berlainan dengan definisi dari orang yang menolak cara istihsan. Sebaliknya ulama yang menolak penggunakan istihsan

mendefinisikan “istihsan” dengan pengertian tidak seperti yang didefinisikan oleh pihak yang menggunakannya. Seandainya para pakar tersebut sepakat dalam mendefinisikan istihsan, maka mereka tidak akan berbeda pendapat dalam menggunakannya sebagai suatu metode ijtihad.

Para ulama yang menolak keberadaan istihsan sebagai salah satu dalil dalam menetapkan hukum, ternyata dalam praktiknya berpendapat sama dengan ulama yang menerima kehujjahan istihsan. Dalam beberapa kasus tertentu, ada permasalahan yang dikemukakan oleh ulama yang menerima kehujjahan istihsan juga diterima oleh para penolak kehujjahan istihsan. Oleh sebab itu, Ibnu Qudamah berpendapat bahwa tidak ada alasan untuk menolak

istihsan apabila dilakukan berdasarkan dalil yang didukung oleh

syara‟, sekalipun berdasarkan induksi dari beberapa ayat atau hadis. Adapun istihsan yang semata-mata berdasarkan rasio dan mengikuti

hawa nafsu, maka seluruh pakar ushul fiqh menolaknya, karena dalam masalah hukum syara‟ pendapat akal harus mendapat legalisasi dari nash, walaupun secara umum. Dengan demikian, seperti yang disinyalir oleh Wahbah al-Zuhaili, titik perbedaan sebenarnya terletak pada penamaan bukan pada substansi konsep dari istihsan itu sendiri.

Bab ini akan menjelaskan tentang istihsan, macam-macam istihsan dan polemik-polemik di antara ulama tentang kehujjahan istihsan sebagai sumber hukum serta aplikasi metode istihsan dalam kasus-kasus fikih kontemporer.

B. Pedoman Mempelajari Materi

Baca dengan baik uraian mengenai istihsan, contoh-contoh

istihsan dan pendapat para ulama tentang kehujjahan istihsan serta

bentuk aplikasi metode istihsan dalam kasus fiqh kontemporer. Kemudian buatlah intisari/ringkasan dari obyek kajian tersebut.

C. Tujuan Pembelajaran

Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan mampu untuk :

1. Mendiskripsikan istihsan baik secara etimologi maupun terminologi

2. Mengidentifikasi dan menjelaskan macam-macam istihsan 3. Mengemukakan alasan-alasan tentang kehujjahan istihsan 4. Mengaplikasikan metode istihsan dalam kasus fiqh

ISTIHSAN; PENGERTIAN, DASAR, OBYEK PEMBAHASAN,

Dalam dokumen Ushul Fiqh I (Halaman 165-172)